"Nikah?!"
"Ya, kita nikah bulan depan."
Sehun langsung menggelengkan kepalanya begitu mendengar jawaban yang Renatta berikan.
"Kenapa?" Renatta bertanya saat melihat Sehun menggelengkan kepalanya.
Sehun menghembuskan napas panjang, menahan mulutnya yang ingin mengabsen nama - nama penghuni kebun binatang saat ini juga.
"Re, gue lagi males bercanda." kata Sehun menjawabnya dengan lesuh dan jengah. "Gue capek, re. Jangan bikin gue emosi." ujar Sehun seraya melempar tasnya kesegala arah kemudian merebahkan tubuhnya diatas sofa panjang yang terletak di ruang tengah rumahnya. Sehun yang merasa lelah karena baru pulang dari kampusnya langsung tambah merasa malas untuk hidup saat Renatta memberi kabar kalau bulan depan mereka akan nikah, entah gadis itu hanya mengarang cerita atau tidak, yang jelas Sehun akan protes jika yang Renatta katakan itu benar adanya.
"Aku gak bercanda, aku serius." kata Renatta berusaha meyakinkan.
"Tumben nunggu, biasanya langsung masuk-"BUGH!!!Belum selesai Julian berbicara, Sehun langsung menonjok rahang kirinya tanpa aba - aba. Julian yang baru saja turun dari mobilnya dan langsung di hadiahi tonjokan tangan Sehun seketika linglung dan tersungkur."Shit!" umpat Julian spontan, ia mencoba untuk bangkit, tapi lagi - lagi Sehun mendaratkan bogeman mentahnya ke rahang tajam Julian yang kini berwarna kemerahan. Julian mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya yang sobek, kemudian ia berdecih lalu menatap Sehun kesal."Lo kenapa sih, sat?!" tanya Julian emosi. Ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun dan tidak layak dipukuli seperti ini.Sehun berdecak lalu tersenyum miring bersamaan dengan tatapan sinisnya kearah Julian, "Lo pikir aja sendiri" jawab Sehun layaknya seorang wanita ketika sedang marah. Merasa pukulan yang ia berikan pada Julian sudah cukup, Sehun pun pergi menin
Entah sudah berapa jam Sehun berdiri di samping mobilnya yang terparkir didepan rumah orang tua Resya. Cowok itu menunggu dengan rasa gelisah namun sangat ingin bertemu Resya. Di liriknya jam yang melingkar di pergelangan tangannya, jarum pendek sudah menunjuk ke angka sebelas, ini sudah larut, Resya tidak akan keluar dari rumahnya meski lampu kamar Resya masih menyala, kemungkinan Resya masih membuka matanya didalam sana.Sehun menghembuskan napas pendek, sepertinya ia harus segera pulang dan kembali lagi besok pagi."Oekk... oekkk.."Sehun yang hendak masuk kedalam mobilnya langsung mendongak dan menghentikan langkah saat mendengar suara tangisan bayi dari arah rumah Resya. Senyum Sehun spontan terbit, itu pasti suara tangisan anaknya."Ayah pulang dulu ya, besok Ayah datang lagi." ujar Sehun seolah berbicara kepada Aydan yang tengah menangis karena melarangnya untuk pergi."Resya?" Sehun terpaku melihat pintu rumah Resya yang tiba -
Resya tidak bisa tidur, dirinya dilanda cemas dan gelisah setelah beberapa jam lalu bertemu dengan Sehun tepat didepan rumahnya. Tatapan kosong Sehun saat memandangnya masih teringat jelas di kepala Resya. Sepertinya yang Julian katakan tempo hari benar, Sehun semakin hancur dan terpuruk setelah ditinggal olehnya. Dengan begitu Resya tidak merasa senang karena Sehun mendapatkan karmanya, karena bagaimanapun kabar bahwa lelaki itu menjalani hidup yang lebih baik lagi jelas akan lebih enak didengar.Kadang Resya tidak mengerti kepribadian Sehun, sikap cowok itu terlalu mudah berubah. Dulu, Sehun baik dan memperlakukannya layaknya ratu, namun setelah ia menolaknya, Sehun langsung berubah kejam seperti iblis yang baru saja keuar dari neraka. Padahal Resya memiliki hak untuk menolak atau menerimanya, tapi Sehun seakan tidak terima, segala sesuatu yang cowok itu inginkan harus terpenuhi. Walau dengan bagaiamana pun cara untuk mendapatkannya.Res
Pagi ini Sehun terbangun karena mendengar suara tangisan Aydan disampingnya, bayi kecilnya yang semalam ia peluk erat itu kini sudah lepas dari kukungannya dan berjarak beberapa senti menjauh darinya. Dengan mata yang masih berat Sehun menegakkan tubuhnya, secara hati -hati Sehun membawa Aydan kedalam gendongannya. Sehun menepuk - nepuk lembut bokong Aydan guna menenangkan bayi mungil itu, walaupun ini pertama kalinya ia menggendong Aydan, tapi Sehun tidak terlalu takut malah dirinya seakan mahir dalam bidang itu. Sesuai harapan Sehun, tak lama kemudian tangisan Aydan pun mereda. "Selamat pagi, jagoan." sapa Sehun dengan lembut seraya mencium manis kening Aydan yang kini telah membuka kedua matanya. Bibir Sehun praktis menerbitkan senyuman, tak terbayangkan bahwa pagi ini akan datang, pagi dimana ia terbangun dan melihat sang jagoan digendongan. Jari Sehun mengusap lembut sisi mata Aydan, menyeka kotoran mata bayi itu. Sementara Aydan sedikit menggoyangkan kepa
"Hai,"Kedua alis tebal Resya menungkik saat mendapati Sehun yang berdiri didepan pintu rumahnya. Sepasang mata Resya berkedip beberapa kali guna menyadarkan dirinya yang terpanah sesaat kala melihat Sehun yang semakin tampan sore ini, setelan cowok itu berbeda dari yang tadi pagi dipakainya, lebih casual dan mempesona."Hai," balas Resya seraya tersenyum kaku, dengan gelagat salah tingkahnya yang khas Resya menggaruk tengkuknya, "Ada apa?" lanjut Resya bertanya, sebenarnya Resya terkejut melihat Sehun yang tiba - tiba datang padahal tadi pagi mereka baru bertemu.Sehun mengeluarkan senyumannya, entah senyuman yang keberapa ia terbitkan hari ini, "Gue mau ajak lo sama Aydan jalan-jalan, boleh?" tanya Sehun to the point, tanpa ragu dan penuh percaya diri. Sehun bahkan sampai kembali kerumah papahnya secara diam-diam untuk berganti pakaian, padahal saat ini ia masih perang dingin dengan papahnya dan tidak berniat untuk kembali kerumah kecuali ada hal yang kepepet.
Jadi seperti ini rasanya jika berkeluarga, seperti ini rasanya jalan-jalan bersama anak dan sosok laki-laki yang melengkapi. Biasanya, Resya hanya memandang iri kelurga kecil yang sedang menikmati waktu bersama, sementara ia hanya berdua dengan Aydan saja. Tapi, hari ini akhirnya Resya merasakan bahagianya menikmati waktu bersama Ayah dari anaknya."Harganya mahal sekali, Sehun" bisik Resya sembari menatap Sehun dengan mata melotot lebar, memperingati cowok itu untuk tidak membeli sepatu couple untuk mereka bertiga. Sepatunya memang bagus, tapi begitu melihat harganya Resya langsung meringis.Sehun tertawa kecil, harga tidak jadi masalah untuknya, tentu saja. Mungkin Resya lupa kalau Sehun bahkan bisa membeli toko sepatu tersebut."Saya beli yang ini." ujar Sehun kepada karyawan toko yang berdiri menunggu di sebelahnya.Karyawan anggun itu mengangguk seraya tersenyum sopan, "Baik, kak." ujarnya kemudian mengambil tiga sepatu couple untuk ukura
Hari demi hari berlalu, Resya yang awalnya ingin meninggalkan Jogjakarta hanya satu minggu tak terasa sudah hampir satu bulan. Bukannya tak ingat pulang, tapi, Sehun yang meminta Resya untuk tidak pergi. Hubungan mereka mulai membaik, keduanya bahkan saling menemui psikiater, Resya yang meminta karena cewek itu merasa mereka berdua butuh penanganan untuk mental tidak sehatnya. Dengan perlahan tapi pasti baik Resya maupun Sehun mencoba memperbaiki dan memantapkan diri, mereka sudah menjadi orang tua, apa lagi di usia yang relatif muda. Saat melahirkan Aydan dan merawatnya hingga saat ini, Resya memang tidak memiliki bekal yang banyak sebagai orang tua saat itu,tapi dia menjalani hidupnya dengan cukup santai tanpa adanya tekanan. Tapi, saat Sehun mengatakan bahwa mereka akan merawat Aydan sama-sama, ada rasa cemas dan takut gagal menjadi orang tua melanda Resya.Niat Sehun memang baik, ia ingin Aydan tumbuh dengan kasih sayang dari kedua orang tua. Tapi yang Resya takuti,
"Resya baru saja pergi, Sehun. Sekitar dua puluh menit yang lalu." Wajah Sehun yang semula cerah, berubah datar saat mendengar apa yang baru saja Lina katakan. "Pergi kemana, bu?" tanya Sehun mulai panik, ia harap semua tidak seperti yang ia bayangkan. Lina meremas jemari tangannya, sebenarnya Resya meminta Lina untuk tidak memberitahu Sehun, tapi Lina sudah terlanjur menyukai sosok Sehun, dan berharap Sehun menjadi menantunya, ia percaya apa yang wanita bernama Renatta katakan itu tidak benar. Lina dapat melihat mata tulus Sehun saat memandang Resya dan Aydan, laki-laki itu pasti tidak akan mengkhianati Resya. "Jogja- Sehun" Lina menahan tangan Sehun yang ingin bergegas pergi. Sehun menatap Lina dengan raut wajah tak sabaran. "Kenapa, bu?" tanya Sehun kebingungan. "Tadi Renatta datang menemui Resya. Apa benar kamu menghamilinya?" tanya Lina langsung ke inti. Sehun praktis menggelengkan kepalanya. Menghamili? Apa-apaan Re
"Istri kamu kemana?" Renatta celingukan, mencari keberadaan Resya yang semula duduk di atas sofa, tapi kini wanita hamil itu menghilang entah kemana. "Masuk ke kamar, istirahat." jawab Sehun seraya kembali mendaratkan bokongnya di atas sofa berukuran L. Renatta manggut-manggut, "Kedatanganku ganggu kalian, ya?" tanya Renatta, wajah menyebalkannya perlahan memudar. Sehun ingin mengangguk, namun tidak enak hati. "Nggak, Resya lagi capek saja kayaknya." jawab Sehun, pandangannya bergantian memantau Aydan yang dengan anteng bermain dengan para robot dan mobilannya. "Anak kalian lucu, ya." Renatta bergumam, indra penglihatannya mengikuti arah mata Sehun memandang, ke arah Aydan yang sedang sibuk sendirian. "Gen gue gak perlu di ragukan lagi, Nat." jawab Sehun penuh percaya diri. Renatta terkekeh pelan, dia merogoh isi tasnya lalu mengeluarkan kertas undangan berwarna puti
"Kali ini salah aku apa lagi?"Sehun menghembuskan napas berusaha sabar. Memasuki bulan kelahiran anak keduanya yang semakin dekat, Resya juga semakin gencar menguji kesabarannya. Setiap hari yang ia lakukan selalu saja salah di mata istrinya. Kadang kalau saking kesalnya, Sehun sampai lebih memiliki pergi keluar bersama Aydan, dari pada menambah kacau suasana hati Resya."Aku udah bilang kalau ambil baju di lemari itu ditarik, bukan diangkat! Capek deh aku udah bilang berkali-kali tapi kamu gak dengerin!" gerutu Resya sambil melotot jengkel, ia kesal melihat Sehun mengacak lemari pakaiannya."Iya deh, maaf ya sayang, besok aku ambil bajunya di angkat." rayu Sehun sambil mendusel dibahu sempit Resya."Awas aja kalau bohong aku suruh k
"Aku mau ice cream, Sehun!""It's midnight, babe. Besok, ya?"Resya menggeleng dengan raut wajah cemberut, tak senang mendengar penolakan dari suaminya barusan, padahal ini keinginan anaknya di dalam kandungan.Tanpa berkata apapun, Resya merebahkan tubuhnya dan menarik selimut hingga atas dada, ia memiringkan tubuhnya memunggui Sehun.Sehun yang melihat itu lantas menghela napas berat, tangannya bergerak menyetuh pundak Resya."Janji besok pulang kerja aku bawain ice cream sekulkas." rayu Sehun sambil mengusap-usap pundak Resya. Namun Resya masih diam tak bergeming."Re... jangan ngambek dong, sayang, lihat tuh ini udah jam 12 malam, lhoo!"Resya memutar tubuhnya, kini tatapan tajamnya menghunus Sehun dalam. "Kamu kalau nobar bola bisa sampai jam 2 malam di rumah Julian, giliran beli ice cream buat istrinya sebentar aja ke minimarket depan gak mau!" omel
Ketika kakinya sudah berpinjak di kediaman nya, Sehun langsung masuk ke dalam kamar untuk memastikan keadaan Resya karena istrinya itu tidak datang menyambut kepulangan nya. Ya, gimana mau di sambut kalau di rumah sakit tadi Sehun memarahi dan menyindir istrinya habis-habisan. Sehun menghela napas lega saat mendapati Resya yang sudah terlelap di atas ranjang. Ia berjalan ke depan lemari pakaian, membuka jas, ikat pinggang dan jam tangan secara bergantian. Lalu Sehun mencari piyama untuk ia kenakan setelah mandi. Sehun tersenyum tipis, jarang sekali ia menyiapkan pakaiannya sendiri seperti saat ini. Sejak menikah dengan Resya lima tahun lalu, semua kebutuhannya selalu Resya yang handle, istrinya itu melayani nya dengan sangat baik. Itu mengapa sekarang Sehun menyesal sekali sudah mengatakan kalau kerjaan Resya hanya berleha-leha saja di rumah. Tanpa melupakan rasa bersalahnya Sehun beranjak masuk ke dalam kamar mandi, ini sudah larut, namun t
"Positif.."Resya membekap mulutnya dengan raut wajah tak percaya, mata yang membinar perlahan berlinang. Seperti ada yang meledak-ledak di dalam dadanya saat melihat dua garis merah yang tergambar di alat tes kehamilan yang beberapa menit lalu ia gunakan.Punggung tangannya bergerak mengusap air mata bahagia yang menetes. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu."Bunda."Mendengar suara Aydan yang memanggilnya dari luar, dengan cepat Resya mengusap air mata dan meletakan alat tes kehamilan yang tadi ia genggam di atas wastafel. Lalu ia keluar dari dalam kamar mandi untuk menemui Aydan."Kenapa, sayang?" tanya Resya menatap Aydan kebingungan."Boleh aku main keluar?" Aydan bertanya dengan wajah polosnya.Resya melirik kearah jam dinding, sudah jam 4 sore. Ia menggigit bibirnya, menimbang sejenak permintaan Aydan yang ingin main di luar rumah. Sebenarn
Resya POV "Berhenti merajuk dan makan nasimu!" Sehun hanya mendengus merespon omelanku. Ya, seperti ini Sehun, pemaksa, keras kepala dan tukang merajuk. Bahkan di umur pernikahan kami yang sudah ke 5 tahun, tidak ada yang berubah darinya, ia malah lebih manja dari pada Aydan. Aku menghela napas jengah melihat Sehun yang masih mengabaikanku dan fokus pada ponselnya. Raut wajahku berubah saat menatap Aydan yang sedang memakan sarapannya dengan lahap. "Habiskan sarapannya ya anak pintar." ujarku seraya mengusap rambut Aydan, Aydan hanya membalasnya dengan mengangguk dan tersenyum tipis. "Aydan," Sehun mendekatkan wajahnya pada Aydan. Akhirnya ia melupakan ponselnya yang sedari tadi lepas dari tangan dan matanya. "Ya, Ayah?"&nbs
"Kamu punya nomor hape Chandra gak, Hun?" Mata Sehun langsung menatap sinis saat mendengar pertanyaan dari Resya. Ia baru saja tiba di rumah, harusnya Resya melayaninya seperti mengambilkan makan untuknya atau menyiapkan air hangat untuk mandi, tapi Resya malah menanyakan nomor ponsel Chandra. "Kenapa memangnya?" tanya Sehun dingin. Resya memainkan bibirnya, ia sadar kalau sudah salah bertanya kepada Sehun tentang Chandra. "Hmm, buat nanya keadaan papah kalau papah gak bisa di hubungin." jawab Resya jujur. Ia memang tidak ada maksudnya lain. "Nanti aku minta sama papah. Tapi aku gak bagi kamu, biar aku aja yang simpan nomornya." kata Sehun seraya merebahkan tubuhnya di atas ranjang kamarnya yang sudah lama tidak ia tiduri. "Ya sudah." balas Resya tidak memaksa. "Kamu mau makan dulu atau mandi?" tanya Resya mengubah topik pembicaraan mereka. "Mandi." jawab Sehun, di lihat dari raut wajahnya yang datar, sepertinya
Sehun menghembuskan napas panjang saat bibirnya selesai mengucapkan ijab kobul dengan lantang dan hanya satu kali tarikan napas saja. Bibir Sehun tersenyum sumringah saat matanya mendapati Resya yang berjalan kearahnya dengan di dampingi Melati. Perempuan bergaun putih itu sudah resmi menjadi miliknya.Cantiknya, hati Sehun bergumam. Pandangannya tak lepas menatap Resya yang tersenyum kaku, cewek anggun itu tampak gerogi. Sehun spontan berdiri saat Resya telah tiba di sampingnya, dengan sigap Sehun menarik kursi untuk mempersilahkan Resya duduk di sebelah nya.Resya melempar senyum manis ke arah Sehun, senyuman yang membuat jantung Sehun semakin berdebar keras. Resya sungguhan cantik hari. Setiap hari Resya memang cantik, tapi saat ini cantiknya berlipat ganda sebab wajahnya di poles dengan make-up yang membuat pipi dan bibirnya merah merona."Hallo, istri." bisik Sehun menggoda. Ia memasangkan cincin ke jari manis Resya sambil terus memandan
Ergian menatap penjuru rumahnya, luas, megah dan mewah, rumah yang di idam-idamkan oleh orang-orang di luar sana. Namun anehnya, anak dan istrinya tidak betah tinggal di rumah megah ini dan memilih untuk pergi. Ergian menghembuskan napas beratnya, ia merenung seraya menatap kearah luar jendela rumahnya. Semua yang ia miliki saat ini adalah hasil dari kerja kerasnya.Selama hidupnya, Ergian tidak pernah bermalas-malasan, ia selalu rajin bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Meskipun keluarga kecilnya itu terbentuk karena sebuah paksaan dari orang tuanya, tapi setidaknya ada secuil keinginan di lubuk hatinya Ergian, ia menginginkan keluarga yang harmonis.Ergian memang tidak pandai cara mengungkapkan kasih sayangnya, tapi ia ingin membahagia orang-orang di sekitarnya, salah satunya Sehun. Hanya saja, sifat Ergian yang akuh membuat Sehun dan istrinya tidak melihat ketulusan Ergian.Ergian ingin membahagia anak dan istrinya dengan caranya sendiri, sementara ana