LOGINEric Young never thought he would see the day where he actually attends a school for his favorite thing, sex. When he attends the school, he meets a hot succubus teacher and he even gets a sexy roommate, who's a werewolf. And that's all for now... until school starts, that is.
View More"Siapa yang menghamili kamu Shena. JAWAB!" Bapak berdiri dengan bertolak pinggang, matanya melotot tajam, napasnya naik turun cepat tak beraturan.
Adikku yang duduk di hadapan bapak hanya menangis sambil geleng-geleng. Dia bungkam seribu bahasa. Wajah cantiknya tertutup rambut bercampur air mata.
"Kubunuh kau kalau tak mau bicara! Bisa-bisanya kau hacurkan nama baik keluarga." Bapak pergi ke dapur dan kembali dengan sebilah golok di tangan kanannya.
Aku dan ibu teriak histeris, kami langsung menghadang bapak agar tidak sampai melukai Shena. Aku memeluk kaki bapak dan ibu memeluk dada bapak.
"Sabar, Pak. Sabar." Ibu menangis.
"Awas, Bu. Biar kubunuh dia. Mencoreng nama orang tua saja bisanya." Bapak masih naik pitam.
"Sabar, Pak. Dia anak kita."
"Tak sudi aku punya anak seperti dia." Bapak mengacungkan golok.
"Shena, bicara, Shena. Ngomong, Dik. Siapa yang menghamili kamu?" Aku ikut bicara, sungguh aku takut bapak berbuat yang tidak-tidak.
Shena semakin keras menangisnya. Lalu dia menyebut satu nama. "Wisnu... yang menghamiliku itu Bang Wisnu, Pak."
Kami semua diam mematung. Lengang. Hanya ada isak tangis Shena.
"Wisnu? Wisnu siapa?" Aku bertanya hati-hati. Pada saat itu serupa ada sebilah pedang yang siap mencabik-cabik hati.
"Wisnu suamimu, Mbak."
Seketika itu aku duduk lemas. Tubuh mendadak dingin sampai menggigil. Kuremas dada yang sudah tak jelas rasanya. "Astaghfirullaaaaah hal adzim." Aku menyatukan kening pada lantai keramik putih. Langitku runtuh. Hidupku hancur sehancur-hancurnya.
Ibu dan bapak pun sama terpukulnya. Ibu dan bapak ambruk di lantai. Ibu memukul-mukul dada dan bapak memukul-mukul sofa.
"Kenapa kamu tidak bunuh saja kami?" Bapak merangkak ke dekat Shena. Dia menyerahkan golok. Mengepalkannya di tangan Shena.
"Bunuh saja kami Shena. Bunuh kami!"
"Shena khilaf, Pak. Shena rindu Bang Arman, dan hanya Bang Wisnu yang mengobati kerinduan Shena. Jangan hanya salahkan Shena, salahkan juga Bang Wisnu yang menawarkan diri."
Aku meremas dada semakin keras. Ya Allah, khilaf katanya. Salah apa aku padamu, Shena? Sampai tega kau berbuat begitu. Zina kau dengan suamiku. Allahu akbar.
Shena. Dia adikku satu-satunya. Hari ini, kami dibuatnya kaget. Bagaimana tidak. Lama dia menjanda, lalu tahu-tahu hamil besar.
Dulu, dia kebanggan keluarga. Parasnya cantik. Tubuh tinggi berisi. Bagai bumi dan langit jika dibanding aku.
Shena menjadi model dan menikah dengan konglomerat dari kota. Kehidupannya terlihat sempurna. Cantik juga kaya. Namanya tersohor sampai ke mana-mana. Keluarga kami jadi terpandang, ibaratnya naik satu kasta.
Sayangnya kebahagiaan adikku hanya beberapa tahun. Saat itu kami baru tahu kalau Shena ternyata jadi istri kedua. Bahkan gosip di luaran beredar jika dia dijadikan selingkuhan. Gosip itu semakin hangat di masyarakat pasca istri pertama datang melabrak. Sejak itu suaminya tak pernah datang lagi. Adikku menjanda dan hampir gila. Sering menangis dan tersenyum tiba-tiba.
Tentu sebagai keluarga, kami selalu mendampingi. Kami obati ke mana pun agar dia bisa sembuh. Aku temani siang malam agar dia bisa bangun dari keterpurukan. Meski di luaran nama kami menjadi buruk, kami tetap merangkul dia dengan penuh cinta. Lalu ini balasannya. Demi kepuasan dia menghancurkan hidupku.
*
Di rumah kami yang sederhana, aku menunggu bang Wisnu pulang kerja. Kutodong dia dengan pertanyaan saat baru saja melewati pintu. "Kamu menghamili adikku, Bang?" Aku duduk di kursi dengan mata yang bengkak. Keadaan tubuh dan hati sudah tak dapat dijelaskan kata.
Bang Wisnu termangu. Dia tampak kaget dengan pertanyaan itu.
"Alina...," katanya lirih.
"Jawab!" Air mataku menggantung lagi.
Bang Wisnu hanya menunduk. Lengang tak ada suara, lalu kata memuakkan itu keluar dari mulutnya. "Maaf, Dik. Abang khilaf."
Aku berlari ke arahnya. Lantas kupukuli sekuat yang kubisa. Pipinya, pelipisnya, dadanya, semuanya. Dia yang kupukuli hanya berpasrah diri lalu pada akhirnya kami hanya menangis bersama.
Tidak ada jalan keluar lain, karena aku sendiri belum punya anak, maka solusi yang diambil keluarga adalah: Bang Wisnu harus bercerai denganku dan menikahi Shena. Saat itu yang kupikirkan hanya satu. Mati saja sudah. Mungkin aku tidak akan merasakan hari-hari yang perih. Andai aku tak punya iman, mungkin aku sudah tidak ada hari ini.
Hidupku seumpama 'sudah jatuh tertimpa tangga'. Entah siapa yang benar dan siapa yang salah, nyatanya aku pun menjadi bahan gunjingan orang-orang. Ada yang simpati, tapi tidak sedikit juga yang hanya menjadikanku buah bibir.
Aku sudah tak sanggup menahan ujian itu. Jadi aku memilih kabur. Pergi ke negeri Jiran untuk bekerja. Kerja apapun aku jabani. Asal bisa melupakan pengkhianatan itu.
Sekarang, tiga tahun sudah berlalu. Pengkhianatan Shena dan Bang Wisnu ternyata tak bisa aku lupakan. Perihnya masih sama seperti dulu. Rasanya tak ingin menginjakkan kaki di kampung halaman lagi. Tetapi rindu pada kedua orang tua sudah tidak bisa ditawar. Juga karena ada satu dua urusan, jadi hari ini aku pulang.
Aku masih tidak bisa membayangkan bagaimana bertemu dengan Shena dan Bang Wisnu. Akan seperti apa...? Entahlah.
Bis melaju semakin jauh. Jalanan aspal mulus berubah menjadi bergelombang, membuat bis yang kutumpangi bergoyang naik turun. Semakin masuk ke dalam pedesaan, jalanan semakin rusak juga sepi. Hamparan sawah dan pohon bambu yang rimbun menjadi pemandangan yang terus bergantian.
Kampungku ada di balik bukit sana. Meski bisa dikatakan sangat kampung, tapi pemikiran rakyatnya tak kampungan. Terbukti ada kejadian semiris yang aku alami.
Waktu terus berputar, detak jantungku semakin kencang. Beberapa meter lagi aku akan sampai di rumah. Ada rindu yang begitu menggebu. Pasti bahagia bertemu ibu dan bapak. Ibu dan bapak juga pasti sudah sangat rindu. Teringat kembali bagaimana mereka melepas kepergianku dulu. Dengan linangan air mata mereka mengucap doa dan permintaan maaf. Mereka begitu merasa bersalah atas kemalangan nasibku.
Aku tersenyum seraya melukis wajah bapak dan ibu dalam ingatan. Lalu senyumku hilang saat wajah Bang Wisnu dan Shena menjelma.
Aku tidak mau bertemu mereka.
Pukul sebelas siang hari. Bis berhenti di depan rumah sederhana berpagar bambu. Aku segera turun dan kondektur mengeluarkan koper dari bagasi bis. Detik kemudian bis sudah melaju kembali.
Aku menyebrangi jalan dengan menggerek koper. Rumah Shena dan Bang Wisnu berjarak sepuluh meter dari rumah ibu. Semoga saja mereka tidak ada di rumah sini.
Aku langsung berjalan ke depan rumah.
"Assalamuallaikum...." Aku berdiri di pintu yang terbuka.
Deg! Jantungku serupa berhenti saat melihat wajah siapa yang muncul di dalam sana.
Bersambung....
Lia’s Point of View: I sighed as the day for me to teach was coming near. Each day that came and went was causing the week to get shorter and shorter by the minute. As I sat at my desk, waiting for the night to grow closer, my mind went on to that guy, Eric Young. For a new student, he was the talk of the school. Women were going crazy after finding out he fucked Lily and Yani in the elevator and Yani’s room. Ugh, those girls do talk a lot. A knock came on my door and I turned, looking directly in Eric Young’s eyes. “It’s getting close for me to be teached here, Mrs. Dean.” Eric joked. “Are you trying to anger me?” I asked him. “No.”
I stood in line with Anthony and his roommate as we waited for our turns for the birth control."Since when did they have birth control for men?" Anthony asked. "Our method is the pull out method.""Well, it's not far for us to get them and you guys can't." Kyko said. "Besides, it's just a shot and then, we can fuck all we want.""Man, I love the sound of that."Kyko smiled at me an I licked my lips before I glanced back at Anthony."So, what you been doing?" Anthony asked me. "I barely see you now.""Man... Shit has been happening." I told him, biting my bottom lip.Anthony squinted his eyes at me."You've been fucking?" He asked me."Threesome and the roommate." I told him.His eyes widened when I said that."Dude, I want detail
After getting my tasks done for the school, I decided to wonder around the school. Meeting new faces and interacting with the students was very exciting to me. I even got to meet the teachers that I was going to be learning from. Very exciting for me and I could not wait to start school. As I walked through the school. I saw Eric walking with Yani and Lily. It kind of bothered me to see him with those two since I already knew what they were doing. I wanted him to myself to be honest, but the Principal made it clear that he did not want relationships forming at the school. Basically, that school was more... No strings attached and that was something that bothered me the most about it. I walked around the school, I began to remember where places were and where I had to be. Turning around, I accidentally bumped into the Principal himself. Almost falling on my ass, he ended up catching me in mid air."Not a go
Lia:After the orientation, I was bombarded with students today. I answered as many questions as I could, but I did not give anything away. I wanted them to be surprised at what I had in store for them. Once they finished questioning me, I headed over to the nurses office. The students weren't the only ones that had to get tested. Teachers and even the Principal had to do it. Standing in line, I felt an hand run down my arm in a soft manner. I smiled and turned my head to the side, finding Mr. Clark standing behind me, smiling and biting his lip."You look good." He said to me."I could say the same about you as well, Terrence." I called him by his first name.Terrence was every ladies fantasy. The way his curls sat on his head, nice and curly. His body physique was that of a fucking God. His 6'9 frame stood over my 5'2 and I swear, I was so attracted to him for that. He was so handsome and he smelled so fucking go
The next day was orientation day. All the students were to wear uniform and head to the auditorium. Anthony and I decided to go together. As we walked behind other students, I could not help, but to look. The females at the school looked so good in their uniform. The way their ass jiggled as they walked, had me in a daze. Anthony noticed as well."They are beautiful, aren't they?" He asked me."Very." I said, then I turned my eyes over to him. "So, how is your roommate?""Oh, I have an Asian chick. Her names Kyko and boy, is she gorgeous. Her body is amazing and her moans... Oh my god.""Wait, you fucked your roommate, too?"Anthony turned to me and smiled."Last night." He said. "She was quiet at first, then we were talking and a movie came afterwards. A few minutes later, into the movie, she leaned over and we kissed. You already know what happened next."I chuckled. We finally made it into the audito
Eric came back to the room and I could smell those girls on him. He walked into the room and he smiled at me.“Where’d you go?” I asked him, already knowing.“Why?” He asked. “You’re not my mom.”“I was just asking.”He smiled as he walked over to his bag and pulled out a pair of shorts. He turned and walked over to the bathroom. He stopped at the doorway and he turned his head to me.&nb
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments