Drake menyerah, ia sama sekali tidak bisa melihat mengenai kehidupan masa lalu June sama sekali. Beberapa saat kemudian, ia sudah menggendong kembali June yang sedang tertidur ke mobilnya. Wanita itu sudah mabuk berat. Meskipun Drake tidak menggunakan kekuatannya, June pasti akan jatuh tertidur juga.
Drake kemudian mendudukkan June di kursi penumpang. Ia kemudian masuk ke dalam mobilnya dan mulai mengemudi. Sedetik kemudian, Drake menepuk dahinya. Ia melupakan satu hal yang paling penting. Ia lupa menanyakan alamat June. Ia kemudian mencoba membangunkan June dengan menggoyang-goyangkan bahu June.
“June... di mana rumahmu?” tanya Drake.
June tidak menjawab. Ia sudah terlelap seperti bayi. Drake menghembuskan napas lalu mencoba menggunakan kekuatannya untuk mencabut kembali kekuatannya yang membuat June tidur, tetapi June tetap saja tertidur. Ia hanya lebih gelisah dibandingkan sebelumnya. Sesekali bibirnya menggumamkan kata-kata yang tidak jelas. Rupa
Kini hembusan napas Drake bisa June rasakan menerpa wajahnya. Aroma mint dari pasta gigi yang baru saja ia gunakan memenuhi indra penciuman June.“Mau apa kamu?” tanya June dengan tubuh gemetar, tetapi ia tidak bisa memungkiri sepasang mata hazel itu telah memesonanya.“Kamu pikir mudah menelanjangi seorang wanita tanpa melakukan apapun?” tanya Drake. Ia tersenyum karena kebohongannya sendiri. Karena Drake sebenarnya tidak benar-benar tak melakukan apapun semalam. Ia ingat bagaimana tangannya meraba bagian tubuh June, ia hampir tak bisa menghentikannya. Suara desah napas wanita itu hampir membuatnya gila. Drake memagut bibirnya yang seksi hingga mereka larut dalam ciuman yang panas selama beberapa menit. Namun setelah itu, Drake sadar bahwa ia tidak boleh melakukannya dengan wanita yang sedang tidak sadarkan diri, apalagi June masih karyawannya. Ia kemudian menyelimuti June dan cepat-cepat keluar dari kamar.“Aku akan berteriak!&rdq
June susah payah hingga bisa sampai ke lantai bawah akibat kakinya yang masih sakit. Ia berjalan perlahan menuju meja makan hingga akhirnya ia bisa duduk di kursi, di hadapan secangkir kopi yang sudah tidak terlalu panas itu. Aroma kopi membuat June merasa jauh lebih baik. Mungkin, ia masih sempat minum kopi sebelum taksi yang dipesan Drake datang. June mengambil cangkir kopi yang kelihatannya mahal itu dan mendekatkannya ke bibirnya.Aroma kopi yang kuat semakin menyeruak dan June pun mulai meminumnya. Baru satu teguk, suara telepon berdering mengagetkan June. Ia hampir saja tersedak karenanya. June bersyukur kopinya tidak terlalu panas. Ia melihat ke sekeliling mencari telepon di ruangan seluas itu, tetapi tidak menemukan. June perlahan mengikuti arah suara dan mendapati bahwa suara deringan itu berasal dari sebuah layar kotak kecil yang menempel di tembok. Seperti sebuah tablet yang tertanam di dinding.“Oh astaga...” gumam June saat menyadari kalau ia b
Taksi melaju di jalan raya yang cukup padat, tapi June dan Alarick sama-sama diam. Mereka larut dalam pemikiran mereka masing-masing. June melihat keluar jendela, berusaha memikirkan cara untuk kabur, tapi percuma dengan kondisi kakinya yang masih sakit, ia tidak mungkin bisa lari. June berdoa dalam hati, semoga saja laki-laki ini tidak berniat jahat padanya.Alarick mengemudikan mobilnya tanpa ragu, ia nampaknya benar-benar sudah tahu di mana tempat tinggal June. Lima belas menit kemudian, Alarick sudah memarkirkan mobilnya di lahan parkir apartemen June. Mata June membesar, ia benar-benar tidak menyangka Alarick tahu persis tempat tinggalnya.“Ayo, turunlah,” kata Alarick sambil membuka pintu mobil untuk June.June hanya terdiam menatap Alarick tanpa bisa berkata apapun.“Mau tetap di dalam taksi?” tanyanya lagi.June tetap diam. Bukan karena ia ingin diam di dalam mobil, tapi June tidak yakin ia punya pilihan. Diam di dal
“Di mana kamu menyimpan handuk bersih?” tanya Alarick.June hanya sanggup menunjuk ke arah laci-laci yang ia letakkan di depan kamar mandi. Alarick membawa baskom berisi es batu sambil menuju ke laci yang ditunjuk oleh June. Ia mengambil sebuah handuk bersih yang cukup lebar dan menyampirkannya ke bahunya yang bidang. Ia berjalan mendekati June, membuat June tanpa sadar beringsut hingga ke pojok sofa. Melihat itu, Alarick tertawa kecil sambil berjongkok di hadapan June. Ia sama sekali tidak terlihat berbahaya sekarang.Alarick mengambil kaki June yang bengkak lalu mulai mengompresnya dengan es batu. June meringis sebab rasa dinginnya membuat kakinya sedikit linu.“Di mana kamu menyimpan pisau?” tanya Alarick sambil tersenyum.“Hah? Untuk apa?” tanya June sambil berusaha menarik kembali kakinya dengan panik.Alarick malah tertawa terbahak-bahak.“Aku hanya bercanda, June. Kamu benar-benar mengira aku
“Kita harus bersama? Maaf Alarick, tapi aku tidak tertarik menjalin hubungan dengan siapapun sekarang,” jawab June. Namun jawaban June malah membuat Alarick tertawa lagi.“Kamu benar-benar lucu, June,” kata Alarick di sela tawanya. Ia hampir terbatuk-batuk karena tertawa.“Aku tidak mengerti yang kamu katakan,” jawab June.“Kamu memang tidak akan mengerti, June. Sekarang belum, tapi nanti kamu akan mengerti,” jawab Alarick.“Kamu wartawan?” selidik June tiba-tiba.“Bukan...” jawab Alarick.“Polisi?”“Bukan juga,” sahut Alarick lagi sambil menaikkan sebelah alisnya.“Lalu bagaimana kamu tahu kasus mengenai orangtuaku? Apa yang kamu ketahui soal mereka?” tanya June. Jika bukan wartawan, juga bukan polisi, lalu siapa lagi? Kasus orangtuanya sudah lama berlalu. Polisi mana yang mau mengoreknya lagi.“Hmmm... Aku
“Kamu tidak akan percaya kalau aku ceritakan,” jawab Alarick.“Coba saja!” seru June sambil membelalakkan matanya.Alarick menghela napas pendek. Mau tidak mau, ia harus mulai menjelaskan pada June.“Itu panah para elves. Ada berbagai jenis elf yang masih hidup di jaman modern. Tapi yang ini, jelas bukan elf baik hati,” jawab Alarick.“Elves? Jadi sekarang elves ingin menangkapku?” tanya June sambil bertolak pinggang.“Entah menangkapmu atau langsung membunuhmu. Yang jelas, mereka tidak bisa melakukannya selama ada aku,” jawab Alarick.“Lalu apa kamu ini? Semacam vampir?” tanya June sambil mendengus dan setengah tertawa mengejek.“Kenapa kamu bisa mengira aku makhluk rendahan semacam mereka? Aku bukan makhluk penghisap darah. Lebih baik nyamuk dibandingkan mereka,” jawab Alarick sambil mendengus, jelas-jelas merasa tersinggung. Dari ekspresi wajahnya,
“Duduklah, June,” kata Drake lagi.Entah kenapa, June menurut. Ia kembali duduk di hadapan Drake, tapi seketika ia tidak tahu harus berbuat apa. Wajah June sedikit terasa memanas dan jantungnya berdegup terlalu kencang hingga June merasa sedikit sesak. Ini memalukan! Seru June dalam hati. Namun, otak dan tubuhnya kini berjalan tidak selaras.Karena June diam saja, Drake berinisiatif membuka kantung makanannya. Drake mengeluarkan dua buah kotak makanan chinese food yang ia beli dalam perjalanan ke apartemen June.“Kuharap kamu suka dumpling,” katanya.June mengangguk, padahal sebenarnya ia tidak pernah suka dumpling. Shit! Sebenarnya Drake itu memiliki pesona apa hingga June tidak berdaya seperti ini dibuatnya. June harus menyadarkan dirinya sendiri kalau ia ingin membalaskan dendam pada Drake, tapi kenapa setiap berhadapan dengannya, June malah seperti ini?Drake menyodorkan satu kotak makanan ke hadapan June, isinya chinese
“Aku sudah siap pergi bekerja,” kata June, mengabaikan tatapan mata Drake yang sulit ia artikan.“Baiklah,” jawab Drake sambil berdiri.Ia kemudian memberi isyarat agar June berjalan mendahuluinya menuju ke pintu keluar. Drake tidak mengatakan apapun hingga mereka berada di dalam mobil milik Drake menuju ke kantor. June bersikap pura-pura tidak tahu, meskipun ia bisa merasakan ada yang aneh dari Drake. Sikapnya diam, tetapi tatapan matanya menyelidik, entah apa yang ia pikirkan sebenarnya. June berpikir mungkin Drake masih marah setelah June tanpa sengaja menyemburkan air ke wajahnya. June juga diam saja, berusaha bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.Perjalanan ke kantor menjadi perjalanan paling sepi yang pernah June alami. Drake bahkan tidak menyalakan musik untuk mengenyahkan keheningan. Saat Drake memarkirkan mobilnya di basement gedung kantor, June menghela napas lega tanpa ia sadari. Ia turun dari mobil lalu tanpa disuruh ia langs
“Drake tidak akan setuju, June,” jawab Wilona.“Aku meminta bantuanmu, bukan Drake. Tolong aku, Wilona. Aku akan memberikan apapun yang kamu mau, asalkan kamu mau membantuku,” kata June lagi.“Aku lebih takut pada Drake dibandingkan tawaran harta apapun darimu,” jawab Wilona.“Please, Wilona. Kamu tahu apa yang akan terjadi pada Drake kalau aku meninggal, bukan? Kamu ingin melihat dia hancur lagi?” tanya June.Wilona terdiam. Ia tahu apa maksud June. Drake hancur berkeping-keping setelah kehilangan Anna berabad silam. Jika itu terjadi untuk kedua kalinya, entah apa yang akan terjadi pada Drake.“Baiklah. Tapi, berjanjilah kamu akan melindungiku jika Drake marah nanti,” kata Wilona.“Tentu saja. Aku akan melakukannya,” jawab June.“Baiklah kalau begitu. Malam ini, temui aku di hutan, kamu tahu tempatnya. Pastikan Drake tidak tahu. Dan harus kamu ingat, June.
“So, what do you say?” tanya Baron pada June sambil tersenyum, menampakkan gigi taringnya yang memanjang.“Apa resikonya?” tanya June.“Nyaris tidak ada, June. Kamu hanya perlu memberikanku darahmu, tidak sampai habis,” katanya sambil berjalan mendekat. Ia mengitari tubuh June, mendekatkan kepalanya ke leher June.“Kamu bisa bersamanya selamanya, June. Say, yes...”katanya Baron lagi.“A-aku...”“Ini sangat mudah, June. Jangan membuatnya sulit. Kamu hanya perlu mengucapkan sebuah mantra yang sangat mudah diucapkan. Sebutkan mantranya dan aku akan segera memulai keabadian,” kata Baron lagi.June menelan ludah, dalam hatinya ia tahu ada sesuatu yang salah dengan semua ini, tapi keinginannya untuk bisa bersama dengan Drake selamanya, membuatnya ingin mengatakan iya. Tawaran ini terlalu menggoda untuk ditolak.“Ikuti kata-kataku, June,” ka
June akhirnya sampai ke hotel yang ia tuju. Hati June hancur saat mengingat bagaimana wajah Drake saat ia melangkahkan kaki pergi dari pria tersebut. June tahu ia sangat melukai Drake. Namun, menurut June ini adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan hati Drake dan juga hatinya sendiri.Saat sampai di kamar hotel yang sederhana itu, June langsung merebahkan diri di atas ranjang. Rongga dadanya terasa sakit, bahkan hanya untuk menarik napas. June tidak kuasa menahan tangis, hingga ia menumpahkan semuanya ke atas bantal hotel tersebut. Ia menangis cukup lama hingga ia menyadari ada seseorang yang berdiri bersandar di balkon hotelnya.“Alarick?” tanya June sambil melebarkan matanya.Pria itu melambaikan tangan sambil tersenyum. June menghapus air matanya cepat-cepat lalu membuka pintu kaca menuju balkon.“Bagaimana kamu bisa ada di sini?” tanya June.“Well, kamu tahu siapa aku. Sangat mudah untuk menemukanmu di belahan bum
Malam hari itu, June sama sekali tidak bisa tidur. Ia melirik ke arah Drake yang sedang tertidur pulas di sampingnya. June memiringkan tubuhnya untuk bisa memandangi wajah Drake lebih lama. Air mata mulai mengalir lagi di pipi June. June mulai berpikir, kenapa takdir begitu kejam padanya hingga saat ia benar-benar jatuh cinta, ia jatuh cinta pada orang yang benar-benar salah. Jika ia jatuh cinta pada manusia biasa maka semuanya akan berakhir baik-baik saja. Tapi seorang raja naga adalah hal yang amat berbeda.June amat mencintai Drake dan ia menyadari itu. Oleh karena itu, June tidak ingin menyakiti hati Drake. Lebih cepat June pergi dari kehidupan Drake selamanya, itu akan lebih baik. Drake mungkin akan sangat sedih, tapi dia akan lebih cepat pulih dan move on. June ingin Drake hidup bahagia. Bersama June, tidak ada masa depan untuk mereka. June akan menua, dia tidak akan bisa membahagiakan Drake selamanya.Karena itulah, June merencanakan sesuatu malam hari itu. Ia d
“June, kamu kenapa?” tanya Drake saat June kembali ke mejanya.Drake bisa melihat kalau June terlihat amat kesal.“Ah, tidak apa-apa,” jawab June.“Kamu yakin?” tanya Drake lagi.“Iya. Mungkin aku hanya lapar,” jawab June sambil tersenyum.“Kabar bagus, kurasa pelayannya sudah datang membawa makanan,” kata Drake sambil melirik ke arah kiri. Saat June mengikuti arah pandangnya, seorang pelayan memang datang membawa makanan pesanan mereka.“Syukurlah,” jawab June.Mereka kemudian larut dalam percakapan yang hangat dan menyenangkan. Makanannya juga enak. Namun, June masih memikirkan kata-kata Lana barusan. Ia tidak bisa berhenti memikirkannya, meskipun ia berusaha. Ia melihat wajah Drake ketika bicara. Naga berusia ribuan tahun ini masih terlihat seperti tiga puluh lima tahun dan dia akan terlihat seperti itu selamanya.Usia June kini sudah tiga puluh tiga tah
“Lana Barryfield?” tanya Drake sambil membesarkan matanya.“Ternyata itu benar kamu! Ini sebuah kebetulan yang menyenangkan. Sudah lama sekali tidak berjumpa,” kata wanita itu.Ia mendekat lalu memeluk dan mencium kedua pipi Drake, mereka terlihat amat akrab. June memaksakan sebuah senyum.“Lana, perkenalkan ini June Hanson. June, ini Lana Barryfield, teman lamaku,” kata Drake.Wanita itu menoleh melihat June, ia kemudian terdiam sejenak.“Oh, Drake. Dia sangat cantik,” katanya. Tapi June bisa menangkap sesuatu yang lain dari nada suara dan ekspresi wajahnya.“Senang bertemu denganmu, June,” katanya sambil mengulurkan tangan kanannya.“Senang bertemu denganmu juga, Lana,” jawab June.“Kapan kamu ke New York? Kudengar kamu sudah sangat lama tidak meninggalkan Roma?” tanya Drake pada Lana.“Iya. Roma adalah tempat yang paling cocok un
Drake melaju dan June berhenti bertanya. Ia menikmati pemandangan keluar jendela dan setelah setengah perjalanan, June sudah bisa menebak mereka akan pergi ke mana.“Kamu ingin membawaku nonton ke bioskop?” tebak June sambil tersenyum.“Kamu bisa menebak dengan baik. Kita akan nonton berdua. Bukankah itu yang biasa dilakukan orang-orang saat pacaran?” tanya Drake.“Jangan bilang kamu belum pernah berpacaran sebelumnya?” tanya June.“Terakhir kali aku berpacaran adalah berabad-abad yang lalu, June,” jawab Drake.June tertawa akan kenyataan itu. Drake ikut tertawa. Ia kemudian memarkirkan mobilnya di gedung bioskop. Semua orang yang lewat memperhatikan mobil mewah yang biasanya diparkirkan di depan hotel mewah atau restoran mewah. Tapi kali ini, mobil mewah itu malah terparkir di gedung bioskop sederhana.Drake turun dari mobilnya, lalu berputar untuk membukakan pintu bagi June. June melangkahkan
Drake melakukannya berulang-ulang dari belakang, hingga June hampir mencapai puncaknya. Namun, Drake masih belum puas, ia kemudian membalikkan tubuh June hingga menghadap ke arahnya. Ia kemudian melakukannya dari posisi ini, sambil menikmati pemandangan wajah June yang kini merah merona dan berkilau karena keringatnya.Drake membuat June merasa dirinya melayang sekali lagi. Waktu dan dunia serasa berhenti saat itu juga hanya untuk memberikan tempat tersendiri dan waktu yang tak terbatas untuk kedua insan yang sedang dimabuk asmara tersebut. Gairah Drake semakin memuncak saat ia melihat wajah June yang cantik merona merah tersebut, napasnya yang tersengal, dan desahan yang keluar dari bibirnya yang seksi. Mereka melakukannya hingga mencapai puncaknya bersama-sama.June berbaring kelelahan dengan napas tersengal dan tubuh berkeringat. Drake mengusap kening June lalu mengecupnya dengan lembut. Ia berbaring di sebelah June lalu merangkul wanita itu dengan lembut.&l
Sekarang June berdampingan dengan Drake di dapur. Pria itu terlihat jauh lebih luwes dibandingkan dirinya saat memasak. June tidak tahu apa yang harus ia bicarakan, jadi ia memutuskan untuk diam saja. Drake masih tersenyum sambil bersiul-siul, sesekali ia melirik ke arah June. Drake berkali-kali melihat ke arah kening June, ia hampir tidak percaya apa yang dilihatnya, tanda werewolf itu sudah menghilang dari kening June. Gerak-gerik Drake itu membuat wajah June semakin merah padam.June tidak tahan, jadi ia berbalik lalu berpura-pura mencari sesuatu di kulkas. Padahal June tidak melakukan apapun. Ia hanya mendinginkan wajahnya yang terasa panas itu. Setelah beberapa saat, June berpura-pura mengambil timun untuk tambahan acar, dan pada saat ia menutup pintu kulkasnya. June hampir melempar timunnya sebab Drake tiba-tiba sudah berada di hadapannya.“Kenapa kamu lama sekali di depan kulkas?” tanya Drake.“A-aku...”Drake berjalan mende