"Mau pergi ke mana kau, Gran Dong?" Gran Dong menoleh dan mendapati Tham Fan sudah berada di sisinya. Tham Fan berdiri di sana dengan rahang terkatup erat, tatapannya tajam seperti pisau, dan aura membunuh yang memancar darinya membuat setiap detik terasa penuh ancaman. "Tham Fan!" Raja iblis itu terhuyung dalam posisi yang rapuh. Segenap tubuhnya bergetar dengan rasa takut yang mencekam. Saat melihat Tham Fan, hatinya berdegup kencang seolah-olah sudah bisa mendengar detak waktu yang tersisa, mengingatkan bahwa dia sedang berada di ambang kematian. Dikelilingi oleh ancaman yang terbaca jelas dalam tatapan membara tersebut. Syuuuuut! Sebuah piringan bening raksasa tiba-tiba muncul di atas kepala Gran Dong, berputar vertikal dengan cepat disertai kobaran api membara, membelah tubuh Gran Dong menjadi dua bagian. Tubuhnya jatuh terjepit, kaku, dan tak bernyawa, seolah-olah semua kekuatan dan keangkuhannya seketika lenyap. Tumbuhan di sekitar yang terkena cipratan darahnya menjadi lay
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan penyatuan jiwa, Jia Gong An. Percayakan kepada muridmu. Percayalah, kau akan baik-baik saja," kata Nie Lee terlihat sangat tenang.Jia Gong An menatap Qu Cing dengan penuh tanda tanya. Rahasia apalagi yang disembunyikan oleh anak ini?Mereka pun membawa kembali Jia Gong An ke lembah siluman kera tempat raga mereka berada. Di sana tampak beberapa orang menunggu mereka dengan kekhawatiran. Kesadaran Nie Lee dan Thai Qu Cing bangun terlebih dahulu, sedangkan Jia Gong An masih dalam proses penyatuan jiwa.Raga Jia Gong An terguncang hebat. Pada tubuhnya mulai muncul retakan bercampur darah."Guru!" seru Qu Cing segera menghampiri Jia Gong An. Dua jari tangannya menekan di area dahi wanita itu untuk menyalurkan energi penyembuh ke otaknya.Mata Qu Cing menyipit menunjukan keseriusannya. Sementara yang lain menunggu dengan penuh kecemasan, sekalipun itu Nie Lee yang selalu yakin bahwa muridnya tidak akan gagal.Adapun yang dirasakan Jia Gong An, tubuhnya mer
Qu Cing melesat ke atap mengikuti langkah derap dua ksatria bayangan itu, mengenakan jubah cokelat berhoodie dan wajah yang tertutup kain. Namun, anak itu tidak mendapati dua orang itu bertindak lebih lanjut."Tidak mungkin mereka hanya mengintai, kan?" gumam Qu Cing menaikan alisnya.Dulu, Thai Qu Cing dan Bau Ba Chin adalah teman sekamar. Namun, karena Qu Cing langsung melompat ke kelas 3, dia tidak bisa satu kamar lagi dengan Bau Ba Chin yang masih kelas 2. Sehingga, Nie Lee hanya bisa mengatur kamar mereka bersebelahan.Untuk mengetahui lebih jelas apa yang sedang para ksatria bayangan itu lakukan, Qu Cing diam-diam mendekat mencuri dengar pembicaraan mereka."Tuan Muda keempat sedang fokus bersemedi. Ini kesempatan bagus untuk membunuhnya," ucap salah satu dari ksatria bayangan itu.Sementara, satu ksatria yang lain tampak menoleh-noleh melihat keadaan sekitar. Lalu ia berkata, "aman!"Kemudian, mereka melesat menembus atap dengan teknik bayangan murni memasuki kamar Bau Ba Chin.
Kedua ksatria bayangan itu, maju sekaligus menyerang Qu Cing. “Ternyata kau, cukup berkemampuan juga. Tapi, tetap saja kau hanyalah seorang anak bau tengik yang baru beranjak dewasa. Rasakan ini!” ucap salah satu dari mereka.Si ksatria yang pertama itu melangkah dengan gerakan seribu bayangan, melangkah cepat ke arah Qu Cing sembari kedua tangannya menciptakan dua belati dalam genggamannya. Sorot matanya, seperti elang yang sedang menerjang ingin menerkam mangsa.Ksatria bayangan yang lain, mengekor temannya dengan gerakan yang sama. Dia menerbangkan belati bayangan mengiringi mereka.“Berhati-hatilah, Tuanku. Ini adalah teknik tikaman bayangan,” kata sang tongkat sakti.“Bergerak dengan seribu bayangan untuk mengacaukan musuh, lalu menikam dengan pasti? Kalian berhadapan dengan orang yang salah!” Mata Qu Cing yang telah meningkat ketajamannya mengetahui bahwa kelemahan para ksatria bayangan adalah pada kakinya.Anak itu melihat setiap gerakan demi gerakan secara detail dan sangat li
Beberapa saat sebelumnya di alam bawah sadar Bau Ba Chin. Anak itu sedang berjuang keras untuk menaklukkan sang raja kegelapan.Namun, rupanya itu sangat sulit. Raja kegelapan sangat berambisi untuk menguasai tubuhnya. Beberapa kali Bau Ba Chin hendak melawan, itu justru berakibat melukai dirinya sendiri."Bagaimana mungkin? Aku sama sekali tidak bisa menyentuhnya." Bau Ba Chin tertunduk merenung, wajahnya pucat dan nafasnya tersenggal-senggal. Darah segar mengalir dari sudut mulutnya karena terkena serangannya sendiri."Ha ha ha. Dasar bodoh! Kekuatanmu belum cukup untuk bisa menghadapiku, Bocah! Ragamu ini juga masih terlalu lemah untuk menampung kekuatanku," kata sang raja kegelapan."Tunggu beberapa tahun lagi, ketikan tubuhmu sudah benar-benar matang, aku akan mengambil alih dan membalaskan dendam kepada seluruh Klan Dhulam. Aku akan menjadikan tanah kediaman mereka sebagai kuburan! Ha ha ha!" imbuh sang raja kegelapan.Kebangkitan sang raja kegelapan adalah malapetaka bagi Klan D
'Tanda itu ...' Mata sang raja kegelapan membulat. Seketika, firasat buruk yang terus menghantuinya sejak melihat tanda itu semakin kuat. Sebuah simbol misterius yang bisa melahap cahaya dan melenyapkan kegelapan."Tunggu!" kata raja kegelapan, membuat Qu Cing teralihkan."Bau Ba Chin benar-benar berteman baik dengan orang yang tepat. Aku berubah pikiran. Singkirkan tanganmu sekarang! Sesuai keinginan kalian, aku akan menyatukan diri dengan Bau Ba Chin," ujar sang raja kegelapan.Namun, saat dia berbicara, dia tidak bisa menghilangkan rasa takut yang menguasainya. Simbol matahari yang bersinar terang di telapak tangan kanan Qu Cing memancarkan kehangatan dan kekuatan yang tidak asing bagi sang raja kegelapan. Rasanya seperti cahaya matahari menusuk jiwanya, membuatnya rentan dan terpapar.'Bagaimana mungkin seorang bocah 9 tahun memiliki kekuatan seperti itu?' Pikirannya merinding. Dia bisa merasakan bayangan di sekelilingnya bergetar, seolah-olah bahkan mereka pun takut akan cahaya y
Beberapa saat sebelumnya, di kamar asrama putri, seseorang pria dengan pakaian hitam tertutup menyelinap masuk ke kamar We Ling.Gadis itu yang sedang tertidur lelap, dikagetkan oleh suara gesekan pintu yang terbuka. We Ling terbangun dalam keadaan bingung, otaknya masih berusaha menggapai kenyataan di sekelilingnya. Saat We Ling merasakan kekuatan tangan asing membungkam mulutnya, ketakutan meluap dalam dirinya. Dia berusaha melawan, tetapi pria berpakaian hitam itu terlalu kuat. Dalam sekejap, dunia di sekelilingnya menjadi gelap seiring dengan kesadarannya yang memudar.Saat We Ling terbangun kembali, dia mendapati dirinya berada di sekitar asrama putra. Angin malam berhembus kencang, dan suara deru dari jauh seolah mengiringi ketegangan di dalam dirinya. Dia merasa lemah, tetapi instingnya memberitahu bahwa dia harus bertindak cepat. Saat pria itu kembali berusaha membungkamnya, We Ling mengambil kesempatan. Dengan segenap tenaga, dia menghembuskan napasnya, mencoba mengeluarkan
Sebuah pedang perak berkilau putih dikendalikan oleh seorang pria paruh baya yang mengenakan baju zirah. Pedang perak itu melayang di atas dengan arah mata pedang tertuju ke arah tubuh We Ling, menampakkan raungan jiwa-jiwa yang telah banyak menelan korban.“Tieng An, kupersembahkan darah gadis muda ini kepadamu!” ucap si pria menyebut nama pedang itu.‘Pedang Tieng An?’ We Ling terbangun setengah sadar mendengar ucapan itu. Ia mengetahui, bahwa satu-satunya pemilik pedang perak bernama Tieng An adalah Jendral Tao Cang.We Ling terbaring tak berdaya di altar, rasa putus asa menyelubungi dirinya saat pedang perak meluncur dengan kecepatan yang mengguncang jiwanya. Ingin ia berteriak mengeluarkan seluruh kekuatannya, tapi suaranya tercegat. Tenggorokannya seperti tercekik terengah-engah dengan napas yang tak beraturan.Di tengah kegelapan malam yang menyelimuti kesadarannya, We Ling merasakan kehadiran sesuatu yang lain, seolah ada cahaya yang ingin mengusir bayang-bayang gelap itu.Qu
Dalam sekejap, ratusan klon tanah meledak bagaikan pecahan kaca rapuh tersentuh cahaya suci. Debu dan pecahan batu beterbangan, mengguratkan lengkung kehancuran di angkasa, seolah langit dan bumi bersaksi atas kekuatan yang bangkit dari tubuh seorang bocah.Master Pengubah Wajah terpental ke belakang. Tubuhnya terguling di tanah yang retak, wajahnya yang tertutup debu menampakkan raut ngeri—seperti melihat takdirnya sendiri mulai runtuh.“Tidak mungkin… bagaimana bocah ini bisa mencapai titik ini?!”Dengan susah payah, ia menegakkan tubuhnya. Jemarinya menggenggam tanah, bergetar karena campuran marah dan takut yang menyesakkan dada.“Anak sialan… kau kira, ini sudah berakhir?” ucap sang master dengan satu hentakan kedua telapak tangan ke bumi.DUUM!Sebuah gemuruh dalam tanah menjalar ke seluruh tempat pelatihan. Retakan terbuka lebar, dan dari kedalamannya, puluhan pilar batu mencuat ke atas, menjulang laksana tombak surgawi yang hendak menembus cakrawala.Namun Qu Cing berdiri tena
"Itu… sumber kekuatannya!”Inti itu tiba-tiba meledakkan energi. Fragmen-fragmen batu di sekitarnya langsung menyusun kembali bentuk tubuh baru yang jauh lebih cepat, lebih padat, dan lebih tajam dari sebelumnya. Tubuh monster itu tidak sebesar yang tadi, tapi lebih ramping dan agresif, dengan lengan-lengan panjang yang tajam seperti tombak batu.“Versi kedua?” Bau Ba Chin mendecak. “Sekarang kau jadi lebih menyebalkan.”Monster tanah melemparkan tubuhnya ke depan, menebas udara dengan dua bilah tangannya yang tajam!CLANG!Bau Ba Chin menahan serangan itu dengan tongkat besinya, namun kekuatannya luar biasa—kedua kakinya sampai menyeret tanah, menciptakan dua alur panjang di permukaan arena.WUSH!Monster itu langsung menghilang masuk ke dalam tanah, lalu muncul di belakang Bau Ba Chin!WHAAAM!Sebuah tebasan horizontal nyaris menyayat punggung Bau Ba Chin, namun bocah itu menghilang dalam kabut hitam detik terakhir!Sosoknya muncul di sisi kanan monster."Terlalu lambat."Tongkatnya
Dengan kecepatan kilat, Qu Cing bergerak mengejar sosok itu. "Bertanding kecepatan? Kau akan menyesal!" Dalam beberapa kejapan mata, Qu Cing berhasil menghadang pria itu. "Aku tidak akan membiarkanmu kabur lagi, Tuan!" Bocah itu tersenyum meringis.Sementara Bau Ba Chin memblokir akses belakang sang Master Pengubah Wajah.Lawan mereka kali ini adalah, sesosok pria dengan wajah samar. Dia menyamarkan wajah aslinya dan membentuk wajah lain dengan tekstur elemen tanah. Umumnya, membentuk wajah membutuhkan konsentrsi dan ketelitian, sehingga memakan waktu hingga tiga sampai lima menit untuk meniru wajah seseorang. Namun, pria ini mampu merubah wajahnya dalam sekali pandangan mata, hanya dalam waktu setengah menit.Menurut informasi yang diberikan oleh Penjaga Perpustakaan Gu, Master Pengubah Wajah adalah seorang pria impoten. Dia senang bermain wanita, namun tidak sampai kehubungan yang lebih intens."Cih! Bocah sialan!" decak pria itu menggertakkan gigi. Ia menggerakkan tangannya seperti
"Tidak bisa membiarkan serangan itu terjadi! Kita harus segera mencegahnya!" seru Qu Cing.Bau Ba Chin langsung paham. Mereka harus menyerang sebelum teknik itu selesai!WUSSH!Kedua bocah itu melesat dalam waktu yang bersamaan!Ben Cong mengerahkan seluruh kekuatannya, tapi di saat yang sama, tubuhnya mulai menunjukkan efek samping dari pembakaran darah. Urat-uratnya terlihat semakin menonjol, dan wajahnya mulai menua dengan cepat.Namun, itu tidak menghalangi niatnya untuk membunuh mereka!"MATI!"Ben Cong mengayunkan tangannya, melepaskan semburan api hitam raksasa ke arah mereka!BOOOOM!Ledakan dahsyat terjadi!Namun, ketika asap mulai menghilang…Swish!Qu Cing muncul tepat di belakang Ben Cong!Matanya berkilat dingin."Ini akhirnya."Dengan secepat kilat, ia menghantam ulu hati Ben Cong dengan tongkatnya!CRACK!Ben Cong terbatuk darah. Matanya melebar tak percaya.Namun, sebelum tubuhnya jatuh, Bau Ba Chin muncul dari bayangan di bawahnya."Giliranmu!" seru Qu Cing.Bau Ba Ch
Mata Qu Cing menyipit. Ia segera mengenali sosok itu. "Kau selalu bergerak seperti seorang pengecut. Memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Mungkin, orang lain tidak melihat gerakanmu, tapi langkah itu sangat jelas di mataku, Tuan Ben Cong!" Dengan tubuh Pou Cong yang masih terluka parah dan dalam keadaan lemah, ini adalah saat yang sempurna bagi Ben Cong untuk menyingkirkannya. Jika ia berhasil membunuh kakaknya, maka secara otomatis ia akan menjadi pemimpin baru Klan Naar! Namun— CLANG! Sebuah tongkat besi melesat, menghentikan serangan Ben Cong tepat sebelum menyentuh tubuh Pou Cong! Ben Cong tersentak mundur, matanya melebar melihat sosok anak lelaki berkulit hitam yang kini berdiri di hadapannya. "Kau?!" Bau Ba Chin menatapnya dingin. "Guru akan senang jika kami pulang membawa mayatmu, Tuan Ben Cong." Semua orang di arena mulai berbisik, menyadari bahwa ini bukan sekadar pengkhianatan biasa. Semua tahu bahwa Ben Cong adalah wakil kepala Perguruan Long Ji. Pou Cong yang
Pou Cong tidak memberi Qu Cing kesempatan untuk bernapas. Begitu melihat bocah itu bangkit dengan tongkat bercahaya di tangannya, ia langsung mengayunkan tangannya ke depan. Wooosh! Semburan api melesat dari telapak tangannya, membentuk naga raksasa yang mengaum dan menerjang ke arah Qu Cing. Boom! Ledakan besar mengguncang arena, membuat para murid Klan Naar menjerit dan mundur lebih jauh. Asap hitam mengepul, menutupi seluruh area tempat Qu Cing berdiri. Pou Cong tersenyum dingin. "Kau boleh cepat, tapi kau bukan tandinganku, Bocah!" Namun, senyum itu seketika menghilang ketika sebuah bayangan tiba-tiba melesat dari dalam asap. Swish! Pou Cong nyaris tak sempat bereaksi saat cahaya oranye berkelebat di sisinya. Instingnya menendang masuk, dan ia segera berbalik, mengayunkan pukulan berapi ke arah bayangan itu. Boom! Udara di sekitarnya meledak akibat panas dari pukulannya. Namun, serangannya hanya mengenai udara kosong. "Mustahil…" Pou Cong menyipitkan mata, mencoba mencar
Angin berhembus pelan, membawa ketegangan yang semakin memuncak di halaman pelatihan Klan Naar. Para anggota klan yang menyaksikan pertarungan ini menahan napas mereka, mata mereka terpaku pada sosok kecil yang berdiri di hadapan pemimpin klan mereka.Pou Cong, seorang pria yang dikenal sebagai salah satu pengendali api terkuat, menatap Qu Cing dengan tajam. Ia sama sekali tidak menganggap serius bocah ini. Namun, saat Qu Cing berdiri dengan penuh percaya diri, sesuatu di dalam dirinya berkata bahwa anak ini bukan lawan biasa."Jika kau benar-benar ingin menantangku, maka buat aku jatuh ke tanah hingga mengalami luka yang cukup serius."Kata-kata itu masih terngiang di udara ketika Qu Cing mulai bergerak.Wuussh!Dalam sekejap, tubuhnya menghilang dari pandangan!Pou Cong mengerutkan kening. Cepat!Tiba-tiba—Slash!Sebuah luka tipis muncul di bahu kanan Pou Cong, darah segar menetes ke tanah. Semua orang yang menyaksikan tersentak kaget.Pou Cong menggerakkan kepalanya dengan cepat, m
Di halaman pelatihan kediaman Klan Naar, seorang gadis muda berlutut di tanah, tubuhnya gemetar penuh luka. Kulitnya penuh bekas cambukan, beberapa di antaranya masih berdarah. Setiap kali ia gagal dalam pelatihan, hukumannya tetap sama—seratus kali cambukan.Chin Cong tidak lagi terlihat seperti jenius yang dulu dibanggakan klannya. Matanya yang dulu bersinar penuh percaya diri kini suram dan hampa. Setiap hari adalah penderitaan, dan ayahnya, Pou Cong, tidak pernah menunjukkan belas kasihan.Pou Cong berdiri di atas panggung pelatihan, memegang cambuk panjang yang berlumuran darah. Wajahnya dingin tanpa ekspresi. "Berdiri!" perintahnya. "Kau harus kuat. Seorang anak dari Klan Naar tidak boleh menunjukkan kelemahan!"Chin Cong berusaha berdiri, tetapi tubuhnya terlalu lemah. Kakinya gemetar, dan ia terjatuh lagi.Pou Cong menghela napas, lalu mengangkat cambuknya. Namun, tepat sebelum cambuk itu menghantam tubuh Chin Cong—Whuuuuuus!Sebuah bayangan melesat dengan kecepatan luar bias
Bau Ba Chin menatap Miao Meng dengan penuh rasa ingin tahu. “Bibi, apakah Anda orang tua Qu Cing?” tanyanya dengan nada hati-hati. Miao Meng tidak langsung menjawab. Ia justru menatap Bau Ba Chin dalam-dalam, lalu menghela napas pelan. “Apa yang membuatmu berpikir begitu?” tanyanya balik. Bau Ba Chin melirik Qu Cing, lalu kembali menatap Miao Meng. “Energi penyembuhan itu… sangat mirip dengan miliknya. Dan cara Bibi memandangnya bukan sekadar seperti seorang kenalan.” Qu Cing diam saja. Dalam hatinya, ia juga merasakan hal yang sama. Entah kenapa, sejak pertama kali melihat Miao Meng, ada sesuatu dalam dirinya yang merasa dekat dengan wanita itu. Miao Meng tersenyum tipis, lalu mengalihkan pandangannya ke langit. “Belum saatnya kalian tahu kebenarannya,” katanya dengan suara lembut. “Tapi aku berjanji, jika kau berhasil mencapai ranah spiritual tingkat sembilan, aku akan memberitahumu segalanya.” Qu Cing mengepalkan tangannya. Tingkat sembilan? Itu bukan hal yang mudah dicap