Share

Sakit Perut deh

Author: Dianti W
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Tetanggaku Rajin (Minta)

 

Part 5

 

Jam 2 siang, aku mengisi mangkuk ukuran sedang dengan rendang buatanku untuk kuberikan kepada Mbak Kiki. Sebagai penebus rasa bersalah karena tadi pagi kubiarkan dia yang tak sengaja memakan Dryfood milik Udin kucingku. Akupun penasaran ingin tahu reaksi perutnya seperti apa setelah makan makanan si Udin.

 

"Assalamu'alaikum, Mbaaak," panggilku sambil mengetuk pintu rumahnya. Namun tak ada jawaban.

 

"Mbaak, ini Rini, bawain rendang," ujarku lagi sedikit berteriak. Masih hening.

 

"Kemana sih, Mbak? Ah aku bawa pulang saja lah, orangnya lagi pergi kali tuh," gumamku.

 

Tapi tiba-tiba pintu dibuka. Keluarlah sesosok pria, ternyata suami Mbak Kiki.

 

"Pak Bowo, ini ada lauk rendang sedikit." Kusodorkan wadah berisi rendang.

 

"Wah terima kasih banyak Mbak Rini, maaf tadi saya tidak jawab karena sedang di dapur buatin oralit buat istri," ujarnya seraya menerima pemberianku.

 

"Mbak nya mana, Pak?" tanyaku penasaran.

 

"Ooh ... itu ada di kamar, sedang tak enak badan katanya, makanya tadi dia telfon saya suruh pulang, katanya tadi mual terus pusing dan sempat muntah juga," ujarnya menjelaskan keadaan istrinya.

 

"Duh kasihan Mbak Kiki, semoga lekas sehat ya, Pak, istrinya. Saya permisi, Assalamu'alaikum ...." Aku buru-buru berjalan pulang.

 

"Terima kasih banyak ini lauk rendangnya, Mbak Rini," ujarnya sedikit berteriak karena aku sudah berjalan cukup jauh.

 

Aku hanya mengangguk saja sambil terus melangkah pulang. Syukurlah reaksi perutnya menolak makanan si Udin. Kalau tidak, bisa-bisa besok dia rebutan cemilan dengan si Udin. No no no tak akan kubiarkan. Tapi kasihan juga sih, lagian Mbak Kiki juga gak tanya dulu itu makanan orang apa bukan, main samber aja. Huuh heran.

 

***

 

"Sayuuuurrrr ...."

 

Pagi ini kudengar suara Kang sayur berteriak menjajakan dagangannya. Aku sedang butuh bumbu rempah yang sudah habis di dapurku. Melihat kebun miniku, aku punya ide, aku akan membuat menu urap dan aku hanya perlu tambahan sayur kol dan tauge. Nanti akan kubagikan lagi pada tetangga. Karena kalau bagi-bagi sayuran tanamanku belum cukup.

 

"Buibbuuu ... Saayuuurrr ...," teriak Kang sayur. Tak lama kemudian berkumpullah beberapa ibu-ibu mengerumuni barang dagangan si Akang.

 

Kuhampiri Kang sayur untuk berbelanja kebutuhanku. Kusapa ibu-ibu lain yang sedang memilih sayur.

 

"Assalamu'alaikum ibu-ibu," ujarku sambil tersenyum. Memang usia tetanggaku rata-rata di atasku, bahkan ada yang mungkin seumuran ibuku.

 

"Wa'alaikum salam," jawab mereka serentak.

 

"Belanja sayur Neng?" tanya Bu Sofia.

 

"Cari rempah-rempah sama sayur buat urap Bu. O iya, tumben ibu-ibu lain pada di rumah jam segini? Biasanya sudah pada berangkat ngantor," tanyaku pada mereka.

 

"Iya Dek Rin, kami pada diliburkan, kan sedang heboh wabah virus Corona, jadi anak sekolah libur, kantor juga banyak yang libur." Mbak Tarsih menyahut.

 

"Ya Allah, iya ya Mbak, semoga kita jangan sampai jadi korban," ujar Kang sayur.

 

"Sebaiknya jangan dulu pergi ke tempat ramai ya ibu-ibu, hindari dulu bepergian ke luar negeri, terus kudu rajin cuci tangan dengan sabun juga, insya Allah kita terhindar dari paparan virus." Mbak Tarsih menjelaskan. Ya, Mbak Tarsih ini adalah seorang guru SMA.

 

"Lah seperti saya kudu gimana Mbak Tarsih? kan harus belanja sayuran di pasar buat dijual lagi, pasar atuh pastinya selalu ramai, kan?" Kang sayur bertanya dengan nada sedih.

 

"Pakai masker saja Kang, dan jangan lupa sering-sering mencuci tangan, kalau misalnya mengalami gejala demam, sakit tenggorokan, batuk dan pilek sebaiknya langsung periksa ke Rumah Sakit." Mbak Tarsih kembali memberi penjelasan.

 

"Begitu ya, Mbak? berdo'a saja atuh kalau begitu semoga kita semua dihindarkan dari virus Corona dan congorna," ujar si Kang sayur.

 

"Kok virus congorna, sih, Kang?" Bu Sofia bertanya sambil terkikik. Kang sayur tak menjawab, hanya cengar-cengir sambil garuk kepala.

 

"Tenang Kang, di lingkungan kita ibu-ibunya tidak ada yang terinfeksi virus congorna. Kalaupun ada sudah pasti bakalan kita kucek dengan sabun seember!" hjar Mbak Tarsih sambil tertawa, kami semua pun jadi ikut tertawa.

 

"Ya sudah ibu-ibu lanjut dipilih sayurnya," ujar Mbak Devi, tetanggaku yang paling irit bicara. Akhirnya setelah membayar kami pun bubar menuju rumah masing-masing.

 

"Kaang, tungguiiin...." Terdengar suara seseorang. Ternyata Mbak Kiki. Dia berjalan mendekati Kang sayur yang sedang mengemasi barang dagangannya. Kang sayur terlihat agak malas melihat Mbak Kiki.

 

"Kang, ada daging, gak?" tanya Mbak Kiki.

 

"Ada tinggal seperempat kilo," sahut si Akang.

 

"Berapa?"

 

"Pat puluh rebu!"

 

"Kok mahal?" Mbak Kiki bersungut-sungut.

 

"Cabe setengah kilo, berapa?" tanyanya lagi.

 

"Pat puluh rebu!" jawab si Akang dengan santai.

 

"Ah mahal, ga jadi, ini aja deh bayam dua ikat, berapa?"

 

"Pat puluh rebu!" Masih dijawab dengan santai oleh si Akang. Aku yang mendengar jadi terkikik geli.

 

"Kok semua serba pat puluh rebu? Sejak kapan harga bayam jadi pat puluh rebu?" Nampaknya Mbak Kiki mulai emosi dikerjai Kang sayur.

 

"Itu sisa utang kamu Sukiyeeemm, kalau mau beli bayar dulu atuuh sisa yang kemaren!" ujar Kang sayur sambil cengengesan.

 

"Ya ampun busyet dah ni orang. Iyaaa gue bayaaaarrr, nih satu gerobak motor lu juga bisa gue bayar, buruan itung yang bener, gue lagi males keluar rumah lama-lama, masih lemes gue tauk!" hardik Mbak Kiki lagi.

 

"Naah gitu doonk Sukiyem yang cantiik ...," ujar si Akang sambil tertawa lebar.

 

"Niih, semuanya tujuh puluh delapan ribu udah sama sisa bon, bayar aja delapan puluh ribu, anggap aja sedekah." Kang sayur menyerahkan belanjaan.

 

"Ya elah, dua rebu sedekah, nih duitnya, besok bawain gue udang seger yang besar ye, besok laki gue libur jadi mau masak spesial!" ujar Mbak Kiki sambil menyerahkan uang.

 

"Alhamdulillah, oke kalau maunya begitu mah besok saya bawain," jawab Kang sayur, meskipun ia tampak agak ragu.

 

"Ingeet udang segerr yang bessaaarrr." 

 

"Iyee nyonyaaa, nyonya yang besaarr sekaliii ...," jawab si Akang, membuatku yang mendengarnya jadi terkekeh. Lalu si Kang sayur pun berlalu.

 

Kusapa Mbak Kiki yang terlihat agak lemes dan pucat.

 

"Mbak, udah sehat kan? Semalam saya antar rendangnya, suaminya Mbak yang terima," ujarku padanya.

 

"Aduuh ampun deh aku, Rin! Masa semalam aku tuh ya mual muntah sampe diare segala. Coba liat nih badan aku sampe kurus kering begini." Aku ingin tertawa ngakak, tapi kutahan saja.

 

"Udah pergi ke Dokter, Mbak?"

 

"Sudah, kan semalam Mas Bowo kusuruh pulang. Terus kita ke Puskesmas, pas disuruh timbang BB sama petugas, ternyata turun, BB-ku tinggal 65 kilo hihihi," ujarnya senang.

 

"Wadduh, yakin gak salah tuh Mbak?" tanyaku keheranan.

 

"Yakin doonk, tapi kaki satunya gak ikut naik timbangan hihihi," ujarnya agak berbisik. Ya ampuun!

 

"Trus, kenapa bisa sampe diare  Mbak? Salah makan kali, Mbak?" tanyaku sambil senyum-senyum.

 

"Tau' ah, biasanya juga gak pernah. Kupikir semalam aku tuh hamil, eh ternyata nggak. Untung ada lauk dari kamu jadi selera makanku kembali bagus. Tapi kamu ngasinya kurang banyak, Rin, nih jadinya aku beli daging lagi hehee." Ingin rasanya tepok jidat mendengar jawabannya.

 

"Rin, aku mau tanya, kamu beli dimana jajanan lebaran yang semalam itu?"

 

"Jajanan?"

 

"Iyaaa yang ditoples kecil semalam ituu." Dia berusaha mengingatkanku. Walaupun sebenarnya aku tahu apa yang dia maksud.

 

"Ooh itu, itu cemilan si Udin, Mbak," jawabku sambil menutup mulut menahan tawa.

 

"Udin itu siapa?" tanyanya bingung.

 

"Udin itu teman mainnya Davi anakku, Mbak." Aku masih berusaha menahan tawa agar tidak meledak.

 

"Belinya dimana?" Tampaknya dia penasaran.

 

"Di Petshop, Mbak," jawabku.

 

"Petshop itu apa? Nama toko kue?" tanyanya lagi.

 

"Hahahaa ... udah deh, Mbak, jangan dibeli ya! beneran deh itu buk ...," Belum selesai aku menjawab, Mbak Kiki langsung menyahut.

 

"Alaah ... bilang aja kamu pelit gak mau bagi jajanan mahal sama aku, kan? Aku juga bisa tauk beli jajanan mahhall, lagian punya cemilan kok malah dianggurin." Mbak Kiki berbicara dengan memonyongkan bibirnya, yang kali ini sepertinya lupa dipakaikan gincu, hihihi.

 

"Bukan masalah mahal atau murah, Mbak, cuma gak lazim aja tau? Emang enak, ya, rasanya, Mbak?" tanyaku penasaran.

 

"Ya enak lah, lha wong GRATIS, bhaayyy!" ujarnya sambil berlalu. Akhirnya aku beneran tepok jidat. Hahahaha.

 

🐈🐈

Related chapters

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Covid melanda

    Aku Lebih Cantik dari Gundik SuamikuPart 19PoV FriscaSial sial siaaalll! Mbak Widya itu benar-benar licik. Sengaja ia meminta cerai dari Mas Khalid dan memancing dengan cek senilai satu milyar. Nyatanya itu cuma akal-akalan dia saja untuk membuatku terusir dari rumahnya.Bodohnya lagi, ternyata Mas Khalid malah memilih mempertahankan rumah tangganya bersama Mbak Widya. Bagai kerbau dicocok hidungnya. Mas Khalid malah mengucapkan kata cerai padaku. Awalnya kupikir aku tak akan rugi karena aku sudah mendapatkan uang satu milyar itu. Tapi ternyata dugaanku meleset jauh. Cek itu tak bisa dicairkan meski satu rupiah pun. Kali ini aku masuk dalam perangkap yang dibuat oleh Mbak Widya. Benar-benar licik!Tapi tunggu dulu, bukan Frisca namanya kalau kehabisan cara untuk mencari keuntungan. Aku sudah pernah merasakan pahitnya hidup miskin akibat usaha Ayahku yang mengalami keterpurukan hingga bangkrut total. Aku tak mau itu terulang lagi. Terlebih lagi,

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   PoV Mas Bowo

    PoV Mas BowoPerkenalkan, aku Bowo Purnomo. Bekerja sebagai sopir distributor produk rokok. Aku memiliki seorang istri yang sangat baik, lucu, dan menggemaskan. Kami sudah dikaruniai seorang putra yang sangat lucu, saat ini usianya menginjak 3 tahun. Suki baru melahirkan saat usia pernikahan sudah menginjak empat tahun. Artinya Sudah lebih 7 tahun kami menikah. Sungguh tak terasa waktu berlalu begitu cepat.Pertama kali berkenalan dengan Suki pada saat aku mengantar order rokok di warung milik ibunya. Saat itu Suki yang sedang menjaga warung milik ibunya. Sekali dua kali bertemu masih biasa saja. Tetapi lama kelamaan aku jatuh cinta. Meskipun secara tampilan biasa saja, tapi bagiku dia sangat memesona.Akhirnya untuk kesekian kalinya kami bertemu saat mengantar barang, kuberanikan diri mengajaknya berkenalan."Dek. Sudah lama kita sering bertemu, siapa sih nama Adek?" Tanyaku."Masa iya belum tau nama Adek Bang?" Jawabnya malu-malu."Kenalan

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   PoV Mas Hadi

    PoV Mas HadiPerkenalkan, aku Hadiwijoyo, suami Rini Yulianti. Aku ingin bercerita tentang awal mula aku dan keluarga kecilku tinggal di rumah kami yang sekarang. Entah mimpi apa aku, tiba-tiba ada seorang teman yang menawariku untuk membeli rumah ini dengan harga yang jauh dibawah pasaran. Meskipun kondisinya setengah jadi, tak apalah. Bagiku harga yang ditawarkan masih terjangkau meskipun harus melanjutkan pembangunannya hingga selesai.Aku memiliki usaha sendiri yang baru berjalan selama sekitar satu tahun belakangan. Usaha di bidang pembuatan Mebel dan Kitchen Set. Tempat usahaku sebut saja Panglong. Jarak rumah dan panglong tak terlalu jauh, hanya butuh waktu tempuh sekitar 30 menit saja. Aku memiliki beberapa karyawan tetap yang ahli dibidang perkayuan, pembuatan, dan perakitan produk usahaku.Suatu hari, seorang teman datang ke panglong untuk memesan Kitchen Set. Lalu iseng-iseng dia menawariku sebuah lahan serta bangunan rumah setengah jadi milik teman k

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Pup di celana

    Hari ke-5 berdiam diri di dalam rumah. Siapa yang tak bosan? Ditambah lagi berita yang kami tonton semuanya tentang Corona. Kekhawatiran terhadap sebaran virus yang semakin cepat, membuatku begitu ingin mengetahui kabar seluruh keluargaku yang tinggal berjauhan.Ku kirim pesan-pesan melalui aplikasi hijau di gawaiku. Syukurlah mereka mengabarkan kondisinya dalam keadaan baik. Namun perasaan cemas masih tetap membayangi. Yah, ikhtiar dan do'a sudah kami lakukan, selebihnya kami pasrahkan takdir kami kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa."Mah, liat Udin gak?" Suamiku bertanya. Aku yang sedang rebahan segera bangkit."Udin? Ooh tadi dia pamit mau keluar Pah." Jawabku ngasal."Hahaha apaan sih Mamah, emang Udin bilang apa?""Biasa, mau nemuin si Kessie, kucingnya Pak Robert dan Bu Sofia.""Hahaha dipakein masker gak Mah?" Suamiku mulai melawak lagi."Ogah katanya Pah. Lha si Udin kan emang udah kena Virus.""Virus apaan Mah? Ja

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Kebo

    Pagi ini Mas Hadi berencana untuk pergi berbelanja kebutuhan pokok, untuk stok di rumah dan untuk dibagikan kepada karyawannya."Mah, ga apa-apa kan tabungan kita dipakai untuk belanja kebutuhan karyawan Papah?""Ga apa-apa lah, Pah, kita sekarang seperti ini juga karena jasa mereka, yang kita lakukan ini belum seberapa.""Syukurlah kalau Mamah ridho. Semoga setelah wabah ini berlalu, Allah mudahkan kembali rezeki keluarga kita, Aamiinn.""Aamiinn, Pah. Hati-hati ya, Pah, lekas balik kalau urusan sudah selesai. Oh, iya, hampir lupa, makanan Udin sudah habis Pah, beli lagi ya, kayaknya yang kemarin itu agak masuk angin, karena tutup toplesnya kurang rapet," ujarku lagi."Iya Mamah, mau titip beliin apa?""Gak ada, Pah, kebutuhan lain masih cukup.""Ya sudah, Papah berangkat. Nanti mungkin mobil PickUp kita bakalan Papah bawa pulang setelah ngantar sembakonya selesai. Kalau ditinggal di panglong ga ada yang jaga. Karyawan semuanya

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Kiki Truk Gandeng

    "Mah, ada kabar gembira!" Subuh ini suamiku tiba-tiba menghampiriku yang sedang bersiap akan meracik bumbu untuk membuat sarapan."Kabar gembira apa, Pah?" tanyaku penasaran."Papah dapat proyek besar, Mah. Proyek untuk apartemen, pihak pengembang berminat menggunakan produk kita untuk mebel dan kitchen set di apartemen yang sudah mereka bangun." Suamiku berbicara dengan antusias."Alhamdulillah, tapi kenapa subuh begini dapat kabarnya, Pah?""Sebenarnya email balasan dari mereka sudah dari kemarin, Mah, jawaban dari penawaran yang Papah kirimkan beberapa minggu yang lalu.""Modal Papah cukup, kah?" tanyaku agak ragu."Mereka akan transfer 20% dimuka Mah, Alhamdulillah banget kan?""Alhamdulillah, mudah-mudahan lancar ya, Pah, Mamah bantu do'akan.""Aamiin, ya udah nanti Papah mau pergi untuk tanda tangan kontrak.""Oke deh, Mamah siapin sarapan dulu ya."Senang sekali hatiku, usaha yang dijalankan suami akh

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Mau Pinjam Duit

    Sore ini, aku bersiap menemui Bu RT di rumahnya. Berbekal sepiring bakwan sebagai buah tangan. Sesampainya di tujuan,“Assalamu’alaikum ....” Aku memgucap salam sambil menekan bell di dekat pintu.“Wa’alikum salaam.” Kudengar jawaban tuan rumah, kemudian pintu terbuka.“Dek Rini, masuk dulu, Dek!” ujar Bu RT ramah.“Maaf bu, Rini ganggu gak, ya?” tanyaku kikuk. Sebenarnya aku sangat segan, namun rasa penasaran mengalahkan keraguanku untuk melangkah masuk. Biar bagaimanapun aku harus tahu sesuatu tentang Mbak Kiki yang selalu mengganggu. Setelah menyerahkan bawaanku dan berbasa-basi sebentar, ku utarakan maksud kedatanganku. Nama asli Bu RT adalah Bu Rukmana, hanya saja aku lebih nyaman memanggilnya dengan sebutan Bu RT. Pak RT adalah pengusaha kuliner d

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Mbak Kiki Sakit

    Malam hari, Mas Hadi telah kembali ke rumah. Kusiapkan segelas kopi susu hangat sambil menemaninya mengecek berkas. Kusampaikan semua penuturan Bu RT tempo hari. Mas Hadi cuma manggut-manggut saja mendengarkan aku bercerita. “Kemarin itu, pas Mamah masih di rumah Bu RT, Mbak Kiki kemari, katanya mau pinjam motor,” ujar suamiku kemudian. “Tapi, Pah, Mamah ketemu di depan rumah, pas udah balik dari rumah Bu RT. Dia pakai motornya sendiri.” “Iya, mau Papah kasih pinjam, tapi pas cari kunci motornya ga ketemu. Terus dia tanya Mamah kemana. Papah bilang lagi ke rumah Bu RT.” “Ooh, pantesan, dia liatin Mamah kaya orang gak suka gitu, Pah. Jangan-jangan dia mikir kalau Mamah abis gosipin kejelekan dia dengan Bu RT.

Latest chapter

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Buka Warteg

    Mbak Kiki Buka Warteg“Kenape, sih, Rin? Jadi elu yang histeris begitu?”“Aneh kamu, Mbak! Aku suruh tulis apa yang ada di kepala itu bukan kutu! Tapi ide yang muncul dari pemikiranmu sendiri!”“Lah jadi apa, dong? Elu ngomongnya begitu, ya gue ikutin, lah.”“Bahkan kamu lupa kalau di kepalamu juga ada otak, kan?”“Oh, iye, lupa gue, Rin!” ujarnya sambil garuk-garuk kepala. Emang lah dasar!“Hadeuuuh … punya otak pun bisa sampe lupa!”“Jadi yang bener pegimane?”“Searching, dong, Mbak! Di internet banyak contoh karya tulis. Belajar dulu sebelum menulis!”“Gue kan cuma ngikut ape yang elu bilang! Kenapa gue yang disalahin?”“Bukan nyalahin, hadeuuuh entahlah Tuhaaan ….”“Sedih gue, Rin, gak jadi dapet lima juta.”“Lebih sedih mereka kalau kamu yang menang, Mbak!”“Kamu, mah, sirik aja jadi orang!”“Bukan sirik, ngapain sirik sama ban kontainer?”“Ngomong ape, lu, barusan?”“Gak!”“Elu ajarin gue, kek!”“Terlambat sudah! Sono balik! Aku mau mandi.”“Gak, ah. Gue di sini aja. Laki gue la

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Isi Kepala

    Isi Kepala“Rin!” Lagi-lagi terdengar panggilan dari alam ghoib.“Apa? pagi-pagi udah nongol ke rumah tetangga. Kebiasaan!”“Apaan, sih? Sewot aje, lu? Gue kesel tauk?”“Hadduuuh … kapan dirimu itu gak kesel?”“Serius, Rin! Mas Wowo maksa nyuruh gue jual emas.”“Ya udin, jual aja napa? Mumpung harga emas lagi bagus!”“Gara-gara elu, sih, kaga mau minjemin duit! Susah kan jadinye gue?”“Laaah … enak aja nyalahin orang! Lebih baik jual apa yang ada daripada berhutang, Mbak! Lagian disuruh dateng ketemu papahnya Davi kamu gak mau!”“Bukan gue yang gak mau, tapi Mas Wowo, noh! Katanya gue malu-maluin aja mau minjem-minjem duit ama tetangga!”“Nah, waras tuh suamimu, Mbak! Pertahankan, jangan sampai lepassss!”“Ah elu, mah, sama aja! Bukannye kasih solusi, malah nyalahin gue!”“Mbak, kamu kan punya banyak perhiasan, ngapain disimpen-simpen? Ini lah saatnya perhiasan itu digunakan untuk keperluan usaha baru suamimu! Nanti, kalau usahanya maju, sukses, pasti bakalan dapet gantinya lebih, Mba

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Pinjem Duit

    Pinjem duit buat apa lagi?Aneh-aneh aja kelakuan Mbak Kiki. Sudah selesai minta kerokin, pake curhat panjang lebar. Aku jadi telat sarapan, deh.“Saaayuuurr ….” Terdengar suara Kang sayur membahana seperti biasanya. Kali ini gak absen dulu, lah. Aku masih punya sayur dan bahan makanan yang lain. Kulanjutkan saja aktivitasku mengurus rumah.Kebun di belakang rumah juga sudah cukup lama dibiarkan. Rumput dan tanaman sudah saling berlomba unjuk gigi, eh, unjuk daun.Sejak hari itu, aku memang sering melihat suaminya Mbak Kiki lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Tapi hikmahnya, Mbak Kiki jadi jarang mampir ke rumahku.“Kenapa, Mah? Dari tadi Papah lihat Mamah nengok ke arah rumah Mbak Kiki terus,” ujar Mas Hadi mengejutkanku.“Dih, Papah. Kaget, tauk? Itu, Mbak Kiki kemarin bilang kalau suaminya resign.”“Lho, kenapa?”“Gak tau pastinya, Pah.”“Ya udah, do’ain aja semoga Mas Bowo lekas dapat kerjaan yang baru.”“Iya, Pah. Aamiinn ….”“Ya udah, Papah berangkat kerja dulu, ya.”“i

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Curhatan gak Penting

    Curhat gak penting“Aduh, Rin … makasih banget, ye. Enakan, nih, badan gue. Eeerrgghhh ….” Mbak Kiki sendawa panjang setelah selesai dikerokin. Sebenarnya aku malas, tapi ya kasihan juga. Gak apa lah, sesekali baik-baikin dia. Kali aja besok dia sudah tiada, eh, Astaghfirullah.“Nih, bawa pulang dakimu, Mbak. Mayan bisa dibikin jadi dodol!” ujarku sambil menyerahkan tisu bekas lap kerokan.“Hehehe … bise aje, lu, Rin!”“Udeh, sono pulang!”“Entar nape, Rin. Gue masih pen curhat same elu.”“Curhat apa lagi?”“Gini, lho, Rin. Mas Wowo mau berenti kerja jadi sales rokok, Rin!”“Lah, kenapa? Korupsi?”“Et, dah! Sembarangan aje, lu!” Bugh! Mbak Kiki menampol lenganku dengan cukup keras. Gak nyadar amat ni orang, tangan udah kaya godam palugada gedenya.“Sakit, Mbak! Kira-kira, dong, kalo nampol!”“Hehehe … iye sory! Abisnye elu juga ngasal aje ngomongnye. Bukan karena korupsi kalee.”“Trus kenapa? Bukannya selama ini juga kerja di sana enak? Gajinya lumayan, bonusannya juga banyak!”“Kata

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Sukiyem Beli AC

    Sukiyem Beli AC“Pagi, Mbak Kik!” sapaku pagi itu, disaat Mbak Kiki lewat di depan rumah.“Mbak Kik, Mbak Kik! Yang bener, dong, elu kalau manggil nama gue!” ucapnya sewot.“Ya udah … pagi, Yem!”“Hish! Elu, ye, sengaja amat bikin gue kesel.”“Lah, emang namamu Sukiyem, kan?”“Nama gueh prinses Kiki Asmirandah! Ngerti, lo?”“Kikikikikk … princes konon. Mau kemane? Udah gak sakit gigi lagi?”“Masih, dikit. Gue lagi cari si Ilham. Elu ade nampak die kagak?”“Enggak. Paling juga cari kucing betina ke tetangga.”“Lah, si Ilham, kan, kucing betina!”“Hah? Gak salah? Kucing betina dikasih nama Ilham?”“Kagak! Nama penjangnye Siti Ilhamiah!”“Yak ampun! Islami banget nama kucingmu, Mbak!”“Iya, dong! Emang elu aje yang bisa kasih nama bagus buat kucing? Kalo kucing elu Zainudin, nama kucing gue Siti Ilhamiah.”“Ya elah, ngasih nama kucing aja pake saingan segala, Mbak! Kenapa gak dipanggil Siti aja? biar orang tau kalau itu kucing betina.”“Gue emang gitu orangnye, kaga suka disaingin. Elu g

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Sakit Gigi

    Sukiyem Sakit GigiSetelah Mbak Kiki pergi, cepat-cepat aku mengganti pakaianku. Aku dan Davi bersiap untuk pergi belanja bulanan ke Supermarket. Setelah celingukan kanan kiri dan terlihat aman, aku pun langsung gas pol ke Supermarket, mumpung banyak diskonan juga.Sampai di Supermarket, kami langsung mengambil troli dan mengambil barang-barang sesuai daftar belanjaan. Gaya aja, sih, padahal yang mau dibeli gak banyak-banyak amat. Cuman pengen nyenengin Davi aja, naik ke troli dan didorong kesana-sini. Hihihi …Beres belanja, kami pun singgah sebentar di café dekat supermarket. Davi pengen makan steak katanya. Davi suka iri kalau lihat Udin makan wetfood, katanya mirip steak yang dipotong kecil-kecil. Ada-ada si Davi.Setelah puas belanja dan jalan-jalan, kami pun pulang. Lumayan repot juga bawa barang belanjaan, tapi akhirnya sampai juga di rumah.“Riniii … dari mane, lu? Shopping, ye? Kok gak ngajakin gue?” Begitulah teriakan Mbak Kiki saat aku lewat di depan rumahnya.“Iya, doong!

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Kuda dan Kijang

    Bahasa MinangHari ini, aku lagi duduk santai di teras sambil nungguin Kang sayur lewat. Niat hati mau belanja bulanan ternyata kemarin hujan turun seharian jadi belum sempat pergi.Seperti biasa, kalau aku keluar rumah, pasti bau-baunya langsung sampai di hidung tetangga absurd. Kayak hafal banget sama aroma parfumku, dia langsung senyum-senyum berusaha nyelip hendak masuk lewat gerbang pagar yang terbuka sedikit.“Doroong! Kaga bakalan muat kamu nyelip lewat situ, Mbak!”“Hehehe … iye, ternyata kaga muat, Rin!” ujarnya sambil mendorong pintu pagar agar terbuka lebih lebar.“Ngapain? Mau konsultasi perbaikan keturunan lagi?” tanyaku iseng.“Diih, elu, Rin! Ya nungguin Kang sayur, lah!”“Ooh … kalau gitu aku gak belanja ah!” jawabku.“Kenape?”“Pen minta aja sama kamu, Mbak!”“Enak aje, lu! Beli sendiri, lah! Itu duit dari lakimu jangan disimpen-simpen mulu! Entar habis dimakan rayap.”“Kagak bakalan kuat si rayap ngabisin duit aku, Mbak!”“Kenape? Saking banyaknya duit elu, gitu? Swo

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Beri-beri

    Beri-beri“Riniii ….”Duh, pagi-pagi udah terdengar auman harimau sumatera dari depan rumah. Mau ngapain lagi, tuh, emak-emak? Gak tau orang lagi sarapan apa, ya?“Solmet Mamah udah manggil-manggil, tuh!” canda Mas Hadi.“Diih … solmet? Mendingan ngurus panggilan alam dulu, deh, Mas! nih, perut Mamah udah manggil-manggil minta diisi.”“Bwahahaha … lagian masih pagi begini, mau ngapain dia manggil-manggil tetangga?”“Biasa, Mas! kalau sehari dia gak ngabsen di pager, mungkin dia langsung meriang!”“Hahahaha … Udin aja sono, suruh bukain gerbang!”“Udin masih molor.”“Ya udah, biarin aja dulu, palingan juga dia balik lagi kalau gak dibukain.”“Iya, Mas! Mas sarapan yang banyak, biar kuat menghadapi kenyataan hidup!”“Kenyataan apa?”“Kenyataan kalau ternyata Mamah ini istri yang baik hati, tidak sombong, pinter masak, dan juga rajin menabung. Hihihihi ….”“Hmm … ada maunya, nih!”“Hahaha … Papah tau aja! Minta duit!”“Entar Papah transfer.”“Asyiik, makasih, ya, Pah!”“Mau beli apa?”“B

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Kejutan Ultah Mas Bowo

    Kejutan Ultah MAs Bowo“Riin ….”Baru satu jam yang lalu, Mbak Kiki berusaha mengerjaiku di depan orang-orang, sekarang malah udah teriak-teriak lagi di depan rumah. Haddeeeuuh! Males banget rasanya bukain pintu buat dia. Entah mau apa lagi dia.Tok tok tok …“Riiin ….”“Bentaaaaar ….”Akhirnya terpaksa aku sahuti juga, budeg kupingku lama-lama. Pintu depan rumah pun aku buka.“Apaan sih, Mbak? Gak bosen apa berurusan sama aku?”“Diih, kamu ini!”“Iya, jam segini udah gedor-gedor aja. Mau ngapain?”“Ya digedor, lah! Orang pintumu ketutup, kalo kebuka apanya yang mau gue gedor cobak?”“Angin!”“Bwahahaha ….”“Mau apa lagi?”“Hehehe … sabar nape lu, Rin!”“Iya aku masih banyak kerjaan!”“Entar aku bantuin, asalkan kamu bantuin aku dulu!”“Bantu apaan?”“Kan besok laki gue ultah, gue mau kasih supris!”“Surpraaaaaaiiisss! Supris, supris! Sok Inggit banget!”“Iye lah itu, ah! Ribet amat! Kalo menurutmu laki-laki itu sukanya dikasih kado apa ye, Rin?”“Ya elaaah. Kupikir tadi urusan yang p

DMCA.com Protection Status