PoV Mas Bowo
Perkenalkan, aku Bowo Purnomo. Bekerja sebagai sopir distributor produk rokok. Aku memiliki seorang istri yang sangat baik, lucu, dan menggemaskan. Kami sudah dikaruniai seorang putra yang sangat lucu, saat ini usianya menginjak 3 tahun. Suki baru melahirkan saat usia pernikahan sudah menginjak empat tahun. Artinya Sudah lebih 7 tahun kami menikah. Sungguh tak terasa waktu berlalu begitu cepat.
Pertama kali berkenalan dengan Suki pada saat aku mengantar order rokok di warung milik ibunya. Saat itu Suki yang sedang menjaga warung milik ibunya. Sekali dua kali bertemu masih biasa saja. Tetapi lama kelamaan aku jatuh cinta. Meskipun secara tampilan biasa saja, tapi bagiku dia sangat memesona.
Akhirnya untuk kesekian kalinya kami bertemu saat mengantar barang, kuberanikan diri mengajaknya berkenalan.
"Dek. Sudah lama kita sering bertemu, siapa sih nama Adek?" Tanyaku.
"Masa iya belum tau nama Adek Bang?" Jawabnya malu-malu.
"Kenalan yuk Dek, nama Abang Bowo." Kuulurkan tangan kepadanya. Disambut pula olehnya sambil menyebut namanya.
"Namaku Suki Bang, panggil saja Kiki." Dia tersenyum malu, iih semakin gemes aku melihatnya.
"Nama panjangnya Dek?"
"Hehe Sukiyem Bang."
"Nama yang bagus Dek, Abang panggil Adek Suki saja ya."
"Terserah Abang aja deh."
"Boleh minta nomor hapenya Dek Suki?" Lalu kami bertukar nomor telefon.
***
Sebulan dua bulan aku dan Suki hanya bertemu beberapa kali, namun aku sudah bertekad akan meminangnya segera. Usiaku sudah lebih dari cukup, tiga puluh lima tahun, begitupun Suki saat itu sudah tiga puluh tahun.
Saat ku utarakan keinginanku untuk meminang Suki kepada kedua orang tuanya, ternyata niatku diterima dengan tangan terbuka. Suki anak bungsu dari dua bersaudara. Kakaknya bernama Sukinah, sudah berkeluarga dan sudah hidup mandiri. Ayah Suki orang Jawa sedangkan ibunya Betawi asli.
Satu hal yang paling kuingat pesan dari ibu mertua saat aku menikahi anaknya.
"Wo, nih ye anak gue udah gue serahin sepenuhnye sama elu. Lu jagain anak kesayangan gue baek-baek, jangan sampe badannye kurus karena ngeness idup same elu. Gue udah susah payah besarin die, ape-ape yang die mau selalu gue turutin. Ape yang die minta selalu gue kasih. Kaga peduli gue harus berantem ame tetangga yang penting anak gue seneng. Pokoknye anak gue harus bahagia ye. Kalo sampe anak gue idupnya kaga elu bahagiain, gue ambil balik tuh anak gue. Elu harus bisa ngedidik die, karna dulu die males banget disuruh sekolah, jadinye cuman tamat SD. Tapi die pinter soal itung-itungan. Gue sering ngajarin die." Ujarnya panjang kali lebar.
"Iye Nyak, Insha Allah Bowo bakalan nyenengin Suki sekuat tenaga Bowo." Ku lihat ada gurat bahagia sekaligus kesedihan dari wajah ibu mertuaku.
"Abis nikah kalian mau tinggal dimane, mau bareng same Enyak ape lu mau ngontrak?" Tanya mertuaku lagi.
"Kita ngontrak aja dulu ya Nyak, sambil nabung mudah-mudahan lekas bisa punya rumah sendiri." Ujarku mantap.
"Kaga ade lagi deh tukang angkat goni ame angkat galon di warung." Ujarnya lirih. Aku terharu sekaligus terkikik dalam hati.
***
Sebulan pertama hidup mengontrak sebagai suami istri tentu sangat menyenangkan. Istriku sangat pandai memasak. Meskipun jarang-jarang dia memasak untukku. Tetapi selalu ada lauk dan bahan makanan di dalam kulkas. Katanya dari tetangga.
Istriku sangat pandai mengatur keuangan. Dari gajiku yang aku berikan, Suki selalu bisa menyisihkan untuk membeli emas. Tabungan untuk membeli rumah katanya. Aku benar-benar kagum pada istriku. Kebutuhan dapur terpenuhi, dan tabungan pun ada. Luarrr biasaa.
Bulan keempat, Suki tiba-tiba memintaku untuk mencari kontrakan baru. Katanya sekarang tetangga sudah tak sebaik dulu. Suki sering uring-uringan dan tak jarang dia tak menyediakan makanan untukku. Aku yang jarang berada di rumah dan tak pernah ambil pusing dengan keadaan sosial istriku, jadi merasa bersalah. Akhirnya kami pun pindah.
Kejadian selalu berulang seperti itu selama beberapa tahun, kami sudah lebih sepuluh kali pindah kontrakan. Saat baru pindah Suki akan sangat mudah berbaur dengan tetangga. Namun lama kelamaan dia selalu bilang tetangga pada jahat. Tetangga semuanya rese dan pelit. Akhirnya kami yang selalu angkat kaki karena status hanya mengontrak.
Setelah sekian lama gonta-ganti kontrakan, akhirnya Mbak Sukinah menawari kami untuk membeli rumahnya. Kami boleh membayar dengan cara dicicil setiap bulan. Aku Pun menerima tawaran kakak iparku dengan sangat senang. Meskipun kondisi rumah ada yang harus diperbaiki terutama di bagian dapur. Akhirnya kami pun menempati rumah baru dengan penuh suka cita. Kali ini kuminta kepada istriku supaya betah, karena sudah lelah ganti kontrakan. Istri yang baik tentu saja menyetujui.
"Mana mungkin kita pindah lagi Mas, kan sekarang ini rumah milik kita walaupun masih nyicil." Syukurlah semoga istriku betah.
Seperti biasa, istriku ini memang pandai bergaul meskipun berada di lingkungan baru. Seminggu pertama ia sudah memiliki teman akrab, tetangga sebelah kiri rumah kami. Mereka adalah perantau dari sumatera. Keluarga dengan dua orang anak. Sementara kesibukanku bekerja semakin meningkat, mengantar order sampai keluar kota. Jadi aku hanya bisa pulang dua kali dalam seminggu.
Beberapa bulan setelah pindah, aku semakin dibuat kagum oleh istriku tercinta. Dapur rumah kami yang awalnya agak reot ternyata sudah diperbaiki ketika aku pulang. Bak mandi yang sering bocor juga sudah ditambal. Pokoknya urusan selalu beres di tangan istriku. Hebatnya lagi, kebutuhan dapur sama sekali tak terganggu, bahkan istriku masih tetap bisa membeli perhiasan walau hanya sebuah cincin. Sungguh beruntung sekali diriku.
Suatu hari ketika aku kembali ke rumah, istriku mengadu bahwa tetangga sebelah rumah, teman akrab istriku sudah pindah. Padahal setahuku mereka sedang merenovasi rumah untuk dibesarkan. Ku lihat istriku jadi sering murung. Apalagi ketika akhir bulan, istriku sering marah-marah. Namun aku selalu berusaha menenangkan dengan mengajaknya ke Mall ketika libur.
Tidak berapa lama ternyata rumah sebelah sudah selesai direnovasi oleh pembelinya dan mereka menempati rumah baru itu. Sepertinya pasangan muda yang serasi dengan satu orang anak. Namanya Hadi dan istrinya Rini. Istriku bilang Rini sangat baik padanya. Sering berbagi, syukurlah istriku memang baik jadi wajar saja jika orang menyukainya.
***
Menjelang siang ini tiba-tiba istriku menelpon dan memintaku untuk pulang karena dia merasa pusing dan mual. Aku berfikir apakah istriku sedang hamil. Aku bergegas menuju rumah setelah meminta izin pada atasan. Sesampainya di rumah kulihat istriku sedang di kamar mandi memuntahkan isi perutnya.
Setelah itu dia bolak-balik kamar mandi karena diare. Aku jelas khawatir, aku takut istriku dehidrasi dan kehilangan bobot tubuhnya. Bisa dimarahi ibu mertua aku nanti. Segera kuajak dia ke Puskesmas. Syukurlah kondisinya sudah lebih baik, sempat juga di testpack namun hasilnya negatif. Sepertinya istriku memakan sesuatu yang tidak higienis.
Saat kembali ke rumah, kubuatkan istriku oralit di dapur, tiba-tiba ada yang memanggil nama istriku. Aku lalu membuka pintu dan melihat istri tetangga baru mengantarkan rendang. Benar-benar beruntung aku memiliki istri seperti Suki. Pandai sekali dia berteman sampai-sampai tetangga sering memberinya lauk ataupun cemilan.
Rini bertanya kemana istriku, kukatakan bahwa istriku sedang kurang sehat, mual diare dan muntah. Tetapi Rini malah bergegas pulang setelah mendo'akan istriku lekas sehat. Setelah istri tetangga pulang dan aku mengucapkan terima kasih, ku ajak istriku untuk makan siang bersama anak kami juga.
"Sayang, ini tadi Rini ngasih kamu rendang, dia baik banget ya." Ujarku sambil menyiapkan nasi di piring.
"Ya gitu deh Mas, kalau kita baik tentu orang pun baik." Ujar istriku sambil menyantap makanannya. Sepertinya dia sudah kembali berselera makan. Syukurlah aku jadi tak dimarahi ibu mertua. Lalu aku menyuapi anakku juga. Setelah selesai ia makan dan menyuapi anakku, gantian aku juga sangat lapar ingin makan.
"Loh Dek, ini rendang kenapa cuma sisa bumbunya doank, dagingnya kamu makan semua?" Tanyaku keheranan.
"Hehe iya Mas, habisnya aku lapar, isi perut udah keluar semua tadi hehehe." Ujarnya sambil mengelus perutnya.
"Ya ampun Dek, sisakan sepotong kek."
"Hehee besok deh kalau sudah sehat aku masakin rendang ya." Ah ya sudahlah, paling tidak istriku sudah tak sakit lagi. Kusantap saja nasi hangat dengan lauk bumbu rendang. Tetap nikmat karena memang aku sedang lapar.
***
"Mamas Wowo sayang, boleh gak Adek minta sesuatu?" Ujarnya malam itu.
"Minta apa Dek? Kalau masih sanggup pasti Mas berikan."
"Pengen punya hape merk jeruk kroak." Ujarnya sambil memijat kakiku.
"Tau dari mana ada hp merk jeruk kroak Dek?" Tanyaku heran. Padahal selama ini dia tak pernah protes meski cuma punya hp merk BBS alias beriberi senter.
"Itu Rini punya Mas, aku pengeeen." Ujarnya sambil mengedip-ngedipkan mata merayu.
"Jangan yang merek itu Dek, pilih merek lain saja ya. Lebih mudah pakai android merek Sungsang, Siomai, Popi, atau Popo." Jelas saja aku tak akan sanggup membelikan hape dengan merek yang dia sebutkan.
"Emang kenapa mas?" Tanyanya keheranan.
"Merek itu tidak dijual di sembarang toko Dek. Lagipula itu bukan android. Kalaupun ada toko ponsel biasa yang jual sudah pasti bukan barang baru, alias second. Kamu mau baru atau second?" Tanyaku lagi. Padahal supaya dia beralih pada merek lain saja.
"Baru donk Mas, masa kamu mau belikan aku barang bekas. Aku aduin Enyak baru tau rasa!" Rajuknya lagi.
"Ya sudah besok kita pergi beli hape baru. Tapi nanti kartu SIM hape lama kamu harus dipotong. Hape model baru biasanya pakai Nano SIM, sudah nanti bisa diaturlah pokoknya." Ujarku menyenangkan hatinya. Jangan sampai dia lapor pada ibunya dan aku diomelin mertua.
"Makasiiih ya Mas Wowo cayaaang, jadi tambah kecemcem akuu cama kumis kamu icyuuu. Kamu bagaikan kucing garong Mas." Ujarnya manja sambil menarik kumisku.
"Kok kucing garong sih Dek?" Tanyaku sebal.
"Iya, selalu bisa mencuri hatikuu." Jawabnya sambil terkekeh.
"Kalau gitu Mas juga bisa Dek. Bagiku Adek Suki ini seperti balon udara."
"Kok balon udara siih Mas? Padahal kan aku udah langsing." Ia bertanya sambil manyun.
"Iya Dek, kamu seperti balon udara yang selalu bisa membawaku terbang melayang di awang-awang! Hahahaha."
"Iiiih Mas Wowo bisa ajaaa." Ujarnya malu-malu.
"Satu lagi Dek, kamu itu ibaratnya seperti sinetron."
"Kok sinetron Mas?"
"Iya, kalau naik timbangan, timbangannya bilang, BERSAMBUNG!"
BUGH!!!
Tiba-tiba tinju melayang tepat di wajahku.
PoV Mas HadiPerkenalkan, aku Hadiwijoyo, suami Rini Yulianti. Aku ingin bercerita tentang awal mula aku dan keluarga kecilku tinggal di rumah kami yang sekarang. Entah mimpi apa aku, tiba-tiba ada seorang teman yang menawariku untuk membeli rumah ini dengan harga yang jauh dibawah pasaran. Meskipun kondisinya setengah jadi, tak apalah. Bagiku harga yang ditawarkan masih terjangkau meskipun harus melanjutkan pembangunannya hingga selesai.Aku memiliki usaha sendiri yang baru berjalan selama sekitar satu tahun belakangan. Usaha di bidang pembuatan Mebel dan Kitchen Set. Tempat usahaku sebut saja Panglong. Jarak rumah dan panglong tak terlalu jauh, hanya butuh waktu tempuh sekitar 30 menit saja. Aku memiliki beberapa karyawan tetap yang ahli dibidang perkayuan, pembuatan, dan perakitan produk usahaku.Suatu hari, seorang teman datang ke panglong untuk memesan Kitchen Set. Lalu iseng-iseng dia menawariku sebuah lahan serta bangunan rumah setengah jadi milik teman k
Hari ke-5 berdiam diri di dalam rumah. Siapa yang tak bosan? Ditambah lagi berita yang kami tonton semuanya tentang Corona. Kekhawatiran terhadap sebaran virus yang semakin cepat, membuatku begitu ingin mengetahui kabar seluruh keluargaku yang tinggal berjauhan.Ku kirim pesan-pesan melalui aplikasi hijau di gawaiku. Syukurlah mereka mengabarkan kondisinya dalam keadaan baik. Namun perasaan cemas masih tetap membayangi. Yah, ikhtiar dan do'a sudah kami lakukan, selebihnya kami pasrahkan takdir kami kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa."Mah, liat Udin gak?" Suamiku bertanya. Aku yang sedang rebahan segera bangkit."Udin? Ooh tadi dia pamit mau keluar Pah." Jawabku ngasal."Hahaha apaan sih Mamah, emang Udin bilang apa?""Biasa, mau nemuin si Kessie, kucingnya Pak Robert dan Bu Sofia.""Hahaha dipakein masker gak Mah?" Suamiku mulai melawak lagi."Ogah katanya Pah. Lha si Udin kan emang udah kena Virus.""Virus apaan Mah? Ja
Pagi ini Mas Hadi berencana untuk pergi berbelanja kebutuhan pokok, untuk stok di rumah dan untuk dibagikan kepada karyawannya."Mah, ga apa-apa kan tabungan kita dipakai untuk belanja kebutuhan karyawan Papah?""Ga apa-apa lah, Pah, kita sekarang seperti ini juga karena jasa mereka, yang kita lakukan ini belum seberapa.""Syukurlah kalau Mamah ridho. Semoga setelah wabah ini berlalu, Allah mudahkan kembali rezeki keluarga kita, Aamiinn.""Aamiinn, Pah. Hati-hati ya, Pah, lekas balik kalau urusan sudah selesai. Oh, iya, hampir lupa, makanan Udin sudah habis Pah, beli lagi ya, kayaknya yang kemarin itu agak masuk angin, karena tutup toplesnya kurang rapet," ujarku lagi."Iya Mamah, mau titip beliin apa?""Gak ada, Pah, kebutuhan lain masih cukup.""Ya sudah, Papah berangkat. Nanti mungkin mobil PickUp kita bakalan Papah bawa pulang setelah ngantar sembakonya selesai. Kalau ditinggal di panglong ga ada yang jaga. Karyawan semuanya
"Mah, ada kabar gembira!" Subuh ini suamiku tiba-tiba menghampiriku yang sedang bersiap akan meracik bumbu untuk membuat sarapan."Kabar gembira apa, Pah?" tanyaku penasaran."Papah dapat proyek besar, Mah. Proyek untuk apartemen, pihak pengembang berminat menggunakan produk kita untuk mebel dan kitchen set di apartemen yang sudah mereka bangun." Suamiku berbicara dengan antusias."Alhamdulillah, tapi kenapa subuh begini dapat kabarnya, Pah?""Sebenarnya email balasan dari mereka sudah dari kemarin, Mah, jawaban dari penawaran yang Papah kirimkan beberapa minggu yang lalu.""Modal Papah cukup, kah?" tanyaku agak ragu."Mereka akan transfer 20% dimuka Mah, Alhamdulillah banget kan?""Alhamdulillah, mudah-mudahan lancar ya, Pah, Mamah bantu do'akan.""Aamiin, ya udah nanti Papah mau pergi untuk tanda tangan kontrak.""Oke deh, Mamah siapin sarapan dulu ya."Senang sekali hatiku, usaha yang dijalankan suami akh
Sore ini, aku bersiap menemui Bu RT di rumahnya. Berbekal sepiring bakwan sebagai buah tangan. Sesampainya di tujuan,“Assalamu’alaikum ....” Aku memgucap salam sambil menekan bell di dekat pintu.“Wa’alikum salaam.” Kudengar jawaban tuan rumah, kemudian pintu terbuka.“Dek Rini, masuk dulu, Dek!” ujar Bu RT ramah.“Maaf bu, Rini ganggu gak, ya?” tanyaku kikuk. Sebenarnya aku sangat segan, namun rasa penasaran mengalahkan keraguanku untuk melangkah masuk. Biar bagaimanapun aku harus tahu sesuatu tentang Mbak Kiki yang selalu mengganggu. Setelah menyerahkan bawaanku dan berbasa-basi sebentar, ku utarakan maksud kedatanganku. Nama asli Bu RT adalah Bu Rukmana, hanya saja aku lebih nyaman memanggilnya dengan sebutan Bu RT. Pak RT adalah pengusaha kuliner d
Malam hari, Mas Hadi telah kembali ke rumah. Kusiapkan segelas kopi susu hangat sambil menemaninya mengecek berkas. Kusampaikan semua penuturan Bu RT tempo hari. Mas Hadi cuma manggut-manggut saja mendengarkan aku bercerita. “Kemarin itu, pas Mamah masih di rumah Bu RT, Mbak Kiki kemari, katanya mau pinjam motor,” ujar suamiku kemudian. “Tapi, Pah, Mamah ketemu di depan rumah, pas udah balik dari rumah Bu RT. Dia pakai motornya sendiri.” “Iya, mau Papah kasih pinjam, tapi pas cari kunci motornya ga ketemu. Terus dia tanya Mamah kemana. Papah bilang lagi ke rumah Bu RT.” “Ooh, pantesan, dia liatin Mamah kaya orang gak suka gitu, Pah. Jangan-jangan dia mikir kalau Mamah abis gosipin kejelekan dia dengan Bu RT.
Sudah dua hari, Mbak Kiki tak ada kabar. Tetapi aku tak khawatir, karena yang aku tau, suaminya sedang ada di rumah, jadwalnya libur. Memang begitu kebiasaannya. Jika suaminya sedang di rumah maka dia tak akan keluar rumah, dan aku bisa sedikit tenang.Hari ini suamiku menepati janjinya akan membawakan motor baru untukku. Akhirnya setelah wara-wiri ke beberapa Dealer, ada juga Dealer yang bersedia menjual secara cash. Jam 4 sore, motor pun sampai di halaman rumah. Beruntung tak ada tetangga yang melihat, buru-buru ku masukkan ke dalam rumah, lalu ku tutupi dengan selimut lebar.Padahal ini motor milikku, kenapa jadi aku yang ketakutan ya? Hahaha. Bukan takut hilang, tapi takut dinyinyirin tetangga. Takut dianggap sombong, riya'. Ah! Entahlah, aku jadi bingung sendiri. Berhubung masih dalam masa dilarang keluar tanpa kepentingan, jadi motor baru ini belum waktunya dibawa jalan-jalan. Akhirnya ada alasan yang membuat pikiranku lebih tenang. "Mah, kok melamun?" Suara suamiku mengejutkan
"Mbak, masih betah di rumahku? Balik, gih! Minum obat," ujarku. Sudah lebih dua jam dia berceloteh ngalor ngidul mengikuti arah angin, angin ribut!"Males, ih. Liat kerjaan rumah numpuk, jadi ga asik. Mana laki udah pergi kerja, sepi," ujarnya mengelak."Lah, aku juga mau istirahat," ujarku kesal."Eh, mumpung aku lagi ga sibuk, jalan-jalan, yuk. Pake motor baru kamu," ujarnya sambil menunjuk si N-Cox."Ogah, cukup si butut aja yang turun berok gara-gara dinaikin sama dirimu," jawabku sewot."Dih, emang dasar udah butut! Ayuk lah, Rin. Kita jalan-jalan kaya orang-orang itu loh, yang hobi nongkrong di kafe, kaum saoslita.""Sosialita! Ogah, ah, ntar di jalan bisa-bisa ditangkap polisi," ujarku mengelak."Masa sih?" tanyanya heran."Iya, motor itu cuma boleh boncengin orang, bukan karung beras," ujarku sambil terkekeh."Sembarangan, Lu. Ngatain gue karung beras. Bukan karung beras, tauk!" ujarnya kesal."Terus?""Gaban!""Bwahahahaa, nyadar jugak! Udeh buruan balik, aku mau tidur siang.
Mbak Kiki Buka Warteg“Kenape, sih, Rin? Jadi elu yang histeris begitu?”“Aneh kamu, Mbak! Aku suruh tulis apa yang ada di kepala itu bukan kutu! Tapi ide yang muncul dari pemikiranmu sendiri!”“Lah jadi apa, dong? Elu ngomongnya begitu, ya gue ikutin, lah.”“Bahkan kamu lupa kalau di kepalamu juga ada otak, kan?”“Oh, iye, lupa gue, Rin!” ujarnya sambil garuk-garuk kepala. Emang lah dasar!“Hadeuuuh … punya otak pun bisa sampe lupa!”“Jadi yang bener pegimane?”“Searching, dong, Mbak! Di internet banyak contoh karya tulis. Belajar dulu sebelum menulis!”“Gue kan cuma ngikut ape yang elu bilang! Kenapa gue yang disalahin?”“Bukan nyalahin, hadeuuuh entahlah Tuhaaan ….”“Sedih gue, Rin, gak jadi dapet lima juta.”“Lebih sedih mereka kalau kamu yang menang, Mbak!”“Kamu, mah, sirik aja jadi orang!”“Bukan sirik, ngapain sirik sama ban kontainer?”“Ngomong ape, lu, barusan?”“Gak!”“Elu ajarin gue, kek!”“Terlambat sudah! Sono balik! Aku mau mandi.”“Gak, ah. Gue di sini aja. Laki gue la
Isi Kepala“Rin!” Lagi-lagi terdengar panggilan dari alam ghoib.“Apa? pagi-pagi udah nongol ke rumah tetangga. Kebiasaan!”“Apaan, sih? Sewot aje, lu? Gue kesel tauk?”“Hadduuuh … kapan dirimu itu gak kesel?”“Serius, Rin! Mas Wowo maksa nyuruh gue jual emas.”“Ya udin, jual aja napa? Mumpung harga emas lagi bagus!”“Gara-gara elu, sih, kaga mau minjemin duit! Susah kan jadinye gue?”“Laaah … enak aja nyalahin orang! Lebih baik jual apa yang ada daripada berhutang, Mbak! Lagian disuruh dateng ketemu papahnya Davi kamu gak mau!”“Bukan gue yang gak mau, tapi Mas Wowo, noh! Katanya gue malu-maluin aja mau minjem-minjem duit ama tetangga!”“Nah, waras tuh suamimu, Mbak! Pertahankan, jangan sampai lepassss!”“Ah elu, mah, sama aja! Bukannye kasih solusi, malah nyalahin gue!”“Mbak, kamu kan punya banyak perhiasan, ngapain disimpen-simpen? Ini lah saatnya perhiasan itu digunakan untuk keperluan usaha baru suamimu! Nanti, kalau usahanya maju, sukses, pasti bakalan dapet gantinya lebih, Mba
Pinjem duit buat apa lagi?Aneh-aneh aja kelakuan Mbak Kiki. Sudah selesai minta kerokin, pake curhat panjang lebar. Aku jadi telat sarapan, deh.“Saaayuuurr ….” Terdengar suara Kang sayur membahana seperti biasanya. Kali ini gak absen dulu, lah. Aku masih punya sayur dan bahan makanan yang lain. Kulanjutkan saja aktivitasku mengurus rumah.Kebun di belakang rumah juga sudah cukup lama dibiarkan. Rumput dan tanaman sudah saling berlomba unjuk gigi, eh, unjuk daun.Sejak hari itu, aku memang sering melihat suaminya Mbak Kiki lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Tapi hikmahnya, Mbak Kiki jadi jarang mampir ke rumahku.“Kenapa, Mah? Dari tadi Papah lihat Mamah nengok ke arah rumah Mbak Kiki terus,” ujar Mas Hadi mengejutkanku.“Dih, Papah. Kaget, tauk? Itu, Mbak Kiki kemarin bilang kalau suaminya resign.”“Lho, kenapa?”“Gak tau pastinya, Pah.”“Ya udah, do’ain aja semoga Mas Bowo lekas dapat kerjaan yang baru.”“Iya, Pah. Aamiinn ….”“Ya udah, Papah berangkat kerja dulu, ya.”“i
Curhat gak penting“Aduh, Rin … makasih banget, ye. Enakan, nih, badan gue. Eeerrgghhh ….” Mbak Kiki sendawa panjang setelah selesai dikerokin. Sebenarnya aku malas, tapi ya kasihan juga. Gak apa lah, sesekali baik-baikin dia. Kali aja besok dia sudah tiada, eh, Astaghfirullah.“Nih, bawa pulang dakimu, Mbak. Mayan bisa dibikin jadi dodol!” ujarku sambil menyerahkan tisu bekas lap kerokan.“Hehehe … bise aje, lu, Rin!”“Udeh, sono pulang!”“Entar nape, Rin. Gue masih pen curhat same elu.”“Curhat apa lagi?”“Gini, lho, Rin. Mas Wowo mau berenti kerja jadi sales rokok, Rin!”“Lah, kenapa? Korupsi?”“Et, dah! Sembarangan aje, lu!” Bugh! Mbak Kiki menampol lenganku dengan cukup keras. Gak nyadar amat ni orang, tangan udah kaya godam palugada gedenya.“Sakit, Mbak! Kira-kira, dong, kalo nampol!”“Hehehe … iye sory! Abisnye elu juga ngasal aje ngomongnye. Bukan karena korupsi kalee.”“Trus kenapa? Bukannya selama ini juga kerja di sana enak? Gajinya lumayan, bonusannya juga banyak!”“Kata
Sukiyem Beli AC“Pagi, Mbak Kik!” sapaku pagi itu, disaat Mbak Kiki lewat di depan rumah.“Mbak Kik, Mbak Kik! Yang bener, dong, elu kalau manggil nama gue!” ucapnya sewot.“Ya udah … pagi, Yem!”“Hish! Elu, ye, sengaja amat bikin gue kesel.”“Lah, emang namamu Sukiyem, kan?”“Nama gueh prinses Kiki Asmirandah! Ngerti, lo?”“Kikikikikk … princes konon. Mau kemane? Udah gak sakit gigi lagi?”“Masih, dikit. Gue lagi cari si Ilham. Elu ade nampak die kagak?”“Enggak. Paling juga cari kucing betina ke tetangga.”“Lah, si Ilham, kan, kucing betina!”“Hah? Gak salah? Kucing betina dikasih nama Ilham?”“Kagak! Nama penjangnye Siti Ilhamiah!”“Yak ampun! Islami banget nama kucingmu, Mbak!”“Iya, dong! Emang elu aje yang bisa kasih nama bagus buat kucing? Kalo kucing elu Zainudin, nama kucing gue Siti Ilhamiah.”“Ya elah, ngasih nama kucing aja pake saingan segala, Mbak! Kenapa gak dipanggil Siti aja? biar orang tau kalau itu kucing betina.”“Gue emang gitu orangnye, kaga suka disaingin. Elu g
Sukiyem Sakit GigiSetelah Mbak Kiki pergi, cepat-cepat aku mengganti pakaianku. Aku dan Davi bersiap untuk pergi belanja bulanan ke Supermarket. Setelah celingukan kanan kiri dan terlihat aman, aku pun langsung gas pol ke Supermarket, mumpung banyak diskonan juga.Sampai di Supermarket, kami langsung mengambil troli dan mengambil barang-barang sesuai daftar belanjaan. Gaya aja, sih, padahal yang mau dibeli gak banyak-banyak amat. Cuman pengen nyenengin Davi aja, naik ke troli dan didorong kesana-sini. Hihihi …Beres belanja, kami pun singgah sebentar di café dekat supermarket. Davi pengen makan steak katanya. Davi suka iri kalau lihat Udin makan wetfood, katanya mirip steak yang dipotong kecil-kecil. Ada-ada si Davi.Setelah puas belanja dan jalan-jalan, kami pun pulang. Lumayan repot juga bawa barang belanjaan, tapi akhirnya sampai juga di rumah.“Riniii … dari mane, lu? Shopping, ye? Kok gak ngajakin gue?” Begitulah teriakan Mbak Kiki saat aku lewat di depan rumahnya.“Iya, doong!
Bahasa MinangHari ini, aku lagi duduk santai di teras sambil nungguin Kang sayur lewat. Niat hati mau belanja bulanan ternyata kemarin hujan turun seharian jadi belum sempat pergi.Seperti biasa, kalau aku keluar rumah, pasti bau-baunya langsung sampai di hidung tetangga absurd. Kayak hafal banget sama aroma parfumku, dia langsung senyum-senyum berusaha nyelip hendak masuk lewat gerbang pagar yang terbuka sedikit.“Doroong! Kaga bakalan muat kamu nyelip lewat situ, Mbak!”“Hehehe … iye, ternyata kaga muat, Rin!” ujarnya sambil mendorong pintu pagar agar terbuka lebih lebar.“Ngapain? Mau konsultasi perbaikan keturunan lagi?” tanyaku iseng.“Diih, elu, Rin! Ya nungguin Kang sayur, lah!”“Ooh … kalau gitu aku gak belanja ah!” jawabku.“Kenape?”“Pen minta aja sama kamu, Mbak!”“Enak aje, lu! Beli sendiri, lah! Itu duit dari lakimu jangan disimpen-simpen mulu! Entar habis dimakan rayap.”“Kagak bakalan kuat si rayap ngabisin duit aku, Mbak!”“Kenape? Saking banyaknya duit elu, gitu? Swo
Beri-beri“Riniii ….”Duh, pagi-pagi udah terdengar auman harimau sumatera dari depan rumah. Mau ngapain lagi, tuh, emak-emak? Gak tau orang lagi sarapan apa, ya?“Solmet Mamah udah manggil-manggil, tuh!” canda Mas Hadi.“Diih … solmet? Mendingan ngurus panggilan alam dulu, deh, Mas! nih, perut Mamah udah manggil-manggil minta diisi.”“Bwahahaha … lagian masih pagi begini, mau ngapain dia manggil-manggil tetangga?”“Biasa, Mas! kalau sehari dia gak ngabsen di pager, mungkin dia langsung meriang!”“Hahahaha … Udin aja sono, suruh bukain gerbang!”“Udin masih molor.”“Ya udah, biarin aja dulu, palingan juga dia balik lagi kalau gak dibukain.”“Iya, Mas! Mas sarapan yang banyak, biar kuat menghadapi kenyataan hidup!”“Kenyataan apa?”“Kenyataan kalau ternyata Mamah ini istri yang baik hati, tidak sombong, pinter masak, dan juga rajin menabung. Hihihihi ….”“Hmm … ada maunya, nih!”“Hahaha … Papah tau aja! Minta duit!”“Entar Papah transfer.”“Asyiik, makasih, ya, Pah!”“Mau beli apa?”“B
Kejutan Ultah MAs Bowo“Riin ….”Baru satu jam yang lalu, Mbak Kiki berusaha mengerjaiku di depan orang-orang, sekarang malah udah teriak-teriak lagi di depan rumah. Haddeeeuuh! Males banget rasanya bukain pintu buat dia. Entah mau apa lagi dia.Tok tok tok …“Riiin ….”“Bentaaaaar ….”Akhirnya terpaksa aku sahuti juga, budeg kupingku lama-lama. Pintu depan rumah pun aku buka.“Apaan sih, Mbak? Gak bosen apa berurusan sama aku?”“Diih, kamu ini!”“Iya, jam segini udah gedor-gedor aja. Mau ngapain?”“Ya digedor, lah! Orang pintumu ketutup, kalo kebuka apanya yang mau gue gedor cobak?”“Angin!”“Bwahahaha ….”“Mau apa lagi?”“Hehehe … sabar nape lu, Rin!”“Iya aku masih banyak kerjaan!”“Entar aku bantuin, asalkan kamu bantuin aku dulu!”“Bantu apaan?”“Kan besok laki gue ultah, gue mau kasih supris!”“Surpraaaaaaiiisss! Supris, supris! Sok Inggit banget!”“Iye lah itu, ah! Ribet amat! Kalo menurutmu laki-laki itu sukanya dikasih kado apa ye, Rin?”“Ya elaaah. Kupikir tadi urusan yang p