Share

Siska Ke mana?

last update Last Updated: 2022-03-30 20:07:54

Tetanggaku Luar Biasa

Bab 4

"Bukan itu, Mbak," bantah Siska dengan suara pelan. "Anakku nggak biasa diobati dengan cara tradisional. Fia sama Oliv, dari bayi kalo panas langsung dibawa ke dokter."

Aku menghela napas kasar. Ingin rasanya menepuk jidat sendiri. 

"Maaf, Siska. Perasaan semalam cuaca gerah banget. Kenapa Oliv bisa masuk angin? Di rumah kalian juga nggak ada kipas angin, kan?" tanyaku menurunkan nada suara. 

Siska masih menunduk. Wanita berambut panjang itu melirik pada suamiku. "Kemarin sore, pas aku mandi, Oliv sama Fia nggak mau aku tinggal. Jadi, aku bawa ke kamar mandi. Soalnya mereka juga belum mandi, aku pikir sekalian aja. Habis mandi aku sekalian nyuci baju. Anak-anak ikut main air sampai aku beres nyuci. Terus, malamnya, badan Oliv panas sama muntah-muntah."

Aku melirik Mas Reyhan yang terlihat menggelengkan kepalanya. "Ya sudah. Ayo ke dokter, sekalian aku berangkat kerja sama nganter Alisha. Fia, kamu titipkan saja sama Ajeng."

Setelah mengucapkan terima kasih, Siska masuk ke mobil bersama Alisha dan suamiku. Tak lama kemudian, mereka meluncur meninggalkan halaman rumahku. 

***

Sampai aku berangkat mengantarkan Andra ke sekolah, Siska belum juga kembali. Fia yang sudah kumandikan, dan disalin bajunya serta sarapan pagi, terpaksa diajak serta. Tak lupa kukirim pesan pada Siska tentang Fia, tak lupa kuminta dia menyusul ke sekolah Andra. Karena, aku berencana sekalian mengantarkan paket ke kantor ekspedisi setelah Andra masuk kelas. 

Sepeda motorku pun penuh. Andra dan Fia di belakang, sementara di depan, penuh dengan barang yang akan kukirim. 

Andra sudah masuk ke kelas, sambil menuntun Fia, aku menuju tempat parkir. Beberapa pasang mata menatap heran ke arahku. Ada juga yang bertanya tentang siapa Fia. Untunglah Fia termasuk bocah yang anteng dan mudah akrab dengan siapa saja. Jadi, aku tidak terlalu kerepotan mengurusnya. Sementara sang ibu, belum ada kabar. Pesanku centang satu. Panggilan suara juga tidak diangkat. Perasaan, tadi aku melihat Siska membawa ponselnya. Mungkin, Siska masih antri di klinik pikirku. 

Akhirnya Fia kuajak mengirimkan paket-paket berisi pakaian pesanan para pelanggan. Untung tidak antri. Selesai urusan pengiriman barang, aku berniat ke pasar untuk berbelanja beberapa bahan makanan yang habis. Pemilik warung sayuran langganan tadi pagi tutup, katanya akan tutup selama beberapa hari ke depan. Bisa jadi sampai seminggu. Karena mereka akan menggelar syukuran anak bungsunya yang dikhitan. 

Siska masih belum ada kabar sampai aku selesai belanja dan kembali ke sekolah Andra. Daripada bolak-balik, kuputuskan untuk menunggu Andra yang sebentar lagi pulang.

***

Pintu rumah Siska tertutup rapat, suasananya juga sepi. Tak ada tanda-tanda Siska ada di rumah. Fia merengek minta masuk ke rumah, mungkin mengantuk dan kangen mamanya. 

"Fia, mamanya belum pulang. Fia bobo siang di rumah bude aja, ya, sama Mas Andra. Kita bobo di depan tivi, mau?" Aku berusaha membujuk bocah yang terlihat mengantuk itu. 

Fia tidak menjawab. Bocah itu malah menangis. Karena tak tega, aku menggendong dan membujuknya agar tidak menangis.

Karena Siska tak ada kabar, aku khawatir. Jangan-jangan Oliv sakitnya parah, bukan sekedar masuk angin. Lalu, Siska membawa anak bungsunya itu ke rumah sakit sendirian. Berkali-kali nomor Siska kuhubungi, tapi tidak diangkat. Pesanku juga tidak dibaca.

Akhirnya kuputuskan untuk menghubungi suamiku. Barangkali dia tahu apa yang terjadi pada Siska dan Oliv.

"Tadi, Siska aku turunin di Klinik Pratama. Ayah nggak ikut turun, langsung nganter Alisha ke sekolah, terus berangkat kerja," jawab suamiku melalui sambungan telepon.

"Lah, terus ke mana Siska? Ayah, ada saudara di sekitar sini nggak? Barangkali Siska ke sana."

"Nggak. Kan, ibu juga kenal semua saudara ayah yang tinggal di kota ini. Ibu juga tahu rumah mereka, kan?"

Iya juga.

"Yah, tadi lihat Siska bawa hape, kan?"

"Iya, lihat. Bawa hape kok. Kenapa?"

"Khawatir aja. Pesan nggak dibaca, ttelepon nggak diangkat."

"Oh. Mungkin Siska pergi ke mana dulu, gitu, terus hapenya lowbatt."

"Oh, iya atuh."

Percakapan dengan suami melalui telepon pun kuakhiri. Ke mana coba Siska? Duh, bikin khawatir saja. 

Mungkin karena lelah menangis, Fia tertidur dalam gendongan. Kutidurkan bocah itu di kamar tamu. Sementara Andra juga sudah tertidur di kamarnya. Karena lelah, aku pun merebahkan diri di samping Fia. Tidur dulu sebentar, masih ada waktu dua jam sebelum menjemput Alisha. 

***

"Wak Ayi, maaf, saya minta tolong buat jagain Andra sama Fia, ya," pintaku pada Wak Ayi. Janda dua anak itu, dulu mengasuh Alisha saat aku masih bekerja. 

"Bisa, Mbak. Kebetulan, saya nggak ngapa-ngapain. Ini, Fia anaknya tetangga Mbak Ajeng?" 

Aku mengangguk. "Iya, Wak. Dari pagi dititipin ke saya. Mamanya nggak tahu ke mana. Mau saya ajak jemput Alisha, kasihan, ah. Cuaca panas banget. Nitip, ya, Wak. Maaf, ngerepotin."

"Iya, Mbak. Nggak usah sungkan. Kayak sama siapa aja."

"Iya, Wak. Makasih, ya."

Wak Ayi mengangguk sambil tersenyum. "Sama-sama."

Aku pun berpamitan dan bergegas pergi untuk menjemput Alisha. 

Ke mana coba Siska? Sampai sesiang ini, belum ada kabar. Meninggalkan anaknya bersama orang lain. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
jadi orang bego siihh, jadi nya ginii niihh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Tetanggaku Luar Biasa    Masih Saja Salah

    Tetangga Luar BiasaBab 5"Mbak Ajeng ini, gimana sih? Dititipin Fia, malah Fia dititipin lagi ke orang lain. Kalo, nggak mau, ngomong dong, Mbak. Jadi, Fia aku bawa sekalian. Bukan malah dititipin lagi ke orang!" oceh Siska saat aku tiba di rumah seusai menjemput Alisha.Siska terlihat kesal. Sambil berdiri di teras rumahku, ia menggendong Oliv, sementara tangan satunya memegang tangan Fia. Mendengar omelan Siska, aku buru-buru memarkir sepeda motor, dan langsung menghampirinya."Kamu dari mana aja? Sebelum nyalahin orang lain, lihat dirimu sendiri dulu! Atau, kamu bakalan malu sendiri! Jangan menyalahkan orang lain hanya untuk menutupi kesalahanmu sendiri!" sahutku ketus.Sebenarnya aku ingin balik mencaci maki Siska. Akan tetapi, aku tidak mau Alisha melihat ibunya marah

    Last Updated : 2022-03-30
  • Tetanggaku Luar Biasa    Status W******p

    Tetanggaku Luar BiasaBab 6Seperti biasa, suara tangisan Fia dan Oliv mengiringi pagi kami. Aku memilih cuek dan meneruskan semua pekerjaan. Gara-gara pindah ke depan televisi, aku tidur larut malam, dan bangun kesiangan. Jadi, kusiapkan dulu sarapan untuk suami dan anak-anak. Pekerjaan lain bisa nanti lagi. Walaupun masih dongkol pada Mas Reyhan, tapi tetap tidak tega membiarkan dia pergi bekerja tanpa sarapan terlebih dahulu.Kalau di dalam film-film, atau sinetron, atau novel romantis, biasanya saat istri marah, suami akan membujuknya. Apalagi, sampai pindah tempat tidur, pasti si suami akan menyusul dan meminta maaf, lalu selesai. Hm, jangan harap itu terjadi pada Mas Reyhan. Seperti biasa, saat aku marah, dia malah cuek saja. Boro-boro ada adegan bujuk membujuk, meminta maaf atau apalah.Jadi, sebena

    Last Updated : 2022-03-30
  • Tetanggaku Luar Biasa    Fia Masih Di sini?

    Tetanggaku Luar BiasaBab 7Terdengar Siska menutup pintu dengan kasar. Lalu terdengar suara tangisan Oliv. Mungkin bayi itu kaget mendengar suara pintu dibanting. Sebenarnya tak tega mendengar tangisan Oliv, tapi aku tetap masuk ke rumah sambil memeluk Fia dalam gendongan. Leni mengurungkan niatnya pulang."Mbak, sabar, ya. Aku baru tahu, loh kalo Mbak Siska kasar gitu ke anak," ujar Leni sambil menyerahkan segelas air putih padaku."Makasih, Len." Aku meminum air mineral itu hingga tandas. Kemudian mengambil satu gelas lagi dengan gelas yang berbeda, dan memberikan pada Fia, agar lebih tenang."Iya, Len. Hampir setiap saat kami mendengar teriakan Siska ke anak-anak. Sebenernya kasihan. Cuma, ya, gitu, deh. Dia suka keenakan kalo aku bantu ngasuh anaknya."

    Last Updated : 2022-03-30
  • Tetanggaku Luar Biasa    Tambahan Modal

    Tetanggaku Luar BiasaBab 8Selama tiga hari Mama menginap, selama itu pula Siska dan anak-anaknya hilir mudik di rumahku. Tanpa merasa bersalah atau malu padaku karena insiden pemukulan pada Fia. Karena Siska bersikap biasa saja, aku pun memilih tidak membahas atau mengungkit kejadian itu."Yah, Mama, kok, pulang sih." Siska bahkan ikut memanggil dengan sebutan 'mama' pada ibuku. Dan, sekarang dia sedang menggerutu, merengek, atau apalah saat tahu ibuku pulang malam ini."Iya, kasihan Mbah Kakung, sendirian di rumah." Mama menjawab sambil menata beberapa oleh-oleh yang tadi kami beli. Sebenarnya Bapakku tidak sendirian di rumah. Ada Bi Tanti dan suami serta anak-anaknya yang menemani. Karena letak rumah kami dan Bi Tanti yang bersebelahan. Mungkin jawaban Mama tadi, hanya basa-basi saja.&nbs

    Last Updated : 2022-03-30
  • Tetanggaku Luar Biasa    Nebeng Ke Swalayan

    Tetanggaku Luar BiasaBab 9Semua mata menatap penuh tanya padaku. Aku menghela napas, untuk sedikit mengurangi rasa kesal pada Siska. Lalu, tersenyum semanis mungkin pada empat ibu-ibu di depanku termasuk Siska."Oh, soal tambahan modal. Gini, ya, Bu-Ibu. Saya itu, sewaktu keluar kerja, kan, punya sedikit uang, dari tabungan sama tunjangan dari pabrik. Nah, karena takut habis nggak jelas, saya pake uang itu, buat beli sawah. Nah, sawahnya, diurus sama saudara di kampung. Tiap panen, bagian saya dijual, uangnya dikirim ke sini sama ibu saya. Nah, sama saya, uang itu, dipakai nambahin stok barang, gitu. Jadi, bukan ibu saya ngasih tambahan modal, bukan."Mereka kompak mengucapkan kata 'oh' saat aku selesai bercerita. Kulihat wajah Siska tampak keruh, mungkin malu atau juga tidak suka dengan keterangan yang kubeberkan. Da

    Last Updated : 2022-03-30
  • Tetanggaku Luar Biasa    Mereka Ke Mana?

    Tetanggaku Luar BiasaBab 10"Yah, kalo kalian mau makan dulu, aku gimana? Kalo ikut, uangku tinggal tiga puluh ribu, mana cukup buat makan kami bertiga," sela Siska.Rasa kesal yang semakin menggunung, membuatku diam saja."Bu, gimana?" tanya Alisha, mungkin dia tidak sabar mendengar jawabanku.Aku menghela napas. "Pulang aja!" jawabku ketus."Yah, Ibu, mah! Katanya tadi pengen makan di luar," gerutu Alisha."Pulang aja. Kita masak mie rebus!" jawabku ketus.Kalau sudah seperti ini, suami dan anak-anak tidak akan ada yang berani membantah. Mereka paham, aku sedang marah."Iya, mending pulang aja. Lagian

    Last Updated : 2022-03-30
  • Tetanggaku Luar Biasa    Alif

    Tetanggaku Luar BiasaBab 11"Mang Ali bilang, dari kemarin, mereka nggak pulang ke sana." Mas Reyhan menyahut dengan suara pelan.Aku mengerutkan kening, agak terkejut. Kalau tidak pulang kampung, terus Siska dan Arif ke mana? Padahal, saat meminjam mobil kemarin, Siska bilang mau pulang kampung. Kalau memang mau pinjam mobil dua hari bilang saja, tidak apa-apa. Jujur, saja. Kalau seperti ini, aku jadi khawatir terjadi apa-apa sama keluarga kecil Siska. Karena sejak kemarin tidak bisa dihubungi, dan tidak memberi kabar."Ya sudah, Ayah sama Alisha berangkat pakai sepeda motor. Ibu sama Andra naik ojek atau angkot, nggak apa-apa," usulku.Mas Reyhan menyetujui usulku. Tak lama kemudian, pria yang jarang marah itu, berangkat bersama anak sulung kami. Mudah-mudahan dia tidak terlambat sampai k

    Last Updated : 2022-03-30
  • Tetanggaku Luar Biasa    Namaku Alisha

    Tetanggaku Luar BiasaBab 12"Kalian apakan Alif?"Kedua anakku saling pandang. Kulihat kaca-kaca di mata polos keduanya. Jujur, sebagai ibu, aku tidak tega melihat mereka ketakutan seperti ini. Akan tetapi, aku juga tidak akan membiarkan mereka melakukan kekerasan pada orang lain, jika bukan untuk membela diri."Alisha! Bisa kamu jelasin sama ibu?"Alisha mengangkat wajahnya. Ada garis memanjang berwarna merah dari samping alis sampai pipi pada wajah yang serupa dengan Mas Reyhan itu. Aku mengerutkan kening, dan menajamkan penglihatan untuk memperjelas melihat luka di wajah Alisha."Ini, kenapa?"Alisha tak lagi bisa membendung tangisnya. Begitu pula Andra. Sebagai ibu, tak ada pilihan lain, kecuali me

    Last Updated : 2022-04-05

Latest chapter

  • Tetanggaku Luar Biasa    End

    Tetanggaku Luar BiasaEND Enam bulan kemudian. “Mbak, ini kerupuknya digoreng nggak ngembang, jadi saya balikin, ya.” Aku dan Santi saling pandang. Masih bingung dengan maksud Bu Lisa, tetangga baru kami. “Baru diambil dikit, kok. Baru sekali ngegoreng. Nih,” Bu Lisa meletakkan bungkusan kerupuk mentah di meja yang berisi dagangan lain. “Maaf, Bu.maksudnya gimana?” tanyaku. “Mbak Ajeng, tadi saya beli kerupuk mentah, tapi pas saya goreng, nggak ngembang, jadi saya kembaliin aja ke sini, saya minta uang kerupuk saya dikembaliin, gitu.” “Loh, Bu. Ya, nggak bisa ....” Aku belum selesai membantah omongan Bu Lisa, tiba-tiba Santi menyentuh lenganku sambil menggeleng pelan, seolah memberi kode agar aku diam. “Iya, Bu. Nggak apa-apa. Ini uang kerupuknya saya kembaliin,” sahut Santi ambil menyodorkan selembar uang lima ribuan pada Bu Lisa. Bu Lisa menerima uang itu, lalu, tanpa mengucapkan terima kasih dia pergi dari warung milik Santi. “San, kok, kamu

  • Tetanggaku Luar Biasa    Bab 46

    Tetanggaku Luar BiasaPOV Ajeng Aku menatap tajam ke arah Siska yang terlihat salah tingkah karena tuduhan palsunya padaku dan Arif. “Selama ini, aku selalu belain kamu di depan Ajeng dan Arif karena aku udah anggap kamu seperti adik sendiri. Tapi rupanya, aku sudah salah karena membela orang yang tak pantas dibela,” ujar Mas Reyhan sambil menatap tajam Siska. Ada kekecewaan dari nada suara suamiku itu. Siska mengangkat wajahnya dan menatap kami semua. “Ya udah, aku minta maaf.” Enak saja dia minta maaf begitu saja. Apa dia nggak mikir efek tuduhannya padaku dan Arif? Bagaimana kalau tadi warga termakan omongan dia dan langsung menghakimi kami berdua? “Memaafkan itu mudah, Sis. Tapi, kayaknya, kami semua nggak akan mudah ngelupain kejadian ini,” sahut Arif ketus. Siska tak menyahut kalimat Arif. “Ya udah, Rif. Kami permisi pulang dulu. Mungkin, kamu perlu bicara sama Siska. Kita pulang yuk, Bu,” ajak Mas Reyhan padaku. Aku menuruti ajakan Mas Reyhan, dan me

  • Tetanggaku Luar Biasa    POV Siska

    ini bab terakhir pov siska, selanjutnya pov ajeng. terima kasih untuk semua pembaca setia. jTetanggaku Luar BiasaPOV Siska (terakhir) Hari-hari kulewati dengan perasaan tak menentu. Jika dulu, aku sangat bahagia setiap kali Satya datang berkunjung, sekarang tidak lagi. Rasa was-was dan takut kini lebih mendominasi setiap kali berada di dekat Satya. Memang, Sekarang, Satya juga berubah menjadi kasar. Tak jarang dia membentak dan mengancam akan membuangku ke jalanan jika tak menuruti semua perintahnya. Aku juga masih tidak diizinkan ke luar dari apartemen dengan alasan apapun. Ponselku yang rusak pun sudah dibuang entah ke mana oleh Satya. Aku seperti tahanan, hanya saja tempatku lebih nyaman. Hingga suatu hari, Satya datang membawa seorang perempuan cantik bernama Stella. Pada Stella, Satya mengatakan kalau aku hanyalah seorang asisten rumah tangga yang bertugas menjaga dan merawat apartemen ini. Sungguh sakit hatiku mendengar semua itu. Ternyata Satya tak sebaik yang kuki

  • Tetanggaku Luar Biasa    POV Siska

    Yang tidak suka POV Siska silakan skip ya. 😊Tetanggaku Luar BiasaPOV Siska “Kalo Bapak nggak percaya, silakan hubungi Satya sekarang. Bilang Siska nunggu dia di sini,” usulku sekali lagi. Pak satpam itu masih menatapku penuh selidik, sampai akhirnya sebuah mobil memasuki gerbang kantor ini. Kami serentak menoleh ke arah sedan warna hitam yang itu. “Nah, Bu Siska, itu Pak Satya datang,” ujar satpam itu padaku. Aku tersenyum, kemudian bergegas menghampiri mobil yang menurut satpam itu adalah mobil Satya. Benar saja. Satya ke luar dari mobil dengan logo kuda jingkrak itu. “Satya!”Satya menoleh, dia tampak terkejut.”Siska?”Aku tersenyum lebar, lalu menghampiri Satya yang terlihat menawan dalam balutan kemeja warna biru langit.“Iya, Sat, ini aku. Sengaja nyari kamu ke sini.”Satpam yang tadi menanyaiku pun menghampiri Satya. Dia meminta maaf karena tidak bisa mencegahku masuk ke halaman kantornya.“Nggak apa-apa, Pak. Siska ini emang temen saya, kok,” “Oh, ya

  • Tetanggaku Luar Biasa    POV Siska

    Buat pembaca setia yang tidak suka POV Siska, silakan skip aja, ya. Tetanggaku Luar Biasa Bertetangga dengan Mbak Ajeng sebenarnya menyenangkan. Dia sering membantu menjaga anak-anak saat aku repot mengerjakan pekerjaan rumah. Dia juga tidak mempermasalahkan saat aku lupa tidak memberi uang jajan pada Fia dan Oliv. Pantas saja, banyak yang menyukai ibu dua anak itu. Ternyata, Mbak Ajeng sudah tidak bekerja di pabrik lagi. Sekarang dia berjualan daster dan mukena serta baju-baju batik. Mbak Ajeng berjualan secara online dan offline. Bahkan, beberapa tetangga ikut memasarkan dagangan Mbak Ajeng. Enak banget hidup Mbak Ajeng, semua terlihat mudah. Awalnya semua baik-baik saja. Akan tetapi, lama-lama aku muak dengan semua kebaikan Mbak Ajeng. Semua orang bersikap baik padanya. Mereka tidak tahu bahwa Mbak Ajeng itu, dominan sekali dalam rumah tangganya. Sementara A Reyhan terlihat hanya menuruti saja apa yang jadi keputusan Mbak Ajeng. Menurutku, ini tidak adil. A Reyhan yang kerja ke

  • Tetanggaku Luar Biasa    POV Siska

    Tetanggaku Luar Biasa POV SiskaAkhirnya Bang Rudi bersedia meresmikan hubungan kami. Walaupun nikah siri, tak apalah. Daripada tanpa status yang jelas, ya, kan? Dan sekarang, aku bisa merasakan kehidupan seperti kehidupan Mbak Ajeng dan A Reyhan. Tinggal di kota dan pulang pergi memakai mobil pribadi. Akan tetapi, tetap saja hal ini tidak membuat semua anggota keluarga menyukaiku. Termasuk Bi Wati. Dia tetap memuji Mbak Ajeng di depanku. Menyebalkan memang. Bapak juga awalnya tidak menyetujui aku menikah dengan Bang Rudi. Akan tetapi, aku terus meyakinkannya sampai kemudian Bapak bersedia menikahkan kami. Walaupun hanya pernikahan sederhana, tak apa-apa. Awalnya, hubunganku dengan Bang Rudi baik-baik saja. Hampir setahun kami menjalani rumah tangga secara sembunyi-sembunyi. Sampai akhirnya Bu Ratu mengetahui semuanya. Entah dari siapa istri tua Bang Rudi itu tahu hubungan suaminya denganku. Dia datang ke apartemen, lalu melabrak dan memakiku. Aku tak bisa mengelak, karena Bu Ratu

  • Tetanggaku Luar Biasa    POV Siska

    Tetanggaku Luar BiasaPermintaan dan tawaran Pak Rudi terus terngiang di telinga. Aku memang sengaja tidak langsung menjawabnya dan berpura-pura meminta waktu untuk memikirkan semuanya. Padahal, aku memang tergiur dengan tawaran itu. Kapan lagi, ada orang yang dengan suka rela membiayai perceraianku, ya, kan? Dan, aku juga berpikir, bahwa inilah saatnya, aku menunjukkan pada keluarga di kampung bahwa aku pun bisa menjadi orang kaya. "Sis, kamu ngelamun terus, ada apa?" tegur Mia saat kami berjalan menuju kamar seusai bekerja.Aku dan Mia menempati kamar yang sama, di belakang restoran. Pak Rudi memang memberikan fasilitas mess untuk karyawan, terutama yang perempuan. "Tuh, kan, ngelamun lagi. Ada apa sih?" tanya Mia sambil membuka kunci kamar kami. Kemudian, kami berdua masuk. "Mm, nggak apa-apa Mia," jawabku sambil tiduran di atas kasur lipat yang cukup untuk empat orang. Kata Mia, dulu, kamar ini ditempati empat orang sebelum dua orang yang lain dipindahkan ke restoran yang baru.

  • Tetanggaku Luar Biasa    POV Siska

    Tetanggaku Luar Biasa"Saya akan membiayai perceraian kamu, asal…."Pak Rudi tidak melanjutkan kalimatnya. "Asal apa, Pak?" Pak Rudi tersenyum. Tangan halusnya mengusap kedua pipiku. Perlahan wajah Pak Rudi mendekat membuat hati berdebar tak karuan. Hembusan napasnya menyapa lembut wajahku. Tanpa sadar, mata pun terpejam untuk menghindari tatapan Pak Rudi. "Asal, kamu selalu ada buat saya," bisiknya di telingaku, membuat bulu kuduk meremang. Sebelum ini, aku memang sering menghabiskan waktu dengan beberapa cowok. Dari yang biasa saja sampai yang luar biasa dan melewati batas yang seharusnya kujaga. Tapi, rasanya biasa saja dan tidak mendebarkan seperti ini. Sungguh, bersama Pak Rudi, membuatku tak berdaya. "Sis, kamu baik-baik saja?" tanya Pak Rudi, cepat aku membuka mata, tampak pria berkumis tipis itu menjauhkan wajahnya sambil tersenyum jahil."Sa-saya baik-baik saja," jawabku sambil menghirup udara sebanyak mungkin. Duh, malunya. Aku pikir tadi Pak Rudi akan melakukan sesuatu

  • Tetanggaku Luar Biasa    Rayuan Siska

    Tetanggaku Luar BiasaKeputusanku sudah bulat. Aku bosan terkungkung di dalam rumah yang menurutku melelahkan. Keadaan ekonomi yang tetap sulit, keluarga mertua yang selalu mengabaikanku bahkan saat butuh bantuan. Suami juga susah disuruh pulang. Hah! Menyedihkan sekali hidupku. Dengan alasan menyusul A Sandi ke Jakarta, aku meninggalkan Alif bersama mertuaku di Sumedang. Aku bilang ke mereka, ada lowongan pekerjaan sebagai penjaga toko di dekat tempat kerja A Sandi. Mereka percaya begitu saja, bahkan memberikan tambahan ongkos.Apa kubilang? Orang tua A Sandi itu sebenarnya mata duitan, mereka ingin punya menantu yang memiliki penghasilan sendiri. Namun, mereka memutar balikkan fakta, seolah akulah yang boros dan mata duitan. Lihatlah, mereka memasang wajah sumringah saat aku berpamitan. Mereka memintaku bekerja dengan tekun agar bisa mengumpulkan uang untuk renovasi rumah seperti keinginanku. Menyebalkan bukan? Bahkan Bapakku saja tidak pernah menyuruhku bekerja mencari uang. ***

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status