"Pah, aku berangkat dulu, ya." Ajun mencium tangan Ayahnya dan berlari menuju mobil, dimana Rival sedang menyalakannya di sana."Hati-hati.""Ayo, Bang. Berangkat."Rival menoleh melihat adiknya yang mengenakan sabuk pengaman. Kemudian ia menancap gas menuju sekolah sang adik. Hari ini setelah mengantar Ajun ke sekolah Rival juga akan pergi dengan Ayahnya untuk ke makam Ibunya. Kalau Naura dan Ajun mungkin sudah sering, tapi mereka tidak selalu bisa untuk menyempatkan waktunya ke sana.Setelah mobil Rival menghilang dari pandangan Bahar berniat masuk ke rumah tapi niatnya diurungkan. Ia melihat sebuah mobil berhenti bertepatan dengan Ajun dan Rival yang pergi. Dari dalam sana keluarlah Jevran dengan santainya.Bahar menegakan tubuhnya. Berani sekali pria itu datang. Memangnya dia sudah siap?"Pagi, Om," sapa Jevran."Ada apa kamu ke sini?""Saya mau minta izin hari ini saya mau bawa Naura buat jalan."Pria paruh baya itu terkekeh pelan. Beraninya dia meminta izin untuk membawa anaknya
"Jevran!"Pria itu tersentak saat Naura melambaikan tangan di depannya. "Hm?""Aku panggil malah bengong. Tolong aduk ini, ya. Aku mau siapin oven.""Oke."Naura mengambil loyang dan menyusunnya dengan rapih. Dia menikmati waktu ini. Selain melakukan sesuatu yang ia senangi, dirinya juga ditemani orang yang ia sayangi. Jevran itu hampir mendekati pria sempurna. Wajar saja banyak yang mendekati dan Naura merasa beruntung memilikinya.Tangan kekar itu bergerak mengaduk adonan hingga rata. Jika sedang serius Jevran terlihat dua kali lebih tampan dari biasanya. Setelah menyiapkan loyang Naura kembali menghampiri Jevran dan sedikit mencicipi rasanya."Enak.""Mau coba," kata Jevran memeluknya dari belakang.Setelah dirasa enak mereka mulai membentuknya dan diletakan ke loyang. Sedari tadi Jevran terus mengekori Naura. Ia ingin melihat bagaimana Naura membuatnya dengan sangat baik. Naura tertawa saat melihat Jevran membentuk adonan yang tidak sesuai. Pria itu seperti anak kecil yang sedang
"Kalian udah pulang? Pulangnya bisa sama-sama gini." Bahar menghampiri kedua anaknya yang datang bersamaan."Iya, tadi waktu pulang gak sengaja liat Ajun terus diajak pulang bareng sama Jevran," kata Naura tersenyum kaku. "Tadi Jevran anterin sampai depan tapi aku suruh masuk ga mau karena udah sore. Jadi titip salam aja buat Papa.""Jadi dia sudah pulang?""Udah. Terus tadi aku sama Jevran buat kue di rumahnya. Ini buat Papa."Bahar menerimanya namun masih berpikir. "Maksudnya kalian buat kue sejak pagi?""Iya. Jevran tau aku suka buat kue jadi kita buat sama-sama. Jadi Papa tenang aja kita gak aneh-aneh. Cuma bikin kue aja, seru tau, Pa."Dilihatnya Naura yang menceritakan apa saja yang ia lakukan hari ini. Begitu bersemangat dan senang, membuat Bahar juga ikut tersenyum mendengar cerita putrinya. Jevran tau cara membuat anaknya senang dan bahkan pria itu menghabiskan waktu kencan mereka dengan memasak, hobi Naura."Kamu senang?" tanya Bahar kembali memastikan."Seneng banget. Makasi
Tepat sekali Jevran datang bersama Naura. Para karyawan di sana menunduk dan mundur selangkah. Jerry berdecak karena ia tak sempat membuang kertas itu. Aurel memang keterlaluan."Itu Joko datang. Ups, maksudnya Jevran," kata Aurel terkekeh.Mendengar nama Joko seketika Jevran berdiri kaku. Apa maksud gadis itu? "Naura, memangnya kamu gak sadar kalau Jevran bohongin kamu?""Bohongin gimana?" tanya Nuara pelan."Dia itu Joko, si OB culun itu. Masa gak sadar, sih?"Naura menggeleng pelan. Tidak mungkin. Ia perlahan menatap Jevran dan bertanya, "apa yang dia bilang bener? Kamu bisa jelasin?""Aku bisa jelasin dan emang aku mau jelasin sama kamu.""Kenapa kamu gak jujur sama aku? Kenapa dia tau sedangkan aku gak tau?" "Ya karena kamu gak penting. Jevran jadi Joko itu buat pelarian karena pertunangannya sama aku. Dia sengaja bikin kamu suka sama sosok Joko buat pengalihan aja. Sekarang Jevran deketin kamu juga cuma buat main-main. Terbukti kalau kamu itu matre. Dan kamu gak tau kan kalau J
Sepulang sekolah Ajun kali ini langung pulang ke rumah. Sebelumnya Jerry memang menunggu di depan gerbang tapi bukan untuk menjemputnya ke rumah Jevran melainkan ke rumahnya sendiri. Ternyata hari ini mereka libur.Jerry bilang pada Ajun jika Naura sudah tau tentang identitas asli Joko dan sekarang Naura sedang menjauh dari Jevran. Karena itu Jevran meminta Ajun agar pemuda itu mungkin bisa membujuk Naura untuk mendengarkan penjelasannya."Kak Naura mana, Pah?" tanya Ajun saat masuk ke dalam rumah."Di kamarnya. Kata Abang kamu dia pulang karena sakit. Papa juga belum tanya Naura soalnya dia di kamar terus. Tadi Papa liat sih lagi tidur."Ajun rasa Kakaknya bukan sakit tapi memang sedang menghindar untuk bicara dengan Papa dan Abangnya. "Aku mau ganti baju dulu.""Yaudah sana. Jangan lupa makan kalau udah ganti baju."Namun Ajun tidak benar pergi ke kamarnya. Ia justru ke arah kamar Naura dan mengetuknya pelan. Ajun yakin Kakaknya tidak tidur. Tentang itu Ajun juga harus meminta maaf k
Setelah mendapat Izin barulah Sisil masuk ke dalam rumah. Ia mengetuk pintu kamar Naura beberapa kali dan Naura yang berada di dalam sana sedikit berteriak."Masuk aja, gak dikunci."Begitu Sisil masuk ia langsung kembali menutup pintunya. Dilihatnya Naura yang duduk membelakanginya, tengah menatap ke luar jendela. Tubuhnya terlihat kurus, sepertinya Naura tidak makan."Ra," panggilnya membuat gadis itu menoleh."Sisil? Kamu ke sini sama siapa?""Sama Arga. Cuma Om Bahar gak kasih izin buat masuk kamar."Naura seketika memeluk temannya erat dan dibalas pelukan olehnya. Sebenarnya Naura ingin bertemu dengan Jevran tapi dia tidak tau bagaimana mengatakannya. Setiap melihat rumah di samping rasa sakitnya semakin bertambah. Tadi pagi dia juga dengar dari Papanya kalau ada orang yang membeli rumah bekas Joko di samping. Mungkin Jevran sudah tak mau rumah itu lagi."Gue tau semuanya dari Arga. Gue juga gak nyangka dan kaget banget ternyata Joko itu Jevran," kata Sisil."Aku beneran gak nyang
Naura tengah berada di dapur, membuat kopi untuknya sendiri. Lama-lama berada di kamar ternyata membosankan juga, jadi Naura memutuskan untuk keluar kamar dan membuat minuman. Seharian ia memikirkan perkataan Sisil yang meminta Naura untuk menghubungi Jevran. Naura jadi penasaran kenapa Jevran tidak bisa dihubungi.Gadis itu duduk dan memakan sebuah roti yang ada di meja. Abangnya tidak ada di rumah dan hanya ada Papanya yang sedang ada di luar. Naura tau dia salah karena tidak membiarkan Jevran memberi penjelasan tapi sekarang dia berharap bisa berbicara dengan Jevran lagi."Kak."Naura mendongak melihat Ajun yang baru saja pulang. "Kenapa?""Ditungguin Kak Jerry di depan komplek. Kalau Kak Naura mau ketemu sama Kak Jevran sekarang mending ke sana. Dengerin penjelasannya langsung dari Kak Jevran.""Tapi..""Kak? Kak Naura percaya sama kak Jevran, kan?" Ajun menatap Kakaknya mencoba meyakinkan.Tanpa pikir panjang lagi Naura segera pergi ke kamar untuk berganti pakaian. Dia tidak boleh
Mereka saking tatap. Jevran tidak menyangka jika gadis itu ada di hadapannya sekarang. Sedetik kemudian Jevran berdiri dan menghampiri Naura, memeluknya dengan erat. Ini bukan hayalan."Jevran, aku mau minta maaf sama kamu.""Kamu gak perlu minta maaf. Aku yang harus minta maaf karena aku gak jujur sama kamu sejak awal," ucap Jevran melepaskan pelukan dan menangkup wajah Naura."Tapi seharusnya aku dengerin kamu sejak awal."Naura memegang kedua tangan Jevran yang menyentuh wajahnya. "Aku... Aku dengerin penjelasan kamu."Pria tersebut tersenyum senang. Ia menarik lembut Naura agar mengikutinya. Mereka kini duduk di bangku dan berdampingan. Jevran terus menggenggam Naura seolah tak ingin gadis ini pergi lagi. Satu hari saja sudah membuatnya tersiksa seperti ini."Jadi, kamu memang sengaja nyamar jadi Joko supaya terhindar dari perjodohan?" tanya Naura membuka percakapan. "Iya. Jujur, itu memang alasan aku sejak awal. Tapi setelah aku jadi Joko hidup aku bener-bener berubah. Semua apa
Tok.. tok.. tok...Naura yang baru saja mengganti pakaian pergi ke depan untuk membuka pintu. Ternyata yang datang adalah Jevran. Pria itu merentangkan tangannya."Jevran?" Naura memeluknya dan disambut dengan hangat."Tadi aku ke toko ternyata kamu udah tutup. Jadi langsung ke sini.""Ayo masuk."Naura mengajak Jevran masuk dan kembali menutup pintunya. Jevran menatap ke sekeliling. "Ajun mana?""Baru aja pergi. Katanya mau nginep di rumah temen dua hari."Jevran mengikuti Naura yang berjalan menuju dapur. Sepertinya Naura akan membuat kue, terlihat dari bahan-bahan yang sudah disiapkan. Apakah gadis ini tidak lelah membuat kue sepanjang hari? Pria tersebut melihat-lihat belanjaan di atas meja. "Mau buat keu, ya?""Iya pesenan Jerry, katanya buat temennya. Tapi jujur ini pertama kali aku buat kue yang tinggi kayak gini," kata Naura terdengar ragu."Kamu bisa, kok. Oh iya, Ra. Besok aku mau ajak kamu makan malam. Nanti aku jemput, ya?""Makan malam di rumah kamu?" tanya Naura."Di lu
Hari demi hari berlalu. Hari ini Jevran melakukan pelepasan gips pada tangannya. Dokter sendiri yang datang ke rumah. Karena ini hari Minggu ada Naura dan Ajun juga yang menemani. Seperti kata Jevran sesibuk apapun mereka berdua setidaknya luangkan satu hari untuk bersama dan itu adalah akhir pekan.Begitu benda tersebut dilepaskan Jevran mulai merasa lega. Akhirnya hari ini tiba dimana ia bisa beraktivitas seperti biasa. Tidak perlu kesusahan lagi untuk melakukannya."Silahkan pelan-pelan digerakkan tangannya. Pelan aja biar gak kaget," ucap sang dokter.Jevran mengatur nafasnya sesaat. Ia meluruskan tangan kanannya dan bergerak sesuatu arah. Kanan, kiri, atas, bawah, dan berputar sesuai arah jarum jam."Bagaimana?""Gak sakit," jawab Jevran."Kalau begitu tangannya sudah sembuh dan kembali seperti semula. Selamat, ya.""Terimakasih, dok."Nilam mengusap punggung Jevran. "Syukurlah kalau sudah sembuh total.""Kalau begitu tugas saya selesai, Pak, Bu. Saya pamit kembali ke rumah sakit
Kemarin Jevran mengeluarkan banyak uang untuk belanja es krim anak-anak di taman. Tapi dia menikmati waktunya yang menghabiskan sebagian harinya dengan anak kecil. Semua itu menyenangkan apalagi jika ada Naura di sampingnya.Karena semakin hari semakin membaik, Jevran berusaha mencari ide agar dirinya tidak merasa bosan. Tangannya juga semakin pulih dan saat pagi tadi pemeriksaan, dokter bilang beberapa hari lagi gips sudah boleh dilepas. Itu membuatnya tenang.Setelah pulang dari rumah sakit untuk mengecek keadaannya, Jevran langsung ke tempat Naura. Ya, di toko kue tempat Naura mendapat kesibukannya. Gadis itu juga belum tau kalau Jevran akan datang ke sini sekarang. "Permisi, saya mau pesan kue.""Silahkan ma-" saat menoleh Naura terkejut melihat kehadiran Jevran. "Kamu kok di sini? Sama siapa? Kenapa gak bilang mau ke sini?""Stttt...."Jevran menempelkan telunjuknya pada mulut Naura. "Aku gak disuruh masuk?""Oh, iya. Ayo masuk."Pria itu masuk ke dalam dan melihat sekitar. Bagu
Sementara itu di atas sana kini Jevran berdiri di depan jendela. Dia sedang mencoba menghubungi Naura karena hari ini belum mendengar kabar darinya. "Kamu lagi dimana? Aku pulang hari ini kenapa gak ikut jemput aku?"'Loh, kamu udah pulang? Aku lagi di toko. Tadinya aku mau ke rumah sakit nanti sore. Tapi ternyata kamu udah pulang.'"Yaudah, gak usah."'Maaf, ya. Beneran deh hari ini ada pesanan. Sayang kalau aku tolak. Kamu gak marah, kan?' tanya Naura terdengar menyesal. Jevran terkekeh pelan. "Gak apa-apa, aku ngerti kok. Tapi besok ke sini, ya."'siap, bos.'"Papa kamu udah berangkat, Ra?"'Papa sama Bang Rival udah berangkat. Terus mereka titip salam buat kamu semoga cepet sembuh. Mereka gak sempet jenguk kamu lagi.'Naura sudah tau jika Papanya memberi restu pada hubungan Jevran dan Naura. Dia benar-benar senang dan tidak bisa mengatakan apapun lagi selain mengatakan jika dirinya bahagia. Perjuangan Jevran ternyata tidak sia-sia.Sebelum pergi Bahar juga bilang oada Naura jika
Ajun keluar dari kamarnya dengan tubuh yang lebih fresh. Karena sudah mandi setelah seharian menggunakan seragam sekolah sampai tidur di rumah sakit. Dia sudah kembali pulang hari ini.Pemuda itu berjalan menuju dapur untuk minum namun ia mengurungkan niatnya. Di sana ada Bahar, Rival, dan Naura. Ajun sedang kesal dan dia belum mau bertemu dengan mereka. Apalagi Abangnya."Mau kemana? Sini makan sama-sama," kata Naura melihat Ajun yang hendak pergi."Gak laper.""Sini, Jun. Papa mau bicara sama kamu."Ajun berdecak pelan dan kembali berbalik menghampiri mereka. Dia berdiri di samping Papanya dan tepat dihadapan Rival dan Naura. "Kenapa?""Abang kamu udah cerita sama Papa."Rival yang sedang makan menghentikan makanannya. Ia mengambil minum dan fokus pada pembicaraan. Dia juga tidak bisa menjelaskan pada Ajun sendiri jadi Rival harap dengan Papanya tau masalah ini mereka bisa sama-sama berubah.Sesaat Ajun membuang muka ke samping. Dia tak mau membicarakan masalah ini sebenarnya. "Teru
"Maafin aku.""Liat sini." Jevran meminta Naura menatapnya. "Apapun keputusan Papa kamu. Aku bakal terima itu, kok. Tapi bukan berarti aku berhenti buat perjuangin kamu.""Tapi bagi aku kamu berhasil."Gadis itu mendongak menahan air matanya agar tak terus keluar. Naura memeluk Jevran dari samping dan menyandarkan kepalanya di bahu kiri. Namun Jevran tersentak saat Naura melakukan itu.Jevran menahan nafasnya karena sebenarnya bahu yang kiri juga sakit, meski tak separah yang kanan. Tapi dia tak mau Naura melepaskan pelukannya. Jadi Jevran tetap membiarkan gadis itu di sana."Jangan nangis lagi. Aku gak bisa peluk kamu," ucap Jevran hanya menggenggam tangan Naura.Gadis itu terkekeh. Seketika ia duduk tegap dan menghapus air matanya. "Gak nangis, kok.""Bagus.""Eumm... Kamu lagi makan tadi? Aku ganggu dong? Aku bantuin, ya." Naura mengambil semangkuk bubur ke pangkuannya namun Jevran menahan."Aku bisa sendiri.""Tangan kamu lagi sakit. Aku suapin aja, ya."Jevran menggeleng. Sungguh
"Heh! Bangun!"Dengan susah payah Jevran meraih satu pack tisu dan melemparnya ke arah sofa dimana Jerry dan Ajun tengah tidur di sana. Sayang sekali meleset. Ia mencari benda lain yang aman untuk dilempar.Semalam mereka bilang akan menjaga Jevran 24 jam. Tapi buktinya semalaman mereka tidur pulas sedangkan Jevran masih sadar dan terus menatap langit-langit ruangan. Padahal semalam hanya ditinggal tidur sebentar tapi begitu Jevran bangun karena haus mereka sudah tidur semua. "Ini udah jam berapa? Bangun! Sebenarnya yang sakit siapa sih? Kenapa jadi gue yang jagain mereka," kata Jevran kesal.Pria itu mengambil botol plastik bekas minum yang sudah habis. Kembali dilempar ke arah mereka namun tetap tidak ada yang bangun. Ini kebo semua."Ish! Berisik apaan sih ganggu orang tidur aja."Jevran mendelik melihat Jerry yang merenggangkan tubuhnya. "Bangun! Katanya mau jagain tapi dua-duanya malah tidur.""Eh, iya ya?""Bantuin geu ke kamar mandi buruan. Gue pengen kencing."Jerry masih sem
"Pah, Jevran sadar, Pah!" Nilam menepuk pundak Haris agar suaminya menoleh. Setelah lama menunggu Jevran terlihat mulai sadar. Pria itu mengerjapkan matanya beberapa kali menyeimbangkan cahaya yang masuk ke Indra pengelihatannya. "Jevran? Kamu denger Mama? Ini Mama sayang."Jevran meringis pelan ketika merasa tubuhnya seperti tak bisa digerakan. Apalagi bagian bahu membuatnya ngilu dan pegal. "Mah? Minum," ucapnya terbata-bata. "Sini, pakai sedotan aja." Haris membantu Jevran minum air melalui sedotan."Naura mana?"Sepasang suami istri itu saling tatap. "Udah pulang.""Tapi dia baik-baik aja?""Kamu gak usah khawatirkan Naura, dia aman. Sekarang fokus sama kesembuhan kamu dulu. Ada keluhan gak? Biar Papa panggilkan Dokter."Jevran menggeleng pelan. "Gak ada."Tok... Tok... Tok... "Loh, Ajun? Kok bisa datang sama Jerry?" tanya Haris."Tau nih Om. Ketemu di jalan terus maksa mau ke sini buat jenguk Jevran.""Tapi itu masih pakai seragam sekah," kata Nilam bingung.Ajun tersenyum ca
"Apa aku bilang? Kamu itu cuma anak mami yang gak bisa apa-apa tanpa ajudan kamu itu. Jadi gimana kamu mau bebasin Naura sedangkan kamu kesakitan kayak gini?"Jevran tak mendengarkan perkataan Aurel dengan baik. Dia hanya sedang merasakan sakit yang luar biasa. Di kepalanya hanya berputar suara Naura yang mengalun. Jika Jevran seperti ini apa yang akan terjadi lada gadis itu?Tak ada tenaga lagi untuk melawan. Jevran pasrah karena tangannya sudah mati rasa. Punya kesadaran untuk membuka mata saja sudah bersyukur.Aurel melepaskan bekapan mulut Naura. "Silahkan. Ada kata-kata terakhir sebelum kalian berpisah?""Tolong bebasin Jevran. Dia kesakitan. Biar aku aja yang gantiin dia.""Eum, romantis banget. Tapi gak ngaruh. Jadi gimana kalau kalian berdua aja yang sama-sama pergi?"Di sisa kesadarannya Jevran merasakan tak ada lagi tangan yang menginjak bahunya. Mereka berdua justru berjalan menghampiri Naura. "Jangan sentuh Naura!" ucapnya pelan.Mereka menghiraukan perkataan Naura. Jevran