TERUNTUK MANTAN ISTRI SUAMIKU 48
"Aduh, Rin, kamu itu anak nelayan, seumur hidup tinggal di pinggir pantai, tapi naik perahu malah mabok." Abah menggerutu seraya memijit tengkuk leherku.
Aku masih menunduk seraya mengeluarkan isi dalam perutku.
"Nih, kasih air hangat." Suara Kang Diki terdengar mendekat. Satu gelas air hangat ia berikan pada Abah.
"Minum dulu, Rin."
Aku mengambil segelas air hangat dari Abah dan meminumnya.
"Arin itu, mendingan dibawa ngebut naik motor, Bah. Daripada harus naik perahu. Oleng!" tuturku. Aku berdiri dan berjalan meninggalkan muntahan yang bercecer di pasir.
Aku menjatuhkan bokong di bangku panjang di bawah pohon pandan. Membaringkan tubuh yang baru saja mengalami guncangan.
TERUNTUK MANTAN ISTRI SUAMIKU 49"Kok, bengong. Hey!"Aku tersadar saat Yusuf mengibaskan tangannya di depanku."Eh, gak papa," ujarku gugup.Mas Andri menoleh padaku yang berdiri di depan kasir. Sedangkan ia, baru saja keluar dari dapur restoran."Kamu ngapain di sini, Rin?" tanya Mas Andri saat akan keluar."Aku, mau nganterin ini untuk A Yusuf dan karyawannya." Aku mengangkat besek, lalu menyimpannya di meja kasir.Mas Andri hanya ber 'oh' saja. Kemudian, ia kembali berjalan seraya melewatiku."Eh, Mas!" Aku berteriak membuat mantan suamiku itu membalikkan badan."Ada apa?""Em ... cepat pulang ke rumah."Dia menautkan alis dengan mata yang menyipit.
TERUNTUK MANTAN ISTRI SUAMIKU 50Mereka terlalu terbuai oleh nafsu dan dosa yang sedang mereka nikmati, hingga tidak sadar, jika dengan ranting kecil di tanganku, aku mengambil satu persatu pakaian mereka.Sulit memang, mengambil helaian demi helaian kain yang menumpuk di atas pasir. Tapi, aku tidak ingin menyerah untuk memberikan pelajaran kepada mereka.Aku bernapas lega, saat kini semua pakaian Hena dan Ari sudah di tanganku. Aku menggulung kain-kain itu, dan membawanya menjauh dari tempat mereka sekarang. Aku menyimpan pakian mereka di perahu yang tadi aku jadikan tempat bersembunyi.Kita lihat, apa yang akan mereka lakukan jika sadar, bahwa pakaian mereka tidak ada di tempatnya."Huh!" Aku membuang napas kasar seraya menepuk-nepuk telapak tanganku.
TERUNTUK MANTAN ISTRI SUAMIKU 51Tanpa diduga, Ibu datang dan langsung menampar pipi menantunya itu.Hena memegangi pipinya yang memerah. Sedangkan Ibu menatap tajam dengan dada yang naik turun. Amarah Ibu dan Mas Andri sudah memuncak. Keduanya seperti elang yang siap menerkam mangsanya."Dasar tidak tahu diri! Kau murahan, Hena!!" maki Ibu."Tidak tahu terima kasih! Sudah syukur putraku memungutmu kembali setelah diceraikan. Bukannya berterima kasih, tapi malah mengkhianatinya!" ujarnya lagi seraya menoyor kepala Hena."Kenapa Ibu hanya menyalahkan aku, kenapa tidak menyalahkan Ari anak Ibu?!" Hena menjawab ucapan Ibu.Seketika Ibu murka dan langsung mencengkram seraya menarik pundak menantunya."Laki-laki tidak akan mau pada wanita, kalau wanita itu tidak menggodanya! Kamu sengaja
TERUNTUK MANTAN ISTRI SUAMIKU 52Kabar tentang perselingkuhan Hena dan adik iparnya sudah menyebar. Bahkan menjadi topik utama dalam setiap perbincangan ibu-ibu. Di warung, di pantai, di sawah, semuanya membahas kejadian Hena di pelabuhan waktu itu.Seperti saat ini, aku yang tengah membeli sayuran di pasar, merasa gerah sendiri karena bosan mendengar cerita yang itu-itu saja.Tidak sedikit dari mereka pun, mengaitkan perselingkuhan Hena dengan perceraianku dengan Mas Andri."Rin, kamu seneng, dong, ya karena melihat mantan madumu dicerai dengan talak tiga. Langsung di depan banyak orang, lagi." Seorang Ibu penjual ayam potong tiba-tiba berucap saat aku menghampiri tempat jualannya.Tentu saja, ucapan ibu-ibu tadi langsung menjadi sorotan pengunjung pasar lainnya. Bukan
TERUNTUK MANTAN ISTRI SUAMIKU 53"Pikirkan baik-baik, Rin. Tawaran ini tidak akan datang dua kali. Jangan menyesal jika nanti Andri akan memiliki wanita yang jauh lebih kaya dan cantik dariku!"Aku menarik sebelah bibir mendengar ucapan Ibu."Jangankan dua kali, Bu. Meskipun tawaran itu datang seratus kali pun, aku tetap tidak akan mau untuk kembali pada Mas Andri. Silahkan kalian keluar dari rumahku sekarang juga! Sebelum aku mengambil air mendidih di dapur dan menyiramkannya pada kalian!" ujarku dengan penuh penekanan.Dengan terpaksa, Ibu dan Ira berdiri. Mereka berjalan keluar dengan menghentakkan kakinya. Ibu bahkan menubruk sebelah pundakku dengan sedikit keras.Huft.Dasar tidak tahu malu. Datang hanya untuk menawarkan hal yang tidak aku harapkan. Jang
TERUNTUK MANTAN ISTRI SUAMIKU 54Sekian menit diam di tempat, aku pun menghampiri Hena dan berhenti di sampingnya. Menyadari kedatanganku, ia langsung tancap gas dan menyimpan ikan ke dalam keranjang yang dia bawa."Bu Haji beli ikan di Hena?" tanyaku."Tidak, Rin. Kan, Ibu sudah pesan di kamu. Eh, tahu gak, Rin, kalau tadi si Hena jelek-jelekin kamu, lho.""Gak papa, Bu. Biarkan saja. Kalau Bu Haji, mau ambil ikan di si Hena, Arini gak papa, kok."Bu Haji berjalan semakin mendekatiku."Jangan ngomong gitu, Rin. Ibu hanya mau ikan dari kamu, sudahlah ikannya seger, kalau beli banyak suka ada potongan harga, lagi. THR pas lebaran, gak pernah ketinggalan. Udah, ah Ibu gak mau pindah dari kamu," t
TERUNTUK MANTAN ISTRI SUAMIKU 55"Ibu dan Ira serta Ari, akan pulang ke Magelang. Tapi, Ibu tidak cukup ongkos. Pinjamkan Ibu uang, Rin. Ibu mohon, bantu Ibu untuk kali ini saja." Wanita yang wajahnya sudah dipenuhi keriput itu menangkupkan kedua tangan di dada."Bu, kenapa harus ke Arin? Kenapa gak minta sama Mas Andri. Bukankah sekarang dia sudah punya penghasilan yang lumayan?"Aku turun dari motor, kemudian duduk di teras rumah."Andri enggan memberikan uang sepeser pun untuk kami, Rin. Dia masih marah sama Ari, soal Hena waktu itu. Jangankan memberikan uang, bertemu pun kami tidak. Dia tinggal di rumah temannya, sedangkan kami, tinggal di rumah kosong yang tidak ditempati pemiliknya. Kami di sini terlantar."Aku melihat pada Ibu yang kini bersandar pada tiang rumah. Ia sesekali mengusap matanya yang sudah memerah.Aku ti
"Aku tidak menyangka kalian ternyata sekotor ini!""Tidak, kami tidak melakukan apa-apa!" ujar Yusuf sembari mengancingkan satu persatu kancing bajunya."Tidak bagaimana, itu buktinya sudah jelas, bajumu pun terbuka, Yusuf!" ujar pria yang sedari tadi terus menuduh."I—ini karena—""Alaaaah, jangan banyak alasan, ayo, seret mereka ke luar!""Ayo, bawa mereka keluar!!""Ayo, giring mereka!!"Suara orang-orang mulai bersahutan.Ditariknya aku dan Yusuf dengan paksa. Dadaku berdetak hebat saat mereka semua menyeretku hingga ke depan Abah."Ada apa ini? Kenapa kalian menyeret anakku seperti itu?" ujar Abah."Anakmu telah berzinah dengan Yusuf!""Tidak, Bah. Itu tidak benar.
Pukul setengah lima sore, aku sudah berdiri di depan pagar. Menanti kepulangan gadisku dari menuntut ilmu."Huhu .... Hu hu ...!" Seorang anak laki-laki menangis berjalan melewatiku."Dek, kenapa?" tanyaku menghentikan anak itu."Dijahatin, Bi.""Dijahatin sama siapa?" tanyaku lagi.Anak yang berusia sebaya dengan Aish itu mengusap matanya yang sudah merah karena air mata."Sama Aisha. Huhu ...." Dia kembali menangis seraya menunduk. Kemudian, berjalan meninggalkanku.Ya Allah, apa yang dilakukan Aisha?Aku melihat ke arah mesjid, tidak ada tanda-tanda Aisha berjalan dari sana. Hatiku mulai cemas, mungkin dia tidak mau pulang karena takut aku marahi. Aku pun berniat untuk ke sana, menjemput Aisha ke tempat dia mengaji.Namun, baru satu langkah ka
ENAM TAHUN KEMUDIAN"Aisha!"Aku keluar dari dalam rumah dengan piring di tangan. Sepagi ini, anak itu sudah tidak ada di dalam rumah.Yusuf pun sama. Pasti mereka sekarang sedang bersama saat ini. Tapi, di mana?Di restoran? Atau di kolam?Aku berjalan menyusuri jalanan setapak menuju kawasan kolam renang. Setelah barusan ke restoran, ternyata mereka tidak ada di sana, kini kakiku melangkah masuk ke wisata kolam renang yang kami buat tiga tahun yang lalu.Rame? Alhamdulilah. Banyak sekali pengunjung yang datang setiap harinya.Bukan hanya ada kolam renang saja, ada juga tempat bersua foto yang cocok sekali bagi anak muda yang suka berselfi ria.Kehadiran Aisha laksana magnet rezeki bagi kami. Dari mulai dia di dalam perut sampai dia lahir, rezekinya tak hent
"Bertepatan dengan tujuh bulan kehamilan istri saya, khusus hari ini, saya akan menggratiskan seluruh pelanggan yang makan di restoran kami ini. Silahkan nikmati hidangan kami, dengan suka cita."Tepuk tangan dan suara orang-orang yang mengucapkan terima kasih, begitu riuh terdengar oleh kami. Aku yang berdiri tepat di samping suamiku ikut merasakan senang dengan apa yang disampaikan Yusuf barusan.Kita sedang berbahagia, apa salahnya kita juga memberikan kebahagiaan kepada orang-orang yang berada di sekitar kita. Contohnya kepada pelanggan setia yang selalu datang dan makan di restoran kami."Kita lihat yang di rumah, yuk!"Yusuf mengangguk. Dengan hati-hati, ia menuntunku untuk keluar dari restoran. Perutku yang semakin besar, membuatku tidak bisa berjalan dengan cepat seperti sebelum hamil. Dan Yusuf, dia semakin protektif dengan melarangku mel
"Masya Allah, Abah ...," ucap Yusuf menggelengkan kepala."Besarkan suaranya, A!"Yusuf pun menekan tombol di samping ponsel untuk menambah volume suara."PENGUMUMAN! Dengarkan semuanya!" Dengan melambaikan tangan ke atas, Abah berkata dengan begitu lantang.Aku masih fokus untuk mendengarkan apa yang Abah sampaikan."Dikarenakan hari ini saya sedang berbahagia atas kepulangan menantu saya, juga atas adanya kabar jika sebentar lagi saya akan menjadi seorang kakek, jadi ... khusus malam ini semua nelayan yang memakai perahu saya, saya bebaskan dari setoran harian! Semua ikan yang kalian dapatkan dari hasil melaut malam ini, semuanya untuk kalian! Tidak perlu kalian menyetorkan hasil tangkapan pada saya! Aku bersedekah pada kalian!"Aku menutup mulut dengan rasa haru. Sebahagia itu Abah saat mengetahui kehamilanku. Bahkan ia sampai mensedekahkan penghasilan yang selama ini jadi sumber keuangannya. 
Tidak berapa lama, mereka pun pergi menuju rumah Aki Sanip. Dasar mereka, dengan alasan tidak ingin mengganggu bulan madu kedua kami, mereka sampai pergi ke rumah orang tuanya. Padahal hari sudah mulai gelap, adzan maghrib pun sudah terdengar diserukan dari mesjid."Kita salat dulu, ya? Nanti setelahnya, kita makan."Aku mengangguk mengiyakan ajakan Yusuf.Makan malam kali ini begitu sempurna menurutku. Yang biasanya aku sendiri, kini sudah ada temannya lagi.Pria itu, selalu bisa membuatku beruntung bisa menjadi istrinya. Bagaimana tidak, dari awal makan, dia terus menyuapiku sampai ke suapan terakhir.Alhamdulilah, aku diperlakukan seperti ratu olehnya."Aku akan menembus hari-harimu tanpa aku. Melakukan apa yang telah aku lewatkan sebagai suami," ucapnya kala aku
"Yusuf, kenapa pertanyaannya seperti itu?" ujar Mama Salma."Mama bayangin aja, sebulan lebih Yusuf pergi, dan sekarang ada berita kalau Arini, hamil. Ya, jelas aku bertanya-tanya lah."Aku menggelengkan kepala seraya menutup mulut. Aku tidak percaya, jika suamiku telah mencurigaiku."Ini anak kamu, A. Aku tidak mungkin berkhianat," kataku sembari tersedu."Anakku? Benar itu anakku? Bukan .... anak Aki Sanip?"Aku membulatkan mata mendengarkan ucapan dari Yusuf. Wajah Yusuf semakin memerah dengan kedua pipi mengembang menahan tawa."Hahaha! Wajahmu lucu sekali, Rin!" Tawa Yusuf pecah. Dia tergelak sembari memegangi perutnya.Aku mengusap mata yang tadi sempat mengeluarkan air dari sana.Plak!Ak
Aku membuka mata perlahan. Melihat ke samping, di mana ada seorang pria yang tengah terlelap dalam tidurnya.Rasanya begitu damai dan tenang. Seperti hatiku yang kini sudah kembali merasa senang, karena kekasih hatiku telah kembali pulang.Melihat jam yang menempel di dinding, aku memilih turun dari ranjang dan pergi ke kamar mandi. Sudah pukul satu siang, dan aku belum menunaikan salat dzuhur."Assalamualaikum!""Waalaikumsalam!"Dengan masih berbalut mukena, aku keluar dari kamar untuk membuka pintu. Entah siapa yang datang, tapi sepertinya ... Mama!Ya, pasti orang tua Yusuf sudah sampai.Aku mempercepat langkahku agar bisa dengan segera membukakan pintu untuk mereka."Mama, Ayah?""Mana Yusuf, Rin?" tanya Mama dengan m
Tuhan itu tahu apa yang terbaik untuk kita. Saat aku mulai belajar untuk iklhas atas kepergian suamiku, menerima yang telah jadi garis takdir hidupku, ternyata Tuhan mengembalikan suamiku dengan cara yang tidak pernah aku sangka.Dia datang sendiri memberikan kejutan di waktu yang tidak pernah aku duga.Bahagia?Dusta, jika aku mengatakan tidak.Hatiku ibarat taman bunga yang dipenuhi dengan bunga yang sedang bermekaran.Begitu indah, sangat indah dan berseri.Kini, tangan ini digenggamnya kembali. Sedari tadi, bibirku tak hentinya terus menebar senyum manis.[Neng, bawakan air mineral ke sini.] Aku menuliskan pesan kepada Neneng.Tidak lama, Neneng datang dengan dibantu temannya. Menyimpan d
"Sepuluh, ya? Sekarang ... coba kamu hitung jari tanganku." Yusuf menyimpan kedua telapak tangannya di pangkuanku.Beberapa saat diam dan tidak paham dengan apa yang dimaksud Yusuf, kini aku menyadari sesuatu."S–sembilan? Jari kelingkingmu?"Aku menghitung berulang kali jari tangan suamiku, tapi jumlahnya tetap sama. Yusuf, kehilangan jari kelingkingnya."Ya, sekarang aku cacat, tidak sempurna. Entah jenis ikan apa yang memakan jariku. Aku tidak menyadarinya."Ada gurat kecewa yang aku lihat dari matanya. Namun, tidak bagiku. Bukankah aku pernah berkata, kalau aku akan tetap menerima dia dalam keadaan apa pun juga? Meskipun cacat sekalipun.Aku tersenyum tulus padanya, mengambil kedua tangan itu dan menciumnya satu persatu."Jangan risau, Aku memiliki sep