Delano memekik keras, suaranya terdengar menggema memenuhi ruangan. Matanya yang semula memerah berubah menjadi tinggal seklera saja. Ia gemetar mirip orang yang sedang kerasukan.
Erangannya begitu menyeramkan. Suaranya terdengar lebih mirip auman monster ketimbang manusia.
Seolah memiliki portal untuk menyebrang dan menjelajahi waktu. Tiba-tiba saja ia menghilang dan meninggalkan Oscar dan juga Melinda.
Hanya dalam hitungan menit. Tubuhnya sudah berpindah ke tempat lainnya. Kali ini ia berada di sebuah danau yang di kelilingi hutan lebat.
Ia berusaha duduk, seraya memperhatikan seluruh tubuhnya. Ada banyak luka yang tiba-tiba sembuh dengan perlahan.
<
Mobil yang dikemudikan oleh gadis bernama Anna, terhenti di sebuah rumah besar yang letaknya jauh dari keramaian.Tampak dari luar rumah bergaya arsitektur peninggalan jaman Belanda. Semua dibaluti dengan cat berwarna krem bercampur kusam yang memudar.Lampu penerangan samar, masih terlihat menyala di salah satu jendela. Sementara itu, gelapnya malam datang membawa pekat sebagai selimut selasar halaman rumah.Langit gelap beserta mendung tanpa bintang menjadi saksi bisu keberadaan Delano malam itu. Perlahan, ia mengikuti langkah Anna, berjalan mengekor setelah turun dari mobil."Ini rumah siapa?" tanya Delano, sembari memperhatikan sekeliling nan sepi.
Entah berapa lama Delano terbaring di ranjang empuknya. Seolah tak berdaya, tidak bergerak, lemas dengan kelopak mata yang masih terpejam.Sementara sukmanya, seolah menjelajah ke mana-mana. Kadang tersesat, dan kadang juga kembali.Kali ini jiwanya penasaran, ingin melakukan penyatuan dengan tubuhnya. Mungkin saja jika ia melakukannya, dirinya akan benar-benar sembuh dan selamat.Ia terdiam sejenak memikirkan bagaimana caranya. Tapi, ia terkejut saat mengetahui Melinda mendelik tepat di hadapannya.Ia terlihat bangkit bahkan bergerak, berjalan mendekatinya. Jantung Delano semakin berdegup kencang. Rasanya hampir saja terlepas dari tempatnya.
Delano masih kebingungan dengan semua yang dikisahkan Oscar kepadanya. Ia bahkan bergidik ngeri, ketika mengingat hal-hal yang begitu menyeramkan dan baru saja terjadi di luar nalar.Sungguh menyeramkan. Sebenarnya dia itu apa? Oscar menajamkan mata mengamati dari jarak dekat seperti apa rupanya.Tertentu Delano terperanjat saat dikagetkan dengan wajah pria berkepala plontos itu yang tiba-tiba saja sudah berada dengan jarak begitu dekat dan menatapnya dengan lekat."Apa?" tanya Delano dengan bibir bergetar.Ia seakan menyadari yang di hadapannya itu bukanlah Oscar. Tapi seseorang, entah siapa yang berusaha mengikutinya dari tempat ghaib.
Delano seperti dialiri listrik ribuan watt. Seketika tubuhnya kejang. Kemudian seketika ia berhasil membuka kedua kelopak matanya hingga sempurna.Kendati pun, ia seperti orang linglung. Tidak langsung bangun. Ia melihat kondisi sekitar ruangan. Tampak Oscar berdiri di sisi ranjang. Sementara Melinda di sisi ranjang lainnya.Sekeliling ruangan hanya diterangi oleh nyala lilin. Ruangan yang ditempati olehnya pun terasa asing.Delano beringsut duduk lalu memundurkan tubuhnya hingga bersandar di tembok kamar."Ini kamar siapa? Dan kalian ini siapa?" tanya Delano.Oscar dan Melinda tersentak mendengarnya. Mereka berdua
Delano beranjak pergi meninggalkan Melinda yang terus berteriak memanggilnya. Wanita tua itu tidak kuasa menahan kesedihan melihat putranya begitu malas menanggapi ucapannya.Ia begitu dingin bahkan tak acuh. Bersikap seperti kepada orang lain yang bahkan tidak pernah kenal sama sekali.Sementara Oscar, pria berkepala plontos yang begitu setia itu segera berjalan mengekor mengikuti langkah Delano menuju mansionnya.Sepanjang perjalanan, pemuda itu ingin mengulang kilas balik kejadian masa lalu yang mulai ia rindukan.Ditiupkannya sudut kalung batu safir, tiupan menghasilkan suara yang mirip pluit dan tak lama kemudian anjing dalmantian benar-benar dat
Hari mulai senja, dan Delano masih di dalam kereta. Ia bepergian jauh ke tempat terpencil yang belum pernah ia kunjungi.Tidak ada rencana apapun. Ia pergi begitu saja dengan perbekalan baju seadanya. Meski begitu, ternyata Oscar meninggalkan banyak uang saku di dalam tas ransel miliknya. Mata Delano mendelik melihatnya.Bukan hal yang mustahil, itu semua ada hasil penjualan karyanya. Oscar memang orang yang bisa diandalkan. Tidak ada yang perlu ditakutkan kali ini, begitu pikir Delano sambil menghela napas panjang.Ia memeluk tas ransel miliknya, sementara di sisi tempat duduknya ia juga membawa koper berisi keperluan sehari-harinya.Beberapa pasang pakaia
Waktu masih menunjukkan sepertiga pagi. Karena kelelahan, Delano melanjutkan tidurnya. Kali ini harapannya adalah, semoga tidak bermimpi buruk lagi hingga nyenyak.Ia pun terlelap. Ia belum memutuskan ingin seperti apa kehidupannya nanti. Yang penting, ia ingin tidur lebih lama, bebas melakukan aktivitas apapun yang dia inginkan.Ketika itu, mentari sudah menampakkan sinarnya. Bahkan panasnya terasa hangat saat menyentuh kulit. Sejenak ia menggeliat, melakukan peregangan otot yang sejak lama tidak ia lakukan.Samar-samar terdengar suara ketukan pintu. Membuatnya terperanjat bangun dan melangkah menuju ruang tamu dan membuka pintu.Namun, ketika pintu terbuk
Pertama kali melihat wajah yang mampu mencuri perhatiannya, saat itu lah hidupnya yang semula berantakan kini kembali bergelora.Delano semakin terhanyut dan mengingat wajahnya. Setiap waktu, gadis itu selalu memenuhi pikirannya. Di setiap pejam dan kedipnya, dan juga helaan napasnya, wajahnya selalu terbayang mengiringi setiap langkah pria yang hidupnya sedang kacau itu.Sejak pertama gadis cantik itu memberikan selembar undangan pesta, Delano sudah terpana. Napasnya kian memburu setiap kali mereka bertatap muka.Namun, setelah mengetahui ternyata ia adalah kembar, cara pandang pria itu berbeda. Ia menjadi seorang yang pemilih.Wajah mereka memang sa