Hilangnya kalung terpenting dalam hidupnya, membuat Delano begitu frustasi. Beberapa panggilan telepon ia lakukan untuk menghubungi Oscar. Tapi tidak juga ada jawaban. Bahkan puluhan pesan singkat yang ia kirimkan pada pria paruh baya itu hasilnya pun sama. Nihil. Tak ada jawaban.
Mansion dan galeri peninggalan Jeff seakan sepi, meski banyak orang masih berlalu lalang di sana. Beberapa orang maid berdiri, siap menunggu perintah untuk menyajikan makanan Delano.
Sejak kepulangannya, Delano belum menyentuh makanan barang sedikitpun. Pikirannya masih gelisah memikirkan kalung batu safir merah yang kini adanya bagaikan candu. Mampu membuat Delano lebih percaya diri dari sebelumnya.
Sungguh pengaruh yang kuat. Mungkinkah mengandung banyak un
Semilir angin berembus gemulai mengusik tidur siang Delano yang entah berapa jam ia terlelap dengan begitu nyaman. Suasana rumah Elis yang begitu sepi dari hiruk pikuk kota ternyata mampu mengusir penat yang dirasakan pemuda itu.Rumah bergaya Eropa klasik dengan pahatan seni ukir yang luar biasa bernilai seni tinggi mampu mencuri perhatian seorang Delano Hilton.Oscar memang orang yang paling bisa diandalkan dalam segala hal. Salah satunya merekomendasikan tempat eksotis seperti ini, menenangkan diri dan pikiran.Delano berdiri di samping jendela lantai dua. Ia kemudian berjalan berpindah ke koridor, menatap danau dan menghirup udara sambil memejamkan mata. Nyaman. Tenang.
Meninggalkan kediaman Elis mungkin keputusan yang tepat diambil Delano sebelum ini. Ia bahkan tidak menduga jika Daren bisa menemuinya meski tanpa adanya kalung batu safir merah.Hujan jatuh membasahi jalanan kota Firenze malam itu. Bulir demi bulir berjatuhan membasahi seluruh kota.Awan berwarna abu-abu gelap itu dengan sengaja menjatuhkan tetesan deras kepada beberapa orang yang sedang berlarian menyelamatkan diri dari guyurannya.Malam itu. Delano hanya terdiam duduk seorang diri dalam mobilnya yang terparkir di pinggir jalan.Kemacetan memang terjadi di beberapa ruas jalan. Banyak orang yang melintas, dengan sengaja memperlambat laju kendaraan mereka g
Malam semakin pekat, terlihat purnama di langit sana menggantung dengan sempurna.Ketika tak terdengar suara berisik dari manapun. Hanya terdengar suara detak jantungnya sendiri yang menderu-deru. Kebas sekali wajah Delano, keringat mengucur deras dari dahi hingga ke ujung rambutnya.Matanya membulat sempurna, ketika menatap isi lemari di walk in closet miliknya. Seluruh masa seolah luruh dalam lemari itu. Melewati matanya yang nanar. Tegang sekali. Delano segera mengemasi beberapa barang-barang ke dalam koper beroda miliknya.Beberapa kali menghela napas yang semakin tak terkendali. Ia berusaha setenang mungkin, melewati beberapa bodyguard yang terlihat berjaga, dan juga maid yang masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya.
Delano masih terkejut dan berusaha menolak Darren yang memaksa menguasai raganya. Ia menggelinjang, bahkan meronta-ronta menabrak benda-benda di sekelilingnya.Tubuhnya terpelanting ke sana kemari, langkahnya terseok-seok tak seimbang. Membuat beberapa bagian tubuhnya terluka, dan berdarah."Aaarrrrrggghhhh …." teriak Delano tak kuasa menahan sakit di kepalanya.Semua yang dilihatnya berubah nanar. Dengan sekuat tenaga ia bangun meski ambruk berulangkali. Ia terus saja mencoba bangkit, berpegangan pada apapun yang ada di dekatnya.Sang pemilik raga berlari ke jalanan. Matanya menemukan mobilnya terpakir di sudut jalan. Kemudian ia segera masuk dan menyalakan mesin mobilnya. Saat i
Delano membuka kelopak matanya perlahan. Ia terkejut setelah tahu tiba-tiba berada di dalam kereta cepat. Jemarinya bergerak cepat merogoh kantong jaketnya. Ia melihat tiket menuju kawasan pedesaan.Desa tersebut bernama Santo Stefaano. Sebuah desa yang berada di ketinggian, dan selama ini terkenal dengan hotel-hotel yang kamarnya glamor-glamor.Anak muda sangat cocok tinggal dan pindah di kota tersebut. Wait ... kenapa Delano tiba-tiba pindah? Bagaimana jika terjadi hal buruk tanpa Oscar di sisinya? Itulah Delano, pria dengan banyak kejutan.Tiba saatnya di stasiun pemberhentian kereta. Ia melangkahkan kakinya perlahan, menelusuri sekeliling yang semakin ramai. Banyak pemuda dan gadis-gadis cantik yang berlalu lalang.
Hari beranjak gelap. Suara riuh mendesing dari luar rumah, menjadikan ketiga gadis yang di tawan dalam bangunan tua menggigil ketakutan.Salah seorang dari mereka bertubuh langsing, berambut hitam pekat sebahu. Pakaian yang dikenakan saat ini adalah kemeja putih dipadu padankan dengan celana jeans selutut. Namanya Stefani, gadis yang sempat menganggap remeh Delano di stasiun kereta.Gadis kedua berambut ikal berwarna burgundy, berperawakan tinggi semampai dengan bagian dada berukuran aduhai. Ia saat ini mengenakan pakaian berwarna merah maroon dengan model ketat dan tanpa lengan di bagian kirinya, selain itu ia memadu padankan dengan rok super mini yang hanya berukuran kira-kira tiga puluh sentimeter saja. Nama wanita kedua ini adalah Lucy.
Stefani menghela napas panjang. Ia malas berdebat dengan para penculik yang tidak mereka kenal. Tetapi sesekali ia menyanggah tak mau kalah dari Emely.Agaknya ia ingin memancing emosinya. Tetapi Emely bergaya gemulai ia bersikap lembut meski tatapan matanya tajam dan seringai di wajahnya terkesan menakutkan."Aku wanita dewasa, Emely. Tidak menarik. Badanku terlalu kurus untuk dijadikan tontonan untuk bos mu yang kejam itu," keluh Stefani jemu. "Dan lagi aku bukan wanita penghibur, tidak perlu mendandaniku dengan pakaian minim segala.""Tapi menurutku, kamu wanita yang paling menarik dianta kedua temanmu itu, Stefani." Seperti sebelumnya, Emely tidak mau mengalah. "Dan ini adalah hari pertama aku diberikan kesempatan oleh Darren menunjukkan bakatku yang luar biasa.
"Aku tidak menduga, aku tidak mengira di jaman modern seperti ini masih ada manusia aneh seperti kamu!" umpat Stefani kesal, ketika lengannya ditarik dan di seret oleh Darren.Saat pintu kembali dikunci. Lucy dan juga Serly segera mencari cara membobol tembok yang sebelumnya dia ceritakan pada Stefani. Diantara mereka bertiga, Stefani lah yang paling cerdas juga pembangkang."Terkadang ada hal-hal aneh yang sulit untuk dijelaskan. Salah satunya kepercayaan. Ia bisa hinggap dan tumbuh di hati siapa saja. Kapan perginya pun tidak ada yang tahu, kapan itu waktunya akan tiba." Darren mempersilahkan Stefani untuk duduk, sementara ia sendiri juga menjatuhkan diri di sofa empuk miliknya.Mata gadis itu menjelajah sekeliling ruangan. Ia