Suara teriakan di ruang kamar tempat Anna di rawat, membuat Ben dan Delano segera berlari berhamburan menghampiri.
Rasanya jantung mereka seolah saling mengikat janji berdegup sama kencangnya. Mata keduanya pun sama membelalak lebar, ketika menemukan Anna yang terus berontak dan meraung saat seorang perawat menusukkan jarum suntik tepat di kulit lengan sebelah kanannya.
Setelah itu tubuhnya kembali lemah. Dan semakin lemas.
Suara riuh di halaman rumah Ben Daniel membuat Megan langsung meninggalkan kamar Anna dan langsung menuju tempat terjadinya kerusuhan.Ia bahkan lupa berpamitan kepada Ben, seketika itu ia segera berlari melewati anak tangga yang lumayan panjang ketika hendak menuju ruang tamu. Ia bahkan tidak menyadari keberadaan Lisa—ibu Anna yang sedang duduk bersandar di dekat tangga.Dengan langkah yang tergesa-gesa, Megan akhirnya berhasil juga sampai di pelataran rumah Ben Daniel yang jaraknya tak jauh dari jalan raya."Kalian sedang apa beramai-ramai di sini?" tanya Megan, sambil mengangkat k
Ruangan seketika terasa panas. Seakan suhunya mendadak naik. Bulir besar seukuran jagung mulai mengalir deras membasahi kering seorang pemuda bernama delano."Ayo, mendekatlah! Anna sudah menunggumu!" perintah Ben Daniel, yang mirip seperti majikan kepada pegawainya.Bukan cuma suaranya saja yang terdengar melengking. Tapi sebelah tangan kanannya mendorong kasar dan memaksa tubuh Delano untuk bergerak maju dan membuatnya tersengkur tepat menindih tubuh Anna yang ketika itu sedang terbaring di ranjang."Arrrrgh ...."Suara teriakan melengking terdengar memenuhi ruangan. Memancing siapapun yang berada di sana agar mendekat dan m
Semua orang yang bertamu di rumah Ben sudah pergi. Tak ada seorang pun yang tersisa kecuali Lisa. Wanita itu tampak seram dengan gaun berenda yang serba putih yang kini menempel di tubuhnya.Rambutnya yang pirang sebahu, ini memang sengaja dibiarkan tergerai. Langkahnya semakin cepat ketika mendekati putri kandung satu-satunya.Membuat Anna tegang, lengkap dengan pahatan wajahnya yang mengetat.
Suara Anna terdengar melengking saat Ben sedang sibuk membuka koper berisi buku mantera di ruang rahasia miliknya.Jantungnya berdegup kencang, tangannya bahkan tidak berhenti gemetar saat mengemas seluruh barang penting miliknya.Beberapa menit kemudian kakinya berlari meninggalkan ruangan seraya berteriak ,"Anna!"Ia bahkan masih menata napasnya yang masih terengah-entah. Tapi ia sudah dikejutkan oleh kehadiran sosok aneh yang amat menakutkan.Wajahnya semakin seram saat sengaja menampakkan gigi runcing yang panjangnya melewati bibirnya."Hey, siapa kamu!" teriak Ben menahan
Tubuh Ben bersantai, perlahan duduk sambil bersandar di lantai. Ditemani Delano dan juga Anna yang memilih.Mereka bertiga tampak saling menguatkan satu sama lain. Mereka saling berpegangan tangan. Apalagi cuaca bersahabat.Tiba-tiba saja, hujan lebat mengguyur tempat itu. Sementara di luar rumah, angin kencang datang
Delano sangat Malang, ke mana pun ia pergi selalu ditimpa masalah. Bayang-bayang masa lalu selalu mengikutinya. Dadanya kian sesak, ia kembali merasakan sakit yang luar biasa.Rasa itu terasa bersarang di kepalanya. Ia terus meronta-ronta sambil menjerit dan memanggil nama Oscar dan Daren seolah sedang meminta bantuan."Delano, sadarlah kita tidak sedang pergi tamasya, apa lagi liburan." Anna dibantu Sarah terus mengguncang tubuh pemuda itu hingga tak lama kemudian ia terbangun."A-aku di mana?" Delano menatap bingung di lingkungan sekitar.Sarah yang sejak awal memang tak suka, hanya bisa diam. Tatapan mata sinis seketika dilemparkan begitu saja.
Sarah dan Anna saling berpegangan tangan saat Delano meminta mereka memasuki rumah secara bersamaan. Gigil lengkap dengan gumpalan awan putih mengepul memenuhi ruangan ruang tamu rumah besar itu mulai terbuka.Pintunya terdengar berderit membuat nuansa sekitar semakin menyeramkan. Anna bahkan melangkah perlahan sambil menggenggam erat telapak tangan sarah. Ujung buku jemarinya pun terasa dingin."Sssst ... Delano, rumah siapa ini? Mengapa kita kemari?" tanya Sarah seraya berusaha memelankan suaranya.Delano menghentikan langkahnya, ia tidak menjawab dengan kalimat. Hanya isyarat yang sengaja ia tunjukkan. Pemuda itu, memberikan isyarat dengan meletakkan telapak tangannya di depan bi
Delano amat terkejut saat menyadari menghilangnya Sarah. Matanya membiak ke segala arah. Kemudian tatapan matanya bertemu dengan Anna yang terlihat begitu histeris menyadari menghilangnya sahabat terbaiknya."Sssst ... jangan menangis. Pelankan suaramu, aku yakin ada yang sedang mengamati kita." Delano melirik leher Anna ketika berbicara, ia tidak lagi menemukan kalung yang terbuat dari kain berwarna hitam yang semula menggantung di leher gadis itu.Barulah Kemudian ia pun bernapas lega. Baginya, jimat yang dikenakan oleh Anna adalah ketakutan terbesar. Entah apa yang membuatnya seperti itu. Tidak tahu apa isinya, yang jelas ... ketika berdekatan Delano bagaikan terbakar."Tapi baga