Hari yang ditunggu akhirnya tiba, Yuliani sudah tidak sabar menyambut Anton bersama dengan keluarganya. Setelah mendapatkan pesan yang membahagiakan, wanita itu semakin semangat untuk menjalani hari. Membayangkan hidup berbahagia dengan pria yang dicintai.
"Kamu terlihat cantik sekali, Yuliani." Dina memuji Yuliani setelah merias diri."Terima kasih, Bu. Aku bahagia karena tidak menyangka kalau keluarga Anton merestui dan meminta untuk melangsungkan pernikahan sekarang juga," ujar Yuliani terharu. Pesan yang diterima kemarin selalu diingat, tidak dihapus bahkan semalam dibaca berulang-ulang ketika sulit memejamkan mata."Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu," kata Dina memeluk tubuh Yuliani."Aamiin, terima kasih do'anya Bu." Yuliani membalas pelukan Dina.Melihat sinar kebahagiaan yang terpancar dari netra Yuliani membuat Dina juga merasakan kebahagiaan yang sama. Akhirnya, putri kesayangannya menikah juga dan akan menjalani bahtera rumah tangga.Semua sudah dipersiapkan dengan sebaik mungkin. Meskipun acaranya dilaksanakan secara mendadak, tidak membuat Yuliani dan Dina menggelar acara asal-asalan. Memang, acaranya begitu sederhana. Namun, bukan berarti tidak bisa terlihat wah. Dekorasi ruangan dalam rumah mereka menghiasnya sendiri dengan bantuan keluarga yang lain. Keluarga yang ikut senang dengan kabar bahagia tersebut. Untuk rias pengantin juga tidak kalah bagus, justru terlihat seperti riasan seorang mua profesional."Oya, terima kasih ya Sarah. Sudah membantu Tante hingga Yuliani secantik ini." Dina memeluk tubuh Sarah yang merupakan saudara sepupu Yuliani.Sarah memang kursus kecantikan, jadi wajar kalau bisa merias wajah dengan bagus. Dia juga sudah terbiasa merias wajah pengantin yang ingin melangsungkan pernikahan."Sama-sama, Tante." Sarah juga terlihat bahagia."Ya sudah, kita ke depan yuk!" ajak Sarah kemudian."Jangan dulu, Sarah. Biarkan Yuliani di kamar dulu, nanti kalau mempelai prianya datang baru dia keluar. Kamu sama Tante ke dapur dulu yuk, kamu 'kan juga belum makan. Kamu makan dulu ya," ajak Dina merangkul Sarah."Iya, Tante." Hanya itu yang keluar dari mulut Sarah."Makan yang banyak ya, jangan sungkan." Yuliani ikut berbicara."Sudah pasti, Yuliani. Kamu jangan khawatir, ingat satu hal. Jangan grogi," bisik Sarah sembari melirik ke arah Yuliani.Rahasia kehamilan Yuliani masih menjadi rahasia, tidak ada keluarga yang tahu. Mereka beralasan pernikahan dilakukan secara mendadak karena tidak ingin hubungan asmara antara Anton dan Yuliani kandas di tengah jalan. Tidak hanya itu, Mark dan Dina mengatakan kalau putrinya sudah lamaran secara virtual dari dulu. Beruntung tidak ada keluarga yang curiga, semua terlihat baik-baik saja karena alasan yang diberikan memang masuk akal.Kini tinggal menunggu mempelai pria yang belum datang juga, padahal jam sudah menunjukkan pukul 08.30 wib. Seharusnya mereka sudah sampai sesuai dengan kesepakatan dari awal."Kenapa mempelai prianya belum datang, Bu. Apa jangan-jangan pria itu berbohong?" bisik Mark kepada Dina dengan wajah gelisah."Sabar saja, Ayah. Mungkin masih ada di jalan dan terjebak macet," sahut Dina dengan berbisik juga."Bukan Ayah tidak sabar, Bu. Tidak enak sama tamu undangan dan juga keluarga, mereka sudah menunggu." Mark menjelaskan situasi dan kondisi yang seharusnya tidak perlu dikatakan."Ibu tahu, Ayah. Kita tunggu saja," kata Dina masih berpikir positif.Tamu undangan hanya terdiri dari keluarga dekat dan juga tetangga dekat. Tidak banyak yang hadir di acara pernikahan kecil-kecilan itu. Namun, jika sampai pernikahan gagal. Tetap saja Mark dan Dina harus menanggung malu. Apalagi dengan omongan tetangga nantinya.Dengan sabar Mark mengikuti saran dari Dina, meskipun bisik-bisik sudah terdengar jelas. Para tamu undangan sudah menanyakan perihal keberadaan mempelai pria. Pun Herman yang merupakan penghulu yang akan membantu pernikahan Yuliani dengan Anton.Sudah setengah jam berlalu, tapi Anton tak kunjung datang juga. Yuliani yang ada di kamar juga merasakan gelisah karena tidak kunjung ditemui untuk keluar kamar."Lebih baik Ibu sekarang ke kamar Yuliani, tanyakan sama dia kapan pria itu datang. Kenapa sampai detik ini batang hidungnya belum kelihatan juga," bisik Mark setelah merasa gak enak hati."Baik, Ayah." Dina langsung berdiri untuk melangkahkan kaki ke arah kamar Yuliani.Tanpa mengetuk pintu terlebih dulu, Dina pun masuk dan menemui putrinya."Bagaimana, Bu? Apakah aku sudah boleh keluar sekarang?" tanya Yuliani dengan wajah berseri-seri."Kamu harus hubungi Anton itu sekarang juga, Yuliani. Dia ada di mana? Kenapa sampai sekarang belum datang juga?" cecar Dina gelisah."Aku kira dia sudah datang, Bu. Soalnya dia bilang masih ada di jalan." Yuliani menjawab sesuai dengan pesan yang diterima terakhir kali."Ya sudah, kamu coba hubungi lagi." Dina memerintah.Yuliani segera menghubungi, tapi naasnya nomor yang dituju tidak dapat dihubungi. Bagaimana nasib Yuliani selanjutnya?"Kamu ke mana sih, Anton. Kenapa nomornya tidak aktif?" pikir Yuliani masih berusaha untuk menghubungi Anton. "Bagaimana? Apa sudah ada jawaban darinya?" tanya Dina tampak gelisah. Firasatnya sudah mengatakan yang tidak-tidak. Akan tetapi, dia masih terus berusaha untuk berpikir positif."Nomornya sudah tidak aktif, Bu." Yuliani berbicara terbata-bata."Ibu sudah menduga dari awal, pria itu pasti gak mau bertanggung jawab." Dina mulai meyakini firasatnya."Gak mungkin, Bu. Dia sendiri yang sudah berjanji untuk menikahi ku. Mungkin saja kehabisan baterai, atau kehilangan signal. Bisa saja seperti itu 'kan, Bu?" cetus Yuliani berusaha meyakinkan diri sendiri juga."Sudah, Yuliani. Jangan berharap lagi sama pria itu, dia mungkin tidak akan datang. Jangan buang-buang waktu lagi. Di luar para tamu sudah menunggu. Alasan apa yang akan kita katakan pada mereka? Ibu malu, Yuliani!" hardik Dina. Wanita yang semula selalu sabar, kini tidak tahan juga dengan permasalahan yang terjadi.Yuliani m
Dengan langkah sempoyongan Mark berlari menemui Dina, sedangkan para tamu dan juga keluarga mulai kebingungan dengan apa yang terjadi sebenarnya. "Ada apa, Bu?" tanya Mark memegang pundak Dina."Yuliani, Ayah. Dia tdiak ada di dalam kamarnya." Dina menyahut sembari menunjuk kamar Yuliani yang sudah kosong. Jendela kamarnya juga terbuka, wanita itu sudah pergi melarikan diri lewat sana.Mark langsung masuk untuk mengecek keadaan lebih lanjut, ternyata memang benar puteri kesayangannya tidak ada. "Ibu tenang dulu di sini ya, Ayah coba mengejarnya. Mungkin saja dia tidak jauh dari sini." Mark membantu Dina untuk duduk di tepi ranjang kamar Yuliani. Pria itu tidak peduli dengan sorot mata semua orang, yang ada dalam benaknya saat ini hanya satu. Yuliani harus segera ditemukan sebelum calon mempelai pria pilihan Mark kecewa dengan peristiwa ini."Apa aku bilang, Jeng. Calon mempelai pria tidak datang, makanya sekarang Yuliani tidak ada di kamarnya." Mawar dengan bangga berpendapat setel
"Ayah gak salah memilih calon suami untukku?" tanya Yuliani melihat pria yang ada di hadapannya. Wajah yang dimiliki sudah tidak lagi muda, bagaimana mungkin Mark tega memilihkan calon suami seperti itu?"Kamu gak punya pilihan lain, Yuliani. Sudah beruntung Pak Bandit mau menerimamu dengan kondisimu saat ini." Mark berbicara tegas agar Yuliani menyadari dengan kondisinya sekarang yang bukan lagi seorang wanita perawan."Sampai kapan pun, Yuliani tidak mau menikah dengan pria yang sudah tua seperti dia, Ayah." Yuliani tetap pada pendiriannya. Meskipun Mark sudah mengingatkan akan aib yang saat ini sedang ditanggungnya.Wanita mana yang akan mau menikah dengan pria yang memiliki umur terpaut jauh, bisa dibilang pria itu lebih pantas menjadi kakek Yuliani. Jika dibandingkan dengan Anton, lebih baik pria yang sudah menghamilinya dibandingkan dengan pria yang tulus menerima apa adanya. Padahal, kalau dipikir-pikir lagi, wanita yang masih mengenakan gaun pengantin itu harus tahu diri juga
Tak hanya Yuliani saja yang diusir, seluruh anggota keluarga juga diusir agar pulang ke rumah masing-masing. Mark benar-benar marah dan berlalu pergi ke kamar setelah keadaan rumah benar-benar sepi. Dina menyusul ke kamar dan melampiaskan seluruh amarah pada suaminya."Ayah tega! Kenapa Yuliani diusir, Ayah. Selain kita, siapa lagi yang mau membantu masalahnya? Lagian dia tidak salah, Ibu juga tidak akan mau jika dijodohkan dengan pria yang sudah tua," kata Dina menggebu-gebu. Wanita itu tidak tega melihat anaknya dimarahi, terlebih kondisinya saat ini tengah mengandung cucunya. Di saat terpuruk begini, Yuliani pasti membutuhkan dukungan dari keluarga. Mark duduk di ujung ranjang, menundukkan kepala tanpa berbicara apa pun. Hanya mendengarkan setiap omelan yang dilontarkan oleh Dina."Ayah lihat sekarang, kita sudah kehilangan puteri kita satu-satunya. Bahkan Ibu sudah berusaha untuk mencegahnya pergi, tapi Yuliani sudah tidak peduli. Bicara, Ayah! Kenapa diam saja!" hardik Dina kesa
Rumah sederhana akan menjadi tempat tinggal Yuliani untuk sementara waktu. Anita yang bukan termasuk orang kaya, tapi sudah berbaik hati memberikan tempat tinggal pada ponakan yang terbilang memiliki keluarga mapan."Maaf, Yuliani. Tante cuma bisa memberikan tempat tinggal seperti ini. Sangat jauh berbeda dengan rumah yang ditinggali olehmu," kata Anita gak enak hati."Justru Yuliani senang, Bi. Karena Bibi masih ingat sama aku, dan mau membantu." Yuliani sedikit sungkan, sebab Bibi yang selama ini tidak begitu dihiraukan ternyata dia yang paling peduli padanya. Bahkan saudara yang lain boro-boro membantu, pura-pura bertanya justru tidak ada. Diberikan tempat tinggal saja wanita itu sudah bersyukur, gratis pula. Anita menunjukkan kamar yang akan ditempati Yuliani."Kamarnya kecil, karena di rumah ini cuma bisa membuat dua kamar dengan ukuran 3x4. Rencananya kamar ini nanti untuk anak Bibi." Anita menjelaskan dengan netra berkaca-kaca. Sudah lama sekali wanita itu menginginkan anak ya
Dia berjalan mengikuti Anita dari belakang, hingga sampai di ruang makan yang terlihat sederhana. Ruangan yang dibagi dua dengan ruang tamu. Jadi tidak heran kalau tempatnya sempit.Yuliani duduk dengan ragu, pandangannya terus awas pada Farhan. Ternyata pria itu tetap asik makan tanpa menghiraukan kedatangannya bersama Anita."Kenapa paman diam saja? Aku pikir akan bertengkar dengan Bibi. Syukurlah kalau begini," gumam Yuliani. Ada perasaan lega dalam hatinya, ternyata apa yang dikhawatirkan tidak terjadi dan tidak sesuai ekspektasinya."Kamu makan yang banyak ya, jangan sampai nutrisinya kurang," kata Anita menuangkan nasi dan ayam goreng yang sudah dimasak. Tidak lupa juga dengan sayuran bergizi khusus untuk Yuliani."Terima kasih, Bi. Seharusnya Bibi gak usah repot-repot," kata Yuliani memberikan senyuman."Bibi gak repot kok. Ayo, makan!" Anita mempersilakan.Tidak ada lagi obrolan di ruang makan, hanya ada bunyi sendok. Yuliani tampak menikmati makanan yang sudah disediakan oleh
Yuliani tidur nyenyak semalam ditemani Anita. Beruntung sekali sang Bibi mau menemani karena tidak ingin ponakannya pergi.Usai subuh, wanita yang sedang hamil itu membantu Anita memasak di dapur. "Sarapan pagi ini cuma ada tahu, tempe dan sayur kelor. Apakah kamu mau?" tanya Anita memastikan. Dia tahu betul kalau ponakannya manja serta pilih-pilih soal makanan."Iya, Bi. Yuliani akan tetap makan apa pun yang ada. Aku bukan Yuliani yang dulu lagi, Bi." Yuliani menjawab karena tahu maksud Anita.Dengan lahap Yuliani menyantap semua makanan yang sudah dihidangkan oleh sang Bibi. Sudah bukan waktunya lagi wanita itu manja, atau memilih makanan enak. Perutnya tidak lapar saja harus dia syukuri. Dari pada kosong karena tidak ada satu pun makanan masuk. Apalagi di dalam ada janin yang harus dijaga sepenuh hati."Kamu jadi pergi hari ini?" tanya Anita memastikan lagi, berharap Yuliani mengurungkan niatnya serta bisa tinggal lebih lama."Iya, Bi. Aku harus mencari Anton secepatnya, Bi." Yuli
Di saat Yuliani mulai berputus asa, sebuah tangan memegang pundaknya."Kamu baik-baik saja?" Suara yang tidak asing terdengar di telinga Yuliani.Wanita berpakaian warna hitam dengan motif bunga-bunga melihat ke arah sumber suara. Tatapan mata yang semula bersedih, kini terlihat bahagia. Yuliani langsung memeluk pria yang saat ini ada di hadapannya."Ternyata kamu datang, Anton. Aku kira kamu akan meninggalkanku selamanya karena telat datang," ujar Yuliani dengan tangis sesenggukan.Anton membelai rambut panjang Yuliani, berusaha menenangkan hati wanita yang tengah hamil anaknya."Tenangkan dirimu, Sayang. Aku tidak mungkin meninggalkanmu, apalagi dalam janin mu ada darah dagingku." Anton berbicara sangat manis, hingga membuat hati Yuliani tenang."Hapus air matamu, tidak enak sama orang yang melihat kita. Aku tidak ingin mereka mengira yang tidak-tidak tentang kita," lanjut pria yang memakai pakaian warna biru itu. Kulit putihnya membuat Anton pantas mengenakan baju warna apa pun.Yul
Semakin hari Kevan serta Anton semakin dekat saja, bahkan pria itu menggunakan putranya sebagai alat agar bisa menerima pria itu lagi. Namun, orang tua Yuliani sudah tidak menyetujui. Mereka tidak yakin kalau pria tampan akan benar-benar berubah. Pun Yuliani juga merasa bahwa mantan suaminya tidak akan pernah berubah. Jadi, dia dilema dengan semua yang terjadi dalam hidupnya."Ayah menyarankan kamu untuk menikah dengan Reza agar tidak dikejar terus oleh Anton. Lagi pula, sampai detik ini Reza masih mencintaimu dan berharap kamu membalas cintanya, Yul." Mark memberikan nasihat."Dari mana Ayah tahu semuanya? Padahal sudah lama dia tidak pernah ke sini lagi sejak aku memintanya untuk tidak menganggu kehidupanku lagi." Yuliani heran pada Mark yang masih tetap pada pendiriannya. "Sebenarnya, dari awal Ayah bekerja dengannya, Yul. Maaf, karena sampai detik ini Ayah tidak pernah mengatakan pada kalian," aku Mark menundukkan kepala merasa bersalah.Dina terkejut mendengar pengakuan suaminya,
Anton kembali datang ke rumah Yuliani, hingga membuat Reza salah paham. Pria itu pamit pergi setelah meminta maaf, dan berjanji tidak akan mengganggu wanita itu lagi."Ngapain lagi kamu ke sini?" tanya Yuliani ketus. Wanita itu sampai gak menghiraukan Reza yang sudah pergi dan menghilang dari hadapannya."Aku mau minta maaf, Yul. Aku juga ingin melihat anakku," sahut Anton dengan netra berkaca-kaca."Aku sudah memaafkanmu," ucap Yuliani tanpa rasa iba. Dia tidak akan membiarkan Anton bertemu dengan Kevan. "Aku ingin bertemu Kevan," ucap Anton lirih."Dia sudah tidur, lebih baik kamu pergi sekarang juga!" usir Yuliani pelan. Dia tidak ingin ada keributan, jadi berbicara begitu pelan."Aku memang salah, tapi apa aku gak berhak melihat anakku?" tanya Anton mengharapkan iba."Ini sudah malam, dia sudah tidur. Lebih baik kamu pergi, jangan sampai istirahatnya berkurang karena hadirmu." Yuliani berusaha untuk memberikan pengertian."Besok pagi aku akan kembali ke rumah ini untuk bertemu Ke
Obrolan Reza hanya sebatas itu saja, sebab pria itu juga belum siap untuk ditolak lagi oleh wanita yang dicintainya. "Aku pamit pulang dulu, ya." Reza pamit karena tidak nyaman terlalu lama berada di samping Yuliani."Kenapa buru-buru?" tanya Yuliani basa-basi."Iya, soalnya sudah malam." Reza tidak memiliki alasan. Sebenarnya dia masih betah dan ingin berlama-lama, tapi pria itu tahu diri juga.Yuliani meninggalkan Reza sendiri untuk memanggil kedua orang tuanya. "Kenapa gak menginap saja di sini?" tanya Mark, tapi lengannya justru disenggol oleh Dina."Mungkin lain kali, Om." Reza malah menanggapi. Wanita yang sedang menggendong Kevan itu pun merasa tidak enak hati. Dia terlihat malu karena kelakuan ayahnya.Mark mengantarkan Reza hingga ke depan rumah, mereka berdua juga tidak lupa untuk mengobrol perihal perasaan. "Bagaimana kisah selanjutnya? Apakah kamu berusaha mencoba sekali lagi?" tanya Mark penasaran akan obrolan putrinya dengan Reza."Aku belum memiliki nyali, Om. Sebel
Seluruh keluarga disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Mark bekerja di bengkel milik teman Reza, sedangkan Yuliani masih setia berpartner dengan ibunya. Kevan yang masih kecil juga bisa diajak bekerja sama. Bisnis mereka saat ini adalah dekorasi pelaminan, mereka mendapatkan modal dari meminjam ke bank. Mereka nekat melakukan semua demi sebuah kesuksesan yang mereka yakini akan datang. Awalnya Dina ragu, tapi semua sirna saat Yuliani meyakinkannya. "Jatuh bangun dalam usaha itu pasti, Bu. Tapi kita harus bangkit, bukan menyerah dan meratapi sebuah keadaan. Yuliani sudah banyak belajar dari kejadian di masa lalu, Bu. Bahwa Allah akan memberikan jalan bagi hamba-Nya yang mau berusaha." Yuliani menasihati panjang lebar. Dia berpikir, mungkin saja ibunya sedang kehilangan pegangan. Maka sudah menjadi tugasnya untuk mengingatkan. *** Tiga tahun segera berlalu, usaha mereka terbilang cukup sukses karena hutang pada bank berhasil dilunasi. Dekorasi yang mereka miliki juga banyak yan
Hari mulai sore, tapi Mark belum juga mendapatkan pekerjaan. "Aku harus tetap berusaha agar bisa mendapatkan pekerjaan." Mark bergumam. Dia sudah berkeliling, bahkan ke beberapa bengkel untuk menawarkan diri agar bisa bekerja. Namun, tdiak ada satu pun yang mau menerima. Hingga pria itu bertemu dengan Reza yang sedang membeli buah di pinggir jalan."Om!" panggil Reza ketika melihat Mark."Reza!" Mark membalas sapaan."Om mau ke mana? Biar aku antar," tanya Reza menawari."Om lagi cari pekerjaan, Reza. Namun, sampai detik ini belum mendapatkan pekerjaan juga. Sulit sekali mencari pekerjaan sekarang ini," sahut Mark lirih. Terlihat jelas dari raut wajahnya, kalau pria itu terlihat kelelahan. "Usaha kuenya bagaimana, Om? Bukannya lagi berkembang pesat ya?" cecar Reza. Pria itu memang akhir-akhir ini tidak terlalu mengetahui detail apa yang terjadi pada keluarga wanita yang masih dicintainya."Sudah gak ada yang percaya untuk memesan kue keluarga kami, Reza." Mark menghela nafas panjan
Setelah perceraian itu, Yuliani kini fokus menjalani hari-harinya untuk Kevan. Dia juga membantu usaha Dina untuk membuat kue, satu-satunya cara untuk mereka bertahan hidup dan bisa membeli makan. Akan tetapi, ada saja ujian dan cobaan yang harus mereka hadapi ketika mereka mau menuju sukses. Pria tampan yang diceraikan tujuh bulan yang lalu tidak terima, jadi hadir untuk membalaskan dendam."Apa yang kamu inginkan, Anton? Kenapa kamu masih tetap menganggu hidupku? Semua urusan kita sudah selesai, lantas kenapa kamu harus datang lagi dan merusak semuanya?" cecar Yuliani menghampiri Anton yang masih tetap tinggal di rumah yang lama."Aku masih sakit hati padamu, Sayang. Tidakkah kamu mengerti? Aku juga tidak ingin melihatmu dan seluruh keluargamu bahagia serta sukses. Makanya aku fitnah kalian agar pelanggan kue yang kalian jual kabur semua!" papar Anton tanpa merasa bersalah. Pria itu sudah tidak memiliki hati, sebab hatinya sudah diselimuti oleh perasaan benci."Aku tidak menyangka k
Yuliani masih terngiang akan lamaran Reza, tapi wanita itu tidak mungkin secepat itu mengambil keputusan untuk menerima. Terlebih, perceraian masih dalam proses di pengadilan. Dia tidak mungkin terburu-buru sekalipun surat cerai sudah ada digenggaman tangannya. "Aku belum siap menerima siapa pun untuk hadir dalam hidupku. Butuh waktu yang lama buatku untuk kembali menikah, sebab rasa trauma yang masih aku rasakan. Aku harap kamu mengerti dengan ucapanku, dan aku merasa tidak pantas untukmu." Itulah kalimat jawaban yang diberikan Yuliani pada Reza. Tidak hanya mengerti, pria itu bahkan siap untuk menunggu wanita yang dicintai sampai kapan pun juga, hingga mau membuka hati untuknya. Yuliani merasa bingung dengan semuanya. "Kenapa aku harus dihadapi dengan persoalan perasaan lagi?" pikirnya. Dia memijat keningnya yang merasa pusing karena memikirkan semuanya."Ibu sakit?" tanya Kevan ketika melihat ibunya masih belum tidur. "Ibu hanya pusing sedikit saja. Kamu mending istirahat ya, so
Sebuah keajaiban datang, apa yang diharapkan Mark benar-benar terjadi. Seseorang datang memberikan bantuan pada keluarganya. "Terima kasih atas bantuannya, Reza," ucap Yuliani sembari tersenyum. Dia tidak menyangka pria itu akan membantunya. Memberikan tempat tinggal untuk keluarganya dan juga modal usaha."Sama-sama, gak usah sungkan begitu. Kita sudah lama kenal 'kan? Jadi anggap saja ini bantuan dari seorang teman." Reza memaparkan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman Yuliani."Aku dan keluargaku berjanji, pasti kita akan membayar semuanya," kata Yuliani menjelaskan."Gak usah, Yul. Aku ikhlas membantumu dan keluargamu." Reza tidak mau Yuliani dan keluarganya merasa memiliki hutang budi.Bukan Yuliani jika tidak keras kepala, wanita itu tetap akan mengembalikan semua yang sudah diberikan Reza. Dia menganggap bantuan dari pria itu sebagai pinjaman.Pria berkaki jenjang itu pun tidak tahu harus berbicara apalagi, selain mengiyakan apa pun yang dikatakan Yuliani. "Aku harus pergi d
Yuliani sekeluarga syok dengan semuanya, ternyata Anton sudah mengambil alih harta Mark dengan caranya yang licik. Sertifikat rumah juga sudah berpindah tangan pada pria tampan itu hingga keluarganya tidak memiliki harta benda lagi. Tidak hanya rumah, tapi juga bisnis yang dijalani pria setengah paru baya itu juga diambil alih."Kapan mas Anton melakukan semuanya, Ayah? Bukankah Ayah tidak pernah memberikan tandatangan Ayah kepada sembarang orang?" tanya Yuliani."Dia sudah mengelabuiku, Yul. Dia pernah meminta tanda tangan Ayah dengan alasan ingin memberikan Ayah tanah yang dia beli. Dengan segala bujuk rayunya, Ayah mau saja. Tidak pernah berpikir kalau dia akan melakukan semua ini." Mark baru sadar dan menceritakan semuanya. "Tapi kenapa Ayah tidak pernah bercerita?" tanya Dina kecewa."Soalnya Ayah sudah berjanji untuk tidak mengatakan kepada siapa pun termasuk kalian berdua." Mark menjawab sesuai yang diingat.Ketika mereka sedang panik karena telah kehilangan harta benda, Anton