Kepergian Anton membuat Yuliani kesepian, meskipun ada kedua orang tuanya di sana. Dia masih belum terbebas rindu kepada suaminya. "Apa ini yang dinamakan ngidam? Kenapa seakan aku gak ingin jauh-jauh dari mas Anton?" pikir Yuliani sembari menikmati rindu. Padahal belum sampai satu jam, rasa rindu sudah hadir. Untuk mengalihkan perasaannya, wanita itu pergi ke ruang keluarga untuk menonton televisi."Dari pada bengong, mending aku nonton saja. Siapa tahu saja rindu ini bisa sirna," gumam Yuliani sembari menyambar remote yang ada di atas meja.Pikirannya mulai tidak fokus, raganya saja ada di sana. Namun, jiwanya justru ke mana-mana. "Acaranya seru ya, kok sampai gak berkedip gitu?" tanya Dina tiba-tiba duduk di samping Yuliani."Eh, Ibu. Iya, lagi asik." Yuliani menyahut singkat. Dia menoleh ke arah ibunya sebentar, lalu melihat ke layar televisi kembali."Suamimu ke mana?" tanya Dina karena tidak melihat Anton berkeliaran."Dia bekerja, Bu." Yuliani menyahut pelan."Bekerja? Memang
Selesai memarahi Karin, panggilan telepon diputus begitu saja."Sabar, Yuliani. Ada apa?" tanya Dina berusaha menenangkan hati putrinya."Si Karin, Bu. Dia belum kapok juga berusaha untuk memisahkan aku dengan Anton. Maksudnya apa coba kirim-kirim foto kayak gini?" cetus Yuliani menyodorkan handphone yang ada digenggaman tangannya. Dina meraih handphone Yuliani, lalu melihat gambar yang dikirim Karin."Ini 'kan, Anton. Kenapa harus marah sama Karin, Yul. Harusnya kamu bersyukur punya teman kayak dia. Masih peduli sama kamu, meskipun kamu sudah tidak menganggapnya teman," bela Dina geram melihat menantunya bersama wanita lain."Gak mungkin dalam foto itu Anton, Bu. Pasti ini akal-akalan Karin, dia yang ngedit foto suamiku." Yuliani masih berprasangka buruk pada Karin. "Gak mungkin Karin melakukan semua itu, Yul. Kamu lebih mengenalnya dari pada Ibu. Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu? Dia wanita baik-baik. Lagian apa untungnya dia memfitnah suamimu?" cetus Dina berusaha untuk me
Mark memperhatikan Yuliani serta gerak-geriknya."Dia masih memiliki istri?" tanya Mark butuh penjelasan.Yuliani menggelengkan kepala. "Yang aku tahu dia sudah berpisah dengan istrinya, Ayah. Dia seorang duda tanpa anak." Yuliani mulai menjelaskan. "Ayah lihat ada yang aneh dari gerak-gerik Anton, apa mungkin perasaanku saja?" ujar Mark mulai terbuka pada putrinya."Apanya yang aneh, Ayah?" Yuliani penasaran."Gak penting juga sih, lebih baik kamu fokus saja pada kehamilanmu." Mark tidak ingin pikiran Yuliani terbebani hanya karena kecurigaannya. Pria yang masih kelihatan segar itu memutuskan untuk mencari bukti terlebih dulu agar semua jelas. Yuliani terlihat kecewa karena sang Ayah tidak mau memberikan penjelasan atas keanehan Anton. 'Apa mungkin pikiran ayah sama denganku? Anton berselingkuh?' gumam Yuliani tidak berani berbicara terlebih dulu. Wanita yang tengah hamil mengerti. Menikah dengan Anton adalah impiannya. Jadi, dia harus mau menerima resiko dan konsekuensinya. Suas
Mark sudah berangkat bekerja, sedangkan di rumah tinggal Dina dan Yuliani."Ibu gak kerja?" tanya Yuliani ketika melihat Dina bermain game di handphonenya."Ibu sudah resign, Yul. Ibu akan lebih banyak di rumah untuk menemanimu. Apalagi kamu sedang hamil, pasti butuh teman." Dina menaruh handphone ketika diajak berbicara."Terima kasih, Bu. Sudah ada untukku, aku tidak tahu kalau tidak ada Ibu." Yuliani merasa terharu karena Dina masih menyayanginya meskipun kesalahan yang dilakukan terlalu banyak."Ibu akan selalu menyayangimu seperti dulu, walaupun masalah yang datang silih berganti. Ibu juga sadar, semu terjadi karena kesalahanku. Coba saja Ibu dulu lebih memperhatikanmu, tapi justru Ibu sibuk bekerja." Dina merasakan penyesalan yang luar biasa."Gapapa, Bu. Yuliani juga salah karena tidak bisa menjaga diri." Yuliani tidak mungkin menyalahkan Dina, wanita yang tengah hamil juga sadar akan tanggung jawabnya pada diri sendiri.Banyak hal yang mereka bicarakan. Dari kesedihan, sampai
Wajah Dina berubah menjadi merah, tapi tidak kuasa untuk memarahi menantunya. Anton yang sudah kehilangan muka di hadapan orang langsung menarik tangan mertuanya."Ibu bikin aku malu aja, ini di tempat umum. Kenapa Ibu menamparku?" tanya Anton kesal karena merasa harga dirinya sudah hilang."Kamu memang menantu tidak tahu diri, dikasih hati malah begitu balasannya!" cetus Dina kesal."Balasan apa yang Ibu maksud? Aku tidak melakukan apa pun yang merugikan Ibu?" cecar Anton tidak bisa memprediksi jalan pikiran ibu mertuanya."Siapa wanita itu?" tanya Dina langsung tanpa basa-basi."Dia saudaraku, Bu. Kita memang dekat, sudah biasa berpegangan tangan." Anton berusaha menjelaskan, tapi Dina sudah terlanjur kecewa. Jadi, wanita itu pergi begitu saja tanpa melihat wajah Anton walaupun sebentar saja. Pria itu bersikap biasa saja tanpa merasa ada yang salah. Dia juga tidak mengejar ibu mertuanya untuk menjelaskan semuanya. Sedangkan Dina terlihat masih kesal, bahkan dia lupa untuk menenang
Yuliani bersikap seolah tidak terjadi apa pun, meskipun hatinya menggebu ingin memarahi Anton. Sebagai seorang istri yang patuh, wanita itu mengemasi barang-barangnya ke dalam koper."Kamu mau ke mana, Yul?" tanya Dina ketika melihat Yuliani sedang memasukkan pakaian ke dalam koper."Aku dan Anton akan pergi dari rumah ini, Bu. Dia sudah menyiapkan rumah untukku." Yuliani menyahut tanpa menoleh ke arah Dina. Wanita yang tengah hamil masih fokus dengan memilih pakaian yang akan dibawa."Kenapa mendadak, Yul? Bukannya kamu akan tinggal di rumah ini beberapa hari ke depan?" tanya Dina tidak ingin jauh dari putrinya."Rencananya juga begitu, Bu. Cuma Anton sudah mengabari secara mendadak." Yuliani menjelaskan agar ibunya mau mengerti."Apa tidak bisa minta waktu di rumah ini?" tanya Dina berharap."Gak bisa, Bu. Tapi Ibu tenang saja, aku pasti akan sering datang ke sini untuk bertemu dengan Ibu. Atau nanti Ibu bisa berkunjung ke rumahku." Yuliani duduk sembari menatap wajah Dina. Pakaiann
Yuliani pasrah turun sesuai permintaan Anton sembari menenangkan diri. Dia tidak menyangka pria yang dicintai akan tega menurunkan di tengah jalan. Jalan yang sepi, jarang ada kendaraan yang lewat. Koper yang ada di dalam mobil juga di lempar begitu saja. Anton melajukan mobilnya kembali saat Yuliani sudah berada di luar."Tega kamu, Anton. Menurunkan aku di tengah jalan tanpa perasaan." Yuliani bermonolog. Tak terasa air matanya menetes begitu saja. Untuk pulang dia malu, tapi jika tidak kembali ke rumah ibunya. Ke mana lagi dia akan mencari tempat berteduh. Wanita yang tengah berbadan dua itu melangkahkan kaki untuk kembali ke rumah Dina. Dia berbalik untuk berjalan ke jalan yang sudah dilalui tadi. Yuliani ingin naik ojek atau taksi, tapi jalanan begitu sepi. Entah berada di jalan apa dia sekarang. Yang jelas, dia cuma bisa melangkahkan kaki mengikuti jalan yang lurus. "Kenapa aku gak kepikiran dari tadi ya?" pikir Yuliani ketika teringat akan Karin. Dia bisa meminta bantuan te
Yuliani tetap berteriak meskipun sudah tahu tempat itu sepi. Berharap ada keajaiban dan dia bisa terbebas dari jeratan dua preman yang menakutkan."Terus saja teriak, tidak mungkin ada yang mendengarkanmu!" Kedua preman kembali tertawa puas. Wanita itu tidak berputus asa, tetap meminta tolong dengan sedikit tenaga yang dia punya."Tunggu apalagi? Cepat buka pakaiannya!" perintah pria yang memakai tato di lengannya."Baik, kita giliran saja ya! Aku dulu, baru kamu," ujar preman yang satunya. "Lepaskan aku! Jangan sentuh aku! Jangan lakukan itu!" seru Yuliani bingung. Pikirannya sudah tidak bisa memikirkan cara untuk pergi dari jeratan dua preman yang menakutkan. Di saat Yuliani sudah tidak kuasa untuk meminta pertolongan, tiba-tiba saja sebuah suara menghentikan aktifitas kedua preman dalam membuka paksa pakaian wanita cantik tersebut."Lepaskan wanita itu!" teriak pria yang berdiri tidak jauh dari tempat Yuliani meminta tolong."Wah, rupanya ada pahlawan kesiangan nih di sini," cel
Semakin hari Kevan serta Anton semakin dekat saja, bahkan pria itu menggunakan putranya sebagai alat agar bisa menerima pria itu lagi. Namun, orang tua Yuliani sudah tidak menyetujui. Mereka tidak yakin kalau pria tampan akan benar-benar berubah. Pun Yuliani juga merasa bahwa mantan suaminya tidak akan pernah berubah. Jadi, dia dilema dengan semua yang terjadi dalam hidupnya."Ayah menyarankan kamu untuk menikah dengan Reza agar tidak dikejar terus oleh Anton. Lagi pula, sampai detik ini Reza masih mencintaimu dan berharap kamu membalas cintanya, Yul." Mark memberikan nasihat."Dari mana Ayah tahu semuanya? Padahal sudah lama dia tidak pernah ke sini lagi sejak aku memintanya untuk tidak menganggu kehidupanku lagi." Yuliani heran pada Mark yang masih tetap pada pendiriannya. "Sebenarnya, dari awal Ayah bekerja dengannya, Yul. Maaf, karena sampai detik ini Ayah tidak pernah mengatakan pada kalian," aku Mark menundukkan kepala merasa bersalah.Dina terkejut mendengar pengakuan suaminya,
Anton kembali datang ke rumah Yuliani, hingga membuat Reza salah paham. Pria itu pamit pergi setelah meminta maaf, dan berjanji tidak akan mengganggu wanita itu lagi."Ngapain lagi kamu ke sini?" tanya Yuliani ketus. Wanita itu sampai gak menghiraukan Reza yang sudah pergi dan menghilang dari hadapannya."Aku mau minta maaf, Yul. Aku juga ingin melihat anakku," sahut Anton dengan netra berkaca-kaca."Aku sudah memaafkanmu," ucap Yuliani tanpa rasa iba. Dia tidak akan membiarkan Anton bertemu dengan Kevan. "Aku ingin bertemu Kevan," ucap Anton lirih."Dia sudah tidur, lebih baik kamu pergi sekarang juga!" usir Yuliani pelan. Dia tidak ingin ada keributan, jadi berbicara begitu pelan."Aku memang salah, tapi apa aku gak berhak melihat anakku?" tanya Anton mengharapkan iba."Ini sudah malam, dia sudah tidur. Lebih baik kamu pergi, jangan sampai istirahatnya berkurang karena hadirmu." Yuliani berusaha untuk memberikan pengertian."Besok pagi aku akan kembali ke rumah ini untuk bertemu Ke
Obrolan Reza hanya sebatas itu saja, sebab pria itu juga belum siap untuk ditolak lagi oleh wanita yang dicintainya. "Aku pamit pulang dulu, ya." Reza pamit karena tidak nyaman terlalu lama berada di samping Yuliani."Kenapa buru-buru?" tanya Yuliani basa-basi."Iya, soalnya sudah malam." Reza tidak memiliki alasan. Sebenarnya dia masih betah dan ingin berlama-lama, tapi pria itu tahu diri juga.Yuliani meninggalkan Reza sendiri untuk memanggil kedua orang tuanya. "Kenapa gak menginap saja di sini?" tanya Mark, tapi lengannya justru disenggol oleh Dina."Mungkin lain kali, Om." Reza malah menanggapi. Wanita yang sedang menggendong Kevan itu pun merasa tidak enak hati. Dia terlihat malu karena kelakuan ayahnya.Mark mengantarkan Reza hingga ke depan rumah, mereka berdua juga tidak lupa untuk mengobrol perihal perasaan. "Bagaimana kisah selanjutnya? Apakah kamu berusaha mencoba sekali lagi?" tanya Mark penasaran akan obrolan putrinya dengan Reza."Aku belum memiliki nyali, Om. Sebel
Seluruh keluarga disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Mark bekerja di bengkel milik teman Reza, sedangkan Yuliani masih setia berpartner dengan ibunya. Kevan yang masih kecil juga bisa diajak bekerja sama. Bisnis mereka saat ini adalah dekorasi pelaminan, mereka mendapatkan modal dari meminjam ke bank. Mereka nekat melakukan semua demi sebuah kesuksesan yang mereka yakini akan datang. Awalnya Dina ragu, tapi semua sirna saat Yuliani meyakinkannya. "Jatuh bangun dalam usaha itu pasti, Bu. Tapi kita harus bangkit, bukan menyerah dan meratapi sebuah keadaan. Yuliani sudah banyak belajar dari kejadian di masa lalu, Bu. Bahwa Allah akan memberikan jalan bagi hamba-Nya yang mau berusaha." Yuliani menasihati panjang lebar. Dia berpikir, mungkin saja ibunya sedang kehilangan pegangan. Maka sudah menjadi tugasnya untuk mengingatkan. *** Tiga tahun segera berlalu, usaha mereka terbilang cukup sukses karena hutang pada bank berhasil dilunasi. Dekorasi yang mereka miliki juga banyak yan
Hari mulai sore, tapi Mark belum juga mendapatkan pekerjaan. "Aku harus tetap berusaha agar bisa mendapatkan pekerjaan." Mark bergumam. Dia sudah berkeliling, bahkan ke beberapa bengkel untuk menawarkan diri agar bisa bekerja. Namun, tdiak ada satu pun yang mau menerima. Hingga pria itu bertemu dengan Reza yang sedang membeli buah di pinggir jalan."Om!" panggil Reza ketika melihat Mark."Reza!" Mark membalas sapaan."Om mau ke mana? Biar aku antar," tanya Reza menawari."Om lagi cari pekerjaan, Reza. Namun, sampai detik ini belum mendapatkan pekerjaan juga. Sulit sekali mencari pekerjaan sekarang ini," sahut Mark lirih. Terlihat jelas dari raut wajahnya, kalau pria itu terlihat kelelahan. "Usaha kuenya bagaimana, Om? Bukannya lagi berkembang pesat ya?" cecar Reza. Pria itu memang akhir-akhir ini tidak terlalu mengetahui detail apa yang terjadi pada keluarga wanita yang masih dicintainya."Sudah gak ada yang percaya untuk memesan kue keluarga kami, Reza." Mark menghela nafas panjan
Setelah perceraian itu, Yuliani kini fokus menjalani hari-harinya untuk Kevan. Dia juga membantu usaha Dina untuk membuat kue, satu-satunya cara untuk mereka bertahan hidup dan bisa membeli makan. Akan tetapi, ada saja ujian dan cobaan yang harus mereka hadapi ketika mereka mau menuju sukses. Pria tampan yang diceraikan tujuh bulan yang lalu tidak terima, jadi hadir untuk membalaskan dendam."Apa yang kamu inginkan, Anton? Kenapa kamu masih tetap menganggu hidupku? Semua urusan kita sudah selesai, lantas kenapa kamu harus datang lagi dan merusak semuanya?" cecar Yuliani menghampiri Anton yang masih tetap tinggal di rumah yang lama."Aku masih sakit hati padamu, Sayang. Tidakkah kamu mengerti? Aku juga tidak ingin melihatmu dan seluruh keluargamu bahagia serta sukses. Makanya aku fitnah kalian agar pelanggan kue yang kalian jual kabur semua!" papar Anton tanpa merasa bersalah. Pria itu sudah tidak memiliki hati, sebab hatinya sudah diselimuti oleh perasaan benci."Aku tidak menyangka k
Yuliani masih terngiang akan lamaran Reza, tapi wanita itu tidak mungkin secepat itu mengambil keputusan untuk menerima. Terlebih, perceraian masih dalam proses di pengadilan. Dia tidak mungkin terburu-buru sekalipun surat cerai sudah ada digenggaman tangannya. "Aku belum siap menerima siapa pun untuk hadir dalam hidupku. Butuh waktu yang lama buatku untuk kembali menikah, sebab rasa trauma yang masih aku rasakan. Aku harap kamu mengerti dengan ucapanku, dan aku merasa tidak pantas untukmu." Itulah kalimat jawaban yang diberikan Yuliani pada Reza. Tidak hanya mengerti, pria itu bahkan siap untuk menunggu wanita yang dicintai sampai kapan pun juga, hingga mau membuka hati untuknya. Yuliani merasa bingung dengan semuanya. "Kenapa aku harus dihadapi dengan persoalan perasaan lagi?" pikirnya. Dia memijat keningnya yang merasa pusing karena memikirkan semuanya."Ibu sakit?" tanya Kevan ketika melihat ibunya masih belum tidur. "Ibu hanya pusing sedikit saja. Kamu mending istirahat ya, so
Sebuah keajaiban datang, apa yang diharapkan Mark benar-benar terjadi. Seseorang datang memberikan bantuan pada keluarganya. "Terima kasih atas bantuannya, Reza," ucap Yuliani sembari tersenyum. Dia tidak menyangka pria itu akan membantunya. Memberikan tempat tinggal untuk keluarganya dan juga modal usaha."Sama-sama, gak usah sungkan begitu. Kita sudah lama kenal 'kan? Jadi anggap saja ini bantuan dari seorang teman." Reza memaparkan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman Yuliani."Aku dan keluargaku berjanji, pasti kita akan membayar semuanya," kata Yuliani menjelaskan."Gak usah, Yul. Aku ikhlas membantumu dan keluargamu." Reza tidak mau Yuliani dan keluarganya merasa memiliki hutang budi.Bukan Yuliani jika tidak keras kepala, wanita itu tetap akan mengembalikan semua yang sudah diberikan Reza. Dia menganggap bantuan dari pria itu sebagai pinjaman.Pria berkaki jenjang itu pun tidak tahu harus berbicara apalagi, selain mengiyakan apa pun yang dikatakan Yuliani. "Aku harus pergi d
Yuliani sekeluarga syok dengan semuanya, ternyata Anton sudah mengambil alih harta Mark dengan caranya yang licik. Sertifikat rumah juga sudah berpindah tangan pada pria tampan itu hingga keluarganya tidak memiliki harta benda lagi. Tidak hanya rumah, tapi juga bisnis yang dijalani pria setengah paru baya itu juga diambil alih."Kapan mas Anton melakukan semuanya, Ayah? Bukankah Ayah tidak pernah memberikan tandatangan Ayah kepada sembarang orang?" tanya Yuliani."Dia sudah mengelabuiku, Yul. Dia pernah meminta tanda tangan Ayah dengan alasan ingin memberikan Ayah tanah yang dia beli. Dengan segala bujuk rayunya, Ayah mau saja. Tidak pernah berpikir kalau dia akan melakukan semua ini." Mark baru sadar dan menceritakan semuanya. "Tapi kenapa Ayah tidak pernah bercerita?" tanya Dina kecewa."Soalnya Ayah sudah berjanji untuk tidak mengatakan kepada siapa pun termasuk kalian berdua." Mark menjawab sesuai yang diingat.Ketika mereka sedang panik karena telah kehilangan harta benda, Anton