"Tuan Benjamin, kita harus membawa brankas-brankas itu sekarang," titah Aland menyuruh Abian segera mengambil penyadap suara dari ruangan sebelah. Sementara dirinya kembali memeriksa ruangan rahasia tempat Benjamin menemukan ketiga brankas tadi. "Sepertinya hanya ketiga brankas ini saja, Aland," kata Benjamin menyuruh pengawal segera mengamankannya ke mobil. "Iya, Tuan Benjamin. Karena di dalam juga sudah tidak ada apa-apa," sahut Aland mengajak Benjamin segera meninggalkan tempat itu. Namun, suara berisik dari ruangan sebelah menghentikan langkah keduanya. "Anda duluan saja, Tuan Benjamin. Aku mau melihat Abian dulu," ujar Aland putar badan menuju ruangan wakil pimpinan itu. Sejurus pintu ruangan di depannya terbuka dengan kemunculan Abian mengoceh-ngoceh tidak jelas. "Wanita gila!" geram Abian menghempas pintu ruangan wanita itu dengan kasar. "Kenapa?" tanya Aland berhenti setelah melihat Abian."Katanya mau melaporkan kita ke polisi, kan gila dia!" "Hahaa, tak perlu emosi k
Setelah puas menghempaskan tubuh Jenny yang dipenuhi cairan kental berwarna merah itu, Jason menyeretnya keluar dan melemparkannya sekuat tenaga ke tumpukan kertas-kertas yang tidak terpakai lagi. "Matilah kau, wanita jalang!" geramnya kembali ke dalam kamar. Kemudian tergesa-gesa membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya. Jason merapikan gegas penampilannya sebelum meninggalkan tempat itu. Jason membiarkan barang-barang Jenny begitu saja di dalam kamar. Kemudian menghubungi pengawal kepercayaannya menjemputnya di tempat biasa mereka bertemu. Juga menyuruh pengawal agar melarang pelayan dan pengawal lainnya datang ke sana lagi. Jason tidak memikirkan keadaan Jenny, masih hidup atau sudah tidak bernyawa. Pikirannya saat ini hanya harus keluar dari tempat itu. Jason membawa tas pribadinya dan menutupi wajahnya dengan topi jaket hoodie yang dikenakannya. Kemudian berlari ke arah pintu kecil di sudut ujung basemen. Jason keluar dari sana lewat jalan rahasianya menuju mobil yang
"A-apa? Jenny?" pekik Aland tidak kalah kaget, matanya melotot tajam ke jasad yang terguling di depan mereka.Dia segera mendekat untuk memastikannya."Benar, dia adalah Jenny!" ujarnya melemah, seketika tubuhnya membeku. Airmatanya luruh. Pria tampan itu mendadak cengeng dengan raut wajah yang sedih. Hatinya teriris dengan keadaan Jenny yang hampir tidak dikenali. Dia sangat yakin, Jason sudah menyiksanya sangat keji selama menyekapnya."Jenny ...," isaknya menutupi tubuh polos mantan istri kontraknya itu dengan baik.Aland berjongkok dan tertunduk di samping jasad Jenny yang mengerikan dan keji. "Bagaimana memberitahukannya kepada Benjamin, Aland?" tanya Abian juga melakukan hal yang sama dengan Aland. Berjongkok di samping jasad Jenny, diikuti para pengawal yang bersamanya.Tiba-tiba suasana di sana terasa menyeramkan dengan penemuan Jenny yang tidak bernyawa. Tubuhnya ringkih dan penuh luka."Buat laporan ke polisi!" titah Aland berdiri dan menarik napas dalam-dalam untuk melap
Polisi membawa jasad Jenny ke rumah sakit Queen, yang adalah milik Tuan Benjamin."Tuan, aku minta maaf karena tidak bisa menyelamatkannya," ucap Aland memeluk lutut pria tua yang terduduk lemas setelah melihat kondisi Jenny.Pria tua yang berusaha menahan-nahan tangisannya itu hanya tersenyum getir. Raut wajahnya memperlihatkan duka dalam atas kematian tragis istrinya itu. "Tidak perlu merasa bersalah, Aland. Takdirnya memang harus meninggal tragis seperti itu," sahutnya berusaha tegar. Setelah mengucapkan kata itu, diapun beranjak masuk ke sebuah ruangan. Di sana pria itu menumpahkan tangisannya yang kesekian kalinya.Aland berdiri di pintu ruangan Benjamin yang tengah menangis, dia memunggungi ke arah pintu. Sesekali pria tua itu terlihat mengepalkan tangannya dan meninju udara kosong.Melihat Tuan Benjamin sangat terpukul, Aland urung mengungkapkan niatnya untuk membujuk Tuan Benjamin menolak autopsi jasad Jenny. "Apa Zhin dan Miley sudah mau kemari?" tanya Tuan Benjamin menyad
Proses pemakaman Jenny berlangsung dengan baik. Jasadnya dimakamkan di lahan kosong di belakang rumah sakit Queen milik Benjamin.Namun, seseorang yang tidak diundang turut menyaksikan proses pemakamannya tanpa ada yang mengenali dan menyadari keberadaannya. Jason, dia datang ke sana untuk melihat hari terakhir Jenny. Tapi yang tak kalah mengagetkannya mengetahui kasus pembunuhan Jenny itu di tutup. "Hmm, kenapa para bajingan itu tidak mengangkat kasus ini, ya?" gumamnya mencari tempat aman dari orang-orang yang bisa saja memergokinya di sana.Jason juga tidak melihat ada polisi di pemakaman Jenny. Itu membuat hatinya bertanya-tanya dan juga semakin bingung. Mengetahui Benjamin merupakan pria kaya raya yang berapa banyak pun, bisa dia berikan kepada polisi untuk mempercepat penangkapan dirinya. Pantas saja sejak meninggalkan tempat KLJ88 tidak ada mendengar berita-berita heboh yang berseliweran di media sosial ataupun televisi. Karena itu jugalah maka Jason ngotot mengintai ke temp
Miley mengangkat alisnya tinggi-tinggi. "Jangan bilang kamu takut?" ledeknya menarik tangan Zhin berjalan cepat-cepat menuju mobil. Melihat hari juga sudah malam. "Bukan, tapi aku belum bisa melupakan Mami," dalihnya senyum-senyum kecil."Iya, mau di rumahku juga tinggal selamanya gak ada masalah. Yang jadi masalah mungkin Theo, takut cinta lama berkobar kembali," celetuk Miley menghenyakkan duduknya bersisian dengan Zhin sembari menunggu Abian di dalam mobil.Wajah Zhin langsung merona merah, bersamaan dengan Theo yang masuk ke mobil. Tentu pria itu jelas mendengar celotehan Miley barusan."Gila kau!" bisik Zhin menggeram kesal seraya menutup mulut Miley. Lebih kesalnya lagi, tadi Aland menyuruh mereka pulang bersama Abian, tapi Miley malah membawanya masuk ke mobil Theo."Perasaan Tuan Muda Aland menyuruh kita pulang bareng Abian, Miley!" bisik Zhin kesal."Yah, ini mobil Abian," jawab Miley tidak bisa menjaga nada suaranya. "Benar, Non. Kebetulan Tuan Muda Abian juga ikut dengan
Miley menatap iba dan bertanya hati-hati, "Apa ada ucapan Theo yang menyakitimu?"Zhin meletakkan sendok dan melipat kedua tangannya di sisi meja makan, sembari mengangkat kepala menatap Miley. "Gak, kok," sahutnya disertai gelengan kecil.Namun, jelas di wajahnya tergambar kepedihan yang mendalam. "Zhin, katakan padaku. Kalau kamu mau aku bisa bicarakan ini dengan Theo," ujar Miley bangkit menghampirinya. Tangannya menepuk pelan bahu Zhin seolah meyakinkannya akan berhasil membujuk Theo kembali kepadanya."Gak ada lagi yang penting dibicarakan padanya, Miley." Zhin bersiap beranjak dari sana. "Malam sudah larut, aku tidur duluan, ya," katanya buru-buru mengakhiri obrolan mereka."Tunggu, Zhin," panggil Miley. "Katakan apa alasan Theo menolak kembali padamu?" Suara Miley itu menghentikan langkah Zhin menuju kamarnya. Gadis itu berbalik cepat menghampiri Miley lantas menutup mulut Miley dengan telapak tangannya. "Stt, jangan kencang-kencang, Miley! Aku tidak mau Theo mendengar perca
Miley menelan liur kesulitan. "Setelah kamu mendapatkan Jason, serahkan bajingan itu padaku!" Sesaat Aland mengerutkan kening sebelum kemudian tertawa kecil, dan mengacak-acak rambut Miley. Walau Miley tidak memintanya, dia akan membawa Jason ke hadapan Miley. Membiarkan istrinya itu menumpahkan dendamnya selama ini. "Hmm, sudah tentu aku akan membawanya padamu, Sayang," sahutnya melepas tangannya. Lalu, melorotkan tubuhnya hingga terlentang menghadap ke atas. "Aku bersumpah tidak butuh lama menemukan bedebah itu, Miley!"Miley menatapnya dengan serius, ingin menertawakan Aland yang belum tahu siapa sebenarnya Jason. Yang bahkan dia jelas-jelas telah membunuh Adira waktu itu, dan meski saat itu Jason masih tetap berada di rumah induk Kakeknya. Namun, tidak ada yang berani melumpuhkannya, dan pada akhirnya menghilang begitu saja.Miley melakukan hal yang sama. Menurunkan tubuhnya hingga terlentang menghadap langit-langit kamar. Entahlah, hatinya saat ini bukan dendam atas kematian