"Pengawal!" teriak Jason menarik ujung pisau dari wajah Jenny. Kemudian mempermainkannya di genggaman tangannya.Wanita yang membeku itu akhirnya bisa bernapas lega, dan mulai mengatur napasnya. Namun, matanya masih melotot dengan tatapan kosong ke depan. Trauma dan masih terasa ngilu melihat kaki kirinya yang penuh darah segar.Akhirnya dua orang pengawal mengangkatnya dari sana dan membawanya kembali ke ruangan yang telah menjadi tinggalnya entah sudah berapa lama. Jason yang masih gusar menarik kursi dan duduk didekat ranjang dimana Jenny berbaring."Katakan kepada pelayan agar memberikan dia ini makan!" titah Jason mengibaskan tangannya mengusir ketiga pengawal dari ruangan seperti mengusir hewan pengganggu saja."Suruh juga membawa pakaian ganti untuknya!"Tidak menunggu lama, ketiganya pun pergi untuk menemui pelayan. Lima menit setelah ketiganya pergi, seorang pengawal berlari tergopoh-gopoh menghampiri Jason."Tuan Jason ...," panggilnya berdiri di pintu ruangan dengan kedua
"T-tapi aku tidak ---""Sudah tidak usah memperpanjang masalah lah, kamu saja yang tidak bisa membukanya. Sekarang kamu mandi," potong Aland segera sibuk dengan tas pribadinya."Mandi? Kita mau ke mana?" tanya Miley bingung apa tujuan Aland menyuruhnya cepat mandi. Selama di sana ia bahkan sampai siang baru mandi. Apalagi melihat Aland sibuk dengan isi tasnya."Kita mau pulang, Miley. Ada kerjaan mendadak yang harus segera aku selesaikan," kata Aland meletakkan tasnya diatas ranjang setelah selesai merapikan isi nya. Kemudian menyambar handuk yang tergantung di lemari hendak masuk ke kamar mandi. "Kalau begitu aku saja yang duluan mandi," lanjutnya melihat Miley bergeming."Tunggu! Jangan bilang urusan dengan Tomy?" seru Miley menghentikan langkah Aland di pintu kamar mandi. "Yah, memang aku sedang ada urusan dengannya, Sayang," jawab Aland santai. Kemudian lanjut masuk ke kamar mandi tanpa menunggu sahutan dari Miley.Kan, benar yang aku pikirkan ini. Kehilangan Jenny yang tiba-tiba
"Abian datang kemari?" tanya Miley tidak yakin adik tiri Aland itu akan berkunjung ke rumah mereka. Bukan hanya berkunjung akan tetapi tinggal di sana untuk sementara waktu. "Iya, tak apa-apakan, Sayang?" Aland menaikkan kedua alisnya dengan sedikit membungkuk ke depan. Kedua tangannya menyentuh lembut kedua bahunya. Raut wajahnya juga tampak memelas seperti mengharap persetujuan Miley."Yah, tak apa-apa seh. Tapi gak lebih baik dia tinggal di rumahmu!" usul Miley.Memang setelah menikah keduanya tinggal di rumah baru yang dihadiahkan Aland kepadanya. Selain rumah Miley itu jauh lebih besar, juga lebih dekat dengan perusahaan."Hmm, rumah itu sedang di renovasi, Sayang. Aku mau membangunnya menjadi restoran. Maka para pelayan di sana berpindah kemari.""R-restoran? Iyalah," akhirnya Miley setuju saja. Meski masih bingung sejak kapan Aland ingin menjadikan rumah mewahnya itu menjadi restoran.Hubungan Miley dengan Abian juga tak terlalu dekat, jadi ia masih merasa sungkan saja deng
"Iya, Daddy bersama dengan Aland dan Abian, kan? Jadi tidak perlu mengkhawatirkannya, Zhin," kata Miley menenangkan Zhin yang takut terjadi hal buruk kepada Benjamin."Iya, tadi mereka ke rumah menjemput Daddy sebelum ke perusahaan WinJason. Aku sudah melarang Daddy ikut, tapi tetap saja bersikeras, Miley. Kamu tahu, kan, Daddy kita sudah tidak sekuat Tuan Muda Aland dan Abian, aku takut saja ada apa-apa dengan Daddy," ucap Zhin menunjukkan rasa khawatirnya."Yah, itu benar. Jadi hanya bertiga?" Miley lagi-lagi membulatkan matanya."Bukan, ada pengawal kepercayaan Daddy bersama mereka, Miley," sahut Zhin seperti yang dia lihat tadi. "Kata Tuan Muda Aland, pengawal-pengawal Abian sudah lebih dulu ke perusahaan WinJason."Rasa khawatirnya pun seketika hilang. Entah apa alasan Aland malah membawa pengawal Benjamin dan Abian ketimbang pengawal pribadinya. Tapi itu tidak penting bagi Miley, asal Aland baik-baik saja. Miley larut dalam pikirannya, mengabaikan ocehan-ocehan Zhin. Miley te
"Tuan Benjamin, kita harus membawa brankas-brankas itu sekarang," titah Aland menyuruh Abian segera mengambil penyadap suara dari ruangan sebelah. Sementara dirinya kembali memeriksa ruangan rahasia tempat Benjamin menemukan ketiga brankas tadi. "Sepertinya hanya ketiga brankas ini saja, Aland," kata Benjamin menyuruh pengawal segera mengamankannya ke mobil. "Iya, Tuan Benjamin. Karena di dalam juga sudah tidak ada apa-apa," sahut Aland mengajak Benjamin segera meninggalkan tempat itu. Namun, suara berisik dari ruangan sebelah menghentikan langkah keduanya. "Anda duluan saja, Tuan Benjamin. Aku mau melihat Abian dulu," ujar Aland putar badan menuju ruangan wakil pimpinan itu. Sejurus pintu ruangan di depannya terbuka dengan kemunculan Abian mengoceh-ngoceh tidak jelas. "Wanita gila!" geram Abian menghempas pintu ruangan wanita itu dengan kasar. "Kenapa?" tanya Aland berhenti setelah melihat Abian."Katanya mau melaporkan kita ke polisi, kan gila dia!" "Hahaa, tak perlu emosi k
Setelah puas menghempaskan tubuh Jenny yang dipenuhi cairan kental berwarna merah itu, Jason menyeretnya keluar dan melemparkannya sekuat tenaga ke tumpukan kertas-kertas yang tidak terpakai lagi. "Matilah kau, wanita jalang!" geramnya kembali ke dalam kamar. Kemudian tergesa-gesa membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya. Jason merapikan gegas penampilannya sebelum meninggalkan tempat itu. Jason membiarkan barang-barang Jenny begitu saja di dalam kamar. Kemudian menghubungi pengawal kepercayaannya menjemputnya di tempat biasa mereka bertemu. Juga menyuruh pengawal agar melarang pelayan dan pengawal lainnya datang ke sana lagi. Jason tidak memikirkan keadaan Jenny, masih hidup atau sudah tidak bernyawa. Pikirannya saat ini hanya harus keluar dari tempat itu. Jason membawa tas pribadinya dan menutupi wajahnya dengan topi jaket hoodie yang dikenakannya. Kemudian berlari ke arah pintu kecil di sudut ujung basemen. Jason keluar dari sana lewat jalan rahasianya menuju mobil yang
"A-apa? Jenny?" pekik Aland tidak kalah kaget, matanya melotot tajam ke jasad yang terguling di depan mereka.Dia segera mendekat untuk memastikannya."Benar, dia adalah Jenny!" ujarnya melemah, seketika tubuhnya membeku. Airmatanya luruh. Pria tampan itu mendadak cengeng dengan raut wajah yang sedih. Hatinya teriris dengan keadaan Jenny yang hampir tidak dikenali. Dia sangat yakin, Jason sudah menyiksanya sangat keji selama menyekapnya."Jenny ...," isaknya menutupi tubuh polos mantan istri kontraknya itu dengan baik.Aland berjongkok dan tertunduk di samping jasad Jenny yang mengerikan dan keji. "Bagaimana memberitahukannya kepada Benjamin, Aland?" tanya Abian juga melakukan hal yang sama dengan Aland. Berjongkok di samping jasad Jenny, diikuti para pengawal yang bersamanya.Tiba-tiba suasana di sana terasa menyeramkan dengan penemuan Jenny yang tidak bernyawa. Tubuhnya ringkih dan penuh luka."Buat laporan ke polisi!" titah Aland berdiri dan menarik napas dalam-dalam untuk melap
Polisi membawa jasad Jenny ke rumah sakit Queen, yang adalah milik Tuan Benjamin."Tuan, aku minta maaf karena tidak bisa menyelamatkannya," ucap Aland memeluk lutut pria tua yang terduduk lemas setelah melihat kondisi Jenny.Pria tua yang berusaha menahan-nahan tangisannya itu hanya tersenyum getir. Raut wajahnya memperlihatkan duka dalam atas kematian tragis istrinya itu. "Tidak perlu merasa bersalah, Aland. Takdirnya memang harus meninggal tragis seperti itu," sahutnya berusaha tegar. Setelah mengucapkan kata itu, diapun beranjak masuk ke sebuah ruangan. Di sana pria itu menumpahkan tangisannya yang kesekian kalinya.Aland berdiri di pintu ruangan Benjamin yang tengah menangis, dia memunggungi ke arah pintu. Sesekali pria tua itu terlihat mengepalkan tangannya dan meninju udara kosong.Melihat Tuan Benjamin sangat terpukul, Aland urung mengungkapkan niatnya untuk membujuk Tuan Benjamin menolak autopsi jasad Jenny. "Apa Zhin dan Miley sudah mau kemari?" tanya Tuan Benjamin menyad