Beranda / Romansa / Tertawan Pesona Bos Duda / Bab 38: Ulah Buaya Darat

Share

Bab 38: Ulah Buaya Darat

Penulis: HarunaHana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sesaat, ucapan Aditya menghentikan gerakan tangan para calon asisten chef. Sementara penghuni dapur lainnya tampak tidak terganggu dengan keberadaan pria berkumis tipis itu. Mereka sudah terbiasa melihat perseteruan Aditya versus Bram dan Kai. Kadang, mereka malah sedikit menikmati lalu sesekali menjadi bahan ghibah di grup karyawan. Sampai saat ini skor tertinggi ada di pihak Bram dan Kai. Keduanya selalu berhasil mengalahkan adu mulut dengan Aditya.

Kai mendekati ujung meja. “Lanjutkan pekerjaan kalian. Fokus! Waktu kalian tidak banyak,” seru Kai melihat kelima orang di hadapannya sempat berhenti bekerja. Kemudian, ia kembali memangkas jarak dengan Aditya. Saraf-saraf otak di kepala Kai sibuk mencari cara untuk menyingkirkan Aditya dari dapur. “Kita bicara di ruang kerja saya saja, Om,” lanjutnya kemudian. Walaupun ia belum tahu topik pembicaraan yang akan dipilih, tetapi setidaknya sang paman tidak ada di dapur.

“Tidak perlu.”

Kaki Kai yang hampir terayun kembali ke posisi semula.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 39: Pelukan di Suatu Sore

    “Saya anak baru, Mbak. Belum berani izin.”Seruni memasang tampang memelas. Permintaan Wulan membuat Seruni kesulitan menelan nasi goreng. Butuh bantuan dua teguk air agar makanan itu tertelan sempurna. Seruni bimbang. Sebenarnya ia kasihan pada Rain, tetapi di sisi lain, ia tidak punya cukup keberanian untuk absen.“Cuma sehari ini saja. Setelah demamnya reda, Non Rain nggak akan ganggu kamu lagi.”Mbok Asih yang baru saja kembali dari ruang makan setelah menata sarapan duduk di dekat Wulan. Tangan keriputnya meraih cangkir lorek dan meneguk isinya perlahan. Dipandanginya Wulan dan Seruni bergantian dengan prihatin. Ia ingin membela Seruni, tetapi juga kasihan pada Wulan. Mbok Asih sangat paham, kalau sakit, Rain selalu rewel dan sedikit merepotkan. Kadang Wulan harus rela bergadang, bergantian dengan Kanaya. Pekerjaannya lebih ringan jika Bram ada di rumah. Gadis kecil itu akan menggelendot ayahnya sepanjang malam. Seeruni menghela napas. “Saya nggak terganggu dengan Non Rain. Cum

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 40: Ghibah atau Fitnah

    “Jangan-jangan bener, nih, kata Mas Kai.”Suara Kanaya seperti magnet yang menarik Seruni dan Bram melepas tangan masing-masing. Seruni mundur dan Bram kembali duduk di ayunan. Di pangkuan Bram, Rain menggeliat. Angin senja bertiup cukup kencang, menggoyang batang-batang zinia dan cosmos aneka warna. Seekor kupu bersayap kuning hinggap di atas kelopak marigold.“Saya tadi hampir jatuh dan Pak Bram menarik tangan saya, Mbak. Tolong jangan berpikir macam-macam.” Seruni mencoba membela diri. Kepalanya tertunduk, menatap batu-batu kecil yang menutup jalan setapak di depan ayunan. Langit kemerahan. Matahari nyaris tenggelam di celah langit.“Memangnya Kai bilang apa?” Bram menatap tajam Kanaya yang kini sudah duduk di samping Bram dengan tangan menggenggam segelas jus jambu. Dielusnya punggung Rain yang menggeliat lalu perlahan membuka mata.“Kalau kata Mas Kai, kalian sebenarnya diam-diam sudah menikah.” Kanaya berujar santai lalu tersenyum kecil. Ia selalu suka menggoda Bram soal peremp

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 41: Titah Mama

    “Kamu nggak perlu repot-repot nyariin jodoh buatku, Mas. Aku bisa cari sendiri, kok.’ Kanaya berusaha agar tidak terprovokasi ucapan Bram.Diam-diam, Kanaya menaruh harap pada seseorang, tetapi tidak punya keberanian untuk mengutarakan lebih dulu. Ia memilih untuk menunggu, entah sampai kapan karena ia pun tidak tahu bagaimana perasaan orang itu. Kanaya akan berhenti berharap ketika takdr telah memutuskan ia tidak berjodoh dengan laki-laki yang selama ini mengisi doa-doanya.“Makanya aku kasih waktu sampai tahun ini. Kalau belum ketemu juga, berarti kamu butuh bantuan.”“Bram.”Panggilan sang mama menghentikan perdebatan kedua kakak beradik itu.“Iya, Ma.” Bram menyahut cepat. Ia segera berdiri dan mendekati ranjang diikuti Kanaya. ‘Masih pusing, Ma?” Bram menggenggam jemari kurus sang mama.‘Sedikit.”“Ya, udah, buat tidur lagi saja. Mama harus banyak istirahat biar cepat sembuh.”Perempuan berusia 60 tahun mengangguk. Dihelanya napas dalam-dalam sembari memejamkan mata. “Nay, gimana

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 42: Diam-Diam Perhatian

    “Dia bolak-balik revisi menu. Dikira ganti-ganti menu gitu cuma pakai dengkul, nggak pakai otak?”Kai muntab. Jika sudah berurusan dengan Aditya, kesabaran Kai seperti uap kopi panas ditiup angin, cepat sekali hilang dan berganti amarah.‘Nanti aku baca dulu revisi terakhir dan rancangan sebelumnya. Aku butuh amunisi untuk menyerang Om Adit.”“Terserah kamu gimana caranya, yang penting draft yang kukirim barusan, buatku sudah final. Aku tidak sudi kalau harus revisi lagi.”“Oke.” Bram menarik napas.“Semoga besok anak-anak sudah sehat. Jadi, lusa kita meeting buat mastiin final draft persiapan menyambut dua event besar itu.’Mendengar kalimat Bram, otot wajah Kai sedikit mengendur. Diusapnya rambut lalu mengambil satu kantung makanan dari mobil. “Well, gimana keadaan Tante Saras?”“Dokter masih observasi. Semoga demam biasa.”“Semoga nggak ada yang serius.’’ Kai menatap prihatin Bram. ‘Anak-anak gimana?”“Sejauh ini nggak ada masalah. Mbak Wulan selalu bisa diandalkan.”‘Syukurlah kala

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 43: Tiarap

    “Polisi tidak menghentikan kasusmu.” Lelaki berkepala botak itu duduk dengan kaki kanan berada di atas paha kiri, berseberangan dengan Tuan Besar yang berdiam di atas kursi putar. Ia menjeda kalimat dengan mengisap cerutu hingga asapnya mengepul dan menutupi wajah ovalnya selama beberapa detik. “Sebaiknya kamu off sementara. Pulangkan anak-anak asuhmu. Atau pekerjakan di bar dan kelab malammu. Semua akan aman.” Off? Enteng sekali kamu bicara! Tatapan tajam Tuan Besar menembus kepulan asap cerutu, mencari-cari wajah si kepala botak yang dengan tanpa beban telah memberi usul konyol. Menutup bisnis esek-esek miliknya sama dengan kehilangan enam puluh persen penghasilan. Dia belum gila sampai-sampai harus merelakan lebih dari separuh sumber pencarian tidak beroperasi. “Demi keselamatan dan reputasimu. Aku yakin, kamu tidak ingin kehilangan nama baik, bukan?” Si kepala botak mengangkat salah satu sudut bibirnya. Nama baik adalah segalanya bagi Tuan Besar. Ia tahu bagaimana caranya mer

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 44: Awasi Seruni

    Suara ketukan pintu menghentikan kecamuk pikiran Tuan Besar. Diletakkannya botol di atas meja tepat ketika seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap dengan salah satu alis terpotong memasuki perpustakaan.Tuan Besar menutup jendela dan menarik tirai. Lalu, dinyalakannya lampu dan mesin pendingin ruangan.“Tugas sudah selesai, Tuan. Siapa lagi yang harus saya bereskan?”Pria itu menghirup udara dalam-dalam. Ia selalu menyukai pertemuan di perpustakaan, menyukai bau kertas dan kayu. Seharusnya sekarang ia sedang berdiri di depan kelas atau menjadi peneliti. Namun, tragedi masa lalu telah mengubah arah hidupnya. Lalu, di sinilah ia, menjadi pembela bisnis haram.“Semua bersih?”“Saya pastikan tidak ada jejak yang tertinggal.” Lelaki itu menjawab dengan yakin kemudian menarik kedua sudut bibir ke atas. Sepasang lesung pipit tercipta ketika ia tersenyum.Tuan Besar berdiri sembari menghela napas dalam-dalam. Pandangannya tertuju pada foto keluarga yang tergantung di sisi kanan dinding perpus

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 45: Pendekatan Aditya

    Seketika ruang cuci piring menjadi gaduh ketika Seruni terkulai di lantai. Mei menjerit histeris. Suaranya mengalahkan bunyi air yang menyembur melalui selang di atas wastafel. Sementara itu, Reni berteriak meminta salah satu karyawan yang kebetulan sedang berada di sana untuk mengangkat tubuh Seruni ke ruang karyawan.“Lanjutkan pekerjaanmu,” titah Reni pada Mei. Pekerjaan masih banyak dan harus segera diselesaikan. “Biar aku yang urus Seruni.” Sungguh bukan waktu yang tepat untuk pingsan. Kenapa juga kamu pingsan saat jam sibuk? “Baik, Mbak. Tapi beneran kamu nggak perlu ditemani?”Reni menggeleng. “Aku tidak ingin kita bertiga dapat masalah karena menumpuk pekerjaan,” ujarnya seraya pergi meninggalkan ruang cuci piring.Sesaat Mei menatap tubuh Reni hingga hilang di balik dinding lalu kembali menata piring kotor di atas rak kayu untuk dibersihkan. Seingat Mei, sejak pertama kali bekerja di sini, ruangan ini berkali-kali menelan korban. Hanya Seruni yang pingsan, tetapi karyawan la

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 45: Jantungku Tidak Aman

    “Terima kasih, Pak. Tapi saya bisa pulang sendiri. “ Seruni memaksakan senyum.Dada Aditya berdenyar melihat senyum Seruni. Bibir tipis dengan lekuk sempurna milik gadis itu membuat laki-laki itu ingin segera menggenggam Seruni ke dalam pelukan. Sabar, Aditya. Jangan sampai rencanamu gagal karena terburu-buru. Aditya berusaha meredam gejolak dalam dirinya yang memiinta untuk segera dituntaskan.“Mari, Pak. Selamat siang.’ Seruni mengayunkan kaki meninggalkan Aditya yang masih menatapnya seperti elang hendak menangkap seekor kelinci.‘Tunggu, Seruni. Lebih baik kamu saya antar.”Seruni berbalik lalu sedikit membungkuk. “Tidak perlu, Pak, terima kasih.” Ia masih mencoba menjawaab dengan sopan sebelum berlari menjauhi Aditya.Seruni tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan laki-laki itu kalau dia bersedia diantar. Bukan ingin berburuk sangka, tetapi waspada lebih baik. Meski Aditya masih bersaudara dengan Bram dan Kai, bukan berarti sifat mereka bertiga sama. Mata Aditya mengataka

Bab terbaru

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 75: Rencana Bram

    “Aku yang akan atur pertemuanmu dengan Seruni.”Bram menatap Re lurus-lurus. Mulutnya masih mengunya sepotong risol mayo. Pagi itu Re tampak seperti komandan pasukan rahasia sedang mengatur strategi. Mendadak Bram merasa sedikit gerah meski mesin pendingin kafe menyala.“Menurutmu, dengan cara apa aku bisa ketemu Seruni? Aku harus menyamar menjadi pria hidung belang?” Bram hampir tersedak ketika mengucapkannya. Beruntung risol mayo di mulut sudah tertelan. Kalau belum, mungkin makanan itu akan tersangkut di tenggorokan atau malah tersembur keluar. Entahlah. Bram mual mendengar istilah pria hidung belang. “Lalu apa? Membawa Seruni kabur?”Re tersenyum kecil. Tatapan tajamnya melunak dan otot-otot wajahnya mengendur. “Sabar, Bro. Aku akan jelaskan.” Diraihnya cangkir lalu menyeruput isinya perlahan. “Baristamu keren, Bram.” Bram mengacungkan jempol seraya melirik pria berapron biru di balik coffee bar yang sedang menyetel peralatan menyeduh kopi.“Kebiasaanmu mengalihkan pembicaraan.”

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 73: Mencari Seruni

    “Jangan terlambat atau kesempatanmu bertemu Seruni hilang.”Dengan tangan masih menggenggam ponsel, Bram menoleh ke kiri dan kanan, mencari sofa tersembunyi yang bisa diduduki dengan tenang atau dinding untuk sekadar bersandar. Bram menghela napas berat. Semakin malam bar semakin ramai. Tidak ada tempat kosong sama sekali.Ketika akhirnya Bram menemukan dinding untuk bersandar, ponsel di tangannya hampir jatuh karena seseorang menubruk tubuhnya. Bram menggeram. Didorongnya badan gempal pria beraroma minuman keras dan rokok itu hingga jatuh terduduk di lantai. Ia masih sempat meracau sambil bersandar di dinding sebelum akhirnya terkapar.Merasa tidak akan bisa berpikir di tempat remang-reman itu, Bram memutuskan keluar. Segera ia memasuki lift dan kembali ke basement. Ia bisa gila atau cepat mati kalau lebih lama di dalam bar.Sesampainya di basement, Bram menghirup oksigen banyak-banyak, mengusir asap rokok yang sempat menghuni paru-parunya dengan udara baru yang lebih segar. Bergegas

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 73: Keributan di Bar

    Bram membelalak melihat aksi perempuan bergaun merah. Segera, ia menurunkan lengan si gaun merah lalu mendorongnya dengan kasar hingga hampir terjungkal. Sebelum keadaan berubah menjadi tak terkendali, Bram menyadari kesalahannya. Ia menarik tangan perempuan itu dan menahan tubuhnya agar tidak jatuh.Bartender di balik meja bar terkejut. Ia sampai berhenti melayani pesanan demi melihat adegan tak terduga itu.“Lepaskan!” Si gaun merah mendorong tubuh Bram. Sumpah serapah perempuan itu berkejaran dengan bingar musik dalam bar. Ia melambaikan tangan dan tidak lama berselang, dua lelaki berbadan kekar dengan baju serba hitam mendatangi Bram.Si gaun merah menatap sengit Bram lalu pergi, menyerahkan urusan Bram pada dua bodyguard di bar. Ia tidak akan menghabiskan waktu meladeni pria tak tahu diri seperti Bram. Masih banyak laki-laki lain yang bisa didekati.Astaga, kenapa aku bisa lepas kendali? Bram mengambil sapu tangan dan mengusapkannya ke wajah. Ada banyak perempuan mencoba mendekat

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 72

    “Kamu sudah lapor polisi kalau tempat mereka pindah?”Bram tidak lagi punya harapan apa pun pada Dewi dan teman-temannya. Jika polisi saja tidak mampu mengejar dan menangkap mereka, apalagi Dewi dan anggota LSM-nya. Musuh mereka terlalu kuat. Hanya demi kesopanan, ia tetap menanggapi laporan Dewi.“Sudah.”Dari nada bicara Dewi, Bram bisa menebak kalau harapan dalam genggaman perempuan itu pun mulai meredup. Advokat utama mereka masih belum pulih dari patah tulang. Sementara itu, pengacara pengganti terus didera teror dan Dewi terpaksa memintanya tiarap demi keselamatan diri dan keluarganya. Posisi Dewi sangat sulit. Bram tidak ingin menambah beban dengan bersikap acuh.“Apa kata mereka?”“Mereka hanya bilang sedang mendalami kasus ini dan akan segera memberi tahu kalau ada perkembangan baru.”Dewi menghentikan kalimat lalu diam.“Halo, Dew, kamu masih di sana?” Bram berseru khawatir pembicaraan mereka terjeda sunyi. Dewi juga mengalami banyak teror, tetapi wanita itu begitu tegar dan

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 71: Siapa Penculik Seruni?

    “Ngomong-ngomong, Gou yang katamu dulu pernah menangkap Seruni, sekarang sudah mati.” Re menatap Bram sekilas lalu menandaskan isi cangkir.Mulut Bram sedikit terbuka. Ia hampir tersedak. Jika Gou sudah mati, lalu siapa yang menculik Seruni sekarang? Bram berteman dengan Re sejak lama. Mereka memiliki satu guru dan lama berlatih bersama dalam satu perguruan Taekwondo. Belakangan Bram tahu kalau selain mendirikan perguruan dan mengajar Taekwondo, Re juga membuka jasa menyediakan petugas keamanan yang bekerja tersembunyi. Ia tahu bisnis gelap dan orang-orang yang berputar di dalamnya. Jadi, Bram tidak punya alasan untuk tidak mempercayai ucapan Re. Pria itu tidak mungkin bohong. “Aku boleh nambah kopi?” Re mengangkat cangkir yang telah kosong. “Kasusmu membuat otakku berasap.” Ia terkekeh.“Kamu boleh minum dan makan sepuasmu tanpa harus memikirkan bagaimana membayar tagihan.” Bram melengkungkan bibir.Re berdecak. “Kamu pikir aku semiskin itu sampai nggak bisa bayar secangkir kopi?”

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 70

    Merasa kasus Seruni masih gelap, Bram mencoba mengurai dan mencari titik terang. Ia mengambil kertas dan pulpen lalu mulai menulis kronologi hilangnya Seruni versi Ben dan hasil pencarian timnya Dewi. Bram yakin, Seruni diculik komplotan bisnis prostitusi online yang dulu pernah menjualnya.Bram menuliskan tempat-tempat yang mungkin akan digunakan komplotan itu untuk mempertemukan Seruni dengan pelanggan.BarPubHotelJumlah ketiganya puluhan atau malah ratusan. Menyisir semua tempat akan menghabiskan waktu. Alih-alih ketemu, Seruni mungkin sudah jatuh ke tangan pria hidung belang. Membayangkan hal itu, Bram bergidik. Disandarkannya punggung ke kursi. Sesaat ia memejamkan mata sambil memijit pelipis.Lelah karena tidak kunjung menemukan jalan keluar, Bram memutuskan rehat sejenak. Ia bangkit dan keluar ruang kerjanya. Kafe menjadi tujuan Bram. Sebagai CEO, ia bisa saja memesan menu apa pun dan pelayan akan mengantar ke kantor. Namun, Bram butuh udara segar dan suasana baru. Siapa ta

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 68: Kegelisahan Bram

    “Nay, selama Seruni belum ketemu, aku nitip rumah. Kamu fokus ngurus Mama dan anak-anak. Aku yang akan cari Seruni.’ Hari sudah gelap dan Bram masih bertahan di kantor.Lebih dari 24 jam Seruni hilang. Polisi dan tim dari NGO yang menangani kasus ini belum berhasil menemukan jejaknya. Ia seperti debu yang hilang ditiup angin.Bram memilih bertahan di kantor agar tetap bisa berpikir jernih. Di rumah, ia harus berada di samping Rain dan Ran sampai mereka tidur. Ia juga harus menghadapi wajah-wajah muram Mbok Asih dan Wulan. Mereka memang tidak banyak bertanya, tetapi mata keduanya mengungkap jauh lebih banyak kata dari yang bisa diucapkan oleh mulut. Bram tidak sanggup melihat kemelut itu.“Beres, Mas. Semua aman, kok. Kamu nggak usah khawatir.”Bram mengecek jadwal kontrol sang mama. ‘Thanks, Nay. Besok Mama harus kontrol. Kamu bisa minta tolong Kai buat nganter.”Nay tertawa. ‘Nggak perlu. Aku bisa handle, kok. I’m not a little girl, Mas. Jangan bilang kamu ambil kesempatan genting in

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 68: Terpaksa Menyerah

    “Aduh!” Seruni mengerang. Dadanya sakit karena Shin memelintir tangan dan menekan punggungnya ke mobil.“Sudah kukatakan, jangan coba-coba melawanku. Aku tidak sebodoh dan selemah Gou.” Shin menarik tubuh Seruni menjauhi mobil lalu mendorongnya masuk ke dalam Expander. Kamu benar-benar macan kecil, Nona. Aku tidak akan pernah melepasmu. Shin duduk di samping Seruni. Diambilnya pisau lipat lalu menempelkan ke perut Seruni. sedikit saja gadis itu bergerak, pisau akan segera bekerja merobek kulit dan menembus tubuhnya.Salah satu penjaga masuk ke mobil dan duduk di samping kanan Seruni. Diambilnya selembar kain hitam lalu menutupkannya ke mata Seruni.Seruni menahan napas, merasakan pisau tepat menempel di tubuh dan dunia yang mendadak gelap. Satu-satunya jalan agar tetap bernapas hanya dengan menyerah dan berpura-pura menjadi anak manis.Perjalanan terasa begitu lama bagi Seruni. Ia berusaha menajamkan pendengaran, berharap mendapat petunjuk di mana ia berada. Namun, tidak ada suara a

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 67: Apakah Aku Akan Mati di Sini

    Shin mundur selangkah. ‘Makanlah dulu. Kita bicarakan soal utangmu nanti.” Melihat Seruni menurunkan tensi, pria itu pun melakukan hal yang sama. Ia semakin yakin, Seruni akan jatuh ke dalam pelukannya. Tanpa ragu, dilepaskannya ikatan tangan Seruni agar gadis itu bisa makan.Desisan Seruni terdengar ketika tali pengikat telah terlepas. Seruni menyeringai kesakitan sambil mengangkat tangan. Dilihatnya pergelangan tangannya memerah.“Makan.” Shin mengangkat dagu, memberi isyarat pada Seruni agar segera mengambil piring.Nyeri di tangan Seruni masih terasa. Ia bergeming dan mengabaikan perintah Shin. Sambil meniupi bagian tangan yang tergores, bayangan tubuhnya menggelepar keracunan makanan menggantung di depan mata. Ia bergidik seraya mengernyitkan dahi lalu beringsut menjauhi piring.“Kalau kamu tidak mau makan sendiri, aku akan suapi.” Shin mengangkat piring, menyendok nasi dan menyodorkannya ke depan mulut Seruni.Seperti ada yang bertalu di dada Shin melihat bibir Seruni yang menge

DMCA.com Protection Status