Leticia mengais udara dengan rakus, dengan harapan dadanya yang kesakitan dan seluruh organ tubuhnya yang terbakar bisa sedikit mereka. Rasanya seperti di neraka.
Dia bahkan tidak sekali pun diberi makan dan minum. Tenggorokannya sangat sakit dan suaranya sudah serak bahkan hampir hilang.
Dia tidak tahu ini sudah hari keberapa sejak dia berada di tempat busuk ini. Setiap saat dia hanya melihat puluhan pengawal yang mengerumuninya seperti semut dan Samuel yang sekarat.
Tak ada siksaan yang lebih menyakitkan daripada ini. Diinjak-injak dan diludahi oleh 'pelanggannya' dulu bahkan tidak semenyakitkan ini.
Dirinya hanya diberi jeda sekian menit sebelum pengawal-pengawal itu kembali menggagahinya dengan brutal. Leticia kewalahan dan hampir mati.
Sekarang ruangan itu kosong. Pengawal-pengawal sialan itu pasti pergi untuk melaksanakan tugas atau membersihkan diri sebelum kembali menggagahinya.
SIALAN!!
ATLANTA BERENGSEK!!
"Samuel Lahendra sudah mati," lapor Edward kepada Saga yang sedang memangku kepala Juni di sofa ruang tengah."Bagus," komentarnya dingin sambil mengusap rambut Juni.Saga tak mengucapkan apa pun lagi, kebungkamannya sudah jelas memberikan perintah kepada Edward untuk mengurus mayat Samuel, seperti yang biasa Edward lakukan.Pun lirikan mata Saga sangat jelas menyuruh Edward menyingkir karena dia butuh waktu berdua dengan Juni. Edward melakukannya tanpa harus mendengar langsung dari mulut Saga. Puluhan tahun Edward melayani pria itu dan dia sudah sangat hafal dengan arti-arti dari ekspresi, tatapan mata dan gestur tubuh Saga.Setelah Edward menghilang dari pandangannya, Saga menunduk untuk melihat Juni yang tengah tertidur di atas pahanya. Beberapa jam yang lalu, mereka menonton film dan tak lama kemudian Juni tertidur.Semenjak hamil, Juni sangat mudah mengantuk. Dia bahkan berjuang menahan kantuk saat makan malam. Saga tersenyum mengingat kepala
Semua orang melemparkan tatap penasaran sekaligus kaget ketika mereka menginjakkan kaki di lobi perusahaan Saga. Banyak bisikan yang terdengar samar di telinga Juni. Mungkin mereka kaget karena Saga datang terlambat dan bersama wanita dalam dekapannya. Juni merasa tidak enak mendapat tatapan menilai yang ditujukan untuknya. "Kenapa gemetar, Sayang? Aku ada di sini," bisik Saga, dan malah mempererat dekapannya pada pinggang Juni. Sejak tadi Saga tak membiarkan Juni lepas dari dekapannya. Pinggang Juni diamitnya bahkan sejak mereka keluar dari kediaman Atlanta. Puluhan pengawal berjalan di belakang mereka. Sudah pasti kedatangan mereka terlalu mencolok untuk diabaikan. "Abaikan mereka. Fokus saja padaku," kata Saga menenangkan Juni, tapi dengan nada yang angkuh. Mereka menaiki lift tanpa satu pun pengawal. Beberapa pengawal berjaga di depan lift dan pengawal lain naik ke lift sebelah untuk menyusul mereka. Sampa
Maria mengambil semua barangnya dari rumah Lahendra. Dikemasnya seluruh benda-benda yang dia beli dengan uangnya sendiri. Mengabaikan semua pelayan yang berkerumun penasaran. Menanyakan apa yang terjadi kepada keluarga yang mereka layani."Tunggu saja, Sirana. Keluarga Lahendra bukan lagi majikan kalian. Akan ada keputusan dari atasan baru apakah kalian akan tetap berada di sini atau diberhentikan," ucapnya kepada kepala pelayan yang menanyakan nasib mereka."Sebenarnya apa yang terjadi, Nyonya Besar? Mengapa keluarga Lahendra yang terhormat sampai seperti ini?"Maria menatap Sirana datar. "Banyak hal yang terjadi. Kalian hanya perlu berkerja seperti biasa sebelum keputusan datang.""Tapi ... Nyonya." Kepala Sirana tertunduk ragu. "Apa keluarga Lahendra benar-benar sudah berakhir?"Maria terdiam cukup lama, aura dinginnya membuat para pelayan yang berdiri di belakang Sirana menunduk takut."Maafkan atas pertanyaan lancang saya, N
"Saya akan menemani Anda memeriksakan kandungan."Juni terkesiap dan hampir memekik ketika Lenna tiba-tiba berbicara di belakangnya. "Kau mengagetkanku." Napas Juni terengah-engah. Ia menyentuh dadanya yang kembang kempis. Ia sedang menyiapkan keperluannya di depan lemari dan tahu-tahu Lenna sudah ada di belakangnya. Ia bahkan tak mendengar langkah kaki Lenna memasuki kamar."Maafkan saya." Lenna menunduk sopan."Tidak apa, lain kali tolong jangan berbicara tiba-tiba begitu. Aku mudah kaget.""Baik. Saya akan membantu Anda menyiapkan keperluan."Juni menggeleng pasti sambil memasukkan selendang tipis ke dalam tasnya. Barangkali nanti dia membutuhkannya. "Tidak perlu. Keperluanku tidak banyak.""Kalau begitu saya akan menunggu Anda di luar."Juni menarik napas, membuat Lenna menghentikan gerakannya yang ingin memutar tubuh."Tidak usah menemaniku, Lenna. Aku akan pergi sendiri. Sudah tiga kali aku pergi sendiri, tidak masa
Satu tetes air jatuh dari sudut mata Juni di tengah kebekuan tubuhnya. Seluruh pakaiannya raib tak bersisa.Dengan kasar Saga mendaratkan tangannya di sekujur tubuh Juni, tak mengacuhkan rintihan kesakitan Juni saat ia meremas buah dada wanita itu dengan keras."Kubilang buka kakimu."Juni merapatkan kakinya alih-alih menuruti perintah mutlak Saga. Ia gigit bibirnya untuk menahan lebih banyak air mata yang menderas keluar."Buka. BUKA!!"Juni tersentak. Menahan gelombang ketakutan yang menyerangnya."Bukankah kau berpikir aku hanya menganggapmu sebagai perempuan yang enak untuk ditiduri? Jika kau mengeraskan tubuh seperti ini, maka kau tidak akan terasa enak lagi."Tubuh Juni gemetar. Rasa terhina itu menghantam dadanya telak.Saga tak menghiraukan, ia melancarkan serangan pada buah dada Juni, melumat dengan bibirnya lalu sebelah tangannya meremas lebih keras."Ah ...." Juni merintih kesakitan. Perutnya
Sial!Juni pingsan.Saga segera mengangkat tubuh Juni dan membaringkannya ke atas ranjang, lalu memandang wajah yang teramat pucat itu.Ada banyak hal yang berkecamuk dalam pikirannya. Sekali lagi, dia bertindak gegabah. Sekali lagi, dia hanya melampiaskan amarah dan tak memikirkan apa-apa.Diliriknya perut Juni. Apakah baik-baik saja?Dengan cepat Saga keluar kamar untuk memanggil Lenna, lalu kembali dan memindahkan Juni ke kamar mereka. Lenna datang sesaat setelah Saga membaringkan tubuh Juni di atas tempat tidur mereka."Dia pingsan. Periksa apakah dirinya dan kandungannya baik-baik saja.""Baik, Tuan. Perlukah saya memanggil dokter Elliot?"Saga menghela napas. "Tidak perlu."Saga mengamati Lenna yang memeriksa perut Juni dan denyut nadinya."Saya rasa Nyonya sedang kelelahan dan tertekan."Lenna tidak punya pengalaman di bidang kedokteran, tapi dia tahu kondisi saat kehamilan se
Tanaka Benjiro menunduk gelisah di meja kerjanya. Berbagai laporan masuk ke telinganya. Data perusahaan yang bocor, investor yang berlarian dan perusahaan lain yang menolak kerja sama, bahkan para koleganya yang menarik kontrak kerja sama.Perusahaannya di ujung tanduk. Baru saja dia mendapatkan pesan peringatan dari Atlanta. Isinya singkat, padat, tapi mampu membuat Tanaka gemetar.'Lepaskan Estigo.' begitu katanya.Tanaka mengembuskan napas keras-keras. Tampaknya masalah ini belum selesai. Atlanta baru saja memulai perang dengannya, lebih tepatnya dengan Rafael. Sepertinya keputusannya mengizinkan Rafael pulang sangatlah salah.Padahal Rafael sudah tak lagi berurusan dengan mantan istrinya. Apalagi yang Atlanta inginkan?Sepertinya Tanaka harus menyelesaikan masalah ini dengn cara berhadapan langsung dengan Saga Atlanta.***Usia kandungan Juni sudah memasuki bulan ke-5. Selama itu pula, Saga berusaha memperhatikan wanita itu. Namun
Juni sedikit terperanjat saat mendengar suara benda terjatuh yang cukup keras. Itu bukan Saga 'kan?Sesaat kemudian sebuah tangan meraihnya. "Hey. Jangan bergerak dulu."Juni menghela napas lega. Ia sangat takut jika dirinya terpeleset dan terjatuh. Untunglah Saga sudah memeluknya erat."Kenapa lampunya bisa mati?" tanya Juni. Suaranya sedikit bergetar."Entahlah. Pengawal pasti akan memeriksanya. Kemari." Saga menarik tangan Juni dan membawanya entah ke mana, lalu tahu-tahu mengangkat tubuh Juni dengan enteng kemudian mendudukkannya di atas meja.Saga melakukannya dengan sangat mudah. Padahal Juni sedang hamil besar, apalagi dalam keadaan gelap gulita seperti ini. Seberapa besar kekuatan lelaki itu?"Diam di sini. Sebentar lagi pengawal akan memperbaikinya." Saga memeluk Juni yang sedang duduk di meja makan, berdiri memposisikan diri di antara paha Juni. Membungkus tubuh Juni dengan tubuhnya yang hangat."Saga?" panggil J