Yuan sampai lebih dulu di apartemen. Jam masih menunjukkan pukul sebelas siang. Ia merebahkan dirinya sembari menunggu Rafan datang. Suasana panas dari luar dan diterpa angin AC di kamar Rafan membuat tiba-tiba dirinya merasa ngantuk dan tak lama kemudian tertidur pulas.
Semalaman menghabiskan waktu dengan tangisan dan pikiran yang bekerja keras nampaknya membuat ia lelah.Saking lelapnya, ia tak sadar jika Rafan sudah duduk di lantai dengan memandangi wajahnya. Padahal baru 15 menit yang lalu wanita itu tertidur.Untuk sesaat Rafan membiarkan Yuan tidur. Ada rasa iba saat dirinya berniat ingin membangunkannya. Hari-hari yang ia lewati cukup berat, ia sedikit menyesal kenapa memberinya pilihan di malam itu.Sebuah elusan di puncak kepala membuat Yuan menggeliat dan perlahan membuka mata."Kau sudah sampai? Kenapa tidak bangunkan aku?""Kau terlalu lelap, aku tidak tega. Aku bawa makan siang. Ayo kita makan!"Yuan meTak bisa lagi membendung rasa penasarannya membuat Yuan langsung membuka laci itu. Ternyata tak mudah baginya untuk mengetahui isi di dalamnya. Bukan karena laci yang tidak bisa dibuka, tapi ada brankas yang berukuran sedang di dalam laci itu dan sialnya brankas itu menggunakan password yang berupa angka. Yuan sama sekali tidak tahu angka yang harus ia tekan karena tidak mungkin Danish menggunakan hari umum seperti tanggal lahir atau hari pernikahannya untuk brankas ini. Biasanya seseorang menggunakan password angka yang menurut mereka spesial dan harus diingat. Melihat hubungan rumah tangganya yang tidak sehat membuat ia ragu bahwa brankas ini menggunakan tanggal pernikahan atau hari lahir sebagai tanggal spesial. Merasa bingung dan benar-benar buntu, meskipun ia meragukan bahwa brankas ini menggunakan tanggal lahir, ia tetap menekan tanda lahir Danish sebagai bentuk usahanya. Dan seperti apa yang sudah diragukannya, brankas itu tidak terbuka. "Astaga
"Kenapa selalu mempertanyakan hal yang sepele. Ke apartemen dulu, suamimu lagipula belum pulang. Mungkin masih bersama istri mudanya." Rafan bersandar pada badan mobil dengan menghadap pada Yuan. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana, sementara kakinya ia silangkan pada kaki yang lain. "Istri muda?""Apalagi kita menyebut si Feli kalau bukan istri muda? Suamimu lebih sering menghabiskan waktu dengannya dibandingkan denganmu.""Lalu aku menyebut kau suami muda begitu?" Terdengar tawa kecil dari mulut Yuan. Tawa yang meskipun bukan terbahak-bahak itu terlihat lepas dari mulut Yuan. Rafan tak pernah melihat tawa wanita itu sejak ia tinggal bersama. Saat istrinya masih ada, ia tak kenal dengan Yuan. Ia hanya tahu bahwa wanita itu bernama Yuan dan menjadi iparnya. Setelah istrinya tiada, ia satu atap dengan Yuan, namun baru kali ini ia mendengar tawa dari wanita yang akhir-akhir ini mengetuk hatinya. "Mau ke apartemen
Perselingkuhan yang dilakukan Danish terlihat semakin rumit saat mengetahui Feli hamil. Memang ia menginginkan seorang keturunan, tapi tidak sekarang. Bukan waktu yang tepat baginya untuk memperoleh anak dari Feli. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Tidak mungkin ia menikahi Feli di saat dirinya masih menjadi suami Yuan. Di sisi lain, ia juga merasakan enggan jika harus berpisah dengan Yuan. Mungkin, ia tidak mencintainya, tapi ia merasa bertanggung jawab atas Yuan. Ia merasa bertanggung jawab atas diri wanita itu. Istrinya itu sudah tidak punya siapa-siapa dunia ini. Ia sebatang kara, ia anak tunggal dari pasangan suami istri yang meninggal sejak tiga tahun yang lalu. Belum lagi nama baik keluarga yang harus ia jaga. Berpisah di saat usia pernikahan satu tahun? Sama sekali tidak terbayang olehnya. Jika merasa Yuan adalah tanggung jawabnya, kenapa ia bersikap kasar, dan terang-terangan bertingkah seolah ia tidak memiliki tanggung jawab dengan wanita itu? Apakah sikapnya b
"Kau Istirahatlah dan jangan memikirkan apa pun. Aku harus pulang ini sudah tengah malam. Aku janji aku setiap hari akan ke sini sebelum dan sesudah pulang dari kantor." "Hm, aku pegang janjimu untuk terus di sisiku, Danish." Rasa khawatir tiba-tiba menyerang diri Feli saat Danish terlihat ragu dan enggan untuk berpisah dengan istrinya. Persetan dengan tanggung jawab, bukankah seseorang yang mencintai kita akan melakukan apa pun untuk kita? Lalu kenapa ia harus peduli dengan posisi, keadaan, perasaan, dan tanggung jawabnya terhadap orang yang tidak ia cintai? Itulah kira-kira pertanyaan yang memenuhi ruang kepala Feli. "Memang kapan aku pernah mengelabuimu? Dari awal kita kenal aku nggak pernah ingkar janji, kan? Lalu kenapa sekarang aku harus ingkar? Ada anakku di sini. Tidurlah." Danish memberikan elusan pada puncak kepala Feli dan perut rata wanita itu. Pergi dari satu wanita, ia kembali dihadapkan dengan wanita yang lain. Pandangannya tert
[Yuan, aku sudah mendapatkan apa yang kau mau. Aku mendapatkan dokumen CV Feli. Akan ku kirim lewat e-mail. Dan langsung kau hapus setelah melihatnya, ya. Untuk jaga-jaga agar tidak terjadi masalah ke depannya.]Sebuah pesan Yuan terima di saat ia sedang mengobrak-abrik kamarnya.[Akan aku buka sekarang. Terima kasih, aku berhutang budi padamu, Freya.]Tidak lupa Yuan sematkan emoticon peluk dan cium sebagai tanda terima kasih atas usaha Freya yang pasti tidak mudah. Wanita itu segera membuka laci begitu sudah mengetahui tanggal lahir Feli. Ia mengambil brankas yang ada di dalam dan menekan dengan hati-hati nomor yang sesuai dengan tanggal lahir Feli. Dan taraaaa ... pintu brankas terbuka. Wanita itu terlihat syok, tapi sedetik kemudian ia menghilangkan rasa keterkejutannya itu. Karena wajar saja jika Danish memakai tanggal lahir Feli sebagai password brankasnya. Feli adalah wanita yang ia cintai, wajar saja bukan, jika tanggal itu spes
Di bawah senja yang hening terdapat seorang ayah yang sedang merenung, wajahnya penuh dengan ekspresi kekecewaan. Beliau adalah seorang pria bijaksana yang sedang menghadapi kenyataan pahit bahwa anak gadisnya, Feli, mengandung di saat ia belum menikah.Feli, dengan tatapan bersalah dan berdosa mencoba mencari cara untuk menjelaskan keputusannya kepada ayahnya. Suasana rumah itu dipenuhi dengan ketegangan yang sulit diucapkan."Bagaimana ini bisa terjadi? Ayah tidak mengerti bagaimana kau bisa sampai pada titik ini tanpa memikirkan konsekuensinya." Tatapan Ayah Feli lurus ke depan seolah anak yang berada di sampingnya tak ada. "Ayah, aku tahu aku membuat kesalahan besar. Aku terjebak di rasa yang salah. Tapi aku dan Danish saling mencintai, kami masih merasa memiliki satu sama lain.""Mengandung di luar nikah bukan hanya merugikanmu, tapi juga merugikan keluarga kita. Apa yang akan orang lain katakan?""Ayah, itulah alasannya kenapa Dani
Yuan tiba di Bali dengan hati yang penuh kegembiraan karena pertemuan spesial dengan kekasihnya, Rafan. Ini adalah pertama kalinya ia berlibur dengan kekasih simpannya itu. Saat mereka bertemu di bandara, mata mereka bersinar dengan kebahagiaan. Mereka menghabiskan akhir pekan yang tak terlupakan di pulau surga ini, menjelajahi tempat-tempat eksotis, merasakan aroma bunga frangipani yang harum, dan mendengarkan riuh rendah ombak di pantai yang tenang.Setiap senja di Bali dihabiskan dengan berjalan berdua, tangan dalam tangan, menyaksikan matahari terbenam di ufuk barat, menciptakan gambaran indah yang seakan-akan dipahat oleh dewa-dewi pulau itu sendiri. Mereka berbagi cerita, impian, dan canda tawa, membangun ikatan yang lebih dalam di antara mereka. Makan malam romantis di tepi pantai dengan cahaya lilin, suara alunan musik Bali yang lembut, dan tatapan sayang di antara mereka membuat momen-momen itu terasa magis dan mendalam."Rafan, seandainya saja b
Lelah. Itulah yang dirasakan oleh Danish semenjak ia memiliki dua istri. Satu istri yang ia sembunyikan menuntutnya untuk lebih sering dengannya. Sementara Danish tak bisa mengabulkannya setiap waktu. Ia mengira semua masalah akan selesai jika mereka sudah menikah, tapi nyatanya semua tambah runyam dan melelahkan bagi Danish. Waktu istirahat yang kurang, pikiran yang terus diajaknya bekerja membuat perubahan pada fisikmya sedikit terlihat. Ia lebih kurus dari sebelumnya. Sempat menjadi pertanyaan dipikiran ibunya. Tapi Danish hanya menjawab ia sedang kelelahan. 'Kelelahan mengurus dua istri,' sahut Rafan kala itu. Tak ada yang tahu bahwa Danish memiliki istri simpanan termasuk Yuan. Hanya Rafan seorang yang tahu. Entahlah, ia ragu jika memberitahukan kabar ini pada Yuan. Ia takut jika lukanya akan semakin menganga. Ia sedang berusaha untuk menyembuhkan luka dan membuatnya percaya bahwa ada sosok manusia yang selalu bersamanya yang mencintainya dengan ha
Setelah proses panjang di pengadilan, Rafan dinyatakan bersalah atas pembunuhan berencana dan berbagai tindakan kriminal lainnya yang terkait dengan kematian Alea. Hakim menjatuhkan hukuman penjara selama 20 tahun kepada Rafan.Yuan dan sang ibu mertua hanya bisa menangis sejadi-jadinya, siapa yang menyangka jika hukuman akan selama dan sepanjang ini. Rafan menghampiri keluarganya dengan wajah yang tampak tegar meski lelah, dan ia mencoba tersenyum untuk menguatkan istri dan kedua orang tuanya. Yuan tidak bisa menahan air matanya. "20 tahun, Rafan. Itu waktu yang sangat lama. Bagaimana bisa aku melalui hari tanpamu?" Wanita itu menghambur ke pelukan suaminya. Sayang, Rafan tak bisa membalas pelukan itu lantaran tangannya sudah terborgol. Rafan menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Aku tahu, Yuan. Ini memang lama, tapi aku akan menjalani hukuman ini dengan tenang. Aku ingin menebus semua kesalahanku. Dan aku butuh kamu untuk tetap kuat di luar sana."Yuan menggengg
Rafan mengulurkan tangan untuk membantu Antoni duduk sempurna. Napas mereka belum kembali normal, masih beradu dengan kenyataan yang tak hanya membuat lelah fisik. Antoni merasakan tubuhnya lemas, tetapi pikirannya terus berputar. Kata-kata Alea terus terngiang-ngiang di telinganya. "Jangan biarkan cinta merubah apa pun dalam dirimu."Ia menatap Rafan dengan pandangan yang penuh kebencian, tetapi di balik kebencian itu, ada secercah kesadaran. Alea benar, ia telah membiarkan kebencian menguasai dirinya terlalu lama. Jika ia terus berjalan di jalan ini, ia akan menjadi apa yang Alea tidak inginkan. "Antoni, tolong dengarkan aku," suara Yuan terdengar lagi, lebih lembut, "Kita bisa mengakhiri ini sekarang. Rafan bersedia menerima hukumannya. Biarkan hukum yang mengadili."Antoni menatap Yuan dengan mata yang penuh dengan emosi yang bercampur aduk. Di satu sisi, ia ingin membalas dendam, ingin Rafan merasakan penderitaan yang ia rasakan. Tetapi di sisi lain, ia tidak bisa mengabaikan p
Dalam pertarungan itu, Rafan berhasil merebut pistol yang terjatuh saat terjadi baku hantam. Mereka bergulat di lantai, saling rebut senjata. Yuan berteriak memohon agar mereka menyudahi kegaduhan ini. Namun, suara teriakannya tenggelam dalam suara pertarungan sengit itu. "Rafan, lempar pistolnya ke sini! Rafan kau dengar aku? Lempar ke sini, Rafan!" Yuan berteriak sekuat yang ia bisa. Saat ini hanya itu yang bisa ia lakukan. Tak lama kemudian, Rafan melakukan apa yang diminta sang istri, ia melempar senjata itu meski asal. Antoni mengamuk saat senjata itu berada di tangan Yuan. Ia kembali bangkit dengan membawa pukulan dan tendangan yang lebih brutal. Rafan hanya menghindar tak berniat membalas. Ia sedang mengumpulkan tenaga untuk menghentikan ini. Pukulan demi pukulan yang disodorkan tak membuahkan hasil membuat Antoni lelah sendiri. Di saat itulah, Rafan mengerahkan tenaga yang baru ia kumpulkan. Dengan sekali tendang di dada, Antoni tersungkur tak berdaya. "Rafan suda
"Antoni, tolong pikirkan lagi! Apakah ini yang benar-benar diinginkan oleh Alea? Apakah dia ingin kau hidup dengan kebencian dan dendam seperti ini?""Kau tidak tahu apa-apa! Kau mungkin pernah merasakan bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang kau cintai, seseorang yang kau sayangi, tapi apakah kau pernah kehilangan seseorang dengan cara yang kejam? Sepertinya ikut melenyapkan mu juga pilihan yang bagus. Rafan juga harus merasakan apa yang aku rasakan. Kehilangan seseorang dengan cara yang kejam."Rafan maju perlahan, melihat Antoni yang kesetanan membuat ia takut hilang kendali dan justru mengikutsertakan Yuan dalam permasalahan masa lalunya. "Dengarkan aku Antoni, aku menyesal. Aku tidak tahu apa yang bisa aku lakukan untuk menebus kesalahanku. Aku akan melakukan apa pun yang kau minta, lakukan apa saja padaku, tapi jangan libatkan Yuan dalam hal ini. Ini murni kesalahanku, bukan?"Antoni tersenyum miring, "Kau pikir aku akan melepaskan orang yang kau cintai begitu saja? Dia ba
"Yuaaann!"Suara Rafan menggema di seluruh ruangan, memecah keheningan yang melingkupi gedung lantai dua itu. Yuan terkejut melihat suaminya muncul, wajahnya penuh kepanikan dan ketakutan, napasnya pun sudah tersengal-sengal. Nampaknya ia berlari dari halaman gedung hingga naik ke titik ini. Antoni menoleh, tatapannya sangat memperjelas bahwa kebencian dirinya terhadap Rafan benar-benar berada di puncak. "Kau!" teriak Antoni mengarahkan pistolnya ke arah Rafan. "Akhirnya kau datang juga, akhirnya aku dengan leluasa bisa melihat wajahmu. Kau adalah awal dari segala penderitaanku. Kau harus membayar semuanya, Rafan. Nyawa, kebahagiaan, waktu, sakitku, dan hancurnya kehidupanku hanya karena kau!"Rafan mengangkat kedua tangannya, berusaha menunjukkan bahwa ia tak bersenjata dan tidak ada niatan untuk melawan. "Dengar aku! Aku dan kau tidak saling kenal, aku tidak tahu di sini kau siapa, tapi aku tahu siapa yang yang kau maksud. Aku tahu yang kau maksud adalah Alea, wanita yang ada di
Yuan masih terpaku di tempat. Pandangannya tak lepas dari layar monitor yang terus berjalan menampilkan gambaran masa lalu raffan yang tidak ia ketahui. Dalam waktu beberapa menit itu, slide-slide itu seolah menayangkan hampir setengah kehidupan masa muda sang suami. Semua masih menampilkan wajah-wajah yang sama, tak ada yang aneh. Rafan memang setia dalam menjalin hubungan. Bukankah wajar dan tidak ada keanehan dengan foto-foto yang ditampilkan? Itu bagian dari masa lalu dan apa masalahnya? Hingga akhirnya, pikiran Yuan yang begitu positif itu terkacaukan dengan sebuah chat. Selintas ia membaca kata "gugurkan" dan membuatnya mengatakan... "Stop! Kembali ke slide sebelumnya!"Antoni menurut, ia kembali menampilkan foto sebelumnya. "Sekarang kau tahu kenapa hingga detik ini Rafan tidak punya anak? Karma. Dia sedang menjalani karmanya. Pasti kau bertanya-tanya, siapa perempuan itu, siapa aku, apa hubungannya dengan kekacauan dalam hidupmu? Aku yakin banyak pertanyaan dalam benakmu. K
"Apa maksudnya dia mengirimku ke tempat seperti ini?! Apa aku sedang dibodohi?" gerutu Yuan seraya berjalan kembali ke mobilnya. Wanita itu belum selesai dengan keterkejutannya yang tanpa sengaja mendatangi sebuah rumah aborsi ilegal. Namun rupanya, semesta masih memberinya kejutan dengan kehadiran sosok pria berkulit putih di dalam mobilnya. "Siapa kau?" tanyanya dalam keadaan terkejut. Bagaimana tidak? Pria itu duduk kursi samping kemudi. "Itu tidak penting, yang lebih penting adalah informasi yang aku bawa. Informasi yang bisa menentukan masa depan dan jalan hidupmu selanjutnya. Jalan sekarang! Ikuti petunjuk yang aku berikan! Atau kau ... akan ditemukan menjadi mayat sebelum kau tahu rahasia besar yang dirahasiakan suamimu." Antoni mengarahkan pistol tepat di kepala Yuan. Manusia mana yang tidak gemetar jika dihadapkan dengan senjata tajam sementara dirinya tak menguasai apa pun dalam perkelahian atau menjinakkan senjata tajam, jangankan melakukan itu, memegang dengan benar da
Rafan beberapa kali membolak-balikan kertas itu untuk meyakinkan diri. Tak ada apa-apa di benda itu. Bahkan setitik noda tinta pun tak ada. Ia juga dengan teliti memastikan bahwa tak ada apa-apa lagi di kaleng itu. Memang tidak ada, kosong, itulah kenyataan yang ada di hadapannya sekarang. Rasa takut, cemas, dan kekhawatirannya tak terbukti. Ia merasa lega karena tak ada hal apa pun yang menambah kecurigaan sang istri terhadapnya. Namun, kelegaan itu hanya berlangsung sementara saja, ia merasa kembali dikuliti saat mendapati tatapan sang istri yang mengarah padanya. Tatapannya biasa saja, tidak menakutkan bagi Rafan, tapi entah kenapa ia merasa terintimidasi oleh sorot mata wanita itu. Mungkin ini adalah efek lantaran dirinya yang menyembunyikan hal besar dari semua orang. "Sudah puas, Sayang? Tidak ada apa-apa, jadi tidurlah. Aku akan menyusul setelah mandi." Rafan kembali menggulung kertas dan memasukkan ke kaleng lalu ia letakkan benda itu di meja rias.Yuan mengangguk, tetapi ek
Rafan hendak membuka mulutnya untuk kembali menjawab pertanyaan dari Frans. Hanya saja, getaran di ponselnya membuat ia mengalihkan perhatian. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal terpampang di layar. Baginya sekarang tak mengherankan lagi ada banyak nomor yang menghubunginya. Si peneror seringkali mengganti nomornya saat menghubungi. Wajah yang semula biasa saja kini mendadak membuat raut tegang, wajahnya pucat, dan ia mulai di serang panik. "Sial! Frans, aku harus pulang." Hanya kalimat itu yang mampu Rafan keluarkan. Ia tergesa membawa dirinya keluar dari apartemen. Pesan dari peneoror ini membuat ia kembali kalang kabut. Rafan meluncur di jalan dengan kecepatan tinggi, hatinya berdegup kencang. Pemandangan di sekitarnya menjadi blur, hanya fokus pada satu tujuan, pulang. Ketegangan memenuhi udara di dalam mobil saat ia meraba-raba kantong saku, mengeluarkan ponselnya dengan gemetar. Layar ponsel terangkat menampilkan foto ancaman yang menakutkan. Rafan merasa napasnya se