Dion makin membesarkan matanya. Apa yang sebenarnya tengah dibicarakan oleh Laras? Bagaimana dia bisa dengan cepat menuduh Dion berselingkuh?
“Laras, aku belum ngomong apa pun! Kenapa kamu langsung bentak aku seperti itu?” tegur Dion mulai agak keras.
“Huh, kamu pikir aku bodoh ya, Mas! Kamu bilang kerja padahal kamu selingkuh!” tuding Laras tanpa basa-basi sama sekali. Dion mencoba masih bersabar. Ia sudah berada di posisi mulai tak tahan dengan kondisi saat ini.
“Laras, seharusnya aku yang tanya sama kamu! Apa kamu punya hubungan dengan laki-laki lain di belakangku selama ini?” tukas Dion membuat Laras jadi terdiam beberapa saat.
“Apa maksud kamu? Kenapa kamu jadi balik nuduh aku? Harusnya aku yang marah!”
“Kamu gak punya alasan marah sama aku!” Dion mulai menaikkan suaranya. Ia harus benar-benar mengatur napas dan tak kelepasan.
“Kenapa ndak?”
“Kenapa kam
Dion sudah seperti setengah pengasuh Venus hari ini. Ia menggendong Venus ke mana pun karena gadis itu tak mau memakai tongkat atau kursi roda.“Katanya gak boleh jalan kan?” Venus menekankan keadaannya pada Dion yang mengangguk. Ia mengalah dan melakukan apa saja yang diperintahkan Venus padanya. Sampai saat waktu istirahat pun, Dion tetap menggendong Venus ke kamarnya. Hanya saja saat di kamar ganti, ia tak ikut masuk.Akan tetapi, Dion tak melupakan tugasnya sama sekali. Ia tetap memeriksa seluruh isi kamar agar tak ada hal yang membahayakan Venus.“Mas Dion, aku sudah selesai!” ujar Venus memanggil dari dalam bilik ganti. Dion pun segera datang untuk menggendong Venus yang menyengir bahagia bisa terus dekat dengan pengawalnya.“Tempat tidur kamu sudah siap. Sebaiknya kamu istirahat,” ujar Dion saat meletakkan Venus di sisi ranjang.“Mas Dion akan tidur di sini kan?” tanya Venus dengan polosnya. Di
Bayangan seorang pria dengan pakaian kasual dan memakai kacamata hitam masuk membuat Dion makin menjauh dan berdiri. Sementara Venus yang ikut melihat lalu menghembuskan napas kesal sekaligus membuang pandangannya ke arah sebaliknya.Gareth Moultens masuk sambil membuka kacamatanya dengan kening mengernyit melihat Venus yang duduk di sisi kolam.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Gareth begitu ia tiba di dekat Venus. Venus sedikit menengadah dengan kening mengernyit keheranan. Pandangan Gareth beralih pada Dion yang berdiri saja tak tahu harus bersikap seperti apa.“Apa yang kamu lakukan di sini? Mengapa pakaianmu basah?” desak Gareth terlihat mulai curiga. Dion hanya memandang datar dan tak menjawab.“Dia menolongku!” sahut Venus menjawab pertanyaan Gareth. Gareth mengalihkan lagi pandangannya pada Venus yang masih duduk di pinggir kolam. Gareth pun bersikap manis seketika dan berjongkok untuk bicara pada Venus.&ld
“Dion, gak mungkin gue selingkuh sama Laras. Lo jangan mikir yang aneh-aneh! Gue sahabat lo dari SMA!” tukas Rico di tengah pembicaraan dengan Dion lewat ponsel. Dion baru saja membersihkan diri dan duduk di pinggir ranjang menerima panggilan dari Rico.“Aku gak menuduh. Istri kamu yang mencurigai Laras. Dan aku telepon Laras untuk cari tahu soal kecelakaan itu. Ternyata itu mobil Sisca, Ric!” jelas Dion masih menahan kekesalannya. Ia tetap sabar menghadapi Rico yang mulai terpancing emosi. Rico dan Sisca bertengkar soal informasi yang diberikan Dion kemarin.“Itu salah paham, Dion! Laras itu bawahan gue. Gue supervisor dia selama penilaian untuk kenaikan jabatan! Lu gila mikir gue bakalan ngerebut dia dari lo!” sahut Rico makin emosi. Dion menarik napas panjang. Ia memejamkan mata dan mengeraskan rahangnya mendengar alasan yang diberikan oleh Rico.“Lalu kenapa Laras bisa mengaku meminjam mobil dari Sisca?” tanya
Dion harus mengesampingkan perasaan lukanya demi Venus. Dalam waktu 10 menit, ia harus siap untuk pulang. Entah apa yang terjadi, tapi Venus memutuskan kembali ke New York lebih awal padahal hari mulai sore.“Apa yang terjadi, kenapa kita pulang sekarang?” tanya Felipe pada Kyle yang juga kebingungan. Ia menggelengkan kepalanya.“Ed, cari tahu pada Ketua. Tanyakan padanya!” perintah Kyle pada Edward yang baru datang membawakan koper milik Venus dan manajernya.“Oke!” sahut Edward yang keluar untuk mencari Dion yang baru keluar dari kamarnya. Ia memakai kemeja tanpa dasi dan baru saja membereskan kamarnya dengan cepat.“Pak, apa yang terjadi? Kenapa kita pulang sekarang?” tanya Edward langsung menghampiri Dion.“Bukan urusan kita apa alasannya. Apa pun yang diinginkan oleh Nona Harristian, kita harus memenuhinya. Apa kamu sudah melapor pada pilotnya?” jawab Dion tanpa senyuman.&ldqu
Gareth Moultens dikerubungi oleh reporter dan wartawan yang mengincarnya untuk mengkonfirmasi tentang kabar putusnya ia dengan Venus Harristian. Gareth menghadapinya sambil tersenyum dan tertawa.“Tidak, itu hanya gosip. Kami sedang mempersiapkan pernikahan,” ujar Gareth berdiri sejenak untuk memberikan keterangan.“Lalu bagaimana dengan video yang sempat beredar soal ciuman itu?” Gareth menggelengkan kepalanya masih tersenyum.“Aku tidak mau lagi menanggapi video murahan seperti itu. Itu hanya buatan orang-orang yang hanya ingin menjatuhkanku! Tolong, aku sangat mencintai Venus!” jelas Gareth kembali berjalan.“Berikan penjelasan soal rencana pernikahanmu?”“Kami akan menikah di tempat yang paling spesial, kalian akan bisa melihat semuanya nanti!”“Apa kamu sudah melamar?” Gareth menoleh dan tersenyum.“Kalian akan lihat nanti! Terima kasih!” Gareth l
Laras menyeka air mata terakhirnya dan menarik napas lega. Ia menutup laptop usai memutuskan sambungan panggilan video lewat Skype. Dengan mata masih sembab dan merah, Laras melirik pada beberapa benda di atas meja kerjanya. Sebuah foto pertunangannya dan Dion masih terpampang dalam bingkai kecil yang sederhana.Namun di sebelahnya, ada foto Laras, Dion dan kekasih Laras selama ini, Hendrico Darmawan alias Rico. Tangan Laras meraih foto Dion dari pada Rico. Ada rasa bersalah yang begitu besar tapi ia sudah terjerumus begitu dalam.“Sayang, sudah?” terdengar suara seseorang dari balik pintu. Laras menoleh ke belakang tanpa tersenyum dan mengangguk. Rico tersenyum dan masuk ke dalam kamar Laras. Laras meletakkan kembali foto Dion di tempatnya.“Gimana? Dia percaya?” tanya Rico antisipatif. Laras duduk di sisi ranjang sambil menghela napas panjang dan mengangguk. Wajahnya masih tanpa senyuman. Rico tersenyum tapi tak lama.“Kena
Dion berjalan memimpin rombongan yang akan mengawal Venus seperti biasanya. Ia membuka pintu mobil untuk Venus. Tak ada percakapan apa pun di antara mereka sama sekali dari semalam. Usai Dion mengetahui lamaran Gareth pada Venus yang kemudian tersebar seantero negeri, Dion memilih diam. Apa yang bisa ia lakukan? Memangnya siapa dirinya?Dion menyadari posisinya yang hanya bisa menyukai atau bahkan mencintai namun tak boleh lebih dari itu. Ia telah berjanji akan kembali dan menikah dengan Laras. Sementara Venus pun kini telah menerima Gareth kembali.Di dalam mobil, Dion tetap berperilaku seperti biasa. Ia mengatur arah jalur yang akan dilalui oleh rombongan mobil.“Nona, kita akan lewat Third Avenue 59th Street dan Lexington Ave,” ujar Dion dengan nada rendah dan dingin. Venus tak menjawab. Ia hanya diam menundukkan kepalanya. Tangannya terus memilin jemarinya yang telah melingkar cincin baru dari Gareth hasil lamaran semalam.Turun dari mobil
Hari ini adalah ulang tahun Venus yang ke 25 tahun. Berbagai ucapan selamat telah mengalir dari semenjak semalam padanya. Dari label, teman, para fans yang bahkan menyewa billboard di times squire, bahkan hampir seluruh stasiun radio terkenal ikut memberikannya ucapan selamat.Hanya satu orang yang belum mengucapkan selamat ulang tahun padanya yaitu Dion Juliandra. Bahkan seluruh anggota tim telah mengucapkan selamat ulang tahun pada Venus termasuk Felipe yang memberikan sebuket bunga yang cantik.“Terima kasih, tapi ... di mana ketua kalian?” tanya Venus dengan cengiran cantiknya. Felipe ikut menyengir dan menggaruk kepalanya lalu melirik pada Kyle.“Ketua Juliandra sedang pergi keluar sebentar, Nona. Nanti siang baru kembali,” lapor Kyle pada Venus. Venus tampak cemberut dan menurunkan bahunya. Entah mungkin Dion tak tahu bahwa hari ini adalah ulang tahun Venus. Meskipun tak dirayakan, Venus ingin agar Dion yang pertama meng
Setelah celingukan memastikan tidak ada yang mengikutinya, Dion masuk ke sebuah restoran mewah di kawasan Brooklyn milik chef terkenal Brema Mahendra. Restoran berbintang Michelin itu tidak sembarangan bisa dimasuki oleh orang lain kecuali pengunjung yang telah memesan tempat dan sahabat dekat si pemilik restoran.Maka ketika Dion masuk, para penguntitnya tertahan di depan. Sementara Dion bebas berjalan masuk ke dalam sampai ke area terlarang yaitu dapur. Di sana, Brema sudah menunggu dengan mejanya yang telah disiapkan untuk pertemuan mereka. Ares baru tiba beberapa saat kemudian. Ia masuk dari jalan belakang.“Apa masih ada yang mengikutimu?” tanya Brema setelah Dion duduk di kursinya.“Iya, mereka ada di luar.” Brema langsung memanggil salah satu stafnya untuk mengusir non pengunjung dan yang menguntit Dion dari lingkungan restorannya.“Jauhkan mereka dari parkiran!” perintahnya lebih lanjut.“Baik
Dengan panik, Venus masuk ke kamar mandi lalu menguncinya. Ia langsung memeriksa kulit lehernya lewat cermin dan melihat dengan jelas seperti apa bentuk bekas ciuman yang memerah di kulitnya. Dion memergoki langsung ada bekas pria lain di tubuh Venus. Seketika Venus menahan teriakan dengan membekap mulutnya sendiri.Air mata berlomba-lomba jatuh dan kakinya tidak kuat menopang berat tubuh. Venus jatuh di lantai terduduk menangisi dirinya sendiri. Sangat menyakitkan saat ia harus menyakiti Dion seperti itu. Hati Venus hancur melihat rasa kecewa di mata Dion padanya.“Mas Dion, maafin aku ... maafin aku ...” Venus merapal tanpa suara sambil meremas pakaian di dadanya.“Venus? Cinta? Tolong keluar, Sayang. Ayo kita bicara ...” terdengar suara Dion yang bergetar namun masih lembut memanggil istrinya. Dion tidak meledak marah meski ia menemukan dengan jelas pengkhianatan Venus. Namun hal itu hanya membuat Venus makin terluka.“Aku
‘Mas Dion? Mas Dion, tolong aku! Tolong, Mas ...’Seketika mata Dion terbuka dan ia kaget. Suara Venus memohon pertolongan darinya membuat ia terbangun dari mimpinya. Dion kebingungan. Ia masih berada di kamar. Bedanya ia tidak tidur di ranjang melainkan duduk di sofa dan tertidur. Di tangannya masih tersemat tasbih rosario kala ia berdoa untuk Venus.“Venus? Sayang!” panggil Dion bangun dan berjalan keliling kamar mencari Venus yang ternyata belum pulang. Hari sudah pagi namun belum ada kabar dari istrinya sama sekali. Dion mencoba kembali menghubungi Venus dan masih sama saja seperti ratusan panggilan yang ia lakukan seharian.“Gak, aku gak bisa diam saja! Aku harus cari dia.” Dion akhirnya mengambil keputusan dan keluar dari kamar. Dion kembali menanyakan pada Edward yang juga tidak kunjung mendapatkan kabar dari Venus.“Manajemennya sudah menyebarkan orang-orang mereka untuk mencari Nyonya Venus. Tapi sampai s
“Beatrice memasang banyak kamera di ruanganku dan mungkin hampir di seluruh bangunan kantor, aku gak tahu. Sekarang aku dan Kyle sedang berpura-pura gak akur untuk mengelabui dia.” Dion menjelaskan dengan detail apa yang terjadi di perusahaannya sekarang.“Kenapa gak dipecat aja, Mas?”“Aku gak akan pernah tahu siapa dalangnya kalau dia dipecat. Aku sudah memecat Kyle sehingga dia bisa menyusup. Gara-gara kamera tersembunyi itu, aku gak bisa melayani pembicaraan Venus di sana. Tapi dia malah jadi salah paham.”“Kalau sudah begini, masalah jadi lebih rumit ...” Dion mengangguk mengerti.“Beatrice ingin menyasar Venus, itu yang baru aku ketahui sekarang.” Rei mendengus panjang dan masih terus memperhatikan Dion.“Kyle bilang, Beatrice mengaku jika dia menyasar keluarga kamu dan Venus adalah korban pertamanya.” Rei makin membesarkan matanya cukup kaget mendengar hal seperti itu.
Dion berhasil masuk melewati jalan belakang ke kantor label rekaman Skylar. Ia bahkan belum kembali ke King Corp untuk mengonfirmasi perihal alarm yang dibunyikan saat kebakaran terjadi. Tujuan Dion adalah untuk bertemu dengan Rei.Rei juga telah menghubunginya tadi pagi bertanya jika ia dan Venus bertengkar. Ia tidak bicara banyak tentang apa yang terjadi. Kini Dion mulai penasaran apa yang terjadi dalam satu hari ini.“Rei, maaf aku mengganggu, aku harus bicara sama kamu.” Dion berujar sepruh berbisik pada Rei yang tengah ada di salah satu koridor di dekat ruangannya.“Mas Dion? masuk lewat mana?” Dion menarik lengan Rei agar mereka bisa berjalan bersama.“Lewat belakang. Kita ke ruangan kamu ya.” Rei mengangguk dan membukakan pintu untuk Dion. Dion sempat melihat ke semua arah sebelum ikut masuk dan menutup pintu.“Apa Venus kemari?” tanya Dion bahkan sebelum ia duduk di salah satu sofa di ujung ru
Terjadi sedikit kebakaran di area perakitan A 2.1 di dalam pabrik yang belum diketahui penyebabnya. Kebakaran itu sempat membuat panik beberapa pekerja namun dapat di atasi dengan baik. Sesuai dengan langkah pengamanan, seluruh mesin dan listrik dimatikan saat kecelakaan itu terjadi.Dion langsung bergegas melihat yang terjadi. Beberapa pekerja tengah memadamkan api dengan alat pemadam darurat sampai akhirnya api mengecil lalu hilang.“Pastikan tidak ada percikan sama sekali!” perintah Dion masih mengawasi proses tersebut. Alarm kebakaran masih berbunyi keras dan seluruh pekerja sudah di evakuasi.“Pak, ini hanya kebakaran biasa,” lapor salah satu kepala divisi yang sudah mengecek.“Apa ada ledakan?” Dion balik bertanya untuk memastikan.“Tidak ada, Pak. Aku rasa hanya ada masalah listrik!”“Pastikan semuanya aman sebelum memasukkan para pekerja kembali. Coba cek jika ada yang terluka ...
Venus tidak membantah sama sekali. Rei terus mengomel karena dirinya yang kabur begitu saja dari lokasi pemotretan. Belum lagi, ia membatalkan acara tiba-tiba sehingga penyelenggara harus merugi karena tiket yang terlanjur dijual.“Ada apa sama kamu, Ven? Kamu gak pernah kayak gini!” tukas Rei dengan ekspresi keheranan. Venus begitu ngotot mau mengakhiri kerjasama dengan beberapa penyelenggara musik.“Aku cuma ingin istirahat, Kak. Itu saja!” sahut Venus bersikeras. Ekspresinya tampak berbeda dan dia seperti tertekan.“Istirahat? Tapi kamu kan ga perlu sampai harus memutuskan kontrak enam bulan ke depan! Kamu mau istirahat selama apa sih?” Venus mendengus kesal dan rasanya ingin berteriak.“Kakak ga ngerti!” Venus makin meninggikan suaranya.“Ya mana aku ngerti kalau kamu gak memberikan penjelasannya, Baby!” DREET DREET … ponsel Venus bergetar saat ia akan mulai bicara. Venus mengin
“Love ... Cintaku! I’m home!” ucap Dion memanggil Venus dengan mesra seperti biasanya. Ia masuk ke dalam dengan sebuket bunga dan mencari istrinya. Venus ternyata berada di dekat meja makan tengah mengatur makan malamnya. Dion langsung semringah lebar melihat istrinya sudah pulang. Ia menghampiri dan memberikan bunga tersebut pada Venus.“Hei, Love ...” ucap Dion mengecup pipi Venus lalu memberikan bunga untuknya. Venus ikut tersenyum lalu membalas mengecup pipi Dion.“Wah, makan malamnya kayaknya enak,” puji Dion melihat beberapa menu yang terhidang.“Sebaiknya kamu ganti pakaian dan setelah itu kita makan malam,” ujar Venus sembari membelai dada Dion. Dion tersenyum lebar dan mengecup Venus sekali lagi sebelum ia berbalik keluar ruang makan menuju kamar. Senyuman Venus hilang terutama saat ia menoleh ke arah kamera yang terus memantaunya.Makan malam Dion dan Venus berlangsung seperti biasanya. Dion
Dion hanya duduk sesaat sambil memandang meja kosong di depannya. Pandangannya menoleh pada seisi ruangan. Semua sudah beranjak pergi dan sebuah suara kini ikut memanggil.“Dion, ayo!” Ares memanggil Dion yang kemudian mengangguk. Dion beranjak dari kursinya ikut pergi bersama Ares dan seluruh sahabatnya yang lain.“Bagaimana sekarang?” tanya Dion pada Rei dan Ares yang masuk satu lift dengannya. Di dalamnya juga ada Cass, Brema serta Devon.“Ayahku masih marah. Aku tidak menyarankan untuk bicara dengannya sekarang. Pengakuan Andy benar-benar membuat dia syok,” ujar Rei kemudian.“Apa kamu tahu soal itu?” celetuk Brema kemudian.“Tidak, dia tidak tahu. Yang tahu hanya aku, Jupiter dan Aldrich!” aku Ares dengan nada rendah. Rei sontak menoleh pada Ares yang juga melirik padanya.“Kenapa kamu tidak cerita padaku Ares?”“Untuk apa? kamu akan membunuh Andy begit