Laras menyeka air mata terakhirnya dan menarik napas lega. Ia menutup laptop usai memutuskan sambungan panggilan video lewat Skype. Dengan mata masih sembab dan merah, Laras melirik pada beberapa benda di atas meja kerjanya. Sebuah foto pertunangannya dan Dion masih terpampang dalam bingkai kecil yang sederhana.
Namun di sebelahnya, ada foto Laras, Dion dan kekasih Laras selama ini, Hendrico Darmawan alias Rico. Tangan Laras meraih foto Dion dari pada Rico. Ada rasa bersalah yang begitu besar tapi ia sudah terjerumus begitu dalam.
“Sayang, sudah?” terdengar suara seseorang dari balik pintu. Laras menoleh ke belakang tanpa tersenyum dan mengangguk. Rico tersenyum dan masuk ke dalam kamar Laras. Laras meletakkan kembali foto Dion di tempatnya.
“Gimana? Dia percaya?” tanya Rico antisipatif. Laras duduk di sisi ranjang sambil menghela napas panjang dan mengangguk. Wajahnya masih tanpa senyuman. Rico tersenyum tapi tak lama.
“Kena
Dion berjalan memimpin rombongan yang akan mengawal Venus seperti biasanya. Ia membuka pintu mobil untuk Venus. Tak ada percakapan apa pun di antara mereka sama sekali dari semalam. Usai Dion mengetahui lamaran Gareth pada Venus yang kemudian tersebar seantero negeri, Dion memilih diam. Apa yang bisa ia lakukan? Memangnya siapa dirinya?Dion menyadari posisinya yang hanya bisa menyukai atau bahkan mencintai namun tak boleh lebih dari itu. Ia telah berjanji akan kembali dan menikah dengan Laras. Sementara Venus pun kini telah menerima Gareth kembali.Di dalam mobil, Dion tetap berperilaku seperti biasa. Ia mengatur arah jalur yang akan dilalui oleh rombongan mobil.“Nona, kita akan lewat Third Avenue 59th Street dan Lexington Ave,” ujar Dion dengan nada rendah dan dingin. Venus tak menjawab. Ia hanya diam menundukkan kepalanya. Tangannya terus memilin jemarinya yang telah melingkar cincin baru dari Gareth hasil lamaran semalam.Turun dari mobil
Hari ini adalah ulang tahun Venus yang ke 25 tahun. Berbagai ucapan selamat telah mengalir dari semenjak semalam padanya. Dari label, teman, para fans yang bahkan menyewa billboard di times squire, bahkan hampir seluruh stasiun radio terkenal ikut memberikannya ucapan selamat.Hanya satu orang yang belum mengucapkan selamat ulang tahun padanya yaitu Dion Juliandra. Bahkan seluruh anggota tim telah mengucapkan selamat ulang tahun pada Venus termasuk Felipe yang memberikan sebuket bunga yang cantik.“Terima kasih, tapi ... di mana ketua kalian?” tanya Venus dengan cengiran cantiknya. Felipe ikut menyengir dan menggaruk kepalanya lalu melirik pada Kyle.“Ketua Juliandra sedang pergi keluar sebentar, Nona. Nanti siang baru kembali,” lapor Kyle pada Venus. Venus tampak cemberut dan menurunkan bahunya. Entah mungkin Dion tak tahu bahwa hari ini adalah ulang tahun Venus. Meskipun tak dirayakan, Venus ingin agar Dion yang pertama meng
Gareth berteriak kesal dan terengah hebat. Ia mencoba berlari ke arah lift yang lain untuk mengejar Venus meski sebenarnya cukup terlambat. Akan tetapi, Gareth yang panik tak ingin memikirkan hal itu dulu.Sementara Venus rasanya hampir tak bisa berdiri. Pandangannya mulai kabur dan berada di dalam lift sendirian membuatnya sesak. Air matanya tak terbendung dan ia mulai terengah sesak napas. Begitu pintu lift terbuka, Venus nyaris tak bisa melangkah. Untung saja Felipe yang menunggu di dekat pintu lift melihat.“Nona!” pekiknya kaget melihat Venus yang terjatuh di lantai lift berusaha ingin keluar. Kyle yang ikut mendengar pekikan Felipe ikut berlari ke arah lift untuk membantu Venus.“Nona ... Nona? Nona tidak apa-apa?” tanya Felipe panik. Kyle menahan pintu lift dan segera memapah Venus.“Ayo kita angkat saja!” ajak Kyle dan Felipe mengangguk. Kyle pun menggendong Venus yang nyaris pingsan sementara Felipe memunguti t
Pandangan Dion rasanya kosong. Ia duduk cukup lama memandang ke depan sisi jalan tempat ia memarkirkan mobilnya. Ponselnya telah jatuh ke pangkuannya dan layarnya pun berubah stand by. Ada dengung di telinga Dion yang membuatnya memejamkan mata pada akhirnya. Dengungan panjang itu membuatnya seperti tak lagi menginjakkan kakinya ke bumi.Saat Dion membuka matanya, ia mencoba bernapas satu-satu.“Oh Tuhan, mengapa aku tak bisa bernapas,” seru batin Dion pada akhirnya.Perlahan Dion mencoba tenang dibalik dengungan panjang yang menyertai pendengarannya. Paru-parunya mencoba menyesuaikan dengan keadaan dan mulai berhasil. Tenggorokannya begitu kering dan menelan ludah saja rasanya sangat perih dan sulit.“Aku harus tenang ... aku harus tenang,” ucap Dion berkali-kali dalam hatinya. Tangannya lantas mengambil ponselnya kembali dan mengetukkannya jarinya sekali. Layar kembali menyala dan Dion kemudian menghubungi Peter
JAKARTAPeter Dumanuw duduk di salah satu meja ruang BAP dengan wajah ditekuk dan separuh melamun. Ia menghela napas berkali-kali dan tak tahu harus melakukan apa.“Oi, ngelamun aja lu, kesambet ntar baru tau rasa!” sahut Jasman memanggil lalu meletakkan seplastik gorengan di atas meja. Jasman juga ikut duduk di depan Peter setelah menarik salah satu kursi dari meja lain.“Ngapa sih lu, ngelamun bae?” tukas Jasman lagi dengan logat betawinya yang kental. Wajah Peter benar-benar murung dan tak bergeming. Sudah dua hari dia murung seperti itu. Biasanya ia selalu mengoceh tak henti bagai beo.“Heh! Gue tanya di diemin. Nih makan, gue beli dari warung bang Eman!” sambung Jasman lagi membuka plastik gorengan dan menyajikannya di depan Peter. Peter mengambil salah satu tempe goreng tapi terus membolak-balikkannya seperti orang linglung.“Lu kenapa sih?” Jasman bertanya separuh menghardik tak sabar.&
Dion makin mendekatkan diri karena Venus terus meneteskan air matanya padahal sebelumnya ia sedang tertidur. Venus menangis dalam tidurnya dan itu membuat hati Dion makin terluka.“Apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis?” bisik Dion lembut dan bertanya. Sesungguhnya Venus ingin menyimpan semuanya sendiri. Ia tak mau Dion balik menyebutnya murahan atau mungkin hal lain karena ia tetap memilih Gareth sebelumnya.“Jangan pergi, Mas ...” bisik Venus masih terus menangis. Dion pun menegakkan tubuhnya dan menarik Venus agar mereka bisa berpelukan. Venus akhirnya menumpahkan seluruhnya. Sedangkan Dion yang masih belum tahu apa pun, tak bicara selain mendekap Venus dan mengelus rambut panjang yang menutupi punggungnya.Pelukan Dion adalah yang terhangat dan membuat Venus makin nyaman. Begitu sakit rasanya dikhianati oleh pria yang sangat ia cintai dan kelembutan Dion membuat Venus tak mau melepaskannya sama sekali. Usai tangis itu berhenti, Dion
“Mas, kok Mas Dion gak menghubungi aku ya tiga hari ini? Tumben, biasanya dia gak pernah absen nelepon aku,” ujar Laras pada Rico. Mereka tengah duduk santai di rumah kontrakan Laras usai pulang bekerja. Laras tengah membolak-balik lembar majalah wanita di tangannya, sementara Rico tengah sibuk dengan pekerjaannya di iPad-nya.“Kenapa? Kamu kangen sama dia?” sahut Rico dengan nada ketus. Laras sedikit mengernyit lalu menoleh pada sikap Rico.“Kok Mas Rico gak khawatir? Bukannya Mas Rico bilang kalo Mas Dion harus tetap sama aku?” Rico menaikkan pandangan dan menoleh pada Laras. Wajahnya datar tanpa senyuman.“Memang, tapi bukan berarti kamu sampe harus perhatian seperti itu sama dia! Jangan-jangan kamu memang beneran cinta sama dia!” tuding Rico tanpa aling-aling pada Laras yang langsung menutup majalah dengan kesal.“Mas, kamu ni gimana sih? Kalo kamu mau sinis, kenapa sekarang?” protes Laras ta
“Ayo kita sarapan bareng! Kita ajak semuanya untuk ikut sekalian ngerayain hari anniversary kita!” ajak Venus menarik lengan Dion ke arah pintu. Spontan kaki Dion berhenti dan mencegah Venus.“Sebentar ... sebentar! Kamu mau ngasih tahu sama semua orang kalau kita pacaran?” tanya Dion membuat Venus akhirnya terpaku dan berpikir. Mungkin ia terlalu senang sampai kurang berpikir panjang.“Uh ...” Dion pun tersenyum dan memegang kedua sisi lengan Venus untuk memberikannya pengertian.“Lebih baik gak usah ada pengumuman apa-apa. Selain itu mengganggu kamu, itu juga akan mempengaruhi aku. Aku berada dalam pengawasan orang-orang kedutaan, kalau ada berita yang aneh bisa-bisa aku langsung dideportasi dan malah dihukum di kesatuan nanti.” Venus sedikit meringis dan mengangguk. Ia memang tak berpikir sejauh itu sebelumnya.“Aku ingin banget ngasih tahu semua orang tapi ...”“Aku ngerti banget
Setelah celingukan memastikan tidak ada yang mengikutinya, Dion masuk ke sebuah restoran mewah di kawasan Brooklyn milik chef terkenal Brema Mahendra. Restoran berbintang Michelin itu tidak sembarangan bisa dimasuki oleh orang lain kecuali pengunjung yang telah memesan tempat dan sahabat dekat si pemilik restoran.Maka ketika Dion masuk, para penguntitnya tertahan di depan. Sementara Dion bebas berjalan masuk ke dalam sampai ke area terlarang yaitu dapur. Di sana, Brema sudah menunggu dengan mejanya yang telah disiapkan untuk pertemuan mereka. Ares baru tiba beberapa saat kemudian. Ia masuk dari jalan belakang.“Apa masih ada yang mengikutimu?” tanya Brema setelah Dion duduk di kursinya.“Iya, mereka ada di luar.” Brema langsung memanggil salah satu stafnya untuk mengusir non pengunjung dan yang menguntit Dion dari lingkungan restorannya.“Jauhkan mereka dari parkiran!” perintahnya lebih lanjut.“Baik
Dengan panik, Venus masuk ke kamar mandi lalu menguncinya. Ia langsung memeriksa kulit lehernya lewat cermin dan melihat dengan jelas seperti apa bentuk bekas ciuman yang memerah di kulitnya. Dion memergoki langsung ada bekas pria lain di tubuh Venus. Seketika Venus menahan teriakan dengan membekap mulutnya sendiri.Air mata berlomba-lomba jatuh dan kakinya tidak kuat menopang berat tubuh. Venus jatuh di lantai terduduk menangisi dirinya sendiri. Sangat menyakitkan saat ia harus menyakiti Dion seperti itu. Hati Venus hancur melihat rasa kecewa di mata Dion padanya.“Mas Dion, maafin aku ... maafin aku ...” Venus merapal tanpa suara sambil meremas pakaian di dadanya.“Venus? Cinta? Tolong keluar, Sayang. Ayo kita bicara ...” terdengar suara Dion yang bergetar namun masih lembut memanggil istrinya. Dion tidak meledak marah meski ia menemukan dengan jelas pengkhianatan Venus. Namun hal itu hanya membuat Venus makin terluka.“Aku
‘Mas Dion? Mas Dion, tolong aku! Tolong, Mas ...’Seketika mata Dion terbuka dan ia kaget. Suara Venus memohon pertolongan darinya membuat ia terbangun dari mimpinya. Dion kebingungan. Ia masih berada di kamar. Bedanya ia tidak tidur di ranjang melainkan duduk di sofa dan tertidur. Di tangannya masih tersemat tasbih rosario kala ia berdoa untuk Venus.“Venus? Sayang!” panggil Dion bangun dan berjalan keliling kamar mencari Venus yang ternyata belum pulang. Hari sudah pagi namun belum ada kabar dari istrinya sama sekali. Dion mencoba kembali menghubungi Venus dan masih sama saja seperti ratusan panggilan yang ia lakukan seharian.“Gak, aku gak bisa diam saja! Aku harus cari dia.” Dion akhirnya mengambil keputusan dan keluar dari kamar. Dion kembali menanyakan pada Edward yang juga tidak kunjung mendapatkan kabar dari Venus.“Manajemennya sudah menyebarkan orang-orang mereka untuk mencari Nyonya Venus. Tapi sampai s
“Beatrice memasang banyak kamera di ruanganku dan mungkin hampir di seluruh bangunan kantor, aku gak tahu. Sekarang aku dan Kyle sedang berpura-pura gak akur untuk mengelabui dia.” Dion menjelaskan dengan detail apa yang terjadi di perusahaannya sekarang.“Kenapa gak dipecat aja, Mas?”“Aku gak akan pernah tahu siapa dalangnya kalau dia dipecat. Aku sudah memecat Kyle sehingga dia bisa menyusup. Gara-gara kamera tersembunyi itu, aku gak bisa melayani pembicaraan Venus di sana. Tapi dia malah jadi salah paham.”“Kalau sudah begini, masalah jadi lebih rumit ...” Dion mengangguk mengerti.“Beatrice ingin menyasar Venus, itu yang baru aku ketahui sekarang.” Rei mendengus panjang dan masih terus memperhatikan Dion.“Kyle bilang, Beatrice mengaku jika dia menyasar keluarga kamu dan Venus adalah korban pertamanya.” Rei makin membesarkan matanya cukup kaget mendengar hal seperti itu.
Dion berhasil masuk melewati jalan belakang ke kantor label rekaman Skylar. Ia bahkan belum kembali ke King Corp untuk mengonfirmasi perihal alarm yang dibunyikan saat kebakaran terjadi. Tujuan Dion adalah untuk bertemu dengan Rei.Rei juga telah menghubunginya tadi pagi bertanya jika ia dan Venus bertengkar. Ia tidak bicara banyak tentang apa yang terjadi. Kini Dion mulai penasaran apa yang terjadi dalam satu hari ini.“Rei, maaf aku mengganggu, aku harus bicara sama kamu.” Dion berujar sepruh berbisik pada Rei yang tengah ada di salah satu koridor di dekat ruangannya.“Mas Dion? masuk lewat mana?” Dion menarik lengan Rei agar mereka bisa berjalan bersama.“Lewat belakang. Kita ke ruangan kamu ya.” Rei mengangguk dan membukakan pintu untuk Dion. Dion sempat melihat ke semua arah sebelum ikut masuk dan menutup pintu.“Apa Venus kemari?” tanya Dion bahkan sebelum ia duduk di salah satu sofa di ujung ru
Terjadi sedikit kebakaran di area perakitan A 2.1 di dalam pabrik yang belum diketahui penyebabnya. Kebakaran itu sempat membuat panik beberapa pekerja namun dapat di atasi dengan baik. Sesuai dengan langkah pengamanan, seluruh mesin dan listrik dimatikan saat kecelakaan itu terjadi.Dion langsung bergegas melihat yang terjadi. Beberapa pekerja tengah memadamkan api dengan alat pemadam darurat sampai akhirnya api mengecil lalu hilang.“Pastikan tidak ada percikan sama sekali!” perintah Dion masih mengawasi proses tersebut. Alarm kebakaran masih berbunyi keras dan seluruh pekerja sudah di evakuasi.“Pak, ini hanya kebakaran biasa,” lapor salah satu kepala divisi yang sudah mengecek.“Apa ada ledakan?” Dion balik bertanya untuk memastikan.“Tidak ada, Pak. Aku rasa hanya ada masalah listrik!”“Pastikan semuanya aman sebelum memasukkan para pekerja kembali. Coba cek jika ada yang terluka ...
Venus tidak membantah sama sekali. Rei terus mengomel karena dirinya yang kabur begitu saja dari lokasi pemotretan. Belum lagi, ia membatalkan acara tiba-tiba sehingga penyelenggara harus merugi karena tiket yang terlanjur dijual.“Ada apa sama kamu, Ven? Kamu gak pernah kayak gini!” tukas Rei dengan ekspresi keheranan. Venus begitu ngotot mau mengakhiri kerjasama dengan beberapa penyelenggara musik.“Aku cuma ingin istirahat, Kak. Itu saja!” sahut Venus bersikeras. Ekspresinya tampak berbeda dan dia seperti tertekan.“Istirahat? Tapi kamu kan ga perlu sampai harus memutuskan kontrak enam bulan ke depan! Kamu mau istirahat selama apa sih?” Venus mendengus kesal dan rasanya ingin berteriak.“Kakak ga ngerti!” Venus makin meninggikan suaranya.“Ya mana aku ngerti kalau kamu gak memberikan penjelasannya, Baby!” DREET DREET … ponsel Venus bergetar saat ia akan mulai bicara. Venus mengin
“Love ... Cintaku! I’m home!” ucap Dion memanggil Venus dengan mesra seperti biasanya. Ia masuk ke dalam dengan sebuket bunga dan mencari istrinya. Venus ternyata berada di dekat meja makan tengah mengatur makan malamnya. Dion langsung semringah lebar melihat istrinya sudah pulang. Ia menghampiri dan memberikan bunga tersebut pada Venus.“Hei, Love ...” ucap Dion mengecup pipi Venus lalu memberikan bunga untuknya. Venus ikut tersenyum lalu membalas mengecup pipi Dion.“Wah, makan malamnya kayaknya enak,” puji Dion melihat beberapa menu yang terhidang.“Sebaiknya kamu ganti pakaian dan setelah itu kita makan malam,” ujar Venus sembari membelai dada Dion. Dion tersenyum lebar dan mengecup Venus sekali lagi sebelum ia berbalik keluar ruang makan menuju kamar. Senyuman Venus hilang terutama saat ia menoleh ke arah kamera yang terus memantaunya.Makan malam Dion dan Venus berlangsung seperti biasanya. Dion
Dion hanya duduk sesaat sambil memandang meja kosong di depannya. Pandangannya menoleh pada seisi ruangan. Semua sudah beranjak pergi dan sebuah suara kini ikut memanggil.“Dion, ayo!” Ares memanggil Dion yang kemudian mengangguk. Dion beranjak dari kursinya ikut pergi bersama Ares dan seluruh sahabatnya yang lain.“Bagaimana sekarang?” tanya Dion pada Rei dan Ares yang masuk satu lift dengannya. Di dalamnya juga ada Cass, Brema serta Devon.“Ayahku masih marah. Aku tidak menyarankan untuk bicara dengannya sekarang. Pengakuan Andy benar-benar membuat dia syok,” ujar Rei kemudian.“Apa kamu tahu soal itu?” celetuk Brema kemudian.“Tidak, dia tidak tahu. Yang tahu hanya aku, Jupiter dan Aldrich!” aku Ares dengan nada rendah. Rei sontak menoleh pada Ares yang juga melirik padanya.“Kenapa kamu tidak cerita padaku Ares?”“Untuk apa? kamu akan membunuh Andy begit