Venus membuka matanya perlahan. Ia tersenyum kala melihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Tubuhnya sudah jauh lebih segar setidaknya dibandingkan kemarin.
Tangannya otomatis meraba perut sambil masih berbaring belum sepenuhnya ingin bangun. Meskipun sudah menerima keguguran yang dialaminya, tapi Venus belum bisa sepenuhnya menghapus rasa kehilangan dan penyesalan dalam hatinya.
“Uh, aku gak boleh sedih lama-lama. Nanti malah menangis lagi,” gumam Venus sembari bangun dari ranjangnya dan sedikit mengerakkan tubuhnya. Venus merasa seperti pasien di rumah sakit. Ia belum boleh berolahraga dan kembali berlatih bernyanyi. Padahal ia sudah merindukan suasana panggung dan kembali bernyanyi.
Setelah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya, Venus keluar untuk menemui orang tuanya. Kening Venus mengernyit kala melihat ayah dan ibunya begitu santai dengan pakaian kasual seakan tidak pergi bekerja.
“Morning, Mom? Dad? Kalian gak berangkat
Venus Harristian sudah duduk dengan manis di salah satu ruangan yang dipersiapkan khusus untuk Rei di Golden Dragon beberapa jam sebelum ia akan bertarung. Venus datang dan menemani Rei bersama Chloe serta kekasih Rei yaitu Jewel. Sementara orang tua mereka telah berada di aula utama tempat pertarungan berlangsung. Biar bagaimana pun, Venus harus memberikan dukungan pada kakaknya Rei agar ia bisa menang melawan Ares."Kakak yakin mau bertarung habis-habisan seperti ini?" tanya Chloe dengan nada meremehkan. Rei hanya menanggapinya dengan manyun dan terus mengunyah permen karet. Mata Chloe lantas melirik pada Venus yang hanya tersenyum kecil."Ares itu kan gila, Kak!" tambah Chloe lagi separuh berbisik menakut-nakuti Kakaknya. Rei balik menoleh dan mendelik pada Chloe. Wajahnya tidak tersenyum sama sekali dan memang terlihat cemas seperti akan terjadi sesuatu yang buruk."Kamu bukannya dukung Kakak malah nakut-nakutin!" hardik Rei balik memarahi Chloe. Chloe pun h
Dari layar ponsel, terlihat Venus seperti menyerahkan ponselnya untuk dibawa oleh Brema.“Dion, ini gue! Lu mau nonton kan?” tukas Brema menyengir ke arah kamera. Dion tersenyum dan mengangguk. Brema pun mengarahkan ponsel itu kembali pada Rei kemudian keluar.Selain Brema, Devon, dan Andrew yang duduk di kursi roda juga mendampingi Rei. Dion begitu serius menyimak dan agak tegang.Andrew terlihat tak berhenti menyengir menyaksikan Rei akan dihajar habis-habisan oleh Ares. Begitu melihat jika Dion berada di layar ponsel, Andrew langsung melambaikan tangan dengan antusias.“Kamu harus menyaksikan pertarungan ini sampai selesai, mengerti?” tunjuk Andrew pada Dion yang hanya bisa menyengir.Sementara dari sudut lain, Brema mengarahkan kamera pada Ares King yang datang didampingi oleh Jupiter, Aldrich dan Arion.Sementara teman-teman mereka yang lain dan seluruh anggota The Seven Wolves hadir untuk menyaksikan perta
Sementara Arjoona hanya bisa meringis dan melepaskan napas. Ia menggelengkan kepalanya saat melihat Rei kehabisan napas dan bangun setelah di lerai oleh Han. Bibirnya berdarah karena kuatnya pukulan Ares. Ares menggeleng kuat sebelum bersiap untuk bertarung lagi.Ares yang juga terengah mulai berkeringat hebat. Ia meludahkan aliran keringat yang menyentuh bibirnya kemudian memasang kuda-kuda kembali. Dion menelan ludahnya berkali-kali melihat pertarungan tersebut. Baik Rei maupun Ares sudah sama-sama berdarah.Rei pun mulai bergerak untuk mengeluarkan teknik tinjunya melawan Ares yang berusaha mengeluarkan pertarungan jurus pendek. Keduanya bergumul lagi. Ares mencoba mengunci leher dengan siku dan Rei mencoba melepaskan diri dengan menyikut Ares yang begitu kuat mencekiknya.Rei mencekal bagian bawah tubuh Ares sampai ia bisa menindih dan memukulnya lagi. Han tetap menjaga agar pukulan Rei tak melukai bagian vital. Waktu habis dan keduanya harus saling melepas.
Dion langsung mengusap wajah dengan kecewa menunduk. Ia sudah bisa menyangka hasilnya. Rei akan sangat sulit menang melawan Ares. Ares adalah petarung yang kuat dengan ketahanan fisik yang luar biasa. Ia menguasai nyaris lima jenis ilmu bela diri dengan sabuk tertinggi. Pukulannya bisa sangat mematikan dan Dion paling cemas jika Ares marah. Ia bisa sangat brutal memukul lawan. Untungnya ia tidak melakukannya pada Rei.Berakhir sudah pertarungan tersebut atas kemenangan Ares. Itu artinya Rei harus siap ditolak. Ares terlihat datang lalu memeluk Rei tanpa ada dendam dan masalah. Rei hanya tersenyum tipis dan turun dari arena bersamanya.Rei yang terengah lalu memeluk Jewel yang tengah ia perjuangkan. Napas Dion agak sesak melihatnya. Lalu bagaimana dengan dirinya sekarang?Tidak hanya dari Jewel, Rei ikut mendapatkan pelukan dari sang ibu, Claire. Meskipun kalah, Rei mendapatkan senyuman hormat dari James."Aku ...""Obati lukamu! Aku tidak ingin mel
Dion tergopoh-gopoh separuh berlari ke samping bangunan Polres untuk melihat apa yang terjadi. Laporan dari salah satu anggota mengatakan jika Jasman dan Peter berkelahi. Dan benar saja, sewaktu Dion tiba, keduanya tengah bergumul. Beberapa anggota Dalmas malah menyoraki dan bertepuk tangan dengan riuh.“Hei ... hei, apa-apaan ini! berhenti!” tukas Dion langsung menerobos masuk. Ia sampai terbelit tali yang entah dari mana sampai membuatnya tersungkur.“Ah ... “ Dion meringis kesakitan. Peter dan Jasman sontak berhenti dan kaget.“Hah, Komandan! Komandan!” seru Peter dengan panik. Ia mencoba membantu tapi malah terpeleset dan jatuh ke atas tubuh Dion yang masih terduduk kesakitan.“Aduh ...” Dion meringis makin sakit ditimpali oleh Peter. Jasman yang semula ikut berbelit dengan tali yang membelit Dion ikut jatuh ke atas punggung Peter. Jadilah Dion harus menahan dua beban berat badan orang dewasa sekaligus.
“Lu sih! Gue udah bilang ntar Komandan marah, lu gak percaya!” tunjuk Jasman langsung menyalahkan Peter. Peter spontan mendelik pada Jasman.“Enak aja gue doang yang disalahin. Lo kan yang punya ide!”“Ya tapi kan cuma becanda doang!” Dion memejamkan mata mendengar para anggota mulai bertengkar. Tak cukup Jasman dan Peter, anggota lain jadi ikut-ikutan mengomel. “Ini gara-gara kalian berdua! Kita jadi dihukum semua! Kagak bisa naik pangkat sudah gue!”“Sudah cukup!” bentak Dion berbalik dan berkacak pinggang. Seluruh perdebatan itu sontak berhenti. Dion masih mendelik pada seluruh anggotanya yang ada di tempat itu.“Apa sih yang kalian inginkan sebenarnya? Mau berantem? Mau sok jagoan? Apa yang mau dibuktikan coba?” tukas Dion dengan nada kesal dan mulai tinggi.“Kita cuma iseng, Dan.”“Iseng? Ini yang kalian bilang iseng! Kalian ber
“Uh, kamu ... kamu kok bisa kemari?” tanya Dion dengan sikap bingung. Sisca masih tersenyum dan memerintahkan seorang pria yang menemaninya untuk memberikan beberapa bingkisan makanan yang dibelinya dari beberapa restoran untuk acara Dion.“Aku dengar hari ini acara perpisahan kamu ya, Mas? Jadi aku bawakan beberapa menu untuk kamu dan anggota di sini.” Sisca menjawab dengan senyumannya.“Tunggu dulu!” Dion langsung menghalangi kala pria yang disuruh oleh Sisca hendak menyerahkan bingkisan itu pada salah satu anggota Dion.“Maaf, Sisca. Aku gak bisa menerima ini. Ini namanya gratifikasi dan itu dilarang!” ujar Dion dengan raut serius menolak pemberian Sisca. Sisca mendengus pelan agak aneh dengan sikap Dion.Sementara kedatangan Sisca yang masuk ke dalam aula itu sontak menarik perhatian beberapa anggota polisi termasuk Jasman dan Peter.“Ape lagi nih? Itu bukannya ibu-ibu yang dulu dateng
Dion juga ikut diam dan tidak meneruskan makan. Sisca yang baru mencicipi makanannya masih berusaha untuk membujuk Dion beberapa saat kemudian.“Kalau kamu sayang dan peduli sama Kenzi, kamu pasti mau membantu aku, Mas. Aku hanya perlu satu orang saksi lagi, Mas,” bujuk Sisca masih belum menyerah.“Sisca, aku akan menikah. Jadi apa pun yang aku akan lakukan, aku harus bicarakan dengan dia terlebih dahulu.” Sisca malah balik terkekeh dengan nada sinis. Ia menggelengkan kepalanya lalu menoleh pada Dion.“Kalian belum menikah, tapi dia sudah atur-atur kehidupan kamu. Kamu gak merasa terganggu, Mas?” sindir Sisca pada hubungan yang sedang dijalankan oleh Dion.“Gak. Aku gak merasa keberatan sama sekali. Dia bisa mengatur apa pun yang dia inginkan dari aku. Dan aku pikir itu juga bukan urusan kamu, permisi!” Dion bangun dari posisi duduknya dengan sikap ketus. Senyuman Sisca hilang begitu Dion pergi meningg
Setelah celingukan memastikan tidak ada yang mengikutinya, Dion masuk ke sebuah restoran mewah di kawasan Brooklyn milik chef terkenal Brema Mahendra. Restoran berbintang Michelin itu tidak sembarangan bisa dimasuki oleh orang lain kecuali pengunjung yang telah memesan tempat dan sahabat dekat si pemilik restoran.Maka ketika Dion masuk, para penguntitnya tertahan di depan. Sementara Dion bebas berjalan masuk ke dalam sampai ke area terlarang yaitu dapur. Di sana, Brema sudah menunggu dengan mejanya yang telah disiapkan untuk pertemuan mereka. Ares baru tiba beberapa saat kemudian. Ia masuk dari jalan belakang.“Apa masih ada yang mengikutimu?” tanya Brema setelah Dion duduk di kursinya.“Iya, mereka ada di luar.” Brema langsung memanggil salah satu stafnya untuk mengusir non pengunjung dan yang menguntit Dion dari lingkungan restorannya.“Jauhkan mereka dari parkiran!” perintahnya lebih lanjut.“Baik
Dengan panik, Venus masuk ke kamar mandi lalu menguncinya. Ia langsung memeriksa kulit lehernya lewat cermin dan melihat dengan jelas seperti apa bentuk bekas ciuman yang memerah di kulitnya. Dion memergoki langsung ada bekas pria lain di tubuh Venus. Seketika Venus menahan teriakan dengan membekap mulutnya sendiri.Air mata berlomba-lomba jatuh dan kakinya tidak kuat menopang berat tubuh. Venus jatuh di lantai terduduk menangisi dirinya sendiri. Sangat menyakitkan saat ia harus menyakiti Dion seperti itu. Hati Venus hancur melihat rasa kecewa di mata Dion padanya.“Mas Dion, maafin aku ... maafin aku ...” Venus merapal tanpa suara sambil meremas pakaian di dadanya.“Venus? Cinta? Tolong keluar, Sayang. Ayo kita bicara ...” terdengar suara Dion yang bergetar namun masih lembut memanggil istrinya. Dion tidak meledak marah meski ia menemukan dengan jelas pengkhianatan Venus. Namun hal itu hanya membuat Venus makin terluka.“Aku
‘Mas Dion? Mas Dion, tolong aku! Tolong, Mas ...’Seketika mata Dion terbuka dan ia kaget. Suara Venus memohon pertolongan darinya membuat ia terbangun dari mimpinya. Dion kebingungan. Ia masih berada di kamar. Bedanya ia tidak tidur di ranjang melainkan duduk di sofa dan tertidur. Di tangannya masih tersemat tasbih rosario kala ia berdoa untuk Venus.“Venus? Sayang!” panggil Dion bangun dan berjalan keliling kamar mencari Venus yang ternyata belum pulang. Hari sudah pagi namun belum ada kabar dari istrinya sama sekali. Dion mencoba kembali menghubungi Venus dan masih sama saja seperti ratusan panggilan yang ia lakukan seharian.“Gak, aku gak bisa diam saja! Aku harus cari dia.” Dion akhirnya mengambil keputusan dan keluar dari kamar. Dion kembali menanyakan pada Edward yang juga tidak kunjung mendapatkan kabar dari Venus.“Manajemennya sudah menyebarkan orang-orang mereka untuk mencari Nyonya Venus. Tapi sampai s
“Beatrice memasang banyak kamera di ruanganku dan mungkin hampir di seluruh bangunan kantor, aku gak tahu. Sekarang aku dan Kyle sedang berpura-pura gak akur untuk mengelabui dia.” Dion menjelaskan dengan detail apa yang terjadi di perusahaannya sekarang.“Kenapa gak dipecat aja, Mas?”“Aku gak akan pernah tahu siapa dalangnya kalau dia dipecat. Aku sudah memecat Kyle sehingga dia bisa menyusup. Gara-gara kamera tersembunyi itu, aku gak bisa melayani pembicaraan Venus di sana. Tapi dia malah jadi salah paham.”“Kalau sudah begini, masalah jadi lebih rumit ...” Dion mengangguk mengerti.“Beatrice ingin menyasar Venus, itu yang baru aku ketahui sekarang.” Rei mendengus panjang dan masih terus memperhatikan Dion.“Kyle bilang, Beatrice mengaku jika dia menyasar keluarga kamu dan Venus adalah korban pertamanya.” Rei makin membesarkan matanya cukup kaget mendengar hal seperti itu.
Dion berhasil masuk melewati jalan belakang ke kantor label rekaman Skylar. Ia bahkan belum kembali ke King Corp untuk mengonfirmasi perihal alarm yang dibunyikan saat kebakaran terjadi. Tujuan Dion adalah untuk bertemu dengan Rei.Rei juga telah menghubunginya tadi pagi bertanya jika ia dan Venus bertengkar. Ia tidak bicara banyak tentang apa yang terjadi. Kini Dion mulai penasaran apa yang terjadi dalam satu hari ini.“Rei, maaf aku mengganggu, aku harus bicara sama kamu.” Dion berujar sepruh berbisik pada Rei yang tengah ada di salah satu koridor di dekat ruangannya.“Mas Dion? masuk lewat mana?” Dion menarik lengan Rei agar mereka bisa berjalan bersama.“Lewat belakang. Kita ke ruangan kamu ya.” Rei mengangguk dan membukakan pintu untuk Dion. Dion sempat melihat ke semua arah sebelum ikut masuk dan menutup pintu.“Apa Venus kemari?” tanya Dion bahkan sebelum ia duduk di salah satu sofa di ujung ru
Terjadi sedikit kebakaran di area perakitan A 2.1 di dalam pabrik yang belum diketahui penyebabnya. Kebakaran itu sempat membuat panik beberapa pekerja namun dapat di atasi dengan baik. Sesuai dengan langkah pengamanan, seluruh mesin dan listrik dimatikan saat kecelakaan itu terjadi.Dion langsung bergegas melihat yang terjadi. Beberapa pekerja tengah memadamkan api dengan alat pemadam darurat sampai akhirnya api mengecil lalu hilang.“Pastikan tidak ada percikan sama sekali!” perintah Dion masih mengawasi proses tersebut. Alarm kebakaran masih berbunyi keras dan seluruh pekerja sudah di evakuasi.“Pak, ini hanya kebakaran biasa,” lapor salah satu kepala divisi yang sudah mengecek.“Apa ada ledakan?” Dion balik bertanya untuk memastikan.“Tidak ada, Pak. Aku rasa hanya ada masalah listrik!”“Pastikan semuanya aman sebelum memasukkan para pekerja kembali. Coba cek jika ada yang terluka ...
Venus tidak membantah sama sekali. Rei terus mengomel karena dirinya yang kabur begitu saja dari lokasi pemotretan. Belum lagi, ia membatalkan acara tiba-tiba sehingga penyelenggara harus merugi karena tiket yang terlanjur dijual.“Ada apa sama kamu, Ven? Kamu gak pernah kayak gini!” tukas Rei dengan ekspresi keheranan. Venus begitu ngotot mau mengakhiri kerjasama dengan beberapa penyelenggara musik.“Aku cuma ingin istirahat, Kak. Itu saja!” sahut Venus bersikeras. Ekspresinya tampak berbeda dan dia seperti tertekan.“Istirahat? Tapi kamu kan ga perlu sampai harus memutuskan kontrak enam bulan ke depan! Kamu mau istirahat selama apa sih?” Venus mendengus kesal dan rasanya ingin berteriak.“Kakak ga ngerti!” Venus makin meninggikan suaranya.“Ya mana aku ngerti kalau kamu gak memberikan penjelasannya, Baby!” DREET DREET … ponsel Venus bergetar saat ia akan mulai bicara. Venus mengin
“Love ... Cintaku! I’m home!” ucap Dion memanggil Venus dengan mesra seperti biasanya. Ia masuk ke dalam dengan sebuket bunga dan mencari istrinya. Venus ternyata berada di dekat meja makan tengah mengatur makan malamnya. Dion langsung semringah lebar melihat istrinya sudah pulang. Ia menghampiri dan memberikan bunga tersebut pada Venus.“Hei, Love ...” ucap Dion mengecup pipi Venus lalu memberikan bunga untuknya. Venus ikut tersenyum lalu membalas mengecup pipi Dion.“Wah, makan malamnya kayaknya enak,” puji Dion melihat beberapa menu yang terhidang.“Sebaiknya kamu ganti pakaian dan setelah itu kita makan malam,” ujar Venus sembari membelai dada Dion. Dion tersenyum lebar dan mengecup Venus sekali lagi sebelum ia berbalik keluar ruang makan menuju kamar. Senyuman Venus hilang terutama saat ia menoleh ke arah kamera yang terus memantaunya.Makan malam Dion dan Venus berlangsung seperti biasanya. Dion
Dion hanya duduk sesaat sambil memandang meja kosong di depannya. Pandangannya menoleh pada seisi ruangan. Semua sudah beranjak pergi dan sebuah suara kini ikut memanggil.“Dion, ayo!” Ares memanggil Dion yang kemudian mengangguk. Dion beranjak dari kursinya ikut pergi bersama Ares dan seluruh sahabatnya yang lain.“Bagaimana sekarang?” tanya Dion pada Rei dan Ares yang masuk satu lift dengannya. Di dalamnya juga ada Cass, Brema serta Devon.“Ayahku masih marah. Aku tidak menyarankan untuk bicara dengannya sekarang. Pengakuan Andy benar-benar membuat dia syok,” ujar Rei kemudian.“Apa kamu tahu soal itu?” celetuk Brema kemudian.“Tidak, dia tidak tahu. Yang tahu hanya aku, Jupiter dan Aldrich!” aku Ares dengan nada rendah. Rei sontak menoleh pada Ares yang juga melirik padanya.“Kenapa kamu tidak cerita padaku Ares?”“Untuk apa? kamu akan membunuh Andy begit