“Bantuan apa?”
“Tolong aku, Mas! Aku gak bersalah, aku gak mau dipenjara. Aku akan kembalikan semua uang yang dikirimkan oleh Mas Rico. Tolong aku, Mas!” pinta Laras berusaha untuk membuat Dion iba padanya.
“Laras ... tolong, aku sudah pernah menegaskan sama kamu untuk tidak menghubungi aku lagi! Aku ndak akan mau bertemu apalagi membantu kamu!” ucap Dion akhirnya menyebut nama peneleponnya. Venus sedikit membesarkan matanya saat mendengar nama Laras disebut oleh Dion. Namun ia masih berdiri di depan Dion dengan sikap yang elegan tanpa terpancing emosi meskipun dalam hatinya, Venus merasa cemburu dan kurang suka.
“Mas ... aku minta maaf! Mas, aku benar-benar akan berubah, aku khilaf, Mas!” Laras mulai terisak lagi terus mencoba membujuk Dion agar ia bersedia untuk membantunya.
“Laras, untuk yang terakhir kalinya aku katakan, tolong jangan hubungi aku lagi. Aku ndak mau terlibat dengan kasus yang sedang
Pagi Natal pertama Dion berada di New York agak sedikit aneh. Rei tidak pulang dan meminta ijin untuk menginap di rumah orang tuanya. Sehingga, Dion hanya menghabiskan istirahat malam di rumah mewah Rei sendirian.Akan tetapi, sebelum ia tidur semalam, Dion sudah mengobrol panjang lebar dengan Neneknya, Budhe Dewi, Pak Dhe Halim serta Ayu dan Cindy. Saat malam Natal di New York berarti pagi Natal di Jakarta yang satu hari lebih awal karena perbedaan waktu.Oleh sebab itu pagi Natal ini, Dion tidak perlu lagi menghubungi keluarganya. Satu-satunya yang ia hubungi adalah Peter Dumanuw untuk mengucapkan selamat Natal. Itu pun Peter masih setengah tidur karena masih subuh buta di Indonesia.“Selamat pagi, selamat Natal!” sapa Dion pada pelayan yang tengah membereskan rumah Rei seperti biasanya.“Selamat Natal, Tuan! Silahkan sarapan telah disiapkan,” ujar pelayan wanita itu dengan sopan dan ramah. Dion ikut mengangguk sopan berterima ka
Mobil Mercedes yang ditumpangi Edgar tidak bisa mendekat lebih jauh. Mereka masuk kawasan paling ‘suci’ untuk kelompok gangster Golden Dragon. Mobil itu terpaksa berhenti dan menunggu. Beberapa kendaraan mewah dan limosin melewati mobil Edgar sebelum masuk ke bangunan yang dijaga ketat itu.“Ini Golden Dragon. Untuk apa Venus masuk ke sana, apa hubungannya dia dengan mafia Cina?” ujar Edgar dengan kening mengernyit. Rasa cemas bercampur penasaran pada yang terjadi dan sisi Venus yang belum ia ketahui.“Aku tidak tahu. Aku pikir dia hanya penyanyi biasa. Atau ... ayahnya yang memiliki koneksi dengan dunia mafia,” tebak Daryl. Edgar terdiam dan tampak berpikir keras sambil terus memandang pada pagar tinggi dan dijaga ketat bagai kamp konsentrasi militer. Wanita itu benar-benar mengunggah rasa penasaran Edgar ke tingkat yang jauh lebih berbahaya kini.Sementara di lobi utama, Dion keluar dari mobil yang sama dengan Venus usai Kyl
Gareth Moultens begitu kesakitan dengan wajah terluka tergeletak di atas trotoar di depan minimarket. Asistennya Duke yang selama kontak senjata itu tak berani menolong, baru berlari ke arah bosnya setelah semua orang-orang itu pergi. Duke menolong Gareth dan memapahnya untuk masuk ke dalam mobil.“Kita harus pergi sebelum Polisi datang!” ucap Duke sambil memapah Gareth. Gareth yang mengerang begitu kesakitan karena dipukuli hanya bisa menurut sambil terus memanggil nama Venus.“Venus ... Venus ... aahhkk!” Gareth separuh berbaring di jok belakang sambil terus memegangi perutnya.“Sabar, Pak! Kita akan sampai ke rumah sakit ...”“Panggil dokter saja! Aaahkkk!” erang Gareth lagi menolak untuk dibawa ke rumah sakit. Duke hanya mengangguk menuruti permintaan Gareth.Sementara Edgar Luther yang juga terluka akibat dipukul oleh Sanders kala ia menarik Venus keluar dari mobilnya, menggeram marah. Ia dan sis
TING-TONG, terdengar bunyi bel di pintu depan rumah Dewi dan Halim saat siang menjelang sore hari. Hari kedua hari raya Natal masih dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk mengunjungi sanak famili yang berjauhan. Budhe Dewi baru saja selesai membereskan dapur usai beberapa teman suaminya datang berkunjung beberapa saat lalu.“Oh siapa itu? tamu lagi!” celetuk Budhe Dewi mematikan wastafel dan mengelap tangannya yang basah. Bel berbunyi lagi tanda jika pintu depan belum dibuka.“Ah, anak-anak ke mana sih? Kok ndak ada yang bukakan pintu!” ujarnya lagi hendak berjalan ke arah pintu depan.“Sebentar!” ucapnya lagi refleks meraih gagang pintu dan memutar kuncinya sebelum membuka. Wajah Budhe Dewi langsung kaget dan membesarkan matanya.“Budhe ... selamat sore. Selamat Natal,” ujar Laras yang ternyata datang berkunjung ke rumahnya. Dewi tidak mau tersenyum sama sekali.“Mau apa kamu datang ke mari?&rd
“Cinta ... cinta? Mana ada cinta dari pengkhianatan! Cucuku sudah menjaga kamu dengan sangat baik. Dia sampai bekerja keras bertahun-tahun hanya untuk pantas melamar kamu. Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu menukar Dion dengan sahabatnya sendiri! Kamu memang ndak punya hati!” tunjuk Nenek Sulastri tidak bisa lagi menahan diri.“Laras, sebaiknya kamu pergi dari sini. Ndak enak kalau dilihat tetangga, nanti dikira kami sudah menyakiti dan mengeroyok kamu!” tukas Budhe Dewi ingin mengakhiri perdebatan itu.“Iya, ih! Ngapain lagi sih kamu ngejar-ngejar Mas Dion? giliran Mas Dion masih miskin aja ditinggalin buat yang lebih kaya, waktu dia mulai banyak duitnya, baru kamu bilang cinta. Dasar matre!” sahut Cindy ikut-ikutan menimpali.“Cindy! Jangan menyela orang tua!” hardik Pak Dhe Halim balik menegur putrinya. Cindy langsung manyun dan membuang mukanya. Sedangkan Laras benar-benar tidak mampu meraih simpati keluarg
Hari raya Natal tahun ini begitu berbeda dan spesial untuk Dion. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia hadir dalam perayaan Natal yang tidak sederhana. Di mulai dari Misa Natal yang menggunakan gereja milik ‘pribadi’ dengan penjagaan super ketat. Lalu berkumpul makan siang di tengah-tengah keluarga bilyuner yang menolak diekspos selama puluhan tahun. Rasanya tidak bisa ter gambarkan.Seluruh anggota keluarga besar di tempat itu adalah pengusaha, pejabat militer tingkat satu, pemimpin gangster hingga pemilik perusahaan mesin supercar terbaik di dunia. Sementara Dion adalah seorang perwira menengah dengan pangkat kecil yang tidak lebih tinggi dari salah satu anggota elite dari Golden Dragon.Maka ketika ia ditanya, siapkah jika ia diminta untuk membela keluarganya. Dion langsung merasa menyusut. Bukan nyali tapi rasa tak percaya diri. Haruskah ia nekat meneruskan keinginannya untuk tetap meminang Venus? Di tengah hatinya yang mulai galau, telinganya mendengar
Dion masih larut dalam pikirannya dengan mata terbuka tidak bisa terpejam sama sekali. Sesekali, ia mengecup Venus dan membelai pundak atau lengannya lagi. Sampai waktu menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas tapi Dion masih berada di posisi yang sama, tidak bergerak agar Venus tidak terganggu dan bisa tidur dengan nyaman.Dion masih berpikir keras tentang kejadian yang menimpa Venus selagi kekasihnya itu telah tertidur. Tiba-tiba, pintu kamar Venus diketuk seseorang perlahan dari arah luar. Dion menoleh ke arah pintu yang bergeser perlahan. Terlihat kepala Ares King muncul dan menengok ke arah Dion. Dion pun tersenyum.Ares membuka pintu lebih lebar dan masuk ke dalam. Ia membuat suara seminimal mungkin agar tidak membangunkan Venus.“Dia sudah tidur?” tanya Ares dengan suara berbisik nyaris tidak terdengar. Dion tersenyum mengangguk. Ia hendak bangun tapi Ares melarangnya. Ares meminta Dion tetap pada posisinya dan mereka bisa bicara tanpa harus bersikap form
Pak Dhe Halim langsung dicegat istrinya Dewi begitu ia pulang dari mengantarkan Laras. Dewi masih tidak mengerti mengapa suaminya malah mengantarkan Laras pulang.“Kamu ini bagaimana sih, Pa? Orang begitu kok pakai di anter segala!” tukas Budhe Dewi langsung uring-uringan. Ia sampai melipat kedua lengan di dadanya sembari memarahi sang suami. Namun, Pak Dhe Halim malah tersenyum saja.“Wah, ada yang cemburu toh? Hehe!”“Siapa yang cemburu! Bukan itu masalahnya!” sahut Dewi makin mendelik menggemaskan pada suaminya Halim yang cengengesan makin menyebalkan.“Kamu itu kalau marah tambah cantik lho!” balas Pak Dhe Halim makin menggoda. Dewi yang kesal langsung mencubit pinggang suaminya yang agak keluar dari tali pinggang.“Aduh ... aduh, ampun Sayang!”“Kamu itu ndak bisa dikasih hati! Aku nanya apa tapi dijawab apa!” tukas Dewi jadi kesal dengan tingkah Halim suaminya yang
Setelah celingukan memastikan tidak ada yang mengikutinya, Dion masuk ke sebuah restoran mewah di kawasan Brooklyn milik chef terkenal Brema Mahendra. Restoran berbintang Michelin itu tidak sembarangan bisa dimasuki oleh orang lain kecuali pengunjung yang telah memesan tempat dan sahabat dekat si pemilik restoran.Maka ketika Dion masuk, para penguntitnya tertahan di depan. Sementara Dion bebas berjalan masuk ke dalam sampai ke area terlarang yaitu dapur. Di sana, Brema sudah menunggu dengan mejanya yang telah disiapkan untuk pertemuan mereka. Ares baru tiba beberapa saat kemudian. Ia masuk dari jalan belakang.“Apa masih ada yang mengikutimu?” tanya Brema setelah Dion duduk di kursinya.“Iya, mereka ada di luar.” Brema langsung memanggil salah satu stafnya untuk mengusir non pengunjung dan yang menguntit Dion dari lingkungan restorannya.“Jauhkan mereka dari parkiran!” perintahnya lebih lanjut.“Baik
Dengan panik, Venus masuk ke kamar mandi lalu menguncinya. Ia langsung memeriksa kulit lehernya lewat cermin dan melihat dengan jelas seperti apa bentuk bekas ciuman yang memerah di kulitnya. Dion memergoki langsung ada bekas pria lain di tubuh Venus. Seketika Venus menahan teriakan dengan membekap mulutnya sendiri.Air mata berlomba-lomba jatuh dan kakinya tidak kuat menopang berat tubuh. Venus jatuh di lantai terduduk menangisi dirinya sendiri. Sangat menyakitkan saat ia harus menyakiti Dion seperti itu. Hati Venus hancur melihat rasa kecewa di mata Dion padanya.“Mas Dion, maafin aku ... maafin aku ...” Venus merapal tanpa suara sambil meremas pakaian di dadanya.“Venus? Cinta? Tolong keluar, Sayang. Ayo kita bicara ...” terdengar suara Dion yang bergetar namun masih lembut memanggil istrinya. Dion tidak meledak marah meski ia menemukan dengan jelas pengkhianatan Venus. Namun hal itu hanya membuat Venus makin terluka.“Aku
‘Mas Dion? Mas Dion, tolong aku! Tolong, Mas ...’Seketika mata Dion terbuka dan ia kaget. Suara Venus memohon pertolongan darinya membuat ia terbangun dari mimpinya. Dion kebingungan. Ia masih berada di kamar. Bedanya ia tidak tidur di ranjang melainkan duduk di sofa dan tertidur. Di tangannya masih tersemat tasbih rosario kala ia berdoa untuk Venus.“Venus? Sayang!” panggil Dion bangun dan berjalan keliling kamar mencari Venus yang ternyata belum pulang. Hari sudah pagi namun belum ada kabar dari istrinya sama sekali. Dion mencoba kembali menghubungi Venus dan masih sama saja seperti ratusan panggilan yang ia lakukan seharian.“Gak, aku gak bisa diam saja! Aku harus cari dia.” Dion akhirnya mengambil keputusan dan keluar dari kamar. Dion kembali menanyakan pada Edward yang juga tidak kunjung mendapatkan kabar dari Venus.“Manajemennya sudah menyebarkan orang-orang mereka untuk mencari Nyonya Venus. Tapi sampai s
“Beatrice memasang banyak kamera di ruanganku dan mungkin hampir di seluruh bangunan kantor, aku gak tahu. Sekarang aku dan Kyle sedang berpura-pura gak akur untuk mengelabui dia.” Dion menjelaskan dengan detail apa yang terjadi di perusahaannya sekarang.“Kenapa gak dipecat aja, Mas?”“Aku gak akan pernah tahu siapa dalangnya kalau dia dipecat. Aku sudah memecat Kyle sehingga dia bisa menyusup. Gara-gara kamera tersembunyi itu, aku gak bisa melayani pembicaraan Venus di sana. Tapi dia malah jadi salah paham.”“Kalau sudah begini, masalah jadi lebih rumit ...” Dion mengangguk mengerti.“Beatrice ingin menyasar Venus, itu yang baru aku ketahui sekarang.” Rei mendengus panjang dan masih terus memperhatikan Dion.“Kyle bilang, Beatrice mengaku jika dia menyasar keluarga kamu dan Venus adalah korban pertamanya.” Rei makin membesarkan matanya cukup kaget mendengar hal seperti itu.
Dion berhasil masuk melewati jalan belakang ke kantor label rekaman Skylar. Ia bahkan belum kembali ke King Corp untuk mengonfirmasi perihal alarm yang dibunyikan saat kebakaran terjadi. Tujuan Dion adalah untuk bertemu dengan Rei.Rei juga telah menghubunginya tadi pagi bertanya jika ia dan Venus bertengkar. Ia tidak bicara banyak tentang apa yang terjadi. Kini Dion mulai penasaran apa yang terjadi dalam satu hari ini.“Rei, maaf aku mengganggu, aku harus bicara sama kamu.” Dion berujar sepruh berbisik pada Rei yang tengah ada di salah satu koridor di dekat ruangannya.“Mas Dion? masuk lewat mana?” Dion menarik lengan Rei agar mereka bisa berjalan bersama.“Lewat belakang. Kita ke ruangan kamu ya.” Rei mengangguk dan membukakan pintu untuk Dion. Dion sempat melihat ke semua arah sebelum ikut masuk dan menutup pintu.“Apa Venus kemari?” tanya Dion bahkan sebelum ia duduk di salah satu sofa di ujung ru
Terjadi sedikit kebakaran di area perakitan A 2.1 di dalam pabrik yang belum diketahui penyebabnya. Kebakaran itu sempat membuat panik beberapa pekerja namun dapat di atasi dengan baik. Sesuai dengan langkah pengamanan, seluruh mesin dan listrik dimatikan saat kecelakaan itu terjadi.Dion langsung bergegas melihat yang terjadi. Beberapa pekerja tengah memadamkan api dengan alat pemadam darurat sampai akhirnya api mengecil lalu hilang.“Pastikan tidak ada percikan sama sekali!” perintah Dion masih mengawasi proses tersebut. Alarm kebakaran masih berbunyi keras dan seluruh pekerja sudah di evakuasi.“Pak, ini hanya kebakaran biasa,” lapor salah satu kepala divisi yang sudah mengecek.“Apa ada ledakan?” Dion balik bertanya untuk memastikan.“Tidak ada, Pak. Aku rasa hanya ada masalah listrik!”“Pastikan semuanya aman sebelum memasukkan para pekerja kembali. Coba cek jika ada yang terluka ...
Venus tidak membantah sama sekali. Rei terus mengomel karena dirinya yang kabur begitu saja dari lokasi pemotretan. Belum lagi, ia membatalkan acara tiba-tiba sehingga penyelenggara harus merugi karena tiket yang terlanjur dijual.“Ada apa sama kamu, Ven? Kamu gak pernah kayak gini!” tukas Rei dengan ekspresi keheranan. Venus begitu ngotot mau mengakhiri kerjasama dengan beberapa penyelenggara musik.“Aku cuma ingin istirahat, Kak. Itu saja!” sahut Venus bersikeras. Ekspresinya tampak berbeda dan dia seperti tertekan.“Istirahat? Tapi kamu kan ga perlu sampai harus memutuskan kontrak enam bulan ke depan! Kamu mau istirahat selama apa sih?” Venus mendengus kesal dan rasanya ingin berteriak.“Kakak ga ngerti!” Venus makin meninggikan suaranya.“Ya mana aku ngerti kalau kamu gak memberikan penjelasannya, Baby!” DREET DREET … ponsel Venus bergetar saat ia akan mulai bicara. Venus mengin
“Love ... Cintaku! I’m home!” ucap Dion memanggil Venus dengan mesra seperti biasanya. Ia masuk ke dalam dengan sebuket bunga dan mencari istrinya. Venus ternyata berada di dekat meja makan tengah mengatur makan malamnya. Dion langsung semringah lebar melihat istrinya sudah pulang. Ia menghampiri dan memberikan bunga tersebut pada Venus.“Hei, Love ...” ucap Dion mengecup pipi Venus lalu memberikan bunga untuknya. Venus ikut tersenyum lalu membalas mengecup pipi Dion.“Wah, makan malamnya kayaknya enak,” puji Dion melihat beberapa menu yang terhidang.“Sebaiknya kamu ganti pakaian dan setelah itu kita makan malam,” ujar Venus sembari membelai dada Dion. Dion tersenyum lebar dan mengecup Venus sekali lagi sebelum ia berbalik keluar ruang makan menuju kamar. Senyuman Venus hilang terutama saat ia menoleh ke arah kamera yang terus memantaunya.Makan malam Dion dan Venus berlangsung seperti biasanya. Dion
Dion hanya duduk sesaat sambil memandang meja kosong di depannya. Pandangannya menoleh pada seisi ruangan. Semua sudah beranjak pergi dan sebuah suara kini ikut memanggil.“Dion, ayo!” Ares memanggil Dion yang kemudian mengangguk. Dion beranjak dari kursinya ikut pergi bersama Ares dan seluruh sahabatnya yang lain.“Bagaimana sekarang?” tanya Dion pada Rei dan Ares yang masuk satu lift dengannya. Di dalamnya juga ada Cass, Brema serta Devon.“Ayahku masih marah. Aku tidak menyarankan untuk bicara dengannya sekarang. Pengakuan Andy benar-benar membuat dia syok,” ujar Rei kemudian.“Apa kamu tahu soal itu?” celetuk Brema kemudian.“Tidak, dia tidak tahu. Yang tahu hanya aku, Jupiter dan Aldrich!” aku Ares dengan nada rendah. Rei sontak menoleh pada Ares yang juga melirik padanya.“Kenapa kamu tidak cerita padaku Ares?”“Untuk apa? kamu akan membunuh Andy begit