Share

Semedi

last update Last Updated: 2023-08-29 19:39:35

Faiha datang dan menjatuhkan teh yang dia bawa hingga gelasnya pecah dan membuat keributan di kamar Faiha. Mampus aku! Kini kami sudah seperti pasangan mesum yang digerebek Pak RT.

Apakah kakaknya Faiha ini adalah seorang ustaz yang digandrungi Isma?

Lelaki yang bernama Ilham menatapku terkejut. “Bukankah kamu wanita yang semedi di bawah pohon kersen tadi?”

Ah, iya, aku ingat. Dia adalah lelaki penjual minuman di taman. Kuambil bunga mawar dan melemparkan ke mukanya. “Semedi? Kamu pikir aku dukun?”

“Wanita gila, barbar, dan aneh.” Ilham memicingkan matanya.

“Kalian sudah saling kenal?” tanya Faiha.

Aku dan Ilham sontak menjawab dengan kompak, “Tidak!”

Aku berdiri dan berkacak pinggang, siap-siap meninjunya. Lemes sekali mulutnya. Sepertinya dia tidak pernah makan bangku sekolah. Aku bersiap melayangkan tinju ke mukanya, tetapi dia segera mengambil bantal untuk berlindung.

“Dasar pengecut!” Aku naik ke kasur untuk memukulnya, tetapi malah terjatuh di atasnya. Dia memegang kedua tanganku hingga membuatku tidak bisa bergerak.

“Astaghfirullah, Ilham!” Teriakan seorang bapak-bapak membuat kami menoleh. Sudah ada Kak Syifa dan suaminya juga.

Astaga, apa yang aku lakukan? Aku kelihatan seperti wanita murahan yang akan memperkosa laki-laki. Sepersekian detik Ilham melepaskan tanganku. Dia tersenyum penuh kemenangan.

“Ilham tidak bersalah, Yah. Lihatlah dia yang berada di atasku,” ucapnya mengiba.

Sialan! Aku segera duduk. Rasanya gerah sekali. Darahku rasanya seakan mendidih. Kepalaku mulai mengepulkan asap dan siap meledak.

“Ini salah paham. Faiha, kamu tadi lihat ‘kan aku masih duduk di atas sajadah. Kakakmu yang memancing emosiku. Kumohon, kalian semua harus percaya padaku.”

Mereka semua menatap Faiha. Hanya dia saksinya, kuharap dia mau berkata jujur. Ilham mulai duduk dan bersandar di dinding menjauhiku.

“Katakan yang sebenarnya, Fai. Ayah siap kalau harus menikahkan mereka malam ini juga.”

Seorang lelaki yang mengaku sebagai Ayah mereka membuatku ingin pingsan. Bisa-bisanya dia mengucapkan hal absurd semacam itu. Aku masih sekolah dan belum cukup umur. Cita-citaku masih tinggi. Say no to ‘nikah muda.’

“Nikah sama dia? Nggak akan!” Ilham berdiri dari kasur. Dia hendak meninggalkan ruangan ini, tetapi Kak Syifa menahannya.

“Jangan lari dari tanggung jawab. Selesaikan dulu masalah ini!” Ucapan suami Kak Syifa menghentikan langkah Ilham.

“Buruan jelasin, Fai. Nggak usah lama-lama kayak drama ikan terbang! Apalagi sampai berbelit-belit kayak novel drama rumah tangga.” Ilham sudah duduk di kursi ruang tamu. Dia tampak santai dan cuek.

“Tadi pas Gita salat, aku minta tolong Kak Ilham buat anterin Gita pulang. Aku ke belakang ambil teh untuk Gita, pas balik ternyata Kak Ilham udah di kamar. Aku kaget, dong. Kak Ilham kan anti cewek—“ ucapan Faiha menggantung. Namun aku sudah tahu lanjutannya. Dia tidak suka cewek tanpa jilbab.

Mungkin matanya sedang bermasalah. Bukankah wanita berjilbab tidak kelihatan seksi? Atau jangan-jangan dia ada kelainan. Masa enggak tertarik sama aku?

“Ya sudah, bubar-bubar! Nggak jadi nikahan.” Ayah Faiha kembali ke kamarnya. Begitu juga suami Kak Syifa.

Faiha dan Kak Syifa mendekat. “Maafkan Ilham, ya! Sebenarnya dia orang baik. Dia terlalu terobsesi dengan Ustazah Anisa hingga membuatnya buta hati. Jangan berkecil hati, saya juga baru memakai jilbab ketika mempunyai anak. Dulu saya malah menjadi cewek tomboi. Sangat barbar dan pecicilan, lebih parah darimu.”

Wah, kupikir dia juga sama dengan Faiha yang berhijab sejak kecil. Ternyata dugaanku salah. Setiap orang memiliki masa lalu yang berbeda. Mungkin suatu saat nanti aku bisa bertobat, hijrah, dan mampu menaklukkan hatinya. Eh, mikir apa aku ini?

Wanita itu tersenyum sambil mengusap rambutku. “Ilham akan mengantarkanmu pulang. Kakak jamin kamu akan selamat sampai tujuan.”

Aku menatap Kak Syifa dan Faiha bergantian. “Aku takut.”

Kejadian beberapa jam yang lalu masih teringat jelas di kapalaku. Erick, lelaki yang menjadi kekasihku selama berbulan-bulan hendak melecehkanku. Mungkin Ilham berbeda dari Erick, tetapi aku baru saja bertengkar dengannya. Bisa jadi dia memiliki dendam dan menurunkanku di jalan.

Sudah hampir jam sembilan malam, tetapi aku belum memberikan keputusan. Aku ingin menginap di sini, tetapi dipannya sempit. Tidak muat untuk tidur berdua.

Kak Syifa kembali ke kamarnya karena Bian menangis. Suaminya tidak mungkin mengantarkanku. Padahal mereka bilang akan mengantarkmenaklukkan ke rumah. Faiha tidak berani mengantarkanku pulang sendirian dan akan sangat merepotkan jika membawa mobil karena harus bolak-balik mengantarkan Faiha.

“Jadi pulang kagak? Aku mau sekalian berangkat kerja kalau mau ikut.” Lelaki bernama Ilham itu sudah berdiri di ambang pintu. Memakai jaket hoodie dan bekerja? Kerja apa malam-malam begini? Aku mulai curiga.

“Kalau gamau ya sudah. Kamu bisa tidur di kamarku, tetapi kalau aku pulang—“ dia menjeda kalimatnya. “Jangan salahkan kalau aku menggerayah-gerayahimu.” Dia tersenyum sambil mengerlingkan matanya.

Astaga, bulu kudukku merinding, aku benar-benar takut. Maju kena mundur kena. Jam segini Isma tidak mungkin bisa menjemputku. Kak Sari apalagi. Seharian ini bahkan kami tidak pernah bertukar pesan.

“Gita, kamu pulang saja. Kak Ilham hanya godain kamu. Dia gak bakal berani sentuh wanita.” Faiha mengucapkan sambil tertawa. Dia meledek kakaknya yang sedang melotot.

“Enak saja, biar begini aku lelaki normal.”

“Dah sana pergi, anterin temenku sampai ke rumah. Besok dia harus sekolah.”

Faiha meyakinkanku jika Kakaknya tidak akan menyakitiku. Orangnya memang jahil, tetapi aslinya baik hati dan penyayang. Kalau sudah kenal, dia bisa menjadi sosok yang hangat. Makanya sampai banyak cewek yang mengaguminya.

Aku melirik ke arahnya, dia memang tampan seperti opa-opa Korea, tetapi terlihat angkuh dan dingin seperti kulkas dua pintu.

“Buruan sebelum aku berubah pikiran!”

Aku memantapkan hati, semoga lelaki itu tidak berbohong. Aku beranjak dari tempat tidur dan segera pamitan. “Aku pulang, Fai. Makasih untuk semuanya.”

“Tunggu! Pakai jilbab ini.” Faiha memberikanku jilbab instan warna abu-abu yang lumayan lebar hingga menutup punggung dan dada. Dia memakaikannya untukku di depan Ilham.

Ada apa dengan lelaki itu? Mengapa dia menatapku aneh? Apa dia mulai terpesona denganku?

Related chapters

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   Jilbab

    Ilham menatapku aneh. Apa dia mulai terpesona denganku? Haish! Pikiranku malah traveling.Faiha mengantarkanku sampai depan rumah sedangkan Ilham sudah siap dengan motor scoopy-nya. Wah, dia bukan termasuk anak muda zaman now yang suka dengan motor gede. Motornya masih standar.“Ngapain lihat-lihat? Naksir, ya?” ucapnya ketus. “Buruan naik atau kutinggal!”Menyebalkan sekali lelaki itu. Aku segera duduk di belakangnya tanpa pegangan. Meski bagaimana pun dia lelaki normal, takut digoda setan.Dia melajukan motor dengan kecepatan sedang. Rumah Bibi Lia tidak terlalu jauh sini, tetapi aku tidak enak jika pulang ke sana. Apalagi diantarkan sama laki-laki. Jadi kuputuskan untuk pulang ke rumah. Aku melihat kakiku, masih menawan meski hanya memakai sandal jepit. Aku memakainya mumpung anak bernama Bian itu tidur. “Rumah kamu di mana?” Pertanyaannya membuatku kaget. Aku lupa, dia kan tidak tahu rumahku. “Karangmalang.” Aku tidak perlu menjelaskannya tinggal di mana, sepertinya dia sedang

    Last Updated : 2023-08-29
  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   Angin Segar

    Aku terbangun kala mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an dari masjid. Tubuhku terasa kaku dan kedinginan. Aku duduk dan bersandar di ranjang mengecek ponsel yang berkedip-kedip. Banyak sekali pesan yang masuk. Kak Sari menghubungiku? Aku segera membuka pesan darinya. “Ta, kamu di mana? Kakak pulang kok kamu malah nggak di rumah?”Benarkah dia mengkhawatirkanku? Ternyata tidak hanya satu pesan yang dikirimkan. Baru kali ini aku merasa memiliki seorang kakak. Ada juga sebuah pesan dari Erick. Buat apa lagi dia masih menghubungiku? Tidak cukup puaskah dia menyakiti perasaanku? “Gita! Aku bisa jelasin semuanya. Aku khilaf, Ta. Kumohon percayalah padaku.”Kututup mulutku kala membacanya. Ya Allah, haruskah aku mempercayainya? Rasanya terlalu sakit. Namun, jauh di lubuk hati masih tersimpan namanya. Dia yang pertama di hatiku, tidak akan mungkin semudah itu melupakannya. Mas Aril hanyalah tameng untuk mengelabuhi orang supaya tidak tahu betapa hancurnya perasaanku. Aku meringkuk, me

    Last Updated : 2023-09-28
  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   Kak Sari

    Suasana di sekolah sudah lengang. Hanya anak yang mengikuti ekstra kurikuler yang masih di kelas. Sudah hampir satu jam aku bersembunyi di kelas. Kupikir Erick sudah pulang karena sudah sore. Namun, Erick tiba-tiba datang menghadang. “Turun, Ta! Aku capek nungguin kamu.”Jadi, sedari tadi dia menungguku? Bodoh sekali aku! Kupikir dia sudah pulang.“Aku tidak memintamu untuk menungguku.”Erick menarik tanganku hingga hampir terjatuh. “Lepas, Rick! Jangan sentuh aku. Aku bisa teriak jika kamu memaksa.”Erick akhirnya melepaskan tanganku. Di sini masih ada Pak Satpam, aku akan meminta perlindungan jika dia nekat. “Aku minta maaf, Ta! Aku sudah putusin Meyda. Kita masih bisa bersama lagi.”Aku menggeleng. “Tidak semudah itu Bambang! Setelah apa yang kamu lakukan padaku tadi malam dengan semudah itu kamu minta maaf?”“Aku memang salah, Ta! Allah saja mau memaafkan hambanya. Kenapa kamu tidak bisa?”Aku terdiam, hatiku tidak sekuat itu, Rick. Terlalu dalam luka yang kau torehkan. Dengan m

    Last Updated : 2023-09-28
  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   Pot Bonsai

    “Ketika tidak ada siapa pun yang menolongmu, ingatlah kamu masih punya Allah.ان الله معناSesungguhnya Allah bersama kita”***Aku baru ingat, apa benar dia mencintaiku? Jika seorang laki-laki mencintai perempuan, dia tidak akan membiarkan wanita yang dicintainya terluka dan akan menjaganya. Namun, Erick tidak seperti itu. Sepertinya dia hanya terobsesi denganku. “Erick! Jangan lakukan ini padaku!” Aku terus berteriak meminta diturunkan tetapi dia tidak menghiraukan. Kini sampailah kami di depan pintu rumahnya. Orang tua Erick adalah pengusaha sukses. Mereka sering pergi ke luar kota. Mereka biasanya pulang pada hari weekend, tetapi aku berharap keajaiban datang. Semoga mereka datang menolongku.“Di mana, sih, Abang naruh kuncinya? Biasanya juga enggak pernah dikunci.” Erick mengomel mencari kunci rumah yang tidak tahu di mana keberadaannya. Abang? Jangan-jangan lelaki yang bersama Kak Sari adalah abangnya Erick. Astaghfirullah, aku baru ingat perkataan Erick tadi siang. Berart

    Last Updated : 2023-09-28
  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   Putri Salju

    Mataku terbuka kala mendengar sayup-sayup suara azan. Entah sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri. Badanku sakit dan pegal-pegal. Saat aku hendak bangun, kepalaku terasa berat. Di keningku ada sebuah benda basah seperti es. Ada yang sedang mengompresku, apakah aku demam?Tembok bernuansa abu menjadi pemandanganku. Di manakah aku? Aku segera membuang kompresan di kepala. Ini bukan kamarku, bukan kamar Isma atau pun rumah sakit. Jangan-jangan Erick menyekapku. Aku segera mengecek bajuku dan oh tidak! Aku sudah berganti pakaian. Astaga, apakah aku sudah tidak perawan? Aku mencoba berdiri dan ternyata aku terjatuh. Kakiku sakit, ada sebuah perban putih di lutut. Namun aku tidak merasa ada suatu keanehan di bawah sana. Sepertinya semua itu hanya kekhawatiranku saja.Aku kembali duduk di ranjang, masih menerka-nerka di manakah diriku berada. Kamar berukuran 3x3 meter dengan tempat tidur yang cukup nyaman meskipun sempit. Hanya cukup untuk tidur berdua. Lemari pakaian yang cukup kecil s

    Last Updated : 2023-09-28
  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   Trofi

    Lelaki sombong dan cuek seperti Ilham memangnya bisa apa?Aku hendak mengambil trofi tersebut, tetapi pintu kamar terbuka. Kuurungkan niatku meski sangat penasaran. Faiha datang membawa dua selimut tebal. Kulihat jam beker di atas meja sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. “Tidur, yuk! Ini kubawakan selimut untukmu.”Aku segera menerimanya dan merebahkan diri di samping Faiha. Dia berbaring menatapku lalu tersenyum.“Ada apa, Fai?” tanyaku penasaran. Aku malu dia melihatku sampai seperti itu.“Enggak apa-apa. Aku hanya ingin tahu kenapa kamu bisa mengalami kejadian seperti itu?”Duh, Faiha. Mengapa dia menanyakannya? Aku jadi kepingin nangis lagi, ‘kan? Padahal sejenak aku bisa melupakan kejadian itu setelah mendengarkan ocehan Bian. Haruskah aku katakan semuanya kepada Faiha? Padahal aku tidak sedekat itu sampai mau berbagi cerita dengannya. “Maaf, aku belum siap menceritakan semuanya, Fai.” Aku berbalik memunggunginya. Perlahan bulir air mata menetes membasahi bantal Ilham.

    Last Updated : 2023-09-28
  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   Radio

    Aril Safir? Ilham selalu bekerja saat sore atau pun malam hari. Bisa jadi mereka adalah orang yang sama. Mas Aril hanya siaran di sore atau malam hari, kecuali weekend. Duh, membayangkannya saja membuatku tidak rela. Mereka sangat berbeda, bagaikan langit dan bumi. Ilham itu fakir senyum, sombong, dan sikapnya dingin seperti kulkas dua pintu. Sedangkan Mas Aril itu hangat, dia selalu menghibur semua orang dengan canda tawanya. Segera kukembalikan benda tersebut ke tempatnya. Nama kakaknya Faiha adalah Ilham, bukan Aril. Mungkin saja benda ini milik temannya. Namun, jika ini miliknya berarti aku punya peluang mendekatinya. Astaghfirullah, sadar, Ta! Kamu baru saja patah hati. Aku harus segera mengambil air wudu sebelum setan di kepalaku membisikkan hal yang tidak-tidak. Sesampainya di dapur kulihat Kak Syifa sedang memasak dibantu Faiha. Aku hendak masuk ke kamar mandi, tetapi suara merdu tadarus seseorang laki-laki mengalihkanku. Ilham? Aku menoleh ke musala kecil yang ada di sudut

    Last Updated : 2023-09-29
  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   Berbagi Cerita

    Aku terbangun kala mendengar suara tangisan anak kecil. Perlahan kubuka mata yang terasa berat. Seorang perempuan muda berjilbab sedang tersenyum ramah kepadaku. Di sudut lain kulihat Kak Syifa dan Bian bersama seorang wanita tua. Sepertinya beliau adalah nenek Bian.“Bian mau teluar cama Nenek, Bian takut cama Putli Salju.” Anak itu menangis histeris. Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa dia mendadak takut denganku?“Kamu sudah sadar?” tanya wanita di sampingku. “Memangnya apa yang terjadi denganku? Kenapa aku ada di sini? Ini bukan rumah sakit, ‘kan?”Ruangan yang didominasi dengan warna putih ini sangat luas. Namun, aku yakin ini bukanlah rumah sakit. Tidak ada aroma obat-obatan. Kulihat Bian meringkuk di pangkuan ibunya. Mengapa dia ketakutan melihatku?“Bian, Putri Salju sudah bangun, sini ikut kakak!” Aku merasa tenang jika melihat tingkah lucu dan kepolosan Bian. Sejenak bisa melupakanku dari semua masalah yang sedang kuhadapi. “Bian takut denganmu, kamu baru saja mendorongny

    Last Updated : 2023-09-29

Latest chapter

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 20 END

    “Enggak! Aku pun serius ingin menikah denganmu.” Tiba-tiba saja kalimat tersebut terlontar dari mulutku. Namun, jujur saja perasaanku memang tulus untuknya. Aku bersungguh-sungguh ingin menikah dengannya.“Kamu dengar sendiri, bukan? Aku melakukan ini agar kalian berdua bisa berbahagia.” “Aku nggak yakin bisa membuat Faiha bahagia.” Dilan tertunduk lemas. Sebagai lelaki, dia terlihat tak berdaya di atas ranjang kecil itu. Aku memberanikan diri menggenggam tangan Dilan. “Aku yakin kamu bisa sembuh. Aku akan merawatmu dengan sepenuh hati. Untuk itulah, kamu juga harus memiliki keyakinan yang sama. Kamu pasti akan sembuh.”“Aku cinta sama kamu itu benar. Tapi untuk menikahimu, kurasa itu nggak benar, Fai. Kamu nggak akan bisa bahagia denganku.” Kalimat Dilan terdengar putus asa.Tak terasa mataku penuh oleh benda cair yang siap meluncur jatuh ke pipi. “Aku seyakin itu sama kamu, tapi kamu sendiri malah seperti melarikan diri dari

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 19

    Aku mengangguk kemudian berjalan mendekat menyalami orang tua Dilan. Begitu juga dengan Kak Ilham. Dari mana mereka mengetahui namaku? Padahal aku tidak pernah bertemu sebelumnya. “Faiha ini adik kamu, Ham? Kalian sangat mirip.”“Iya, Om. Maaf baru sempat mengajaknya ke sini. Dia masih kuliah.”Jadi, selama ini Kak Ilham sengaja menunggu liburan semester baru mengajakku bertemu Dilan? Terlalu banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan kepada Kak Ilham. Bisa-bisanya dia menyembunyikan semua ini dariku. “Pantas saja Dilan tergila-gila padanya. Dilan masih tidur. Biasanya jam empat sore baru bangun.”Wajahku rasanya panas mendengar ucapan ibunya Dilan. Padahal ruangan ini ber-AC. Aku pun tidak sabar ingin segera bertemu dengan orang yang lama kurindu. “Om dan Tante pamit dulu. Kalian bisa 'kan jagain Dilan untuk kami? Kebetulan Om tadi langsung ke sini setelah pulang dari kantor.”“Tenang aja, Om! Sera

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 18

    Mulai saat itu aku tidak lagi tergantung pada mereka. Aku meminta Ayah membelikan sepeda listrik. Harganya cukup terjangkau. Dengan begitu, aku tidak lagi bergantung dengan orang lain. Saat itu juga aku mulai membatasi diri lagi dan lebih pendiam sekarang. Fokus untuk kuliah demi masa depan. Hingga akhirnya liburan semester itu datang. Setelah setengah tahun berlalu, hidupku terasa hampa. Tidak ada manis-manisnya. Pagi hari kuliah, sore bantu ayah, malam pergi dengan teman sholawatan. Terkadang aku juga menyendiri di rumah. Hidupku terlalu monoton begitu setiap harinya. Beberapa kali teman Kak Ilham mencoba PDKT denganku, tetapi mereka akhirnya mundur karena aku hanya diam. Hatiku sudah beku. Rasanya susah sekali menerima orang baru. Meski sudah lama, ternyata aku tidak bisa melupakannya. Sekarang, di makam Ibu, aku membacakan doa untuknya hingga menangis tergugu. “Ayo pulang!” ajak kak Ilham.“Sebentar lagi.”

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 17

    Pagi harinya aku berangkat kuliah seperti biasa diantar Kak Ilham. Hari ini dia bimbingan katanya. Entah dia mendapat Ilham dari mana sehingga mendadak mau bimbingan. Beberapa teman, ada yang mengagumi Kak Ilham. Mereka tahu jika kakakku adalah penyiar radio. (Baca novel karya Shofie Widianto, judulnya Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio).Terkadang mereka memberikan kue, cokelat, dan lain sebagainya untuk kakakku. Padahal aku sudah mengatakan jika lelaki itu sudah memiliki kekasih, tetapi tidak satu pun yang percaya. Aku juga sering melihat beberapa teman kelasnya yang selalu nempel, padahal sudah jelas Kak Ilham menjauhi mereka.Aku sampai heran mengapa banyak yang menyukai Kak Ilham? Dia itu kere. Duitnya pas-pasan. Wajah doang yang lumayan. Padahal wanita tidak akan kenyang hanya dengan memandang wajah laki-laki. Mungkin inilah yang disebut cinta buta. Tidak bisa melihat logika. Cinta telah membutakan segalanya.“Nanti kamu pulang

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 16

    “Kamu tidak apa-apa, Fai?”“Sakit Kak.”“Kakak tahu.”“Aku pikir tidak memiliki rasa itu, Kak. Aku tidak tahu rasa itu tumbuh kapan. Hingga akhirnya aku sadar setelah dia bersama yang lain. Rasanya sakit.”Kurasakan tangan Kak Ilham mengelus kepalaku beberapa kali. Dia pasti sedih melihatku seperti ini. Apalagi semua ini gara-gara temannya. “Kamu harus kuat. Oke. Masih banyak teman Kakak yang mau denganmu. Ada Adam, Malik, banyak pokoknya. Kamu tinggal pilih.”Mendengar banyolan Kak Ilham aku memukul dadanya. “Jahat!” Aku tersenyum dalam tangis. “Udah sana, cuci muka! Kita salat dulu. Berdoa sama Allah. Kamu nggak boleh nangis hanya gara-gara laki-laki. Maafin Kakak, ya. Kakak pikir kamu tidak akan mudah menyukainya ternyata kakak salah.”Azan maghrib berkumandang. Aku dan kak Ilham salat berjamaah. Kali ini cukup banyak yang datang. Selain warga sekitar, semua panitia sudah berkumpul sem

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 15

    “Aku tidak bawa HP. Aku tidak ingin ada yang mengganggu kencan kita. Sengaja aku meninggalkannya di mobil.” Kencan? Kupikir dia hanya bercanda dengan kencan ini. Ternyata baginya ini sungguhan. Aku pun mulai mencoba menikmati kebersamaan kami. Tidak salah jika aku membahagiakan diri ini sebentar saja. “Ya sudah, pakai ponselku saja.”Setelah sekali jepretan, aku menunjukkann foto padanya. “Gimana hasilnya?” tanya Dilan. “Bagus.”“Boleh foto berdua?” tanya Dilan. “Selfie saja.”Aku ingin menolak, tetapi mulut berkata iya. Akhirnya aku yang memegang ponsel di depan sedangkan Dilan di belakang. Dia mengacungkan kedua jarinya hingga membentuk huruf V sedangkan aku mengacungkan dua jari membentuk love. “Saranghaeyo!”Ternyata hasilnya sangat memuaskan. Kami memang seperti pasangan yang sedang kencan. Melihat hasil foto yang bagus, aku mengulanginya lagi dan lagi. Bahkan kami memi

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 14

    “Belum cukup umur buat diajak kawin.”Dilan tertawa hingga memegangi perut. Melihatnya seperti ini entah mengapa semakin membuat debaran jantungku menggila. Ah, betapa manisnya dia. “Astagfirullah!” Aku mengalihkan pandangan saat Dilan memergoki telah menatap dirinya. “Jadi untuk apa Ustaz Dilan ngajakin aku kencan sore-sore begini?”“Kenapa manggil ustaz lagi. Pengen tak cium, nih!”Aku mencebik mendengarnya. Terkadang dia sangat menyebalkan. “Dih. Nggak dijawab!”“Pengen aja. Paling enggak, ada sebuah alasan untukku kembali pulang ke Kudus, selain mengunjungi makam Bapak.” “Bapaknya ... Mas sudah meninggal?” Aku sendiri bingung harus memanggil dengan sebutan apa. “Iya. Tapi bukan ayah kandung. Ayah kandungku masih hidup. Di Jakarta. Dia memintaku pulang secepatnya.”“Ayah kandung?”Dilan tidak langsung menjawab. Aku mulai paham sekarang. Dia ke Kudus hanya untuk mengun

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 13

    Aku kembali melipat mukena dan menyimpannya. Saat keluar, kulihat Kak Ilham sedang berbincang dengan Dilan. Sepertinya mereka membicarakan sesuatu yang cukup serius.“Sini, Fai!”Aku pun menghampiri kak Ilham. “Ada apa, Kak?”“Aku mau mengajakmu pergi sebentar. Ilham sudah mengizinkannya.” Dilan langsung menjawab kebingunganku.Eh! “Pergilah! Dilan nggak akan apa-apain kamu.”“Tapi ....”Tumben sekali Kak Ilham bersikap seperti ini. Biasanya dia protektif sekali denganku. Aku saja sampai tidak berani dekat dengan lawan jenis karena memiliki kakak yang galaknya seperti Kak Ilham. “Pergi saja. Maksimal Maghrib sudah harus kembali ke sini.”Aku langsung mengambil tas dan mengikuti Dilan di belakangnya. Sejenak kemudian dia berhenti hingga membuatku tanpa sengaja menabrak punggungnya. “Kayak buntutku aja. Pindah sini di samping. Apa mau aku gandeng?” tanya Dilan.

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 12

    Beberapa aku menunggu hari ini tiba, tetapi aku malah kecewa.“Mau pulang bareng atau kutinggal?” tanya Ilyas lagi. “Wait!”Aku menoleh ke kanan dan kiri. Takut jika ada yang melihatku pulang dengan Ilyas. Mereka pasti akan menjadikan hal ini sebagai bahan ghibah. Mereka tidak ada yang tahu jika aku dan ketua BEM kesayangan mahasiswi ini sudah menjadi saudara. “Kamu adik tirinya Ilham?” tanya Kak Malik pada Ilyas. “Hmm!” jawab Ilyas singkat. “Ya sudah, titip Faiha. Langsung diajak pulang.”Setelah Kak Malik pergi, Ilyas menggandeng tanganku. “Eh! Jangan pegang-pegang.”“Makanya ayo cepet. Udah ditungguin sama Ibuk di rumah.”“Kamu jalan dulu sampai parkiran. Aku akan mengikuti dari belakang.”Sungguh aku merasa sangat kesal dengan Kak Ilham. Tidakkah dia tahu jika aku merindukan temannya? Benarkah aku rindu? Aku menepis pikiranku yang sepertinya sudah mulai o

DMCA.com Protection Status