Ke Paris, Olivia sudah memutuskan untuk menyusul Erlangga ke sana. Sesulit apa pun rintangannya, Olivia harus sampai ke sana dan memberitahukan permasalahan yang sedang dia hadapi.
“Aku ingin ke Paris, Yah.”
Firman melotot sejadi-jadinya. Pernyataan Olivia benar-benar tidak masuk akal. Apa maksudnya dia akan ke Paris sekarang?
“Apa kamu sudah tidak waras? Kamu masih kuliah dan belum liburan. Apa yang akan kamu lakukan di sana?” tanya Firman dengan nada yang tinggi.
“Aku ingin bertemu temanku yang sedang berada di sana. Aku harus bertemu dengan dia, karena aku takut dia pergi ke tempat lain jika aku tidak ke sana sekarang. Ada urusan yang harus aku selesaikan dengan temanku, Yah. Semua urusan di kampus sudah Oliv atur. Semuanya sudah Oliv bicarakan dengan kepala program studi dan Oliv diizinkan untuk mengikuti perkuliahan jarak jauh. Apa lag
Kelopak mata perempuan yang memakai cardigan hitam itu mulai terbuka. Temaram lampu kamar yang berwarna jingga mulai menelisik ke retinanya. Olivia tersadar dari pingsannya yang tiba-tiba. Setelah pandangann berhasil jelas terlihat, perempuan itu melihat keadaan sekitar dan seketika Olivia terkejut. Perempuan itu bangkit dengan mata terbelalak.Ini bukan kondisi waktu dia pingsan tadi, Olivia mengingatnya. Olivia ingat kalau dia sedang menghubungi seseorang di telepon di dekat sofa. Ketika dia berdiri dan berbicara, lalu dia lupa. Seharusnya dia berada di dekat sofa, bukan di kamar bahkan atas kasur. “Siapa yang membawa aku ke sini? Apa petugas apartemen? Sepertinya nggak mungkin,” gumam Olivia.“Aku yang bawa kamu ke sana.” Sosok pria dengan blazer hitam dan gambar harimau di dasinya sedang berdiri di samping Olivia. Perempuan itu terkejut bukan main melihat pria yang selama ini dia cari.Olivia menarik kedua sudut bibirnya sehingga terb
Tidak hanya marah, Olivia juga kecewa mendengar perintah Erlangga. Bagai ditimpa ditikam pisau, hatinya sungguh sakit mendengarnya. Dia tidak pernah sangka kalau Erlangga akan sejahat itu untuk memberi perintah Olivia agar menggugurkan anak dalam kandungannya.Sia-sia semua perjuangan Olivia terbang dari Jakarta ke Paris. Dia hanya ingin meminta Erlangga untuk tanggung jawab. Pria itu yang sudah mengajaknya melakukan hal terlarang itu, mengapa Erlangga tidak mau bertanggung jawab?Olivia hanya bisa menunggu waktu berputar sampai hari esok. Tidak ada kata yang keluar dari mulutnya sejak perintah Erlangga untuk menggugurkan bayi di dalam kandungannya. Sejak saat itu, mereka berdua bagaikan kedua insan yang tidak mengenal sama sekali.Sekarang, Olivia ingin mengisi perutnya dengan hidangan yang sudah dia pesan. Perempuan itu sedang menunggu kehadiran pelayannya. Dia duduk di hadapan Erlangga yang sedang diam juga. Pria itu juga sebenarnya memikirkan omongannya, tet
Hidup Olivia masih berada di ambang ketidak jelasan. Olivia masih belum jelas akan diberi kepastian oleh Erlangga terkait hubungannya walaupun pria itu sudah berjanji akan menemuinya di Jakarta dua hari setelah dia tiba di Jakarta. Namun, entah kenapa di mata Olivia itu semua hanya sebuah alasan dan bentuk penenang agar dia menuruti keinginannya.Hal yang begitu mengganggu pikiran dan hidupnya yang lain adalah kelompok berlogo elang di jaket atau pakaiannya. Olivia masih bertanya-tanya siapa mereka sebenarnya?Setelah tiba di bandara Charles de Gaulle, Erlangga sungguh memperhatikan keamanan dan keselamatan Olivia. Pria itu mengantarkan Olivia sampai gate, kemudian mengawasinya dari luar. Walaupun tidak dapat terlihat, setidaknya Erlangga sadar kalau ada dia di sana berarti Olivia aman."Baru aja kemarin aku tiba di Paris. Berharap ada banyak pengalaman yang bisa aku dapatkan di kota yang indah itu. Sayangnya, Erlangga yang selalu bersikap diktator m
Matanya terbuka dan seketika tangannya tidak bisa digerakkan. Dia duduk di atas bangku di tengah ruangan dengan tangan yang diborgol. Kakinya? Sayang sekali, diborgol juga di kedua kaki bangku. Olivia bertanya-tanya mengenai apa yang terjadi pada dirinya. Dia hanya ingat kalau sedang berada di dalam taksi dan kelelahan. Setelah itu, dia tertidur. Pandangan perempuan itu mengedar dan mencari siapa pun manusia yang berada di dekatnya. Sayang sekali, Olivia tidak menemukan siapa-siapa di sana. Hanya ada tumpukan jerami dan beberapa balok serta drum tidak terpakai. Akhirnya, dia hanya bisa diam dan menunggu. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain itu. Borgol yang menahannya tidak mungkin bisa terlepas hanya karena Olivia menariknya. Olivia yakin kalau takdirnya di sini akibat ulah pria-pria jahat itu. Dia yakin kalau orang yang mengusiknya sejak lama tidak akan sudi menyerah sebelum mendapatkan dirinya. Padahal Olivia sudah bingung
Seketika tubuh Erlangga membeku ketika letupan pistol itu memekakkan telinga mereka berdua. Olivia yang duduk di depannya juga membelakkan matanya. Pria itu melirik ke arah lengan kanannya yang sudah mengeluarkan darah dari sana.Olivia yang tidak tega ingin sekali melindungi Erlangga. Perempuan itu pun menarik tubuh Erlangga agar ikut bersembunyi di balik tembok bersamanya. Bagian lengan yang tadi mengeluarkan darah sudah ditahan oleh telapak tangan Erlangga. Namun, tetap saja masih mengeluarkan darah.“Kreeet!” Olivia merobek pakaiannya untuk digunakan membebat tangan Erlangga. Dia ikat luka itu dengan niat agar darahnya berhenti mengalir. Setelah selesai, Olivia mengeratkan pegangan tangannya dengan Erlangga.“Aku nggak kenapa-kenapa. Ayo kita pergi dari sini,” kata Erlangga.Saat itu juga Olivia menggelengkan kepalanya dengan wajah yang penuh keyakinan. Dia berniat melindungi Erlangga dengan cara yang dia pikirkan sendiri.
Setelah perdebatan alot dengan ayahnya, Olivia akhirnya memutuskan panggilan itu. Dia tidak mau berbicara dengan ayahnya untuk beberapa saat ini. Dia masih sulit untuk percaya kalau ayahnya sendiri yang merencakan penyerangan itu.“Aku nggak nyangka kalau Ayah setega ini. Orang yang Oliv sayang bisa terluka gara-gara kekejaman Ayah. Apa Ayah nggak seneng lihat Oliv bahagia? Apa bahagia di mata Ayah?” gerutu Olivia di ruang tunggu.Dia sejak tadi sudah murung. Erlangga sudah terluka dan itu akibat ulah ayahnya. Sampai sekarang Olivia masih bingung dengan motif yang ayahnya berikan. Bagaimana bisa dia memerintahkan orang untuk melakukan penyerangan terhadap dirinya bahkan sampai ke Paris?“Apa yang sebenarnya Ayah lakukan? Mengapa Ayah begitu terlihat tidak menyukai Erlangga?”Hampir satu jam Erlangga di dalam ruangan sana tanpa ada kabar dari perawat atau dokter. Olivia takut kalau Erlangga kehabisan darah. Dia melihat sendiri kalau
Mobil berhenti di parkiran apartemen Erlangga. Olivia yang senang karena akhirnya dapat bertemu dengan Erlangga pun tidak kuasa menahan senyumnya. Dia terus saja tersenyum sepanjang perjalanan. Mereka pun berjalan menuju unit apartemen milik Erlangga. Tangan mereka bertaut seolah tidak mau melepas satu sama lain. Siapa yang berani memisahian mereka berdua? Erlangga akan maju menghadapinya. Dia sudah siap dengan keahlian bela dirinya untuk menghajar orang yang mengganggu hidupnya.
"Kita nggak perlu ke rumah aku, Er. Aku hanya harus telepon Ayah aja. Nanti dia yang akan nyuruh anak buahnya untuk berhenti ganggu kita. Nanti kita akan ke rumah aku kalau keadaannya sudah aman semuanya. Baru kita rencanain bagaimanacame outkalau kita akan menikah karena tragedi ini," jelas Olivia yang mulai murung. Erlangga tidak habis pikir dengan jalan pikir Olivia. Perempuan itu menyangka kalau semua yang terjadi adalah ulah anak buah ayahnya. Pria itu mendengkus dan menggelengkan kepalanya dengan kasar. "Apa yang kamu maksud anak buah ayah kamu? Apa kamu nggak sadar kalau itu semua bukan anak buah ayah kamu? Mereka semua ingin nyelakain kamu. bagaimana bisa mereka jadi anak buah ayah kamu?" Olivia tersenyum meremehkan dan membuka layar ponselnya. Dia menunjukkan isi pesan singkat yang sudah diterima dari ayahnya kepada Erlangga. Ayah: Kamu harus jaga diri! Kalau tidak aman, segera kembali ke ru
Di hadapannya, ada seorang pria yang sedang tidak sadarkan diri. Tangan kanannya diinfus sedangkan punggungnya diperban. Luka tusuk yang pria itu dapatkan tidak terlalu dalam, tetapi berhasil menghabiskan banyak darahnya.Erlangga terus bertahan untuk sadar dan menemani Olivia di perjalanan. Hingga akhirnya dia tidak kuat menahan kesadarannya sampai akhirnya dia tidak sadarkan diri. Justru itu yang membuat Olivia semakin ketakutan.Sekarang, Olivia sudah merasa lebih tenang. Pria yang dia khawatirkan masih belum sadar. Sejak tiga jam lalu, Erlangga masih memejamkan matanya seolah tidak ada yang menunggunya untuk bangun."Ada yang perlu kita bicarakan." Ruhn mem
“Semakin menyenangkan saja pertunjukan drama kali ini. Jadi kamu tidak akan menikah dengan Erlangga setelah ini, Liv? Kasihan sekali dirimu. Kamu sudah hamil, tetapi pria yang menghamili tidak mau bertanggung jawab,” ucap Jakob sambil tersenyum lebar. Dia melirik ke arah Firman dan berkata, “Apa yang akan Anda lakukan pada Erlangga, Pak Tua?”Firman sudah tidak mau berkata apa-apa. Dia sudah muak dengan Jakob dan hal yang sedang dia rasakan. Namun, dia tidak bisa lepas begitu saja. Dia tidak bisa melepaskan dirinya dan juga tidak bisa berbuat apa-apa. Firman merasa sangat tidak berguna sekarang.“Anda benar-benar pria paling berengsek yang pernah saya temui, Erlangga. Saya tidak sangka kalau Anda berani merusak putri saya dan ingin pergi begitu saja. Ternyata memang benar ucapan saya tadi kalau Anda adalah mafia yang licik,” jawab Firman.“Ya, dia memang licik, Pak Tua. Dia bahkan lebih licik dari pada saya. Beruntung se
“Dia adalah Renoza yang sebenarnya. Dia adalah pria yang sengaja saya jadikan kambing hitam setidaknya sampai saya tiba di rumah Anda, Pak Tua.” Jakob tertawa cekikikan.Kalau tahu yang sebenarnya, tidak mungkin Firman akan menahan Erlangga tadi. Dia mungkin akan menuruti semua perintah Erlangga demi keselamatan dirinya dan keluarga. Sayangnya, Jakob begitu memengaruhi pikiran Firman hingga dia terperdaya.“Sepertinya Anda juga tidak tahu apa yang membuat putri Anda datang ke Paris, ya? Tidak masalah, saya akan menjelaskannya pada Anda juga,” kata Jakob.Firman terus menatap wajah Jakob yang dekat padanya. Yang ditatap tidak berhentinya tertawa jahat. “Dia datang untuk meminta pertanggungjawaban dari calon suaminya, Pak Tua.”“Cukup, Jakob! Semua itu hak saya untuk mengatakannya pada keluarga! Bukan hak Anda sebagai orang asing yang jahat dan licik!” pekik Olivia dengan suara yang tinggi.Tria mulai m
Kehadiran Jakob dan para pengikutnya ke dalam rumah Firman Mahardika membuat semua keadaan berubah. Firman, pria tua yang seharusnya menjadi tuan di rumah itu karena seharusnya dilindungi, sekarang justru menjadi tahanan Jakob. Tidak hanya Firman Mahardika yang dia tahan, istri dan anaknya juga ikut ditahan secara paksa.Erlangga sudah tidak terkejut dengan semua yang terjadi saat ini padanya dan juga pada keluarga Mahardika. Dia sudah memperkirakannya sejak tadi ditahan oleh Firman. Pria yang sedang menikmati pertunjukan drama di depannya itu sudah tahu kalau ada orang yang menuduh dirinya dan menjebaknya sekarang.Sudah terbukti yang ada di dalam benaknya. Pasti ada anggota mafia Ryuzen yang menghasut Firman. “Jangan salahkan saya yang nggak memberikan peringatan. Saya terus bertanya, tetapi Anda memilih untuk ingin membunuh saya.”“Diam kamu! Siapa kamu sebenarnya?” Firman yang sudah kehabisan kesabaran terus menarik uratnya ketika ber
Seluruh manusia yang berada di dalam ruangan itu terkejut. Seorang Erlangga dengan tenang menghadapi Firman. Dia tanpa rasa takutnya membalas ucapan Firman Mahardika saat banyak penjaganya sedang berada di ruangan yang sama pula. Erlangga dengan sangat berani dia menyunggingkan senyum miringnya.Olivia bahkan sampai menutup mulut. Dia yang sangat terkejut. “Apa maksudnya semua ini, Yah?”Firman menoleh ke belakang dan menatap putri semata wayangnya. Tatapan mata Olivia yang semakin sendu membuat pria tua itu tidak tega. Awalnya Firman ingin marah pada anaknya lantaran ceroboh dengan pria yang bisa mencelakainya. Namun, Firman urungka karena tidak tega.“Dia ini seorang mafia yang sangat licik, Liv. Dia adalah seorang yang bisa membunuh bahkan hanya dengan tangan kosong. Dia bisa saja membunuh semua orang yang ada di sini hanya untuk kemenangannya seorang. Orang yang sudah kamu dekati selama ini hanya menginginkan harta Ayah, bukan ketulusan men
"Kita nggak perlu ke rumah aku, Er. Aku hanya harus telepon Ayah aja. Nanti dia yang akan nyuruh anak buahnya untuk berhenti ganggu kita. Nanti kita akan ke rumah aku kalau keadaannya sudah aman semuanya. Baru kita rencanain bagaimanacame outkalau kita akan menikah karena tragedi ini," jelas Olivia yang mulai murung. Erlangga tidak habis pikir dengan jalan pikir Olivia. Perempuan itu menyangka kalau semua yang terjadi adalah ulah anak buah ayahnya. Pria itu mendengkus dan menggelengkan kepalanya dengan kasar. "Apa yang kamu maksud anak buah ayah kamu? Apa kamu nggak sadar kalau itu semua bukan anak buah ayah kamu? Mereka semua ingin nyelakain kamu. bagaimana bisa mereka jadi anak buah ayah kamu?" Olivia tersenyum meremehkan dan membuka layar ponselnya. Dia menunjukkan isi pesan singkat yang sudah diterima dari ayahnya kepada Erlangga. Ayah: Kamu harus jaga diri! Kalau tidak aman, segera kembali ke ru
Mobil berhenti di parkiran apartemen Erlangga. Olivia yang senang karena akhirnya dapat bertemu dengan Erlangga pun tidak kuasa menahan senyumnya. Dia terus saja tersenyum sepanjang perjalanan. Mereka pun berjalan menuju unit apartemen milik Erlangga. Tangan mereka bertaut seolah tidak mau melepas satu sama lain. Siapa yang berani memisahian mereka berdua? Erlangga akan maju menghadapinya. Dia sudah siap dengan keahlian bela dirinya untuk menghajar orang yang mengganggu hidupnya.
Setelah perdebatan alot dengan ayahnya, Olivia akhirnya memutuskan panggilan itu. Dia tidak mau berbicara dengan ayahnya untuk beberapa saat ini. Dia masih sulit untuk percaya kalau ayahnya sendiri yang merencakan penyerangan itu.“Aku nggak nyangka kalau Ayah setega ini. Orang yang Oliv sayang bisa terluka gara-gara kekejaman Ayah. Apa Ayah nggak seneng lihat Oliv bahagia? Apa bahagia di mata Ayah?” gerutu Olivia di ruang tunggu.Dia sejak tadi sudah murung. Erlangga sudah terluka dan itu akibat ulah ayahnya. Sampai sekarang Olivia masih bingung dengan motif yang ayahnya berikan. Bagaimana bisa dia memerintahkan orang untuk melakukan penyerangan terhadap dirinya bahkan sampai ke Paris?“Apa yang sebenarnya Ayah lakukan? Mengapa Ayah begitu terlihat tidak menyukai Erlangga?”Hampir satu jam Erlangga di dalam ruangan sana tanpa ada kabar dari perawat atau dokter. Olivia takut kalau Erlangga kehabisan darah. Dia melihat sendiri kalau
Seketika tubuh Erlangga membeku ketika letupan pistol itu memekakkan telinga mereka berdua. Olivia yang duduk di depannya juga membelakkan matanya. Pria itu melirik ke arah lengan kanannya yang sudah mengeluarkan darah dari sana.Olivia yang tidak tega ingin sekali melindungi Erlangga. Perempuan itu pun menarik tubuh Erlangga agar ikut bersembunyi di balik tembok bersamanya. Bagian lengan yang tadi mengeluarkan darah sudah ditahan oleh telapak tangan Erlangga. Namun, tetap saja masih mengeluarkan darah.“Kreeet!” Olivia merobek pakaiannya untuk digunakan membebat tangan Erlangga. Dia ikat luka itu dengan niat agar darahnya berhenti mengalir. Setelah selesai, Olivia mengeratkan pegangan tangannya dengan Erlangga.“Aku nggak kenapa-kenapa. Ayo kita pergi dari sini,” kata Erlangga.Saat itu juga Olivia menggelengkan kepalanya dengan wajah yang penuh keyakinan. Dia berniat melindungi Erlangga dengan cara yang dia pikirkan sendiri.