Setelah jam perkuliahan terakhir, seperti dengan rencana kelompok Wendy, semua anggota kelompok tidak langsung pulang karena sebelum itu mereka harus mengerjakan tugas kelompok mereka maksimal sampai tugas mereka mencapai target, atau paling lama sampai hari mulai gelap.Wendy yang masih mengantuk itu, mau tidak mau harus ikut mengikuti arus meski sangat ingin sekali rebahan di tempat tidurnya yang sangat nyaman itu."Hoam ..." Wanita itu menguap dengan kuat tanpa beranjak dari tempat duduknya sedari tadi."Well, Aku mau pulang! Dadah, selamat lembur, Aku mau menikmati istirahatku!" ucap Viona yang terdengar seperti tengah memanas-manasi Wendy dengan perkataannya."Eeerrrgghhh! Diam! Jangan membuatku iri!" timpal Wendy dengan kesal karena menganggap gadis itu tertawa di atas penderitaannya.PUKPUKPUKViona menepuk pundak Wendy berkali-kali seraya berbisik. "Semoga sukses! Natural saja! Tenang saja Aku sudah mempersiapkan segalanya!" Wendy menoleh padanya dan mengangguk padanya deng
Mengetahui pintu ruang belajar itu terkunci, Wendy langsung terpikir bahwa itu adalah perbuatan Viona. Ia akhirnya merasa lega karena akhirnya gadis itu akhirnya melakukan sesuatu dan itu artinya sekarang ia mempunyai kesempatan untuk semakin dekat dengan Reynold."Rey, apakah-"Ting!Ketika ia hendak berkata, tiba-tiba terdengar suara dering pesan masuk menggema dari ponselnya yang ternyata dari Viona."Bella, maafkan Aku. Aku benar-benar tidak bisa melakukan apa pun hari ini, mendadak orang tuaku menyuruhku untuk pulang." Begitulah isi pesan dari Viona, dan itu sungguh membuat Wendy akhirnya bingung dengan terkuncinya ia dan Reynold di ruangan fasilitas belajar yang berada di paling ujung belakang perpustakaan. Ruangan yang memang dibuat terisolir karena memang dirancang sebagai tempat belajar, agar orang yang menggunakan ruangan itu bisa belajar dengan fokus tanpa gangguan apa pun."Ja ... Jadi ... Itu artinya Kami sungguhan terkurung di sini?" pikir Wendy dengan gugup sembari mema
POV Wendy.Pemuda yang bernama Robert ini akhirnya berhasil membawaku ke fasilitas kesehatan kampus yang memang buka 24 jam. Selama dalam perjalan ia menggendongku dengan tampang yang penuh dengan kepanikan, sangat berbeda jauh dengan Reynold yang mengikuti di belakang kami sembari membawakan barang-barangku. Pemuda itu malah tampak tenang meski sebelum Robert datang ia terlihat sedikit panik melihat lengan bajuku yang tiba-tiba berdarah ini."Meski sebentar, melihatnya panik tadi, entah mengapa Aku merasa senang ... " pikirku yang kubisa rasakan sendiri bahwa dengan sendirinya bibirku tersenyum mengingat hal itu."Bella, Kita sudah sampai!" ucap Robert. Aku yang terlalu tenggelam dalam pikiranku baru menyadari kini kami sudah sampai di fasilitas kesehatan kampus."Rob, sebenarnya Aku bisa berjalan, tolong turunkan Aku!" pintaku pada pemuda itu.Tanpa diduga pemuda itu akhirnya mendengarku dan ia pun melakukan apa yang kupinta."Terima kasih," ujarku setelah Robert benar-benar turun d
Sementara itu di sisi Reynold dan Robert yang tengah menunggu Wendy kembali dari toilet.Mereka tampak menunggu dengan sabar karena mereka tak tahu bahwa sebenarnya Wendy sudah pergi diam-diam ke rumahnya. Suasana begitu hening, tak ada yang bersuara di antara mereka. Memang Reynold sangat terbiasa dengan keheningan seperti itu, tetapi lain halnya dengan Robert. Ia malah akan sangat tersiksa jika berada dalam keadaan yang sunyi seperti ini."Benar seperti yang dirumorkan, orang yang bernama Reynold ini benar-benar pendiam dan datar sekali!" komentar Robert dalam hati."Hm, selain itu, dia juga benar-benar tampan sekali! Bahkan Aku sebagai seorang pria juga mengakui wajah rupawannya itu ... Pantas saja para gadis selalu mengelu-elukannya dan selalu mendambakan bisa dekat dengannya ..." sambungnya dengan pandangannya yang sesekali melirik pada Reynold yang tampak tidak memedulikan kehadiran pemuda itu.Kalau begitu, Aku harus berhati-hati, jangan sampai Bella juga tertarik padanya!" tam
"Rey, Kau baru pulang?" tanya Michael sesaat setelah Reynold masuk ke dalam rumah.Reynold terdiam sejenak ketika melihat ternyata ayahnya tidak seorang diri di rumah. Tampak dalam pandangannya seorang wanita yang sedang tersenyum padanya."Ya, Aku baru selesai kerja kelompok," timpal Reynold yang langsung beranjak pergi ke kamarnya, tak memedulikan wanita yang sedang bersama ayahnya itu.Namun, sebelum ia masuk, ia menoleh sejenak ke belakang seraya berpikir, "Siapa lagi wanita itu? Akhir-akhir ini ayah sering sekali membawa wanita ke rumah ya ... Aneh sekali.""Jujur, Aku sangat penasaran dengan kasus yang sedang ditangani ayah," sambungnya sembari membuka pintu kamarnya.Setelah masuk ke dalam kamarnya, ia yang sudah lelah itu, langsung merebahkan diri di atas tempat tidurnya dan memejamkan kedua matanya sejenak untuk menenangkan pikirannya."Hah~ melelahkan sekali," gumam pemuda rupawan itu dengan mata yang masih terpejam.Ia kemudian perlahan membuka kedua matanya dan memandangi
Keesokan harinya.POV Wendy.Setelah istirahat yang cukup semalam, aku pun terbangun dengan keadaan sangat segar. Obat dari dokter itu benar-benar berhasil membuatku beristirahat dengan baik. Pulang dari kampus, ke rumah sakit, meminum obat, beristirahat dengan benar karena aku sakit, entah mengapa kemarin itu aku benar-benar seperti gadis normal pada umumnya yang menjalani hari tanpa sesuatu yang berdarah-darah dan berlarian ke sana-ke mari menghindari serangan-serangan musuh. Apa lagi selama seharian kemarin Chris benar-benar tidak menghubungiku, hal itu benar-benar membuatku amat sangat lega sekali."Hah~ Entah mengapa Aku berharap hari ini akan setenang hari kemarin ..." gumamku dengan penuh harap.PUK!Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dengan lembut."Hai, Bella!" ucap Viona, si orang yang menepuk pundakku itu. Hari ini dia tampak riang sekali dan wajahnya tampak bersinar karena ia terus memasang senyum yang sangat jarang sekali ia tunjukkan pada siapapun.Ia langsung duduk m
Kini aku sudah berada di dalam toilet. Setelah merasa panik atas kejadian tadi, aku pun berakhir di tempat ini. Dadaku kembang-kempis dengan cepat karena napasku yang tidak karuan ini dengan detak jantungku yang berdebar begitu cepat karena rasa panik ini."Aku ... Aku terlalu kaget dengan hal yang terlalu cepat itu!" gumamku sembari memegangi dadaku."Gila! Ini benar-benar gila! Ada apa denganku?! Mengapa Aku bisa sesalahtingkah itu hanya karena sentuhan yang tampak sepele itu?!" pikirku yang sungguh merasa aneh sekali dengan apa yang kurasakan ini.Aku pun membenarkan irama pernapasanku untuk menenangkan diri sehingga aku bisa berpikir dengan jernih.Aku langsung mendekat pada cermin di wastafel, dan memandangi sosok diriku dengan tajam untuk menguatkan diri kembali.PUKPUKKutepuk pipiku cukup keras lalu menggumamkan apa yang kipikirkan."Baiklah, baiklah, apa yang dilakukan Reynold itu bagus! Ya, itu sangat bagus, Aku yakin tak ada seorang gadis pun yang berhasil membuat Reynold
Keadaan ini, aku merasa seperti dejavu. Aku duduk di sini dan memandangi Martin yang tengah sibuk sendiri dengan urusannya. Ini mengingatkanku pada saat pertama kali aku masuk ke kelasnya. Sungguh tak terasa waktu berlalu begitu saja, terasa seperti kemarin, tetapi sebenarnya sudah berminggu-minggu aku berkuliah di sini.Menunggu memang hal yang menyebalkan, tetapi entah mengapa saat ini aku tidak merasa kesal karena menunggu."Ya, waktu memang bisa mengubah segala," gumamku yang tenggelam dalam pikiranku di tengah apa yang kulakukan ini."Em, Bella?" Suara Martin yang memanggilku itu membuatku kembali ke kenyataan.Aku terperanjat, dan langsung menimpali pria itu, "Iya Pak?" Martin malah tersenyum sembari memandangiku tanpa mengatakan apa-apa."Em, kenapa Pak? Apakah ada yang salah dari Saya?" tanyaku yang heran dengan diamnya pria itu."Tidak, tidak, hanya saja ... Aku penasaran, mengapa Kau terlihat senyum-senyum sendiri sambil memandangiku? Em, apakah ada yang aneh denganku?" Pri