Panas sekali di sini. Mobil musuh yang terbakar di tengah siang hari itu lah penyebabnya. Aku mendekat pada sumber api untuk memastikan apakah ada musuh yang masih selamat atau tidak. Namun, sayangnya aku tidak menemukan satu orang pun yang selamat, dan jika kulihat dari luar, aku juga tidak melihat orang di dalam mobil yang sempat kudengar suaranya sebelum granat yang kulempar itu meledak. Meski karena ledakan granat itu seharusnya tubuhnya sudah tidak utuh lagi, tapi aku sedikit yakin bahwa orang itu berhasil keluar dari mobil karena aku tidak melihat apa pun yang tampak seperti potongan tubuh."Apakah dia berhasil melarikan diri dari mobil di detik-detik terakhir?" gumamku dengan pandanganku masih terus kuedarkan di sekiarku karena takutnya terjadi serangan dadakan terhadapku dari orang yang kuperkirakan berhasil selamat itu.SET!Benar saja, di tengah pencarianku itu, tiba-tiba seseorang menodongkan sebuah pisau ke leherku dari belakang."Well, well, sedang apa Kau manis?" ucap pr
Wendy yang penasaran dengan kertas catatan yang berada dalam genggamannya itu tanpa pikir panjang langsung membaca isinya dengan cermat."Jika Kau ingin tahu lebih banyak, temui Aku malam ini di cafe Hegendash yang tempatnya tak jauh dari tempatmu berada sekarang." Seperti itulah isi catatan yang ditulis oleh Reynold dalam kertas itu.Setelah membaca catatan itu, Wendy hanya mengerutkan keningnya karena ia sungguh tidak terpikirkan apa-apa mengenai siapa si penulis catatan yang ditujukan untuknya itu.Wanita itu menggenggam kembali kertas itu, lalu dengan sigap bangkit berdiri untuk mencari petunjuk mengenai orang yang sebenarnya secara tidak langsung sudah menolongnya itu. Namun sayangnya ia tidak menemukan siapa pun lagi, orang itu benar-benar tidak meninggalkan jejak apa pun."Keh! Siapa lagi sekarang yang sedang bermain-main denganku?!" rutuk Wendy dalam hati yang sejujurnya merasa kesal dengan ketidakmampuannya untuk menemukan orang misterius itu.CKIT!Sebuah mobil tiba-tiba ber
Malam sudah tiba, setelah Reynold mengantarkan 'paketnya' ke sebuah toko tembakau dekat kantor pos, ia langsung bergegas menuju ke cafe yang ia maksud dalam catatan kecil yang ia tinggalkan untuk Wendy.Kini ia berada di sebrang tempat itu. Dengan pakaian kasual dan mulutnya tertutup oleh masker yang dikenakannya, ia menunggu kemunculan Wendy yang sampai saat ini belum kunjung datang itu."Hm, dia belum datang juga ... Well, sepertinya Aku akan menunggu sepanjang malam ... salahku juga tidak menuliskan waktu dengan rinci," gumam pemuda itu sembari memandangi jam yang melingkar di tangannya."Aku harus bersabar, Aku yakin wanita itu pasti akan datang karena ia pasti sangat penasaran dengan maksud dari catatanku itu," sambungnya.Pemuda itu terus menunggu di tempat ia berada sekarang untuk memastikan kedatangan wanita itu dengan sabar.***Di sisi lain, wanita yang ditunggu oleh Reynold sebenarnya sudah berada di sekitar kafe itu. Dengan penyamarannya sederhana, Wendy yang mengenakan ke
POV Wendy.Setelah hari yang terasa sangat panjang kemarin, keesokan harinya meski sangat malas sekali aku pun berangkat ke kampus lagi.Kulangkahkan kaki dengan sangat berat sekali dan sejujurnya kedua mataku tidak bisa terbuka dengan sempurna karena aku merasa sangat mengantuk sekali. "Hoam ... Ini sangat melelahkan ... Biasanya aku bisa tahan untuk tidak tidur semalaman, tapi semenjak mendapat tugas ini membuatku merasa 10 kali lebih melelahkan dari pada tugas normalku yang biasanya," gumamku yang mulai meracau sembari berjalan menapaki tiap jalan menuju ke Universitas Lione, tempatku menuju saat ini.Aku tidak bisa berpikir, saat ini jika dilihat dari luar mungkin aku sudah tampak seperti mayat hidup yang berjalan dengan tatapan kosong, dan tidak memedulikan sekitarku.Aku terus berjalan, dan terus berjalan hingga akhirnya seseorang menepuk punggungku dengan sangat keras sehingga membuatku bisa tersadar sepenuhnya karena perasaan perih yang luar biasa dari tepukan keras itu."Akh!
"Hm? Tak tahu, coba Kau tanya saja pada pak Martin. Aku sebagai mahasiswi hanya melakukan apa yang dimintanya," jawabku dengan santainya.Gadis itu terdiam. Ia memandangku dengan datar sehingga aku pun tak bisa menebak apa yang sedang dipikirkannya dengan raut wajahnya yang ia tunjukkan padaku."Memangnya kenapa? Apakah itu aneh? Bukannya pak Martin memang selalu ramah pada semua orang dan tidak segan untuk meminta bantuan pada mahasiswanya?" tanyaku dengan heran karena raut wajahnya itu."Kau belum menceritakan mengenai apa yang Kau dan pak Martin bicarakan waktu itu? Bisakah Kau ceritakan dengan sedetail-detailnya?" Viona mengalihkan pertanyaanku itu.Kini giliran aku yang terdiam. Mendengar pertanyaannya membuatku harus berpikir keras mengenai jawabannya karena hal itu tidak bisa kukatakan padanya.***Pikiranku kembali pada sore itu, di mana saat itu Viona yang tampak kesal sudah pulang dan aku benar-benar ditinggal sendiri dengan Martin di depan kelasnya.Dia memang tampak serius
Mengingat aku akan langsung mengerjakan tugas dari DPA-ku itu, aku memberi tahu Martin lewat pesan singkat bahwa sepulang dari kampus, aku berencana untuk mencari tahu mengenai kado yang tepat untuk Viona sehingga mungkin aku tidak bisa menemuinya nanti. Pria itu mengerti dan akhirnya berkata untuk menemuinya sebentar sebelum pergi agar Viona tidak curiga jika tiba-tiba DPA kami itu tidak bisa ditemui setelah sebelumnya ia menyuruhku untuk menemuinya setelah jam perkuliahan terakhir. Sehingga akhirnya di sinilah kami sekarang, tengah berkeliling di sebuah mall besar di kota ini."Apa Kau sudah menemukan hal yang Kau cari?" tanya Viona ketika kami sedang menelusuri toko elektronik setelah kami menelusuri toko keperluan wanita dan toko manik-manik."Em, belum. Jujur saja, Aku masih bingung," jawabku sembari memandangi sebuah laptop keluaran terbaru yang sebenarnya cukup menarik bagiku.Sejujurnya sedari tadi aku tidak mencari apapun. Aku hanya berkeliling-keliling saja, melihat-lihat ben
Setelah mengobrol singkat di tempat makan itu, aku dan Viona memutuskan untuk menyudahi jalan-jalan kami. Viona sempat menawarkan tumpangan ke rumahku, tapi karena Chris sudah memerintahkanku untuk pergi bersamanya, aku pun menolak tawarannya."Ingat! Untuk besok, tak perlu mempersiapkan apa-apa, Kau hanya perlu menjadi diri sendiri saja!" seru Viona mengingatkanku kembali sebelum ia pergi."Tenang saja, Aku sudah mengerti dengan bagianku!" tegasku dengan sangat bersemangat.Gadis itu mengangguk, lalu berbalik dan pergi menuju ke parkiran.Kepergian gadis itu membuatku merasa lega, tetapi bersamaan dengan itu muncul juga sebuah tekanan baru karena setelah ini aku harus menemui Chris."Hah~ Kalau bisa Aku ingin langsung pulang saja," keluhku dalam hati sembari melangkah menuju ke basement untuk menemui Chris yang sudah menungguku di sana.***Aku pun sampai di basement, dan tanpa mengalami kesulitan, aku bisa menemukan mobil Chris terparkir parkir di sana dengan rapi. Tanpa pikir panja
Setelah pencarian panjangku dan melupakan sejenak keterkejutanku mengenai kehadiran Michael di tempat ini, akhirnya aku menemukan orang yang kucari. Kulihat wanita targetku itu tengah bercengkrama dengan Chris dengan akrabnya di tengah para tamu lainnya.Chris benar-benar sangat lihai sekali mendekatinya sehingga aku bisa melihat bahwa wanita itu tampak seperti menyukai pria bajingan itu. Sorot matanya menunjukkan bahwa ia tergoda oleh apapun yang sedang Chris usahakan di saja sehingga bisa dikatakan bahwa wanita itu sudah berada dalam jeratan pria itu."Andai saja dia tahu Chris seorang playboy, Aku yakin dia akan jijik padanya!" pikirku sembari memandang ke arah mereka berdua yang sedang tampak asyik berbicara.Tak lama kemudian, tampak pria bajingan itu merangkul pinggang wanita itu, dan mengajaknya pergi ke suatu tempat. Melihat gerak-gerik positif itu, tanpa menunggu lagi, aku langsung mengikuti kedua orang itu dari jarak yang aman agar tak ada yang menyadari bahwa aku tengah men