Beranda / Romansa / Terpikat Hasrat CEO Dingin / Benarkah itu Kebohongan?

Share

Benarkah itu Kebohongan?

Penulis: Purplexyiii
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-25 17:00:35

“Kau yakin Lucian akan menjemputmu?”

Veronica bersandar santai di ambang pintu ruang kerja Lucian. Senyumnya miring, matanya menyorot penuh kemenangan. Aku yang tengah duduk di sofa sengaja tidak langsung menjawab. Wajahku tetap tenang, meskipun hatiku tidak sepenuhnya.

“Aku tidak menunggunya,” jawabku akhirnya. Suaraku pelan, tapi tegas.

Veronica tertawa kecil. “Oh, ya? Jadi kau di sini untuk apa? Melamun sampai ketiduran?”

Aku menarik napas perlahan. Mataku menatap Veronica tanpa ekspresi. Memang, aku ketiduran. Setelah menunggu berjam-jam, aku berkali-kali mengecek ponselku, tapi tidak ada satu pesan pun dari Lucian. Bukan hanya tidak datang, bahkan Lucian tidak mengabariku.

“Apa kau tidak lelah?” Veronica melangkah masuk, mendekat dengan langkah pelan seperti singa yang mengintai mangsanya. “Kau tahu kau terlihat menyedihkan? Duduk di sini sepanjang hari,
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Masuk Kamar Lucian

    “Lucian belum pulang juga?" Pertanyaan itu berkali-kali terlintas di kepalaku sejak aku masuk ke apartemen malam ini. Aku bahkan tidak sadar sudah berapa kali melihat jam di dinding. Pukul 11.35 malam. Aku menghela napas panjang. Sepatu hak tinggi yang sejak tadi melekat di kakiku akhirnya aku lepas. Langkahku pelan menuju kamar. Tubuhku lelah, bukan hanya karena menunggu berjam-jam di kantor Lucian tadi, tetapi juga karena perasaanku yang entah kenapa terasa lebih berat malam ini. Begitu masuk kamar, aku langsung melepaskan blazer dan membiarkannya terjatuh di sofa. Udara dingin dari pendingin ruangan menyentuh kulitku, membuatku merinding tipis. Tanpa berpikir panjang, aku mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Air hangat menyentuh kulitku, mengalir dari kepala hingga ke ujung kaki. Rasanya menenangkan, tapi tidak cukup untuk menghapus gelisah di dadaku. Aku memejamkan mata, berharap pikiranku tenang. Tapi y

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Baju Tidur Agresif

    "Astaga. Apa yang aku lakukan?" Aku tersentak dan spontan duduk. Napasku sedikit memburu. Selimut tebal berwarna kelabu masih melilit tubuhku. Tanganku bergetar saat menyibak kain itu, dan ... ternyata aku masih memakai baju. Syukurlah. Namun, ketenangan itu hanya bertahan sebentar. Pandanganku menyapu ruangan. Ini jelas bukan kamarku. Ini kamar Lucian. Kasurnya, aromanya—semua familiar. Aku menelan ludah dengan susah payah. Aku mengacak rambutku dengan frustrasi. Kejadian semalam samar-samar terlintas. Aku menggigit bibir bawahku keras-keras. Aku memang bodoh. Dengan gerakan terburu-buru, aku merapikan selimut dan bantal di tempat tidur. Aku bahkan menepuk-nepuk kasur itu, memastikan tidak ada satu lipatan pun yang mencurigakan. Lalu dengan langkah hati-hati, aku melangkah ke pintu. Namun, begitu kakinya menyentuh lantai ruang tengah, aroma masakan tiba-tiba memenuhi hidungku. T

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Berkas Berisi Rahasia

    “Aku tidak mengerti kenapa kau tiba-tiba seperti ini, Seraphina.” Suara Lucian terdengar datar dari dapur. Aku mendengus kecil, menatap pintu kamar dari kejauhan. Jarak dari sini ke meja makan hanya beberapa langkah, tapi rasanya seperti ada tembok tak kasat mata yang terlalu tebal buat kulewati. Bau telur orak-arik dan kopi yang baru diseduh memenuhi udara, tapi perutku tidak tertarik. Perutku bahkan terasa kosong, bukan karena lapar, melainkan karena rasa canggung yang menggelayuti hati. “Duduklah di sini, jangan mengurung diri di kamar." Suara Lucian terdengar santai, seolah dia tidak merasakan ketegangan yang mengalir di antara kami. Aku menghela napas. Ini konyol. Setelah kejadian semalam di kamar Lucian—yang sampai sekarang kupikir tidak seharusnya terjadi—aku masih belum siap berhadapan dengannya. Bukan karena aku takut, tapi karena ... aku malu. Kejadian itu terlalu mendebarkan, dan aku belum siap untuk menghadapinya. Aku menenggelamkan wajah ke bantal sofa, berus

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-26
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Balasan Setimpal

    Aku berdiri di depan meja Lucian, menggenggam sebuah dokumen yang baru saja kutemukan tadi. Tatapanku menuntut jawaban, tetapi Lucian hanya menatap balik dengan wajah tanpa ekspresi. Kekhawatiran dan rasa ingin tahuku berpadu dalam satu titik fokus: dokumen itu. “Tolong jelaskan, apa maksudnya ini?” Lucian tidak menjawab. Dia hanya menghela napas panjang sebelum akhirnya menghentikan aktivitasnya yang mengetik. Rasa frustrasiku meningkat. Seakan-akan dia memiliki semua jawaban, tapi tidak ingin membagikannya. "Hei, jawab aku." Aku tidak menyerah. Kutemukan keberanian untuk mendekat, menggoda dengan kata-kata manis dan senyum yang dirancang untuk melunakkan hati. Tapi yang terjadi justru sebaliknya—Lucian menangkap pergelangan tanganku dengan cepat dan menarikku ke pangkuan. Kini aku duduk di atas satu paha Lucian. Posisi itu cukup intim untuk membuat pikiranku kosong seketika. Nafasku tersendat, dan aku tak bisa mempercayai situasi ini. Lucian tersenyum tipis, penuh makna yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-26
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Wanita yang Berkelas

    “Lucian memang selalu punya selera yang ... unik, ya?” Suara Celeste terdengar begitu manis, tapi setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti ditaburi racun ular. Mataku bergerak dari piring kecil berisi mini eclair dengan isian krim vanila di tanganku ke arah perempuan itu. Senyum tipis masih bertengger di wajahnya, sementara jemarinya melingkari gelas anggur putih yang tampak nyaris kosong. “Oh, aku setuju,” sahut salah satu wanita di sebelahnya dengan rambut sebahu. “Aku dengar dulu mereka berdua benar-benar tidak terpisahkan. Siapa sangka akhirnya dia beralih ke ... pilihan lain?” Mereka tertawa pelan, cukup lirih untuk dianggap sopan, tapi cukup nyaring untuk membuat siapa pun paham. Aku mengambil gigitan kecil dari eclair di tanganku, mengunyah perlahan, dan menyesap rasa lembut vanila yang meleleh di lidah. Aku tidak menoleh. Tidak sekarang. “Maksudku." Celeste melanjutkan. "Gaun emerald itu cantik, tapi blazer tailored dipadukan stiletto nude dan clutch sat

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-26
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Tidak Bisa Dipengaruhi

    "Suamimu itu ... benar-benar pria yang menarik perhatian, ya?” Suara itu datang dari belakang, pelan tapi penuh maksud. Aku tidak perlu berbalik untuk tahu siapa pemiliknya. Hanya ada satu orang yang selalu mulai percakapan dengan nada seolah-olah aku harus peduli. Damien Vaughn. Aku menghela napas pendek. Jari-jariku mencengkeram piring kecil berisi kue yang kubawa dari acara tadi. Aku sengaja pergi ke sisi lain mansion ini untuk menenangkan diri. Aku duduk di kursi kecil di dekat kolam renang. Meletakkan piring di pangkuan, lalu mengambil sepotong kue tanpa menoleh ke arahnya. Satu gigitan manis meleleh di lidahku, tapi rasanya hambar dengan kehadiran Damien yang masih berdiri di belakangku. “Kau baik-baik aja?” tanyanya lagi. Kali ini suaranya lebih dekat. Aku tetap diam. Memilih memotong lagi kue di piringku. Aku sebenarnya sedang menahan muak dan malas. “Aku mendengar tentang kejadian tadi.” Damien melangkah ke sisi kananku, akhirnya berdiri di samping kursi. “Celest

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Hampir Membuat Gila

    Aku menatap lurus ke depan, tapi otakku berputar memutar ulang kejadian tadi di pertemuan bisnis. Suara mesin mobil berdengung halus di telinga, tapi yang mengganggu justru gema tawa Veronica dan Celeste. Sialan. “Mereka bilang apa saja?” Suara Lucian terdengar tiba-tiba di keheningan, hampir tanpa emosi. Dia menyandarkan punggung ke jok mobil, tangan kirinya menggenggam setir dengan santai. Aku mendesah panjang. “Celeste. Dia mengatakan beberapa kalimat sampah di depan semua wanita di sana. Dia berpikir aku menikahimu hanya mendapat kekuasaan. Dan Veronica, entah kenapa tiba-tiba datang dan mendukung Celeste. Seperti biasa, saudarimu itu melontar kata-kata mutiara yang membuat telingaku panas." Lucian masih diam. Sorot matanya tetap fokus ke jalanan, seolah semua ini bukan hal yang mengejutkan. “Lalu Damien ternyata mengikutiku saat aku pergi ke tempat sepi." Aku melanjutkan dengan nada sedikit jengkel, “Dia meminta maaf atas nama istrinya. Tapi yang paling menyebalkan dia be

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Mengabaikan Larangan

    Kepalaku masih berat saat membuka mata. Rasa pusing menyerang begitu cepat, seperti efek samping dari malam yang penuh kekacauan. Aku menghela napas sambil menatap langit-langit kamar. Kemudian mataku bergerak ke arah kaki yang diperban rapi. Luka yang kuterima semalam kembali muncul dalam ingatan. Seseorang memberikanku teror. Namun yang membuatku lebih terkejut adalah bagaimana Lucian bertindak. Dia tidak seharusnya begitu peduli, tapi perlakuannya padaku kemarin menunjukkan sebaliknya. Aku menggeleng, mencoba menyingkirkan pikiran yang mulai berantakan. Tak lama suara langkah kaki terdengar mendekat. Pintu kamar terbuka, dan di sana berdiri sosok yang sama sekali tak kuduga akan muncul pagi ini. Lucian. Aku pikir dia sudah berangkat ke kantor. Dengan santai, dia masuk sambil membawa nampan berisi sepiring pancake mini dengan maple syrup dan segelas susu hangat. Aku menatapnya dengan alis terangkat, tidak yakin harus merespons bagaimana. "Aku tidak meminta apapun," kataku s

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28

Bab terbaru

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Sudahkah Malam Pertama?

    "Aku serius. Jangan mencium lagi, Lucian. Aku harus segera berangkat." Namun, Lucian tidak peduli. Tangannya tetap melingkar di pinggangku, kepalanya menunduk, mencium pelipisku sekali, dua kali, lalu turun ke pipi. Aku memiringkan wajah, berusaha menghindar, tapi dia justru menahan daguku erat. "Aku tidak akan lama. Serius!" ucapku lagi dengan suara yang sudah mulai kesal. Lucian menatapku datar, tapi terlihat memohon seperti anak kecil. "Malam ini aku tidur sendiri. Itu masalah yang sulit." Aku mendorong dadanya pelan. "Masalah sulitmu tidak lebih penting dari ayahku yang menyuruhku pulang." "Sebenarnya kenapa dia menyuruhmu pulang? Dia tahu kau sudah menikah. Artinya rumahmu di sini bersamaku." "Astaga, Lucian." "Sayang." Aku menahan napas. Sial. Kenapa dia harus memanggilku seperti itu sekarang? Aku mengeram pelan untuk berusaha sabar. "Jangan mulai menyebalkan lagi. Aku benar-benar harus berangkat. Ayah pasti sudah lama menungguku." "Baiklah, aku akan ikut."

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Jangan Melanggar Lagi

    Hari ini tidak ada rapat besar. Aku baru sadar ketika membuka pintu ruang kerja Lucian dan mendapati dia duduk santai di sofa panjang, tanpa jas, hanya kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku. Beberapa kancing atas dibiarkan terbuka. Pemandangan yang terlalu menggoda untuk dibiarkan begitu saja. "Kau tidak ada rapat hari ini?" Lucian melirikku singkat. "Tidak. Aku hanya menyelesaikan laporan pribadi." Aku melangkah masuk, menutup pintu pelan, lalu berjalan menuju sofa tempat dia duduk. Aku meletakkan tas tangan di meja dan duduk di sampingnya. Tanganku meraih berkas yang dia baca dan meletakkannya ke meja. "Kalau begitu, kau bisa diganggu sebentar, kan?" Dia mengangkat alis. "Gangguan macam apa yang kau tawarkan?" Aku tidak menjawab. Tubuhku bergeser, mendekat hingga hampir memojokkan dia ke sudut sofa. Tanganku menyentuh kerah kemejanya. "Kau terlalu santai. Aku tidak terbiasa melihatmu seperti ini." "Itu artinya kau harus membiasakan diri." Aku tertawa kecil.

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Cara Dia Mencintai

    Aku baru saja selesai mengeringkan rambut ketika suara ketukan pelan terdengar dari balik pintu kamar mandi. "Seraphina." Suara itu memang terdengar tenang tanpa godaan, tapi aku masih bisa mendengar sedikit nada iseng di baliknya. Aku akhirnya membuang napas pelan. "Apa, Lucian?" "Kau mau mandi bersamaku?" "Astaga." Aku menggumam pelan. Aku tahu ini pasti ulahnya lagi. Selalu ada saja caranya menjahiliku, dan kali ini jelas-jelas aku tidak akan membiarkannya menang. "Tidak," jawabku cepat sedikit berteriak. Lalu beberapa saat kemudian tidak ada balasan apapun. Aku akhirnya membuka pintu, dan ternyata dia sudah pergi, aku segera melangkah cepat keluar dari kamar mandi. Tubuhku masih diselimuti aroma sabun ketika aku melangkah ke dapur dengan handuk melilit rambut dan baju mandi satin berwarna lembut. Mataku langsung menangkap sosok Lucian yang tengah menata piring di meja makan. Dia tampak fokus, kedua tangannya lincah mengatur sendok dan garpu, dan ... entah kenapa, p

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Bolehkah Menyentuhmu?

    Aku sudah berbaring di tempat tidur, memunggungi Lucian yang masih duduk dan membolak-balikkan lembar dokumen di sampingku. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku ataupun mulutnya sejak kami masuk kamar. Entah kenapa, aku merasa canggung. Ini mungkin pertama kalinya sejak kami resmi menikah, aku tidak merasa marah, tidak merasa tertekan, hanya sedikit bingung. Tiba-tiba, aku merasakan tubuhku ditarik ke belakang. Lucian melingkarkan lengannya di pinggangku, lalu menekan tubuhnya ke arahku. Tubuhku seketika kaku, tetapi tidak bisa bergerak karena pelukannya terlalu erat. Kepalaku menyentuh dadanya, dan kakinya melingkar di kakiku. Seolah-olah aku sedang dipenjara dalam kehangatan yang tidak bisa kutolak. "Lucian," bisikku menahan gugup. Bukannya menjawab, Lucian justru mengecup bagian atas kepalaku. Hangat. Lembut. Dan terlalu membuat jantungku berdetak lebih cepat. "Terima kasih," kata Lucian tiba-tiba. Suaranya nyaris seperti gumaman, tapi cukup jelas di telingaku. "T

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Pria Menjengkelkan

    Aku berdiri di dapur, diam-diam menyelipkan sebatang cokelat ke mulut sambil memperhatikan Lucian yang melintas lagi dengan koper kecil dan beberapa barang di tangan. Gerak-geriknya tenang, nyaris terlalu biasa … tapi justru itu yang membuat jantungku berdegup lebih kencang dari seharusnya. "Jadi dia benar-benar pindah, ya," gumamku lirih. Lucian melewatiku sekali lagi, kali ini dengan bantal tambahan. Aku mengunyah pelan cokelat di mulutku, seolah rasa manis itu bisa mengalihkan pikiranku yang semakin liar. "Tenang, Seraphina. Pria itu hanya akan tidur. Tidak akan melakukan apa-apa. Meskipun bukan patung es, aku berharap dia tidur seperti batu." Mataku mengikuti punggungnya yang menjauh sambil membatin, "Aku sungguh tidak mengerti … mengapa aku gelisah seperti ini?" Akhirnya dengan langkah pelan, aku menuju kamar. Pintunya sengaja dibiarkan setengah terbuka. Dari celahnya, kulih

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Cantik Saat Marah

    Suara gemericik air dari keran masih terdengar saat aku membilas piring terakhir. Lampu dapur kuning redup membuat suasana terasa tenang. Setelah makan malam, Lucian ke kamar sebentar untuk menerima telepon. Entah dari siapa. Aku tidak terlalu peduli. Aku menyeka tangan dengan handuk kecil yang tergantung di dekat wastafel. Baru saja hendak berbalik, dua tangan kekar tiba-tiba melingkar ke pinggangku dari belakang. "Lucian," panggilku menahan gugup. Lucian hanya berdehem, dagunya sengaja bertumpu di bahuku. Napasnya menyapu kulit leher sehingga membuatku merinding, tapi aku tidak membantah jika itu terasa nyaman. "Kau kenapa? Apa ingin menanyakan sesuatu?" Lucian diam sejenak, lalu mengeratkan pelukannya pada perutku. "Aku tidak sabar untuk tidur bersamamu." Aku merasa jantungku membeku satu detik, tapi berusaha menjaga nada suaraku tetap tenang. "Kau seperti sedang menantikan sesuatu yang menyenangkan." "Itu benar. Kau memang pintar, Istriku." "Lucian ...." "Kenapa?

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Tanpa Kebohongan

    Cahaya matahari pagi menembus celah tirai kamar rumah sakit sehingga menciptakan pantulan hangat di lantai putih yang mengilap. Aku berdiri di samping ranjang, menatap wajah ibuku yang tiba-tiba mulai membuka matanya perlahan. Napasku tertahan di tenggorokan saat jari-jarinya bergerak pelan. "Seraphina," panggil wanita itu seperti bisikan, membuat air bening spontan memenuhi pelupuk mataku. "Ibu!" Aku segera menggenggam tangannya dan menunduk untuk memastikan aku tidak sedang bermimpi. "Ibu benar-benar sudah sadar?" Tatapan matanya masih lemah, tapi ada sudah kehangatan di dalamnya. Dia mengedarkan pandangan, seolah memastikan di mana dia berada sekarang. "Berapa lama aku tertidur?" Aku tersenyum lembut sambil menangis. "Cukup lama, tapi itu tidak penting sekarang. Yang penting, Ibu sudah kembali. Aku senang bisa melihat ibu membuka mata lagi." Pintu kamar kemudian terbuka. Ayahku masuk dengan langkah terburu-buru. Wajahnya yang selama ini selalu terlihat tegar, kini dipenuh

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Sudah Selesai

    Aku memperhatikan Lucian yang berdiri di seberang meja. Raut wajahnya dingin seperti biasa, tetapi ada kilatan fokus di matanya. Di antara kami, berkas-berkas tersusun rapi—semua bukti yang selama ini dia kumpulkan. Laporan-laporan itu adalah hasil kerja keras yang akan membuktikan semuanya. "Jadi ini yang kau temukan?" Aku meraih salah satu dokumen dan membaca isinya. "Iya, aku sudah lama mencurigai Damien dan Celeste, tapi aku tidak bisa bertindak tanpa bukti konkret. Dan sekarang kita punya semuanya." Aku menggigit bibir. Ada banyak angka dalam laporan ini—transfer mencurigakan, aset yang tidak dilaporkan, dan transaksi ilegal yang mengarah pada penyelundupan. Damien dan Celeste benar-benar tenggelam dalam dunia kejahatan lebih dalam dari yang kuduga. Setiap halaman tampak seperti mencerminkan kegelapan dari kehidupan mereka yang selama ini tersembunyi. Lucian menyandarkan diri pada kursi, lalu menatapku lurus. "Setelah ini, tidak ada jalan kembali bagi mereka. Begitu kita m

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Ungkapan Perasaan

    Aku menatap ke luar jendela, membiarkan pikiranku tenggelam dalam kekosongan. Setelah insiden penculikan itu, segalanya terasa begitu berat. Keberanian yang sebelumnya mengalir dalam diriku perlahan-lahan memudar, tergantikan oleh keraguan yang menggerogoti. Aku memejamkan mata, mengingat kembali bagaimana Damien dan Celeste berusaha menghancurkanku. Bagaimana aku hampir tidak bisa keluar dari situasi itu. Setiap detik dalam penangkapan itu terukir jelas di ingatanku, seperti bayangan gelap yang terus membayangi. Namun, yang lebih mengusik pikiranku adalah bagaimana Lucian muncul tepat waktu, seperti selalu tahu aku dalam bahaya. Dan sekarang, aku duduk di kamar ini, menunggu kejujuran yang katanya akan dia berikan. Meskipun sebenarnya aku tidak tahu, apakah aku benar-benar siap untuk mendengar apa yang akan dikatakannya? Pintu terbuka, dan aku bisa mendengar langkahnya mendekat. Setiap langkahnya terasa seolah beban yang dia bawa jauh lebih berat dari yang aku pikirkan. Ak

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status