Anna bergeming, dia seperti membeku setelah mendengarkan perkataan pria itu. Otaknya mulai mencerna apa yang Eric katakan, secara tidak langsung pria itu sudah mengakui bahwa dia merupakan suaminya. Namun, melihat tidak ada satupun yang "istimewa" di tubuh pria itu, seketika hati Anna melakukan penyangkalan. Eric terkenal dengan kedua kaki yang tidak bisa berjalan. Sementara pria ini sangat sehat walafiat. Jadi, tidak mungkin anak mafia ini adalah suaminya. Anna mendengus, dia memalingkan wajah, "Jangan mengucapkan sesuatu yang tidak bisa kau pertanggungjawaban kebenarannya!"Anna langsung berbalik, tidak peduli pria itu akan menerima atau tidak. Pria ini sepertinya sedang ingin bergurau dengannya. Mengatakan bahwa dia adalah Eric? Anna mendengus, anak kecil juga tidak akan percaya jika mendengarnya!Anna hendak berjalan pergi tetapi Eric langsung menahannya, pria itu memegang pergelangan tangan Anna dan seketika langsung dilepaskan olehnya dengan kasar."Kenapa? Masih ada yang ingi
Kedua mata Anna terbelalak, dia sama sekali tidak pernah mendengar kata pernikahan di antara Carlos dan Laura. Dia tahu bahwa pasangan itu saling mencintai tetapi tidak pernah menduga bahwa mereka akan sampai ke arah yang lebih serius daripada sebuah hubungan pacaran. "Pernikahan?" Anna membeo.Laura menganggukkan kepala, dia melihat perubahan ekspresi di wajah Anna, tetapi seperti tidak peduli dia dengan antusias menjelaskan."Iya! Aku dan Carlos akan segera menikah."Wajah Laura berubah serius, "Sebenarnya ... Carlos melarangku untuk memberitahumu tentang pernikahan kami tapi aku merasa harus memberitahukannya padamu. Itu semua karena aku telah menganggapmu lebih dari sekedar sahabat."Anna sama sekali tidak bisa bereaksi, wajahnya seakan membeku dan lidahnya terasa kelu. Anna sama sekali tidak bisa berbuat apapun bahkan hanya untuk berkata-kata ataupun memberikan selamat pada hubungan Laura dan Carlos saja dia tidak mampu. "Anna," panggil Laura. Dalam hati gadis itu sangat senang
Setelah dari cafe, Eric langsung kembali ke kantornya. Dalam perjalanan, tak henti dia berpikir kenapa dia langsung bergegas pergi menghampiri Anna ketika mengetahui istrinya itu akan bertemu dengan cinta pertamanya. Eric sama sekali tidak memiliki perasaan apapun selain rasa kasihan. Menikahi Anna juga bukan untuk menjadikan gadis itu sebagai pelunas hutang.Eric bukan seorang lintah darat, dia tidak kekurangan uang sampai harus memaksa orang yang berhutang dengannya mesti melunasi. Terlebih melunasinya dengan sebuah pernikahan. Tidak sembarang wanita bisa menjadi bagian dari keluarga Shailendra. Eric termenung, pikirannya terus tertuju pada Anna dan semua yang dia lakukan setelah menikahi gadis itu. Kemudian kejadian beberapa tahun lalu ketika dia hendak dijemput oleh kematian. Saat itu, seorang wanita muda datang dan menyelamatkannya. Eric masih ingat dengan jelas wajah dan suaranya. Wanita yang sangat baik bahkan jauh lebih baik daripada ibu tirinya. Bertahun-tahun dilewati ta
Kali ini ganti Eric yang menatapnya dengan kepala penuh tanda tanya, "Tentu saja aku sedang memberitahumu. Jangan lagi melakukan tindakan bodoh seperti itu, mengerti?"Anna terdiam beberapa saat, pandanganya kembali menyapu air laut yang seperti saling berlomba untuk menyentuh daratan."Siapa yang melakukan tindakan bodoh?" Anna berbalik tanya. Eric terdiam beberapa saat lalu kembali bertanya, "Tentu saja kau."Kening Anna berkerut semakin dalam, dia menggelengkan kepala lalu kembali melihat Eric, "Tindakan bodoh apa yang telah kulakukan sampai membuatmu menarikku paksa seperti itu?"Eric menyipitkan kedua mata, lalu tatapannya berubah tajam pada istrinya, "Apa yang kau lakukan di sini?""Bukan urusanmu!" Anna berbalik hendak pergi meninggalkan Eric tetapi dengan cepat suaminya itu langsung menahan gerakannya, mencengkeram kembali pergelangan tangan Anna hingga dia sama sekali tidak bergerak dan malah membuat mereka seperti saling berpelukan."Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" An
Kedua tangan Eric terkepal erat, tujuannya menikahi Anna, selain karena ingin bermurah hati dan membalas budi, tentu saja karena ingin posisinya tidak direbut oleh sang kakak tiri. Jadi, dia segera menjawab, "Iya, aku telah menikah." Ekspresi wajah Edmund berubah gelap, dia sama sekali tidak menunjukkan rasa senang dan bahagia di wajahnya. Pria paruh baya itu bangkit dan berjalan mendekati Eric. "Siapa gadis itu?" Edmund bertanya dengan penuh amarah. Eric sama sekali tidak takut, dia seakan sudah biasa menghadapi hal seperti ini. Jadi, wajahnya sama sekali tidak berubah, tubuhnya juga tidak gemetar. Sudut bibir Eric sedikit terangkat, seketika hal itu membuat ayahnya tercengang. Selama dia bersama dengan putranya, tak sekalipun melihatnya tersenyum. Bahkan terakhir kali diingatnya, Eric tersenyum adalah saat ketika ibu kandungnya masih hidup. "Lain kali, aku akan memperkenalkan dia dengan baik," jawab Eric. Tanpa harus dijelaskan, seperti sudah tahu, Edmund tidak lagi bertanya
Sebenarnya Anna bertanya seperti itu juga bukan tanpa alasan. Dia sudah memikirkannya selama beberapa hari terakhir ini. Setiap dongeng anak-anak yang dia baca selalu menggambarkan seorang ibu yang penuh cinta kasih pada anaknya. Hanya seorang ibu tiri yang mencintai anaknya tapi sangat membenci anak tirinya. Anna merasa apapun yang dilakukannya selalu salah di mata Agatha. Bahkan pengorbanan yang dia lakukan untuk bisa mengembalikan posisi Gwenevieve grup di dunia bisnis sama sekali tidak dilihat. Jadi, dia berpikir mungkin saja kisahnya sama seperti putri-putri dalam cerita dongeng anak-anak. Melihat pria itu hanya diam saja sembari terus menatapnya, seketika membuat Anna sadar bahwa pertanyaannya sangatlah tidak penting untuk pria itu. Dia langsung mengibaskan kedua tangan di depan Eric, kemudian langsung tersenyum canggung. "Sudahlah! Anggap saja pertanyaanku tadi tidak pernah terucap." Anna langsung mengambil sendok dan memasukkan kembali makanan ke dalam mulutnya. Merasa
Anna memberanikan dirinya, dia melangkah mendekati Agatha lalu berkata, "Hal yang kuminta, apakah sudah kau selesaikan?" Wajah Agatha kian menggelap, ingin sekali dia merobek wajah Anna yang dipikirnya tidak tahu diri. Sudah dibesarkan dengan sangat baik, malah menjadi tidak tahu terima kasih. Namun, dia sangat menyayangi putrinya, Agatha tidak mau hal buruk menimpa Clarissa. Jadi, dengan terpaksa menyerahkan sebuah amplop coklat. Selain itu, Agatha yakin bahwa dia bisa mengalahkan Anna. Sekarang biarkan dia bersenang-senang, tapi dikemudian hari Agatha dan Clarissa yang akan merasakan kebahagiaan. Anna menerima amplop itu, membuka dan mempelajari isinya. Namun, dia tidak mau dibodohi oleh Agatha. Bagaimanapun ibunya, dia tahu wanita ini tidak akan membiarkannya dengan mudah. Anna mengambil ponselnya dan menekan sebuah nomor. Menunggu beberapa saat lalu, "Ya, kamu sudah boleh masuk." Agatha tidak mengerti maksud Anna, siapa yang disuruh masuk olehnya, dia juga tidak tahu. Bebe
Agatha langsung melihat Anna dengan tatapan penuh kebencian. Dia tidak lagi bisa menahan dirinya, kedua tangannya terkepal erat, langkahnya yang lebar berjalan mendekati AnnaAnna tidak sempat menghindar, tubuhnya langsung terjatuh dan menyentuh lantai. Pipinya terasa panas dan dia bisa merasakan anyir darah dari sudut bibirnya. Sang ibu telah memberikan tamparan keras di wajahnya. "Beraninya kamu bertindak sejauh ini!" Agatha hendak menyerang Anna kembali namun berhasil dihalau oleh Robert. Pria itu langsung mendorongnya kemudian membantu Anna yang bangun, setelahnya dia kembali melihat Agatha yang sangat marah, "Jika kamu berani melukainya lagi, aku tidak akan segan menuntutmu dengan tuduhan kekerasan."Mendengarnya, Agatha langsung tidak berani. Sekarang perusahaannya telah berada dalam masalah yang besar. Dia tidak boleh menambahkannya lagi, masalah pasti akan semakin memburuk jika dia berani melukai Anna. "Kamu baik-baik saja Anna?" Robert bertanya dengan khawatir. Anna meras
Waktu berlalu sejak hari di mana mereka pergi ke taman yang ada di dekat rumah. Berhari-hari setelahnya, Ethan juga terlihat murung karena tidak bisa bermain dengan teman barunya. Anna berpikir bahwa ini hanya masalah anak kecil, waktu yang akan membuatnya lupa. Sekarang kedua anaknya sudah beranjak dewasa. Ethan sudah berusia 30 tahun sementara Lyra tahun ini baru menginjak usia 28 tahun. Anna menikmati kebersamaannya bersama dengan sang suami. Perusahaan pun sudah perlahan-lahan diserahkan pada Ethan. Kini dia dan Eric hanya tinggal menikmati masa tua bersama. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06.00 sore. Sebentar lagi suami dan juga anak-anaknya akan kembali setelah selesai bekerja. Anna merapikan meja makan dan tepat pada saat itu dugaannya benar. Tak lama datang Eric dengan Lyra yang menggendong tangannya. Namun, tidak ada Ethan yang mengekori mereka. Hal itu membuat Anna bertanya-tanya, "Sayang, dimana kakakmu?" Lyra memeluk sang ibu kemudian berkata, "Kata
Akhirnya Anna harus merelakan pakaian dalam kesayangannya menjadi korban "keganasan" Eric yang sudah tidak bisa menahan gairahnya. Anna hanya bisa pasrah dan menikmati saja setiap perlakuan yang diberikan oleh suaminya. Anna merasa kehidupannya sudah sangat sempurna, suami yang sangat mencintainya dan juga anak-anak yang cantik dan tampan. Sudah lengkap kebahagiaan yang dirasakan olehnya setelah bertahun-tahun hidup dalam kesedihan. Tahun demi tahun dilalui keluarga kecil itu dengan penuh semangat kebahagiaan. Kerikil tetap saja akan hadir tetapi jika Eric terus menggenggam kedua tangannya, maka semua akan menjadi baik-baik saja. Kini Anna dan Eric bersiap-siap untuk mengajak Lyra dan Ethan bermain ke taman. Mereka berdua dengan penuh semangat dan kebahagiaan mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk hari yang menyenangkan bersama keluarga kecil mereka.Lyra yang ceria dan Ethan yang penuh energi dengan riangnya melompat-lompat karena hendak diajak pergi ke taman. Mer
Eric merasa sangat malu karena sudah tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak senonoh oleh istrinya. Padahal dia berusaha untuk menjaga kerahasiaan dirinya sendiri tetapi tidak disangka malah Anna tiba-tiba datang kembali setelah dia menyuruhnya untuk pergi beristirahat. Saat ini Eric sedang duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk dan jemari yang saling bertaut. Dia seperti seorang penjahat yang sudah kedapatan tertangkap warga saat sedang melakukan aksinya. "Anna, aku ...." Eric tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk diberikan pada istrinya. Anna menggelengkan kepala, menatap Eric dengan tidak percaya. Dalam hati sedikit merasa bersalah karena dialah yang menjadi penyebab Eric melakukannya. Seandainya saja dia tidak ketakutan, mungkin hal seperti tadi tidak akan pernah terjadi. Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia berjalan mendekati suaminya kemudian duduk di sebelahnya. "Sayang, maaf, aku tidak bermaksud—""Maafkan aku." Eric meng
Eric memicingkan kedua matanya, kali ini dia balik menatap Anna dengan kesal. Berani sekali istrinya ini berbohong dengan mengatakan bahwa dia belum selesai. Membuat Eric merasa uring-uringan selama seharian ini. Sementara Anna, dia tahu marabahaya akan segera datang. Dia segera bersiap, mendorong tubuh Eric, hendak bangun dan pergi meninggalkannya. Namun, gerakan Anna tidak kalah cepat dengan gerakan Eric. Prianitu segera menangkap pergelangan tangannya, membuat Anna tidak bisa pergi menjauhinya. "Kamu mau kemana?" Eric berkata dengan tatapan mengintimidasi. Anna yang melihat itu, seketika dia sadar bahwa riwayatnya akan segera tamat. Eric pasti tidak akan membiarkannya. "Eric, aku ...." Anna tidak bisa lagi berkata-kata. Dalam hati dia merasa harus mengubah strateginya. Jika ditolak, tentu Eric akan kecewa. Sementara jika diladenipun, Anna takut sebab dia masih merasa ngilu melakukannya. Anna berdeham, dia melingkarkan kedua tangannya di leher Eric kemudian memberikan kecupan-
"Mana ada! Bahkan aku tidak pernah terpikir untuk melakukan hal seperti itu di belakang!" Eric membela diri.Anna memicingkan kedua matanya, menatap Eric dengan perasaan curiga. Perlahan dia berjalan mendekati suaminya kemudian melirik ke arah layar laptop yang terbuka. Di sana hanya ada lembar kerja lengkap dengan catatan di sana. Anna membuka seluruh isi di dalamnya dan tidak menemukan hal-hal mencurigakan. Anna menolehkan kepala dan tatapannya langsung bertemu dengan Eric. Kedua tangan pria itu bersedekap di depan dada, melihat sang istri yang menatap yang tidak percaya. "Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukan hal-hal yang kamu cari?" Eric bertanya dengan penuh keberanian. Sementara Anna, dia hanya diam sembari terus memperhatikan ekspresi wajah suaminya. Tetapi dia hanya mencintai kebenaran di sana. Eric sama sekali tidak berbohong tentang dia yang memiliki pekerjaan. "Kalau gitu, sekarang tidur bersama denganku! Kamu sudah berjanji tidak akan menyentuh pekerjaan selama dua b
Sepanjang hari itu, Eric merasa sangat kesal dengan keadaan. Padahal dia yakin bahwa hari ini istrinya sudah siap. Dia sudah menghitung tanggal dan sekarang adalah hari yang tepat. "Bukankah sudah satu bulan berlalu, tapi kenapa belum juga bisa? Apakah aku salah menghitung?" Eric bermonolog. "Kenapa, Eric?" Edmund bertanya, saat ini dia sedang mengajak Ethan bermain di halaman belakang tetapi tiba-tiba mendengar putranya berbicara. Hanya saja dia tidak terlalu mendengarkan, sehingga tidak tahu kalimat yang diucapkan oleh Eric. Eric menolehkan kepala dan dalam hati merasa malu sebab dia tidak menyadari bahwa telah menyuarakan isi kepalanya. "Tidak ada," Eric menggelengkan kepala. Edmund tidak bertanya lagi, dia memilih untuk kembali fokus pada Ethan hingga tiba-tiba Eric memanggilnya. "Kenapa?" Edmund bertanya. Eric terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia berkata, "Pa, apakah wanita memang membutuhkan waktu yang lama setelah melahirkan?" Mendengar pertanyaan putranya, seketi
"Eric? Kamu kenapa, Nak?" Vania sangat terkejut melihat tampilan putranya yang sudah mirip seperti zombie. Kantung mata hitam sangat terlihat dengan jelas ditambah dengan rambut yang acak-acakan serta kaos putih oblong yang sudah tidak beraturan. Eric seperti pria yang tidak terurus. Vania mengintip dari balik celah tubuh putranya dan saat itulah dia semakin terkejut. Anna dalam posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang dengan menggendong Lyra dan juga kedua mata yang terkanduk. "Apa yang terjadi dengan kalian? Kenapa penampilan kalian seberantakan ini?" Hari masih pagi tapi anak dan menantunya sudah tidak bersemangat untuk menjalani hari. "Tadi malam Lyra tidak mau tidur, setiap kami ingin meninggalkannya tidur, dia malah terus menangis sampai membangunkan Ethan. Akhirnya kami ajak mereka berdua untuk tidur bersama di bawah tapi malah berakhir tidak tidur semalaman." Eric berjalan dengan gontai ke arah ranjang kemudian berbaring di samping Ethan yang baru saja terlelap bebera
Anna memejamkan kedua mata setelah hari yang melelahkan untuknya. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan dari arah ruang keluarga ke kamar. Bahkan untuk bernapas saja, rasanya sangat sulit untuk dilakukan. Tepat pada saat itu Eric turun dari lantai dua dan duduk di sebelahnya. Terdengar helaan nafas panjang sebagai tanda bahwa suaminya itu juga merasakan hal yang sama dengannya. Anna dan Eric merasa kelelahan yang mendalam setelah merawat Ethan dan Lyra yang masih bayi. Mereka duduk di sofa dengan ekspresi lelah. Ketika Ethan lahir, meskipun merasa lelah tetapi mereka berdua bisa mengatasinya dengan sangat baik. Keduanya akan secara bergantian menjaga Ethan malam dan juga pagi. Eric akan menjaga Ethan pada malam hari sementara Anna terlelap. Kemudian dari pagi hingga bertemu dengan matahari terbenam, ganti Anna yang menjaga. Selama dua bulan mereka melakukannya hingga akhirnya jam tidur Ethan berangsur normal seperti manusia pada umumnya. Pada malam hari, Ethan sudah tidak l
Anna dan Eric membawa dua anak mereka ke tempat yayasan dimana Cedric tinggal. Sudah bertahun-tahun sejak Gwenevieve diakuisisi oleh Eric, Cedric memilih untuk tinggal di yayasan ini bersama para orang tua lain. Ethan dengan penuh kegembiraan mendekati Lyra yang terbaring tenang dalam gendongan kakeknya, Cedric. Bocah berusia hampir tiga tahun itu sangat menyayangi adiknya, jadi ketika dalam posisi berdekatan seperti ini maka dia akan memajukan wajah dan memberikan kecupan di pipi Lyra. Cedric, dengan senyuman hangat dan penuh kelembutan, menyambut Ethan dan Lyra dengan penuh kasih sayang. Dia merasa begitu bersyukur bisa melihat cucunya yang baru lahir dan cucunya yang sudah tumbuh dengan sehat dan bahagia."Ethan sayang sama adik Lyra?" Cedric bertanya dengan penuh sayang. Ethan langsung mengganggukan kepalanya dengan sangat antusias, "Ethan sayang adik!" Cedric tak kuasa menahan tawanya, melihat tingkah lucu sang cucu, membuat dia sangat gemas. Kehadiran dua cucu membuat hidupn