Anna tidak bisa mengelak ketika merasakan benda kenyal itu menyentuh bibirnya. Kedua matanya terbelalak dan dalam posisi yang sangat dekat mereka saling menatap. Sementara Eric tersenyum dibalik ciumannya, akhirnya dia bisa merasakan lagi bibir sang istri yang membuat dia kecanduan. Cukup lama mereka saling memagut hingga akhirnya Anna yang lagi-lagi sebagai orang pertama di antara mereka yang kesulitan bernapas. Dia memukul dada suaminya, mendorong pria itu supaya memberikan dia ruang. Anna terengah-engah, sudah sering melakukannya tetapi tetap saja dia bukanlah wanita yang profesional. Selalu saja tidak bisa mengimbangi permainan suaminya. Eric tertawa melihat sikap sang istri. Mengusap bibir Anna yang basah akibat ulahnya. Kemudian memberikan ucapan di puncak kepala Anna dan memberikan kecupan di sana. Membuat wanita itu merasa sangat dihargai sebagai seorang wanita."Tadinya aku ingin tapi aku tidak mau malam ini berakhir begitu saja," ucap Eric ketika Anna masih sibuk mengambi
Anna sudah sangat kesal sebab sang suami tak kunjung keluar dari persembunyiannya. Dia sudah tidak peduli lagi, segera berjalan menuju pintu untuk pulang ke rumah. Ketika Anna baru saja memegang handle pintu, tiba-tiba lampu menyala. Dengan bingung dia kembali berbalik dan tepat pada saat itu Anna sudah melihat Eric yang tersenyum ke arahnya. Hal yang membuat Anna semakin terkejut adalah di belakang pria itu ada Vania dan juga Cedric. Mereka menatap dengan berbinar ke arah Anna."Mama, Papa? Kenapa kalian ada di sini?" Anna sama sekali tidak bisa memahami Kenapa mereka bisa berada di kamar hotel ini. Padahal tidak sampai lima menit dia masuk ke dalam kamar tetapi saat keluar langsung ada mereka di sini. Cedric dan Vania sama sekali tidak menjawab pertanyaan Anna. Malah Eric melangkah mendekatinya hingga ketika berada tepat di depan Anna, pria itu secara tiba-tiba bertekuk lutut di hadapannya.Anna refleks memundurkan tubuhnya saking terkejut dengan yang dilakukan oleh suaminya. Ked
Anna sempat terkejut dengan kata-kata yang diucapkan suaminya. Dalam hati tersipu sebab tentu dia tahu arah pembicaraannya. Anna langsung saja kembali ke dalam kamar mereka dengan Eric yang mengekor di belakangnya. Hari sudah akan malam dan Anna berniat untuk beristirahat sembari menunggu makan malam. Namun, yang dipikirkan oleh suaminya sangatlah berbeda. Eric seakan menginginkan sesuatu hal yang tidak seperti biasanya. Tetapi ketika dia melihat lagi ekspresi wajah sang istri yang tidak terlihat tertarik, membuat Eric hanya bisa menghela napas. Baiklah, dia tidak akan langsung ke inti. Eric akan membuat Anna sendiri yang memohon padanya. Anna langsung masuk ke dalam kamar mereka dan menyalakan televisi. Mencari beberapa film yang menarik untuk ditonton berdua dengan sang suami. Tepat pada saat itu pintu kamar mereka terbuka, Anna melihat Eric yang membawa sebuah nampan berisi camilan dan juga minuman dingin untuk mereka. "Kamu seperti tau bahwa aku akan mengajakmu menonton film,"
Anna terbangun di ruangan yang serba putih. Aroma khas yang ada di ruangan itu langsung membuatnya berpikir bahwa dia ada di rumah sakit. Anna melihat sekeliling dan tidak menjumpai siapapun di sana. Perlahan dia mencoba untuk bangun tetapi ternyata tubuhnya tidak begitu kuat.Anna menghela napas, melihat langit-langit gambar rumah sakit yang terlihat tidak biasa. Ini bukanlah rumah sakit pada umumnya, sebab terlihat lebih mewah daripada biasanya. Anna melihat ke arah nakas dan ternyata ada air mineral di sana. Seketika tenggorokannya terasa kering, dia berusaha untuk mengambil air mineral itu tetapi tidak sampai. Hingga akhirnya pintu toilet terbuka dan menampilkan sosok Eric di sana yang terkejut melihatnya. "Kamu sudah bangun?" Buru-buru Eric menghampiri istrinya. Melihat Anna yang sudah sadar tentu saja dia merasa sangat bahagia. "Eric, kamu di sini?" "Iya, Mama langsung hubungiku ketika kamu pingsan tadi pagi. Kamu tidak apa-apa? Apa yang kamu rasakan sekarang? Apakah kepalam
Berulang kali dia masuk ke room chatnya dengan Eric tetap saja tidak ada satupun pesan yang dibalas. Pria itu juga tidak mengabari di mana keberadaannya pada Anna. Membuat Anna semakin berpikir bahwa dirinya kini telah ditinggalkan. Kedua matanya sudah memerah menahan tangisan, tetapi kali ini dia tidak cukup kuat untuk membuat air matanya tertahan. Pipinya sudah basah, Anna sangat sedih dengan ketidakhadiran Eric disisinya.Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk, saat itu juga Anna berharap ketukan itu berasal dari suaminya. Dia langsung saja mempersilahkan orang itu masuk, tepat pada saat itu rasa kecewa menyelimuti hatinya. "Kamu belum tidur, Sayang?" Vania berjalan menghampiri anak dengan senyuman penuh kasih sayang di wajahnya. Kemarin dia berpikiran untuk tetap tinggal tetapi putranya berkata bahwa dia ingin berduaan dengan Anna. Akhirnya Vania hanya bisa menuruti tetapi dia berkata bahwa malam ini akan datang. Namun, ketika dia telah datang malah hanya melihat Anna yang sedang du
Vania tidak langsung menjawab pertanyaan menantunya. Dia terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya memposisikan tubuhnya untuk berhadapan dengan Anna. Perlahan senyuman di wajahnya terkembang. Dia memegang Anna kemudian mengusapnya dengan hangat."Anna, kamu ...." Vania mana tega untuk bicara pada Anna yang sedang mengandung cucunya. Melihat sikap ibu mertuanya, membuat Anna semakin berpikir buruk. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat, dia semakin merasa sedih sebab sang suami yang tidak mau bertemu dengannya."Ma, apa Eric tidak mau bertemu denganku?" "Bukan, Nak. Bukan seperti itu. Hanya saja ...." Vania terdiam beberapa saat, memikirkan kata-kata yang tepat supaya Anna tidak salah paham. Vania kembali tersenyum lalu berkata, "Kamu makanlah dulu. Isi dulu perutmu, jangan bicara dalam keadaan perut yang kosong. Tenangkan pikiranmu, ketika nanti bicara dengan Eric, jangan sampai tersisa amarah yang hanya akan membuat pembicaraan kalian sia-sia." Anna menundukkan kepala, mena
Daphne melangkah dengan hati yang penuh amarah menuju lantai tertinggi yang ada di gedung ini. Dia tidak bisa membiarkan orang lain bersikap semena-mena terhadapnya. Dia harus membuat orang itu membayar perbuatannya.Ketika dia baru saja sampai di depan ruangan suaminya, seketika itu juga sekretaris langsung menghadangnya. Membuat amarah yang sejak tadi dia tahan semakin membara."Biarkan aku masuk!" serunya, tatapan Daphne menyalak."Maafkan saya, Nyonya. Anda tidak diperbolehkan untuk masuk ke ruangan Tuan Edmund."Daphne tidak bisa mempercayai pendengarannya, bertahun-tahun dia menjadi istri Edmund, tidak pernah sekalipun orang lain memperlakukannya seperti ini. Dia selalu dihormati, setiap dia melangkah maka orang lain akan selalu menunduk. Tidak ada yang pernah berani untuk menghalangi langkahnya."Beraninya kamu menghalangi langkahku! Kamu cari mati, ya!" "Maafkan saya, nyonya. Saya hanya menjalankan tugas. Jadi, silakan Anda pergi sebelum saya banggakan keamanan." Daphne sema
Edmund melihat foto dirinya bersama dengan Vania dan Eric yang masih bayi. Saat itu, meski ada Daphne dan Jason, tetapi suasana masih terasa sangat membahagiakan. Dia bisa menggendong dan bermain bersama dengan putra kesayangannya.Meskipun Jason lahir dari wanita yang dia cintai, entah kenapa rasanya sangat berbeda ketika dia bersama dengan Eric. Seperti ada magnet yang menarik hatinya hingga begitu menyayangi Eric. Dan Edmund sama sekali tidak tahu alasan apa yang mendasarinya berbuat seperti ini. Edmund membandingkan foto itu dengan foto Jason ketika masih bayi. Sangat berbeda dengannya, sama sekali tidak mirip dengan Edmund. Mungkin karena itulah hatinya terasa berat untuk memberikan seluruh hartanya pada Jason. Sebab dia tidak menemukan kemiripan antara dirinya dengan putranya itu.Tepat pada saat itu, pintu ruang kerjanya diketuk. Segera dia meletakkan kembali foto tersebut ke dalam laci meja kerjanya. Setelah itu dia membiarkan orang tersebut untuk masuk.Ketika pintu ruangan
Waktu berlalu sejak hari di mana mereka pergi ke taman yang ada di dekat rumah. Berhari-hari setelahnya, Ethan juga terlihat murung karena tidak bisa bermain dengan teman barunya. Anna berpikir bahwa ini hanya masalah anak kecil, waktu yang akan membuatnya lupa. Sekarang kedua anaknya sudah beranjak dewasa. Ethan sudah berusia 30 tahun sementara Lyra tahun ini baru menginjak usia 28 tahun. Anna menikmati kebersamaannya bersama dengan sang suami. Perusahaan pun sudah perlahan-lahan diserahkan pada Ethan. Kini dia dan Eric hanya tinggal menikmati masa tua bersama. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06.00 sore. Sebentar lagi suami dan juga anak-anaknya akan kembali setelah selesai bekerja. Anna merapikan meja makan dan tepat pada saat itu dugaannya benar. Tak lama datang Eric dengan Lyra yang menggendong tangannya. Namun, tidak ada Ethan yang mengekori mereka. Hal itu membuat Anna bertanya-tanya, "Sayang, dimana kakakmu?" Lyra memeluk sang ibu kemudian berkata, "Kata
Akhirnya Anna harus merelakan pakaian dalam kesayangannya menjadi korban "keganasan" Eric yang sudah tidak bisa menahan gairahnya. Anna hanya bisa pasrah dan menikmati saja setiap perlakuan yang diberikan oleh suaminya. Anna merasa kehidupannya sudah sangat sempurna, suami yang sangat mencintainya dan juga anak-anak yang cantik dan tampan. Sudah lengkap kebahagiaan yang dirasakan olehnya setelah bertahun-tahun hidup dalam kesedihan. Tahun demi tahun dilalui keluarga kecil itu dengan penuh semangat kebahagiaan. Kerikil tetap saja akan hadir tetapi jika Eric terus menggenggam kedua tangannya, maka semua akan menjadi baik-baik saja. Kini Anna dan Eric bersiap-siap untuk mengajak Lyra dan Ethan bermain ke taman. Mereka berdua dengan penuh semangat dan kebahagiaan mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk hari yang menyenangkan bersama keluarga kecil mereka.Lyra yang ceria dan Ethan yang penuh energi dengan riangnya melompat-lompat karena hendak diajak pergi ke taman. Mer
Eric merasa sangat malu karena sudah tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak senonoh oleh istrinya. Padahal dia berusaha untuk menjaga kerahasiaan dirinya sendiri tetapi tidak disangka malah Anna tiba-tiba datang kembali setelah dia menyuruhnya untuk pergi beristirahat. Saat ini Eric sedang duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk dan jemari yang saling bertaut. Dia seperti seorang penjahat yang sudah kedapatan tertangkap warga saat sedang melakukan aksinya. "Anna, aku ...." Eric tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk diberikan pada istrinya. Anna menggelengkan kepala, menatap Eric dengan tidak percaya. Dalam hati sedikit merasa bersalah karena dialah yang menjadi penyebab Eric melakukannya. Seandainya saja dia tidak ketakutan, mungkin hal seperti tadi tidak akan pernah terjadi. Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia berjalan mendekati suaminya kemudian duduk di sebelahnya. "Sayang, maaf, aku tidak bermaksud—""Maafkan aku." Eric meng
Eric memicingkan kedua matanya, kali ini dia balik menatap Anna dengan kesal. Berani sekali istrinya ini berbohong dengan mengatakan bahwa dia belum selesai. Membuat Eric merasa uring-uringan selama seharian ini. Sementara Anna, dia tahu marabahaya akan segera datang. Dia segera bersiap, mendorong tubuh Eric, hendak bangun dan pergi meninggalkannya. Namun, gerakan Anna tidak kalah cepat dengan gerakan Eric. Prianitu segera menangkap pergelangan tangannya, membuat Anna tidak bisa pergi menjauhinya. "Kamu mau kemana?" Eric berkata dengan tatapan mengintimidasi. Anna yang melihat itu, seketika dia sadar bahwa riwayatnya akan segera tamat. Eric pasti tidak akan membiarkannya. "Eric, aku ...." Anna tidak bisa lagi berkata-kata. Dalam hati dia merasa harus mengubah strateginya. Jika ditolak, tentu Eric akan kecewa. Sementara jika diladenipun, Anna takut sebab dia masih merasa ngilu melakukannya. Anna berdeham, dia melingkarkan kedua tangannya di leher Eric kemudian memberikan kecupan-
"Mana ada! Bahkan aku tidak pernah terpikir untuk melakukan hal seperti itu di belakang!" Eric membela diri.Anna memicingkan kedua matanya, menatap Eric dengan perasaan curiga. Perlahan dia berjalan mendekati suaminya kemudian melirik ke arah layar laptop yang terbuka. Di sana hanya ada lembar kerja lengkap dengan catatan di sana. Anna membuka seluruh isi di dalamnya dan tidak menemukan hal-hal mencurigakan. Anna menolehkan kepala dan tatapannya langsung bertemu dengan Eric. Kedua tangan pria itu bersedekap di depan dada, melihat sang istri yang menatap yang tidak percaya. "Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukan hal-hal yang kamu cari?" Eric bertanya dengan penuh keberanian. Sementara Anna, dia hanya diam sembari terus memperhatikan ekspresi wajah suaminya. Tetapi dia hanya mencintai kebenaran di sana. Eric sama sekali tidak berbohong tentang dia yang memiliki pekerjaan. "Kalau gitu, sekarang tidur bersama denganku! Kamu sudah berjanji tidak akan menyentuh pekerjaan selama dua b
Sepanjang hari itu, Eric merasa sangat kesal dengan keadaan. Padahal dia yakin bahwa hari ini istrinya sudah siap. Dia sudah menghitung tanggal dan sekarang adalah hari yang tepat. "Bukankah sudah satu bulan berlalu, tapi kenapa belum juga bisa? Apakah aku salah menghitung?" Eric bermonolog. "Kenapa, Eric?" Edmund bertanya, saat ini dia sedang mengajak Ethan bermain di halaman belakang tetapi tiba-tiba mendengar putranya berbicara. Hanya saja dia tidak terlalu mendengarkan, sehingga tidak tahu kalimat yang diucapkan oleh Eric. Eric menolehkan kepala dan dalam hati merasa malu sebab dia tidak menyadari bahwa telah menyuarakan isi kepalanya. "Tidak ada," Eric menggelengkan kepala. Edmund tidak bertanya lagi, dia memilih untuk kembali fokus pada Ethan hingga tiba-tiba Eric memanggilnya. "Kenapa?" Edmund bertanya. Eric terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia berkata, "Pa, apakah wanita memang membutuhkan waktu yang lama setelah melahirkan?" Mendengar pertanyaan putranya, seketi
"Eric? Kamu kenapa, Nak?" Vania sangat terkejut melihat tampilan putranya yang sudah mirip seperti zombie. Kantung mata hitam sangat terlihat dengan jelas ditambah dengan rambut yang acak-acakan serta kaos putih oblong yang sudah tidak beraturan. Eric seperti pria yang tidak terurus. Vania mengintip dari balik celah tubuh putranya dan saat itulah dia semakin terkejut. Anna dalam posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang dengan menggendong Lyra dan juga kedua mata yang terkanduk. "Apa yang terjadi dengan kalian? Kenapa penampilan kalian seberantakan ini?" Hari masih pagi tapi anak dan menantunya sudah tidak bersemangat untuk menjalani hari. "Tadi malam Lyra tidak mau tidur, setiap kami ingin meninggalkannya tidur, dia malah terus menangis sampai membangunkan Ethan. Akhirnya kami ajak mereka berdua untuk tidur bersama di bawah tapi malah berakhir tidak tidur semalaman." Eric berjalan dengan gontai ke arah ranjang kemudian berbaring di samping Ethan yang baru saja terlelap bebera
Anna memejamkan kedua mata setelah hari yang melelahkan untuknya. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan dari arah ruang keluarga ke kamar. Bahkan untuk bernapas saja, rasanya sangat sulit untuk dilakukan. Tepat pada saat itu Eric turun dari lantai dua dan duduk di sebelahnya. Terdengar helaan nafas panjang sebagai tanda bahwa suaminya itu juga merasakan hal yang sama dengannya. Anna dan Eric merasa kelelahan yang mendalam setelah merawat Ethan dan Lyra yang masih bayi. Mereka duduk di sofa dengan ekspresi lelah. Ketika Ethan lahir, meskipun merasa lelah tetapi mereka berdua bisa mengatasinya dengan sangat baik. Keduanya akan secara bergantian menjaga Ethan malam dan juga pagi. Eric akan menjaga Ethan pada malam hari sementara Anna terlelap. Kemudian dari pagi hingga bertemu dengan matahari terbenam, ganti Anna yang menjaga. Selama dua bulan mereka melakukannya hingga akhirnya jam tidur Ethan berangsur normal seperti manusia pada umumnya. Pada malam hari, Ethan sudah tidak l
Anna dan Eric membawa dua anak mereka ke tempat yayasan dimana Cedric tinggal. Sudah bertahun-tahun sejak Gwenevieve diakuisisi oleh Eric, Cedric memilih untuk tinggal di yayasan ini bersama para orang tua lain. Ethan dengan penuh kegembiraan mendekati Lyra yang terbaring tenang dalam gendongan kakeknya, Cedric. Bocah berusia hampir tiga tahun itu sangat menyayangi adiknya, jadi ketika dalam posisi berdekatan seperti ini maka dia akan memajukan wajah dan memberikan kecupan di pipi Lyra. Cedric, dengan senyuman hangat dan penuh kelembutan, menyambut Ethan dan Lyra dengan penuh kasih sayang. Dia merasa begitu bersyukur bisa melihat cucunya yang baru lahir dan cucunya yang sudah tumbuh dengan sehat dan bahagia."Ethan sayang sama adik Lyra?" Cedric bertanya dengan penuh sayang. Ethan langsung mengganggukan kepalanya dengan sangat antusias, "Ethan sayang adik!" Cedric tak kuasa menahan tawanya, melihat tingkah lucu sang cucu, membuat dia sangat gemas. Kehadiran dua cucu membuat hidupn