Setelah Alana pergi, Alesio merasa gelisah. Dia menggebrak mejanya dengan kekuatan yang cukup membuat beberapa barang di atasnya berguncang.
Melihat ekspresi Alana tadi membuatnya merasa tidak nyaman. Rasanya dia ingin menarik Alana dalam pelukannya dan menjelaskan segala sesuatu, tetapi dia tahu itu tidak mungkin.
‘Kau hanya ingin Alana menerima semua sisi dirimu, termasuk sisi bajinganmu yang suka bermain dengan banyak wanita.’ bisikan dalam dirinya terdengar begitu jelas. Alesio mengusap wajahnya dengan frustrasi. ‘Kau akan kehilangannya!’
"F*ck!" gumam Alesio dengan penuh frustrasi. Dia merasa terjepit di antara perasaan yang saling bertentangan. Pikiran ini membuatnya semakin bingung.
Bukan seperti ini yang dia inginkan. Alesio merasa terombang-ambing oleh perasaan yang asing dalam dirinya.
Di satu sisi, ada kerinduan untuk menjelaskan segalanya pada Alana, meminta pengertian, dan memperbaiki kesalahannya. Di sisi lain,
Alana bangun dari tidurnya. Matanya sedikit melebar karena posisi tidurnya. Sejak kapan ia berada dalam pelukan Alesio. Padahal semalam, pria itu meninggalkannya setelah mempermalukannya“Selamat pagi, Alana” Alesio menyapa. Pria itu membuka matanya beberapa detik setelah Alana terjagaDalam hati Alana tersenyum miris. Hebat sekali Alesio selalu bisa santai, seolah tidak ada masalah diantara merekaAlana menjauhkan tangan Alesio dari perutnya “Bukannya kita setuju kembali pada kesepakatan awal” Alana berucap sambil tersenyum sinis“Dan kesepakatan itu membebaskanku menyentuhmu” Alesio menanggapi dengan santai sambil memainkan ujung rambut AlanaAlana terkekeh hambar “Benar, aku hampir lupa jika kau orang yang seperti itu. jangan lupa ucapanmu, kita kembali ke Indonesia hari ini” Alana turun dari ranjang dan melangkah menuju ke kamar mandiAlesio menghela napas, inilah alasannya menyelesaikan se
Persidangan itu dinyatakan ditunda sampai minggu depan, Alana berjalan keluar bersama namun suara Yulina menghentikannya“Alana” Panggil Yulina dengan senyum palsu. Saat dia melangkah mendekati Alana, Yulina menatapnya dengan tatapan tajam yang membuat bulu kuduk Alana merinding. "Kau berani datang ke sini?" ucap Yulina dengan suara dingin.Alana menatap Yulina "Aku memiliki alasan untuk berada di sini" jawabnya dengan mantap.Yulina tersenyum sinis. "Jangan berpikir kau bisa melangkah begitu saja tanpa konsekuensi, Alana. Jangan lupakan siapa yang sebenarnya mengendalikan situasi ini."Alana tersenyum miring "Kamu takut semuanya terbongkar sampai mengancamku huh?" ucapnya dengan tegas.Yulina hanya tersenyum penuh makna, meninggalkan Alana dengan perasaan campur aduk di dalam hatinya.“Kak Ana” Panggil Linda“Iya Linda, lama gak ketemu” ucap Alana sambil memeluk LindaAlana merasakan kehanga
Auditorium Resident University terlihat ramai dan terasa hangat serta penuh semangat. Alana, dengan gaun wisuda yang elegan, duduk di antara rekan-rekannya yang juga akan menerima gelar mereka.Namanya dipanggil oleh pembawa acara, dan dia maju ke panggung dengan langkah yang mantap, dipenuhi oleh perasaan bangga dan pencapaian yang luar biasa.Alana berdiri tegak di depan panggung, merasa gemetar sedikit oleh perasaan euforia dan haru. Ketika dia melihat ke arah para tamu yang hadir, tiba-tiba tatapan matanya bertemu dengan sepasang mata yang tidak asing baginya, mata yang pernah membuat hatinya berdebar dengan berbagai emosi.Alana tersenyum lebar yang dibalas senyum tipis oleh sang pria pemilik netra biru gelapDi antara kerumunan tamu, Alesio, dengan pakaian yang khas, juga terlihat di sana.. Tatapan mereka bertemu, dan sejenak, ruang wisuda itu terasa seperti hanya ada mereka berdua, terpisah dari keramaian yang mengelilingi mereka.“Sel
Alana selesai mandi ketika Alesio membawa sebotol wine dan dua buah gelas masuk ke dalam kamar “Mau?” Tawar Alesio Alana menggeleng “Akan merepotkan kalau aku mabuk” Balas Alana mengingat pengalaman sebelumnya “Hanya satu gelas tidak akan membuatmu mabuk sayang. Lagipula kita harus merayakan kelulusanmu” Jawab Alesio dengan senyum tipis Mata Alana menyipit, menatap Alesio penuh selidik “katakan tujuanmu.” Todongnya Alesio terkekeh, dia meletakan botol wine dan gelas itu diatas meja lalu membawa wajah Alana mendekat, secara perlahan melumat bibir pucat Alana. Setiap sentuhan bibirnya mengirimkan gelombang panas ke seluruh tubuh Alana, membuatnya merasakan sensasi yang tak terlukiskan. “Kau ingin aku melanjutkannya?” Suara Alesio semakin serak, diiringi dengan hembusan napas hangat yang menggelitik kulit Alana “Atau ingin minum?” Alesio memberikan pilihan Alana membuang pandangannya, dia tahu jika akhirnya akan sama diantara dua pilihan itu jadi Alana lebih suka untuk memancing.
Cahaya matahari menyapa dengan malu-malu. Alana membuka matanya perlahan kemudian melirik Alesio yang masih tidur disampingnya. Tatapan Alana sangat rumit, sulit untuk menjelaskan perasaannya sekarang.“Selamat pagi, istri” Sapa Alesio dengan lembut, senyuman tipis terukir diwajah tampannya.“Pagi” Alana membalas dengan sedikit kikuk, panggilan itu terasa menggelikan namun dia suka.“Shh.. badanku remuk” Desis Alana merasakan rasa sakit menjalar diseluruh tubuhnya terutama bagian bawah miliknya saat mencoba bergerak untuk menjauhkan Alesio yang memeluk tubuh polosnya dibalik selimut.“Mau kupijat?” Tawar AlesioAlana menggeleng pelan “Tidak mau, bukannya nyaman. Yang ada kamu menyerangku lagi” ucapnya sambil tertawa kecil, mencoba menyamarkan rasa sakitnya dengan candaan.Alesio hanya terkekeh, mencium lembut dahi Alana. “Baiklah, kalau begitu. Apa aku terlalu kasar?”
“Jika aku mencintaimu, apa kau siap dengan konsekuensinya?” Tanya Alesio. Pandangan keduanya bertemu dengan lekat “Kamu berbicara seperti mengancamku” Alana tertawa renyah “Aku serius, banyak hal yang tersembunyi Alana. Kau tidak tahu segila apa aku” “Apa lebih gila daripada semalam?” Tanya Alana dengan nada bercanda Alesio tersenyum, ia menarik Alana dalam pelukannya “Bukannya kamu sakit?” tanya Alana. Wanita itu menggoda Alesio dengan mengalungkan lengannya ke leher Alesio dan mendekatkan wajahnya. "Tidak, aku baik-baik saja" jawabnya dengan suara serak. Alesio memandang Alana dengan mata penuh keinginan, bibirnya bergerak pelan mendekati bibir Alana yang lembut. Namun Alana menutup mulut Alesio dengan telapak tangannya Alana bisa melihat ekspresi kesal Alesio “Cepat sekali kepalamu sembuh” Ejek Alana Alesio mengangkat bahu, ia mengulum senyumnya dan menyandarkan dahinya pada dahi Alana "Yang aku butuhkan sekarang adalah kamu." Ketika Alesio berbisik meminta sesuatu yang t
“Minum obatmu” ucap Alana, dia meraih botol obat diatas meja dan mengarahkannya pada Alesio“Tanganku tidak berguna” Ucap Alesio“Hah?”“Masukan obatnya” Ucap Alesio menatap Alana kemudian membuka mulutnya, salah satu matanya mengerling nakal membuat Alana sedikit syok. Dasar Casanova menyebalkan!“Tanganmu masih utuh” Decak Alana. Dia hendak meraih tangan kanan Alesio namun pria itu menepisnya“Suapi aku kalau tidak, aku tidak akan minum obatnya” Desak Alesio“Ck, Buka mulutmu” Alana kembali berdecakAlesio membuka mulutnya patuh sesuai permintaan Alana. Alana mengambil obat dari dalam botol dan memegangnya di telapak tangannya. Dengan jari telunjuk dan ibu jarinya, Alana memegang obat itu dan memasukkannya ke dalam mulut Alesio.Alesio menahan pergelangan tangan Alana, matanya tidak lepas dari wajah Alana yang penuh dengan ketenangan. Mulutnya
“Ale?” Suara Alana terdengar mengantuk. Matanya terbuka sayu, menatap Alesio yang duduk di pinggir ranjang sambil menatapnya lekat. Pria itu mengenakan kaos hitam dan celana panjang dengan warna senada Alana tidak tahu jam berapa saat ini, cahaya lampu tidur menerangi kamar dengan samar-samar, membuat mata biru Alesio terlihat cerah dan menakjubkan di tengah kegelapan malam. “Aku pergi” Ucapnya sebelum mendaratkan bibirnya di bibir Alana Alana menatap kepergian Alesio dalam diam. Pikirannya masih belum terjaga, dia membutuhkan tidur lagi. Sebuah pesawat pribadi sudah mendarat di landasan. Pintu pesawat itu terbuka. Seorang pria dengan wajah jelmaan dewa yang sempurna terlihat keluar dari pesawat. Kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya, membingkai wajah tampan itu “Selamat datang Tuan Alesio” Sapaan serentak terdengar Alesio mengangguk acuh, dia berjalan menuju mobil hitam dengan pengawalan disisi kiri dan kanan hingga tiba pada sebuah tempat dengan penjagaan berlapis. Den
Alesio melingkarkan tangannya di pinggang ramping Alana dan mengelusnya pelan, bibir pria itu menicum leher putih Alana yang terekspos.Alana tersentak, dia melirik Alesio yang masih setia menciumi lehernya.“Kamu ini sedang apa sih?” tanyanya“kau wangi” Ucap Alesio. Pria itu menggigit leher Alana membuat gadis itu kaget.“Bisa kamu hentikan, aku sedang memasak”Alesio tidak menggubris ucapan Alana, pria itu masih menciumi lehernya, menikmati aroma yang mampu membuat Alesio kecanduan.Alana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini, merasakan ketidaknyamanan dan kebingungan mencampuradukkan perasaannya.“Tolong, Alesio” desisnya lagi, mencoba untuk meminta dengan lebih tegas agar Alesio menghentikan tindakannya. Tetapi dia juga merasa sulit untuk menolaknya sepenuhnya, terpesona oleh keintiman yang mereka bagikan.“Ini hukuman mu karena memasak di rumahku” Ucapny
“KAKEKKKK!” Alana berteriak keras begitu melihat Kakek Igrit sedang berdiri memandangi pohon mahoni di samping rumah.Kakek Igrit memalingkan pandangannya dari pohon yang dia amati dengan penuh konsentrasi. Senyum hangat terukir di wajahnya ketika melihat Alana mendekatinya dengan cepat.“Di mana Alesio, Nak?” tanyanya dengan suara lembut, matanya memancarkan kekhawatiran.Alana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Dia sedang ada urusan, Kakek” ucapnya tanpa raguKakek Igrit mengangguk mengerti, tetapi matanya tetap penuh dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, Nak” katanya dengan lembut, sebelum melangkah menuju pintu masuk rumah dengan langkah perlahan. Alana mengikuti di belakangnya, merasa lega bahwa dia memiliki seseorang yang selalu memahami dan peduli padanya.“Bagaimana kondisi perusahaan?” tanya kakek Igrit, berubah dari kekhawatiran pribadi
Alesio meloncat keluar dari mobil mewah dengan wajah yang penuh kemarahan. "Keluar!" teriaknya, suaranya gemetar oleh kemarahan.Diana keluar dari rumah dengan wajah sumringah, dia senang Alesio menemuinya “Al, aku merindu- Akh” Diana memekikAlesio menarik tangan Diana dan mencekik leher wanita itu, bahkan dengan mudahnya sedikit mengangkat tubuh Diana hingga tak menampak pada tanah“Alesio” Clark berteriak.Alesio cukup kaget melihat Clark yang keluar dari rumah Diana. Dia mendekat pada Alesio, meraih tangan Alesio yang bahkan kaku untuk ditarikAlesio tenggelam dalam lautan pikirannya yang gelap, tak terganggu oleh kehadiran Clark yang mencoba memanggilnya. Satu-satunya fokusnya adalah memadamkan nyala kebencian yang berkobar di dalam dirinya, kebencian yang diarahkan kepada Diana, sosok yang dianggapnya sebagai biang keladi dari kepergian Alana."ALESIO!" Clark berteriak, mencoba memperoleh perhatian pria it
“Aku hamil anak Alesio”Alana mengulas senyum tipis sambil menatap wanita cantik berambut blonde didepannya“Benarkah? Kau yakin itu miliknya?” Tanya Alana, dia meletakkan tangannya dan menopang dagu, menatap Diana dengan senyum tipis"Ya, aku yakin, memangnya siapa lagi pria yang menyentuhku selain Al" Diana menjawab dengan percaya diri, sambil menggerakkan rambutnya yang tergerai lembut ke belakang telingaAlana menganggukan kepalanya“Selamat” Ucap Alana yang membuat Diana terpaku, dia tidak menyangka dengan respon yang diberikan Alana“Kau tidak marah?” Tanya Diana. Seharusnya Alana marah padanya lalu dia akan menjatuhkan diri hingga menyebabkan keguguran untuk meraih simpati publik namun Alana justru hanya menggelengkan kepala ringan“Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga” Ucap Alana, tangannya meraih gelas dan menyesap kopi didalamnya“Ke-kenapa?” tanya Diana meminta penjelasan lebih lanjut“Aku sudah memutuskan untuk fokus pada masa depan, bukan untuk menghabiskan energi untu
Candu.Setidaknya itulah yang Alesio rasakan ketika bercinta dengan Alana. Alesio tidak peduli dengan tanggapan jika dia dikatakan hypersex, tapi saat ini Alesio memang ingin terus melakukannya dengan Alana.. lagi dan lagi.Mereka seperti magnet yang saling tarik-menarik, tak bisa lepas satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan setiap gerakan terasa seperti keajaiban yang mereka ciptakan bersama. Mereka saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, menggali keintiman yang mendalam di antara mereka.“You’re so beautiful, Amour” bisiknya parau di telinga Alana. Bibirnya menyisir lembut leher Alana serta memberikan kiss mark sebagai tanda kepemilikannya.Tangan Alesio kemudian bergerak turun ke payudara dan perut Alana, lalu beralih pada pangkal paha Alana yang memang tidak menggunakan apapun. Kondisi keduanya sama-sama telanjang, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Alana merespon dengan desahan kecil yang terputu
“Aku tidak tertarik pada mereka, Ale. Aku bukan dirimu yang suka berganti-ganti pasang di tiap club malam”Alesio membatu, seharusnya yang dia khawatirkan bukan Alana tertarik pada Grey namun apa yang akan Ezel ucapkan pada Alana.“Berniat menjelaskan… Alesio Kingston” Ucap Alana dengan senyum lebar sambil mengarahkan pistolnya pada dada AlesioAlesio menahan pistol itu dengan jari telunjuknya “Sepat sekali senjata ini terarah padaku” Kekeh AlesioAlana tetap tenang, senyumnya tidak luntur sedikit pun. "Kau tahu, Ale, kadang-kadang aku merasa ragu dengan dirimu” Ucap Alana membuat pandangan Alesio menajam“Jangan Denial Alana” Desisnya. Matanya menatap tajam Alana yang kini memegang senjata di depannya. "Aku tahu aku punya kesalahan, tapi ini tidak benar-benar relevan sekarang. Kau sendiri juga sudah tahu bagaimana aku di masa lalu."Alana hanya tertawa, senyumnya terlihat mengejek
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu