“Bagaimana?” Tanya Yulina tak sabaran“Berhasil” jawabnya mengundang senyum lebar Yulina“Kau sudah memastikan dia mati, kan?” tanya Yulina lagi, matanya bersinar penuh dengan keinginan untuk memastikan bahwa tugas itu sudah dilakukan dengan baik."Maaf, Nyonya. Tampaknya ada gangguan dalam rencana kita. Dia tidak ada di mobil yang terbakar itu." ucap pria itu tenangYulina merasa dunianya berputar. "Bagaimana ini bisa terjadi? Semuanya harus sempurna! Kau harus menemukannya dan selesaikan pekerjaan itu, apa pun harganya!”“Ibu!” Henry masuk ke dalam ruang rahasia itu begitu mendengar perintah ibunya “Hentikan ini, semuanya terlalu berlebihan” Ucap HenryYulina menoleh dengan ekspresi wajah yang memperlihatkan amarah dan kekesalan. "Ini semua untukmu Henry, ibu melakukan ini agar kau mendapatkan posisimu kembali!" bentaknya, kekesalan yang terpancar dari matanya yang taj
Entah berapa lama Alana berada di ruangan gelap. Diculik dan disekap dalam keadaan seperti ini, tidak membuat Alana hilang harapan. Dia menatap keluar, pada celah kecil yang menampakan cahaya matahari“Sudah pagi lagi” gumamnya. Ini pagi keduanya berada ditempat iniSetelah beberapa saat, pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka dengan keras dan lampu menyala terang, mengusik penglihatan Alana. Seorang pria yang dikenalnya sebagai Ian masuk dengan langkah pasti, wajahnya menyeringai penuh kepuasan saat melihat Alana.Ditangan kanannya terdapat sebuah piring berisikan makanan dan tangan kiri yang memegang segelas air"Kau pasti rindu padaku, kan?" ucap Ian dengan suara dingin.Alana menatapnya dengan tatapan penuh kebencian, namun dia tidak berani memberontak. Dia tahu bahwa dia harus menjaga ketenangan dan mencari peluang untuk melarikan diri.“Kamu selalu mengatakan itu setiap kali kemari” dengus Alana, mencoba menahan am
Dante mengangguk mantap. "Aku tahu siapa kau. Dan kau tahu betul apa yang akan kudapatkan darimu, Ian." Tiba-tiba, sekelompok pria bersenjata dari kedua belah pihak mulai menyerang satu sama lain. Suara tembakan memecah hening, membuat ruangan itu bergetar dengan ketegangan yang memuncak. Alesio dan Dante bergerak cepat. Mereka menyerbu Ian dengan gesit, menerjang kelompok pria yang berada di sekitarnya. Ledakan senjata mengisi ruangan saat pertempuran sengit terjadi di antara mereka. Alesio melayangkan pukulan keras ke arah Ian dan saat itu Dante bergerak menyelamatkannya dan meletakannya di pinggir “Jaga dia” ucap Dante pada anak buahnya. Alana masih bisa menyaksikan ketika Alesio terluka di lengan oleh serangan Ian. “Kau akan menyesal Kingston!” Ian tersenyum kemudian menekan remot otomatis yang tersalur pada rompi yang dikenakan Alana. Jika memang ada yang akan kalah, setidaknya Ian akan membawa semua yang didalam gedung itu mati bersamany
Setelah penerbangan yang cukup panjang. Mereka tiba di mansion Alesio sekitar pukul 10 malam. Pria itu menggendongnya menuju kamar. Kali ini kondisi Alana sudah cukup baik karena selama dipesawat Alesio menjejalinya dengan makanan dan vitamin dan memaksanya untuk tidurAlesio meletakan Alana diranjang. Dia mengusap wajah Alana “Aku sempat memikirkan nasibku jika kehilanganmu” Gumamnya“Bagaimana gambaranmu?” Tanya Alana“Aku merasa seperti akan bangkrut dan kehilangan segalanya” Jawab AlesioAlana tersenyum tipis, merasa hangat dengan perhatian Alesio. “Aku juga tidak bisa membayangkan jika kau tidak menyelamatkanku” ucapnya dengan suara lembut.Tanpa bisa menahan diri lagi, Alesio menarik Alana ke dalam dekapannya dengan penuh nafsu. Bibirnya menemukan bibir Alana dalam sebuah ciuman yang penuh gairah. Entah bagaimana Alana membalas ciumannya Alesio. Alana merasakan detak jantungnya berdegup lebih ke
Langit gelap yang mulai nampak sirna tidak menghentikan kegiatan mereka. Alana sudah tidak bisa menghitung berapa kali Alesio menyemburkan benih itu ke dalam tubuhnya. Setiap gerakan Alesio terasa begitu intens, membawanya ke puncak kenikmatan berkali-kali.Alana merasa sangat lemas, tenaganya hilang tak berbekas. Napasnya tersengal, bibirnya yang semula mengerang kini hanya bisa bungkam dan menerima cumbuan panas Alesio tanpa bisa membalas.Jika ditanya apakah Alana menyesal, maka jawabannya tidak.Alana sadar jika dia pasti akan melakukan hal ini dengan Alesio. Terlebih sejak Alesio mengawasinya dan selalu menciuminya setiap malam hingga meninggalkan bekas kemerahan ditubuh Alana. Meskipun sikap pria itu selalu sama, namun tatapannya jelas berbeda; Alesio memiliki hasrat terpendam padanya.“Kau lelah?” Alesio bertanya, suaranya merayap di telinga Alana dengan kelembutan yang menggairahkan. Alana merasakan ciuman Alesio mendarat di rahangnya,
"Akh- Kenapa mengigitku?" decak Alesio dengan sedikit keterkejutan, tangannya meraih bibirnya yang baru saja digigit oleh Alana."Kamu memang harus diberi pelajaran" balas Alana dengan nada tegas, meskipun bibirnya menahan senyum kemenangan."Kau selalu membuatku terkejut, Amour”Untuk beberapa saat, keduanya hanya saling menatap. Alana terpaku pada mata biru gelap Alesio, merasakan magnetisme yang aneh saat tatapannya bertemu dengan tatapan pria itu. Jantungnya berdegup semakin kuat, seolah-olah menyadari kedekatan yang tidak biasa.Mengingat bahwa mereka telah melakukan kegiatan intim, membuat pipi Alana terasa panas, tenggorokannya tercekat dengan sensasi yang sulit dijelaskanAlana tidak bisa bersikap biasa saja setelah tidur dengan seorang pria. bahkan sejak awal Alana sudah bisa menebak apa yang akan terjadi jika membiarkan Alesio menyentuh titik terdalamnya yakni perasaannya yang semakin jelas, jika Alana memang menyukai Alesio.
Setelah berpakaian dan mengeringkan rambutnya, Alana berjalan keluar dari kamar. Perutnya terasa lapar hingga dia memutuskan untuk ke dapur“Selamat siang Nyonya muda” Sapa Naina“Siang Naina, aku merindukanmu” ucap Alana dengan senyum cerah. Lebih dari sebulan dia tidak bertemu dengan Naina karena tinggal di Indonesia“Saya juga merindukan Nyonya Muda, bagaimana kabar anda?” Tanya Naina ramah“Baik kok, ngomong-ngomong aku lapar” Ucap Alana sambil terkekeh“Oh astaga, akan saya siapkan nyonya” Ucapnya sedikit panik“Terima kasih” ucap Alana. Matanya menatap Naina yang pergi ke dapur dan nampak berbicara dengan kepala koki, sedangkan Alana duduk di meja makan panjang sambil memainkan handphonenyaKening Alana mengernyit ketika melihat bahwa ponselnya tidak menunjukkan adanya notifikasi. "Pantas gak ada notif" gumamnya sambil memutar-mutar ponselnya. Tanpa menunggu lama, dia menekan tombol power untuk menyalakan ponselnya yang entah sudah berapa lama mati.Setelah ponsel Alana menyala
Alana menatap Alesio, mencoba menelisik maksud ucapan Alesio “Apa aku harus melakukan itu?” Tanya Alana menarik wajah sedikit menjauhAlesio tersenyum miring “Tergantung padamu. Masih ada lebih dari 200 hari sampai waktu kesepakatan kita Alana” tangannya terulur mengusap rambut Alana. Matanya menatap Alana intens, menyorot netra hazel yang menatapnya tajam“Bagaimana aku mengukurnya?” Tanya Alana“Tubuhmu hanya bagian terkecil Alana” Ucap Alesio membuat Alana tak mengertiBaru saja Alana hendak berbicara, deringan ponsel Alesio berbunyi. Dia mendorong mundur kursinya lalu berjalan keluar dari ruang makan, netra Alana menatap punggung Alesio yang menjauh lalu setelahnya kembali melanjutkan makan siangnya.Beberapa menit kemudian Alesio kembali dengan ekspresi tampak kesal“Ada apa?” Tanya Alana“Aku harus pergi, lakukanlah apa yang kau inginkan disini, tunggu aku nanti malam” Alesio mengecup kening Alana sebelum berlalu meninggalkan AlanaAlana terdiam sejenak setelah Alesio pergi, tan
Alesio melingkarkan tangannya di pinggang ramping Alana dan mengelusnya pelan, bibir pria itu menicum leher putih Alana yang terekspos.Alana tersentak, dia melirik Alesio yang masih setia menciumi lehernya.“Kamu ini sedang apa sih?” tanyanya“kau wangi” Ucap Alesio. Pria itu menggigit leher Alana membuat gadis itu kaget.“Bisa kamu hentikan, aku sedang memasak”Alesio tidak menggubris ucapan Alana, pria itu masih menciumi lehernya, menikmati aroma yang mampu membuat Alesio kecanduan.Alana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini, merasakan ketidaknyamanan dan kebingungan mencampuradukkan perasaannya.“Tolong, Alesio” desisnya lagi, mencoba untuk meminta dengan lebih tegas agar Alesio menghentikan tindakannya. Tetapi dia juga merasa sulit untuk menolaknya sepenuhnya, terpesona oleh keintiman yang mereka bagikan.“Ini hukuman mu karena memasak di rumahku” Ucapny
“KAKEKKKK!” Alana berteriak keras begitu melihat Kakek Igrit sedang berdiri memandangi pohon mahoni di samping rumah.Kakek Igrit memalingkan pandangannya dari pohon yang dia amati dengan penuh konsentrasi. Senyum hangat terukir di wajahnya ketika melihat Alana mendekatinya dengan cepat.“Di mana Alesio, Nak?” tanyanya dengan suara lembut, matanya memancarkan kekhawatiran.Alana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Dia sedang ada urusan, Kakek” ucapnya tanpa raguKakek Igrit mengangguk mengerti, tetapi matanya tetap penuh dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, Nak” katanya dengan lembut, sebelum melangkah menuju pintu masuk rumah dengan langkah perlahan. Alana mengikuti di belakangnya, merasa lega bahwa dia memiliki seseorang yang selalu memahami dan peduli padanya.“Bagaimana kondisi perusahaan?” tanya kakek Igrit, berubah dari kekhawatiran pribadi
Alesio meloncat keluar dari mobil mewah dengan wajah yang penuh kemarahan. "Keluar!" teriaknya, suaranya gemetar oleh kemarahan.Diana keluar dari rumah dengan wajah sumringah, dia senang Alesio menemuinya “Al, aku merindu- Akh” Diana memekikAlesio menarik tangan Diana dan mencekik leher wanita itu, bahkan dengan mudahnya sedikit mengangkat tubuh Diana hingga tak menampak pada tanah“Alesio” Clark berteriak.Alesio cukup kaget melihat Clark yang keluar dari rumah Diana. Dia mendekat pada Alesio, meraih tangan Alesio yang bahkan kaku untuk ditarikAlesio tenggelam dalam lautan pikirannya yang gelap, tak terganggu oleh kehadiran Clark yang mencoba memanggilnya. Satu-satunya fokusnya adalah memadamkan nyala kebencian yang berkobar di dalam dirinya, kebencian yang diarahkan kepada Diana, sosok yang dianggapnya sebagai biang keladi dari kepergian Alana."ALESIO!" Clark berteriak, mencoba memperoleh perhatian pria it
“Aku hamil anak Alesio”Alana mengulas senyum tipis sambil menatap wanita cantik berambut blonde didepannya“Benarkah? Kau yakin itu miliknya?” Tanya Alana, dia meletakkan tangannya dan menopang dagu, menatap Diana dengan senyum tipis"Ya, aku yakin, memangnya siapa lagi pria yang menyentuhku selain Al" Diana menjawab dengan percaya diri, sambil menggerakkan rambutnya yang tergerai lembut ke belakang telingaAlana menganggukan kepalanya“Selamat” Ucap Alana yang membuat Diana terpaku, dia tidak menyangka dengan respon yang diberikan Alana“Kau tidak marah?” Tanya Diana. Seharusnya Alana marah padanya lalu dia akan menjatuhkan diri hingga menyebabkan keguguran untuk meraih simpati publik namun Alana justru hanya menggelengkan kepala ringan“Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga” Ucap Alana, tangannya meraih gelas dan menyesap kopi didalamnya“Ke-kenapa?” tanya Diana meminta penjelasan lebih lanjut“Aku sudah memutuskan untuk fokus pada masa depan, bukan untuk menghabiskan energi untu
Candu.Setidaknya itulah yang Alesio rasakan ketika bercinta dengan Alana. Alesio tidak peduli dengan tanggapan jika dia dikatakan hypersex, tapi saat ini Alesio memang ingin terus melakukannya dengan Alana.. lagi dan lagi.Mereka seperti magnet yang saling tarik-menarik, tak bisa lepas satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan setiap gerakan terasa seperti keajaiban yang mereka ciptakan bersama. Mereka saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, menggali keintiman yang mendalam di antara mereka.“You’re so beautiful, Amour” bisiknya parau di telinga Alana. Bibirnya menyisir lembut leher Alana serta memberikan kiss mark sebagai tanda kepemilikannya.Tangan Alesio kemudian bergerak turun ke payudara dan perut Alana, lalu beralih pada pangkal paha Alana yang memang tidak menggunakan apapun. Kondisi keduanya sama-sama telanjang, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Alana merespon dengan desahan kecil yang terputu
“Aku tidak tertarik pada mereka, Ale. Aku bukan dirimu yang suka berganti-ganti pasang di tiap club malam”Alesio membatu, seharusnya yang dia khawatirkan bukan Alana tertarik pada Grey namun apa yang akan Ezel ucapkan pada Alana.“Berniat menjelaskan… Alesio Kingston” Ucap Alana dengan senyum lebar sambil mengarahkan pistolnya pada dada AlesioAlesio menahan pistol itu dengan jari telunjuknya “Sepat sekali senjata ini terarah padaku” Kekeh AlesioAlana tetap tenang, senyumnya tidak luntur sedikit pun. "Kau tahu, Ale, kadang-kadang aku merasa ragu dengan dirimu” Ucap Alana membuat pandangan Alesio menajam“Jangan Denial Alana” Desisnya. Matanya menatap tajam Alana yang kini memegang senjata di depannya. "Aku tahu aku punya kesalahan, tapi ini tidak benar-benar relevan sekarang. Kau sendiri juga sudah tahu bagaimana aku di masa lalu."Alana hanya tertawa, senyumnya terlihat mengejek
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu