Alana menatap Alesio, mencoba menelisik maksud ucapan Alesio “Apa aku harus melakukan itu?” Tanya Alana menarik wajah sedikit menjauhAlesio tersenyum miring “Tergantung padamu. Masih ada lebih dari 200 hari sampai waktu kesepakatan kita Alana” tangannya terulur mengusap rambut Alana. Matanya menatap Alana intens, menyorot netra hazel yang menatapnya tajam“Bagaimana aku mengukurnya?” Tanya Alana“Tubuhmu hanya bagian terkecil Alana” Ucap Alesio membuat Alana tak mengertiBaru saja Alana hendak berbicara, deringan ponsel Alesio berbunyi. Dia mendorong mundur kursinya lalu berjalan keluar dari ruang makan, netra Alana menatap punggung Alesio yang menjauh lalu setelahnya kembali melanjutkan makan siangnya.Beberapa menit kemudian Alesio kembali dengan ekspresi tampak kesal“Ada apa?” Tanya Alana“Aku harus pergi, lakukanlah apa yang kau inginkan disini, tunggu aku nanti malam” Alesio mengecup kening Alana sebelum berlalu meninggalkan AlanaAlana terdiam sejenak setelah Alesio pergi, tan
Sore harinya, Alana menatap ikan-ikan yang berenang di kolam. Kali ini Alana nampak melamun, ada banyak kerisahan dalam benaknya.Tindakannya untuk melaporkan papanya dengan bantuan Mic dan kakek Igrit berputar menjadi satu dengan masalah perusahaan peninggalan ibunya yang diambang kebangkrutan serta Henry yang mengiriminya pesan mengancam“Apa pilihanku tepat, kek” Tanya Alana, suaranya gemetar oleh kecemasan. Sejujurnya, Alana tahu jika sebagian besar rencananya dapat terlaksana dengan mudah karena adanya campur tangan Alesio.Alana sadar bahwa Alesio memainkan peran besar. Meskipun tidak diungkapkan secara eksplisit, Alana menyadari bahwa Alesio diam-diam mengerahkan anak buahnya untuk menambah bukti atas kejahatan yang dilakukan oleh Andre.Seperti beberapa saat yang lalu saat Alana melihat berita tentang Andre yang juga diduga melakukan korupsi proyek strategis. Ini membuatnya semakin yakin bahwa tindakannya meminta bantuan Alesio untuk m
Alesio mengerjapkan matanya berulang kali, berusaha mentralisir cahaya matahari yang kini menerpa wajahnya. Ia melirik jam di atas nakas di samping tempat tidur. Pukul setengah tujuh pagi dan ia tidak menemukan Alana di sampingnya.Dengan sedikit tergesa, Alesio bangun dari tempat tidur. Ia menyingkirkan selimut dan melangkah keluar, menuruni tangga dengan langkah cepat, mencari keberadaan Alana."Mau kemana?" Tanya Alesio saat melihat Alana dengan sport bra berwarna hitam dan hotpant senada, kakinya terbalut sepasang sepatu sneakers putih lengkap dengan kaos kaki putihnya."Jogging" jawab Alana singkat."Tumben" balas Alesio sambil mengernyitkan kening."Aku butuh angin segar untuk menjernihkan pikiranku.""Dengan pakaian seperti itu?" Tanya Alesio, matanya memindai Alana dari bawah hingga atas."Memangnya kenapa? Selain dress, dan dalaman aku tidak punya pakaian lain" ucap Alana dengan nada sedikit menyindir."Aku akan member
Alana memotong wortel dengan rambut yang setengah basah. Dia sudah mandi setelah sebelumnya melakukan jogging bersama. Sebenarnya, Alesio sedikit memaksa Alana untuk mandi bersama, namun hal itu harus gagal karena kedatangan orang tuan Dante yang tiba-tiba ke mansion mereka. Alana tau kedatangan Shia dan Dante di Mansion semata-mata untuk memastikan kondisinya pasca berita tentang Andre yang menggemparkan media sosial bahkan sampai mancanegara, dan setelah berbincang panjang, Shia mengajaknya masak bersama. “Airnya sudah mendidih” Seru Shia “Ini wortel sama kentangnya, ma” ucap Alana “Langsung masukan saja” Balas Shia Dengan penuh semangat, Alana mengangkat wortel dan kentang ke dalam panci yang sudah mendidih. Dia merasa hangat dan nyaman di antara kehadiran Shia. Alana teringat masa kecilnya ketika ikut memasak dengan Saras, mamanya Namun, di tengah-tengah kesibukan memasak, Alana merasa sentuhan tangan Alesio yang sesekali menyentuh punggungnya membuatnya merasa berdebar. Hat
Sebulan berlalu sejak setelah kedatangan Shia. Hari-hari dilalui Alana dengan kesibukannya menyelesai tugas akhir dan melakukan sidang secara online, setelahnya Alana hanya bermalas-malasan di mansion sambil sesekali membaca berita, mengikuti perkembangan kasus Andre dan kabar perusahaan yang diambang kepailtian, bahkan sekumpulan pegawai diberitakan melakukan mogok paksa dan demo karena gaji mereka yang belum dibayarkan.Namun semua itu nampak diselesaikan oleh Henry, tentu saja dengan beberapa bantuan kecil dari Alana yang dituruntangani oleh Alesio.Alana mengetuk pintu ruang kerja Alesio lalu membukanya tanpa menunggu jawaban. Selama sebulan ini juga hubungan Alana dan Alesio cukup berkembang. Alana sering mengunjungi ruang kerja Alesio sekedar untuk mengantarkan kopi, cemilan, atau bertanya beberapa halAlana melangkah masuk ke ruang kerja Alesio dengan langkah ringan, membawa sepiring cemilan dan secangkir kopi panas.Ruangan itu masih seperti biasa, teratur dan tertata rapi,
Setelah Alana pergi, Alesio merasa gelisah. Dia menggebrak mejanya dengan kekuatan yang cukup membuat beberapa barang di atasnya berguncang.Melihat ekspresi Alana tadi membuatnya merasa tidak nyaman. Rasanya dia ingin menarik Alana dalam pelukannya dan menjelaskan segala sesuatu, tetapi dia tahu itu tidak mungkin.‘Kau hanya ingin Alana menerima semua sisi dirimu, termasuk sisi bajinganmu yang suka bermain dengan banyak wanita.’ bisikan dalam dirinya terdengar begitu jelas. Alesio mengusap wajahnya dengan frustrasi. ‘Kau akan kehilangannya!’"F*ck!" gumam Alesio dengan penuh frustrasi. Dia merasa terjepit di antara perasaan yang saling bertentangan. Pikiran ini membuatnya semakin bingung.Bukan seperti ini yang dia inginkan. Alesio merasa terombang-ambing oleh perasaan yang asing dalam dirinya.Di satu sisi, ada kerinduan untuk menjelaskan segalanya pada Alana, meminta pengertian, dan memperbaiki kesalahannya. Di sisi lain,
Alana bangun dari tidurnya. Matanya sedikit melebar karena posisi tidurnya. Sejak kapan ia berada dalam pelukan Alesio. Padahal semalam, pria itu meninggalkannya setelah mempermalukannya“Selamat pagi, Alana” Alesio menyapa. Pria itu membuka matanya beberapa detik setelah Alana terjagaDalam hati Alana tersenyum miris. Hebat sekali Alesio selalu bisa santai, seolah tidak ada masalah diantara merekaAlana menjauhkan tangan Alesio dari perutnya “Bukannya kita setuju kembali pada kesepakatan awal” Alana berucap sambil tersenyum sinis“Dan kesepakatan itu membebaskanku menyentuhmu” Alesio menanggapi dengan santai sambil memainkan ujung rambut AlanaAlana terkekeh hambar “Benar, aku hampir lupa jika kau orang yang seperti itu. jangan lupa ucapanmu, kita kembali ke Indonesia hari ini” Alana turun dari ranjang dan melangkah menuju ke kamar mandiAlesio menghela napas, inilah alasannya menyelesaikan se
Persidangan itu dinyatakan ditunda sampai minggu depan, Alana berjalan keluar bersama namun suara Yulina menghentikannya“Alana” Panggil Yulina dengan senyum palsu. Saat dia melangkah mendekati Alana, Yulina menatapnya dengan tatapan tajam yang membuat bulu kuduk Alana merinding. "Kau berani datang ke sini?" ucap Yulina dengan suara dingin.Alana menatap Yulina "Aku memiliki alasan untuk berada di sini" jawabnya dengan mantap.Yulina tersenyum sinis. "Jangan berpikir kau bisa melangkah begitu saja tanpa konsekuensi, Alana. Jangan lupakan siapa yang sebenarnya mengendalikan situasi ini."Alana tersenyum miring "Kamu takut semuanya terbongkar sampai mengancamku huh?" ucapnya dengan tegas.Yulina hanya tersenyum penuh makna, meninggalkan Alana dengan perasaan campur aduk di dalam hatinya.“Kak Ana” Panggil Linda“Iya Linda, lama gak ketemu” ucap Alana sambil memeluk LindaAlana merasakan kehanga
Alesio melingkarkan tangannya di pinggang ramping Alana dan mengelusnya pelan, bibir pria itu menicum leher putih Alana yang terekspos.Alana tersentak, dia melirik Alesio yang masih setia menciumi lehernya.“Kamu ini sedang apa sih?” tanyanya“kau wangi” Ucap Alesio. Pria itu menggigit leher Alana membuat gadis itu kaget.“Bisa kamu hentikan, aku sedang memasak”Alesio tidak menggubris ucapan Alana, pria itu masih menciumi lehernya, menikmati aroma yang mampu membuat Alesio kecanduan.Alana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini, merasakan ketidaknyamanan dan kebingungan mencampuradukkan perasaannya.“Tolong, Alesio” desisnya lagi, mencoba untuk meminta dengan lebih tegas agar Alesio menghentikan tindakannya. Tetapi dia juga merasa sulit untuk menolaknya sepenuhnya, terpesona oleh keintiman yang mereka bagikan.“Ini hukuman mu karena memasak di rumahku” Ucapny
“KAKEKKKK!” Alana berteriak keras begitu melihat Kakek Igrit sedang berdiri memandangi pohon mahoni di samping rumah.Kakek Igrit memalingkan pandangannya dari pohon yang dia amati dengan penuh konsentrasi. Senyum hangat terukir di wajahnya ketika melihat Alana mendekatinya dengan cepat.“Di mana Alesio, Nak?” tanyanya dengan suara lembut, matanya memancarkan kekhawatiran.Alana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Dia sedang ada urusan, Kakek” ucapnya tanpa raguKakek Igrit mengangguk mengerti, tetapi matanya tetap penuh dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, Nak” katanya dengan lembut, sebelum melangkah menuju pintu masuk rumah dengan langkah perlahan. Alana mengikuti di belakangnya, merasa lega bahwa dia memiliki seseorang yang selalu memahami dan peduli padanya.“Bagaimana kondisi perusahaan?” tanya kakek Igrit, berubah dari kekhawatiran pribadi
Alesio meloncat keluar dari mobil mewah dengan wajah yang penuh kemarahan. "Keluar!" teriaknya, suaranya gemetar oleh kemarahan.Diana keluar dari rumah dengan wajah sumringah, dia senang Alesio menemuinya “Al, aku merindu- Akh” Diana memekikAlesio menarik tangan Diana dan mencekik leher wanita itu, bahkan dengan mudahnya sedikit mengangkat tubuh Diana hingga tak menampak pada tanah“Alesio” Clark berteriak.Alesio cukup kaget melihat Clark yang keluar dari rumah Diana. Dia mendekat pada Alesio, meraih tangan Alesio yang bahkan kaku untuk ditarikAlesio tenggelam dalam lautan pikirannya yang gelap, tak terganggu oleh kehadiran Clark yang mencoba memanggilnya. Satu-satunya fokusnya adalah memadamkan nyala kebencian yang berkobar di dalam dirinya, kebencian yang diarahkan kepada Diana, sosok yang dianggapnya sebagai biang keladi dari kepergian Alana."ALESIO!" Clark berteriak, mencoba memperoleh perhatian pria it
“Aku hamil anak Alesio”Alana mengulas senyum tipis sambil menatap wanita cantik berambut blonde didepannya“Benarkah? Kau yakin itu miliknya?” Tanya Alana, dia meletakkan tangannya dan menopang dagu, menatap Diana dengan senyum tipis"Ya, aku yakin, memangnya siapa lagi pria yang menyentuhku selain Al" Diana menjawab dengan percaya diri, sambil menggerakkan rambutnya yang tergerai lembut ke belakang telingaAlana menganggukan kepalanya“Selamat” Ucap Alana yang membuat Diana terpaku, dia tidak menyangka dengan respon yang diberikan Alana“Kau tidak marah?” Tanya Diana. Seharusnya Alana marah padanya lalu dia akan menjatuhkan diri hingga menyebabkan keguguran untuk meraih simpati publik namun Alana justru hanya menggelengkan kepala ringan“Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga” Ucap Alana, tangannya meraih gelas dan menyesap kopi didalamnya“Ke-kenapa?” tanya Diana meminta penjelasan lebih lanjut“Aku sudah memutuskan untuk fokus pada masa depan, bukan untuk menghabiskan energi untu
Candu.Setidaknya itulah yang Alesio rasakan ketika bercinta dengan Alana. Alesio tidak peduli dengan tanggapan jika dia dikatakan hypersex, tapi saat ini Alesio memang ingin terus melakukannya dengan Alana.. lagi dan lagi.Mereka seperti magnet yang saling tarik-menarik, tak bisa lepas satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan setiap gerakan terasa seperti keajaiban yang mereka ciptakan bersama. Mereka saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, menggali keintiman yang mendalam di antara mereka.“You’re so beautiful, Amour” bisiknya parau di telinga Alana. Bibirnya menyisir lembut leher Alana serta memberikan kiss mark sebagai tanda kepemilikannya.Tangan Alesio kemudian bergerak turun ke payudara dan perut Alana, lalu beralih pada pangkal paha Alana yang memang tidak menggunakan apapun. Kondisi keduanya sama-sama telanjang, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Alana merespon dengan desahan kecil yang terputu
“Aku tidak tertarik pada mereka, Ale. Aku bukan dirimu yang suka berganti-ganti pasang di tiap club malam”Alesio membatu, seharusnya yang dia khawatirkan bukan Alana tertarik pada Grey namun apa yang akan Ezel ucapkan pada Alana.“Berniat menjelaskan… Alesio Kingston” Ucap Alana dengan senyum lebar sambil mengarahkan pistolnya pada dada AlesioAlesio menahan pistol itu dengan jari telunjuknya “Sepat sekali senjata ini terarah padaku” Kekeh AlesioAlana tetap tenang, senyumnya tidak luntur sedikit pun. "Kau tahu, Ale, kadang-kadang aku merasa ragu dengan dirimu” Ucap Alana membuat pandangan Alesio menajam“Jangan Denial Alana” Desisnya. Matanya menatap tajam Alana yang kini memegang senjata di depannya. "Aku tahu aku punya kesalahan, tapi ini tidak benar-benar relevan sekarang. Kau sendiri juga sudah tahu bagaimana aku di masa lalu."Alana hanya tertawa, senyumnya terlihat mengejek
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu