“Ini surat perjanjian pernikahan kita. Aku akan jelaskan lebih dulu poin-poin di dalamnya.” Danish memberikan berkas berisikan perjanjian dengan Isha.
Isha menerima berkas berisi surat perjanjian pernikahan yang diberikan Danish padanya. Namun, dia lebih tertarik untuk mendengarkan lebih dulu apa yang dijelaskan Danish.
“Pertama, kamu akan bercerai dengan suamimu sebelum menikah dengan aku.” Danish menjelaskan poin pertama. “Kedua kamu harus melalui serangkaian pemeriksaan rumah sakit untuk memastikan kesehatan.” Danish menjelaskan pada Isha.
“Pemeriksaan kesehatan ini untuk apa?” Isha menatap Danish. Baru satu poin dia sudah dibuat pusing.
“Memastikan kamu sehat dan tidak terkena penyakit menular. Serta memastikan jika kamu bisa hamil.” Danish merasa harus berhati-hati mengingat bisa saja dia akan tertular penyakit.
Pemeriksaan itu seperti tuduhan untuk Isha. Padahal dia sehat-sehat saja. Lagi pula dia hanya berhubungan dengan suaminya saja. Namun, Isha harus bersabar. Di sini dia harus mengikuti semua perintah Danish.
“Ketiga, kita akan menikah sampai kamu dapat melahirkan anak untukku.” Danish kembali memberitahu perjajian yang kedua.
“Jika pernikahan terjadi sampai melahirkan saja. Artinya semakin saya cepat hamil dan melahirkan. Semakin cepat kita bercerai?” Isha kembali bertanya pada Danish ketika mendengarkan poin ketiga yang diucapkan Danish.
“Benar. Semakin cepat kamu hamil dan melahirkan anakku, maka semakin cepat juga kita akan bercerai. Mungkin kita bisa bercerai antara sepuluh bulan sampai setahun. Tapi, jika kamu tidak kunjung hamil, kita akan semakin lama di dalam ikatan pernikahan.” Danish mencoba menjelaskan. Dia memang tidak berniat berlama-lama. Baginya, dapat anak sudah lebih dari cukup.
Isha mengerti yang dijelaskan Danish. Tentu saja dia mau cepat bercerai dengan Danish. Jadi dia berharap bisa segera hamil.
‘Jika aku cepat hamil, artinya Abra akan cepat dibebaskan.’
Isha merasa kehamilannya akan menentukan nasib Abra juga. Jadi semua tergantung berapa lama dia akan hamil nanti. Dia hanya berharap Tuhan memberikan kehamilan cepat mungkin nanti.
“Keempat, suamimu akan dibebaskan setelah kamu hamil. Tapi, dia tidak boleh menemuimu selama masa kehamilan itu terjadi.” Danish menjelaskan kembali poin keempat dalam perjanjian pernikahan.
“Kenapa dia tidak boleh menemui saya?” Isha dengan polosnya bertanya kembali.
“Aku mau anak itu murni anakku. Tidak mau sampai ada darah orang lain mengalir di tubuhnya.” Danish memberikan senyum seringai.
“Apa Anda menuduh aku akan melakukan hubungan intim dengan orang lain selama pernikahan?” Isha mengerti ke mana arah pembicaraan itu.
“Kita tidak tahu apa yang terjadi ke depan. Jadi aku harus berjaga-jaga. Apalagi dia bekas suamimu. Bisa saja kalian saling merindukan dan melakukan hubungan intim lagi.”
Isha menahan geramnya. Merasa benar-benar kesal karena Danish menuduhnya yang tidak-tidak, padahal itu belum terjadi. Baginya pernikahan adalah hal yang sakral. Tidak akan pernah dia melakukan hubungan dengan pria lain selama pernikahan.
“Tenang saja. Saya tidak akan melakukan hal itu.”
“Bagus jika begitu.” Danish mengangguk-anggukan kepalanya. Berusaha percaya.
“Poin kelima. Kamu akan tinggal di rumahku selama pernikahan. Dilarang pergi tanpa izin. Dilarang melakukan hal buruk selama kehamilan, seperti minum minuman beralkohol, memakai barang terlarang, atau apa pun yang membahayakan kandungan.”
Isha mengangguk mengerti. Dia tentu saja akan menjaga kandungan dengan baik. Agar bisa segera terbebas dari Danish.
“Keenam, aku akan berikan kompensasi sebanyak dua ratus juta untukmu setelah melahirkan. Kamu bisa pergi jauh dari kehidupanku. Jangan pernah muncul di hadapanku lagi. Jika anak itu sudah besar, kamu tidak boleh mengaku sebagai ibunya karena aku akan membuat kesan mantan istriku adalah ibunya.”
Mendengar ucapan Danish membuat hati Isha sedikit sakit. Ternyata saat jadi ibu, dia harus sekejam itu. Meninggalkan anaknya begitu saja. Demi Abra, dia akan melakukannya. Lagi pula kelak dia akan punya anak dengan Abra.
“Itu enam poin yang harus kamu lakukan. Jika kamu setuju isi data dirimu di kertas itu dan berikan tanda tangan.”
Isha melihat surat perjanjian pernikahan. Poin yang dijelaskan oleh Danish tertera di dalam surat tersebut. Dia juga sudah mengerti karena Danish sudah menjelaskan dengan rinci. Melihat memang tidak ada yang aneh. Akhirnya Isha menandatangani surat perjanjian pernikahan tersebut.
Danish cukup senang ketika Isha menandatangani surat perjanjian itu. Artinya sebentar lagi dia akan dapat menuruti sang papi untuk memberikan keturunan. Jika sudah seperti ini, dia tidak akan dicoret dari daftar warisan IZIO Grup.
“Besok Dino akan menjemputmu untuk ke rumah sakit.”
“Baiklah.” Isha mengangguk.
Setelah menandatangani perjanjian itu, Isha segera pergi. Danish segera memanggil Dino. Meminta asistennya itu membuat surat perceraian antara Isha dan Abra. Serta meminta Abra menandatangani perjanjian juga. Danish tidak mau rugi di kemudian hari jika tidak ada perjanjian dengan Abra.
***
Dino pergi ke penjara bersama pengacara pagi ini. Menemui Abra untuk meminta tanda tangan surat perceraian dan surat perjanjian dengan Danish.
“Ini berkas perceraian Anda. Silakan tanda tangani untuk proses perceraian Anda dengan Nona Isha.” Dino memberikan surat perceraian pada Abra.
Abra melihat jika Danish benar-benar akan menikahi Isha. Terbukti pria itu sudah membuat surat cerai untuknya. Tanpa pikir panjang, Abra langsung menandatangani surat cerai tersebut.
“Ini surat perjanjian Anda dengan Pak Danish untuk pembebasan Anda kelak.” Setelah Abra menandatangani surat perceraian, dia menyodorkan surat perjanjian.
Abra segera membaca surat perjanjian tersebut. Di dalam perjanjian itu tertulis jika hutang tersebut sekarang dialihkan ke Nikeisha Kaula. Abra akan dibebaskan setelah Isha hamil anak dari Danish Morgan Fabrizio. Di dalam perjanjian juga tertera, jika Abra tidak boleh menemui Isha setelah bebas dari penjara. Jika semua dilakukan, maka Danish akan menuntut Abra.
Tanpa berbasa-basi Abra langsung menandatangani perjanjian tersebut. Bayang-bayang kebebasan sudah di depan mata. Jadi dia tidak mau melepaskan kesempatan itu.
Dino hanya tersenyum tipis melihat Abra. Pria itu cukup kejam menurutnya. Karena mengorbankan istrinya agar bisa bebas dari penjara.
Dari penjara, Dino segera menjemput Isha di rumahnya. Sebelum berangkat ada beberapa hal yang dilakukan Dino.
“Ini surat perceraian Anda. Silakan ditandatangani.” Dino menyerahkan berkas pada Isha.
Isha hanya bisa memandangi berkas perceraian dirinya. Rasanya benar-benar seperti mimpi. Karena akhirnya dia bercerai dengan suaminya. Namun, demi kebaikan sang suami. Dia harus melakukannya. Dengan penuh keyakinan Isha segera menandatangani surat perceraian tersebut, kemudian memberikan pada Dino.
Dino segera memberikan berkas pada pengacara. Meminta pengacara mengurus semua secepat mungkin.
Setelah urusan berkas tersebut selesai, akhirnya Dino mengajak Isha untuk melakukan pemeriksaan kesehatan.
Di rumah sakit Isha melakukan pemeriksaan kesehatan. Ternyata banyak sekali pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh Isha. Sampai-sampai saat siang baru selesai melakukan pemeriksaan kesehatan.
Dari rumah sakit, Isha langsung pergi ke butik. Di butik Isha diminta untuk memilih kebaya pengantin. Isha mencoba kebaya pengantin. Kemudian Dino akan memotretnya. Mengirimkan pada Danish. Jika Danish tidak suka, Isha akan mengganti kebaya pengantin berikutnya.
Beberapa kali Isha mencoba kebaya pengantinnya. Tentu saja melakukan itu sangat melelahkan sekali. Apalagi beberapa kali harus berganti-ganti terus.
Akhirnya setelah sekitar tujuh kebaya dicoba Isha, Danish menyukai satu kebaya terakhir yang dipakai oleh Isha. Dino pun segera membayar kebaya pengantin tersebut. Kemudian membawanya pulang. Dino segera mengajak Isha untuk pulang.
“Pak Dino, boleh saya tanya?” Isha menatap Dino yang sedang sibuk menyetir di kursi kemudi.
“Silakan.” Dino melihat Isha dari pantulan kaca yang berada di atas dashboard.
“Seperti apa Pak Danish itu?” Isha begitu penasaran sekali.
“Dia pria baik dan bertanggung jawab.”
Jawaban itu tidak memuaskan sekali bagi Isha. Seolah Dino tidak mau menjelekkan atasannya itu. Alih-alih memberikan pertanyaan lagi, dia memilih untuk diam dan melihat jalanan yang dilalui.
Mobil terus melaju membelah jalanan malam ibu kota. Dari pagi Isha sibuk sekali hingga malam hari barulah semua selesai. Saat memerhatikan jalanan yang dilalui, Isha merasa ada yang aneh, karena jalanan yang dilaluinya itu bukan ke rumahnya.
“Pak Dino mau bawa saya ke mana?” tanya Isha.
“Anda akan tinggal di apartemen Pak Danish selama menunggu pernikahan. Anda tidak boleh bertemu dan melakukan apa pun tanpa pengawasan Pak Danish selama masa tunggu pernikahan.” Dino menjelaskan pada Isha ke mana dia akan membawa Isha.‘Belum apa-apa dia sudah memenjarakan aku.’Isha mengembuskan napasnya kasar. Dia merasa Danish benar-benar keterlaluan dan berlebihan. Lagi pula apa yang akan dilakukannya. Tentu saja dia tidak akan melakukan apa pun.“Tapi, aku tidak membawa baju.” Isha tidak membawa apa-apa karena tadi niatnya memanglah hanya untuk melakukan tes kesehatan dan ke butik.“Pak Danish sudah menyiapkan baju untuk Anda di apartemen. Jadi Anda tidak perlu pulang.”Isha tidak habis pikir. Padahal baru kemarin mereka bertemu, tetapi Danish begitu cepat sekali mempersiapkan segala hal. Akhirnya Isha pasrah saja ketika akan dibawa ke apartemen milik Danish.Isha sampai di apartemen. Saat sampai dia dikejutkan dengan apartemen yang cukup besar. Ukurannya berlipat-lipat dari ukur
Danish dan Isha sampai di depan kamar. Danish membuka pintu kamar hotel dengan access card. Saat pintu terbuka, dia melebarkan pintu untuk memberikan ruang pada Isha untuk masuk ke dalam kamar lebih dulu.Segera Isha mengayunkan langkahnya masuk ke kamar pengantin. Jantungnya berdegup kencang ketika sampai di kamar pengantin. Apalagi saat baru masuk aroma semerbak bunga mawar tercium. Isha yakin jika kamar pengantin pasti didekorasi dengan bunga-bunga untuk menyambut pengantin baru. Tentu saja itu membuatnya semakin berdebar-debar.Danish yang berada di belakang Isha menyalakan lampu dengan access card yang dibawanya. Saat lampu menyala, terlihat jelas pemandangan di dalam kamar pengantin. Tempat tidur yang dihiasi bunga mawar berbentuk love tampak indah menyambut mereka. Apalagi ditambah dua angsa yang saling berciuman yang terbuat dari handuk di dalam bunga berbentuk love. Tampak romantis sekali.Isha menatap Danish sejenak ketika pemandangan itu terlihat. Namun, pria itu tampak din
Danish mengangkat cangkir berisi kopi miliknya. Dia masih santai menikmati kopi miliknya. Tidak buru-buru menjawab pertanyaan Isha.Isha gemas sekali dengan Danish yang tidak kunjung menjawabnya. Namun, dia harus bersabar. Tidak mau membuat keributan di tempat umum. Tidak lucu bukan jika pengantin baru sudah ribut.“Kamu yang membuat aku tidak kembali ke kamar.” Dengan enteng Danish menjawab.Dahi Isha berkerut dalam. Dia memikirkan apa salahnya hingga membuat Danish tidak bisa kembali ke kamar.“Aku sudah mengetuk berkali-kali, tetapi kamu tidak membuka pintu kamar. Hingga aku terpaksa membuka satu kamar lagi untuk tidur.”Akhirnya Isha tahu alasan Danish. Isha merasa malu sekali ketika ternyata dirinya yang salah. Jadi yang membuat Danish tidak kembali ke kamar adalah dirinya sendiri. Jadi tidak seharusnya dia marah pada Danish.“Saya lelah, jadi tidak dengar.” Isha malu-malu menjawab.Danish menatap sinis. Benar dugaannya jika Isha tidur. “Cepatlah sarapan. Setelah ini kita pulang.
Danish menarik senyum tipis. Nyaris tidak terlihat. Merasa tergelitik dengan pertanyaan Isha. Merasa lucu dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Isha.“Aku akan ke kamarmu untuk melakukannya. Jadi tenanglah. Sekali pun kita tidak tinggal satu kamar, kita masih bisa melakukannya.” Dia mencoba menjelaskan.Isha akhirnya menemukan jawaban atas pertanyaannya itu.“Apa kamu begitu ingin tidur di kamarku?” tanya Danish menyeringai.“Bukan begitu hanya saja ….” Isha mengantung ucapannya. Memilah kalimat yang pas untuk diberikan pada Danish. Isha seketika pucat ketika mendapat pertanyaan itu. Bukan itu yang diinginkan Isha. Dia hanya ingin segera memiliki anak. Jadi dia pikir jika tidur bersama akan membuatnya sering melakukan hubungan intim dengan Danish.Melihat wajah pucat dari Isha, membuat Danish ingin tertawa. Danish senang mengerjai Isha. Karena wajahnya selalu panik ketika dirinya bicara.“Aku akan pergi dulu. Ada urusan. Aku akan pulang sebelum malam.” Sayangnya, Danish tidak punya
Dino begitu terkejut ketika mendengar ucapan Isha. Tidak menyangka jika istri atasannya itu meminta hal itu.“Tapi, Pak Danish di luar kota, Bu.”“Iya, aku tahu. Makanya aku mau menyusulnya.” Suara Isha yang kekeh ingin pergi terdengar dari sambungan telepon. Terdengar keinginan Isha sudah bulat.“Saya hubungi Pak Danish dulu. Jika Pak Danish mengizinkan saya akan atur keberangkatan Bu Isha.”“Baiklah.” Dino segera mematikan sambungan telepon dengan Isha. Kemudian mencari kontak Danish di ponselnya. Dia haru menghubungi Danish lebih dulu untuk mengkonfirmasi. Sayangnya, teleponnya tidak kunjung diangkat oleh Danish. Dino yakin Danish sedang sibuk dengan pembukaan toko.“Kenapa?” Dina, istri Dino bertanya ketika melihat suaminya sedikit panik.“Istri Danish mau menyusul Danish.” Dino memberitahu istrinya.“Lalu apa masalahnya?”“Danish tidak mengangkat teleponku. Aku harus tanya dulu, apakah boleh istrinya menyusul.” Dino terus berusaha menghubungi Danish.“Wanita itu istrinya. Biarka
“Pak-Pak. Tolong jelaskan siapa saya.” Isha langsung berusaha untuk meminta tolong pada karyawan yang menjemputnya itu. Petugas keamanan yang begitu galak membuat otaknya seketika tidak bisa berpikir untuk menjelaskan siapa dirinya.“Iya, saya mengenal wanita ini.” Karyawan IZIO itu pun langsung menjawab pertanyaan petugas keamanan.“Siapa dia? Kenapa bisa berada di ruangan karyawan?” Petugas keamanan menatap karyawan tersebut.“Beliau istri Pak Danish.” Karyawan IZIO itu memberitahu.Petugas keamanan langsung terkejut ketika mengetahui siapa wanita yang hendak dibawanya ke ruang keamanan itu. Dengan segera dia menyingkirkan tangannya yang berada di lengan Isha.“Kamu yakin?” Petugas keamanan masih memastikan lagi.“Iya, saya yakin. Karena saya sendiri yang menjemput ke bandara.”Mendengar penjelasan itu membuat petugas keamanan begitu takut sekali. Dia tidak menyangka jika yang hendak ditariknya ke kantor keamanan adalah istri CEO IZIO Grup. “Maafkan saya, Bu. Maafkan saya. Saya bena
Isha menikmati lagu yang sedang ditunjukkan anak kecil di sebelahnya. Karena mendengarkan dengan airphone, suara lagu tersebut terdengar begitu nikmat sekali.“Wah … suara kamu bagus sekali.” Isha melepaskan airphone dan memberikan pada anak kecil.“Aku mau audisi. Jadi aku sedang banyak belajar.” Dengan percaya diri anak kecil itu bercerita.“Semoga kamu menang.” Isha membelai lembut rambut anak kecil itu.Di saat Isha sedang menikmati waktu bersama seorang anak kecil yang ditemui di kursi tunggu, Danish sedang sibuk mencari Isha. Danish mencari di setiap sudut toko sampai ke depan toko.Beruntung akhirnya dia mendapatkan Isha di kursi ruang tunggu. Tampak dia bersama anak kecil, tetapi anak kecil itu segera pergi. Meninggalkan Isha sendiri.Danish yang gemas dengan sang istri segera menghampiri. Dia langsung menarik tangan Isha. Membuat wanita itu cukup terkejut.“Pak Danish.” Isha mengulas senyum ketika akhirnya melihat Danish di depannya.“Apa kamu tidak dengar jika ada panggilan
Mendapati pertanyaan itu Isha jadi ragu untuk menjawab. Namun, tentu saja dia harus menjelaskan apa yang membuatnya datang mencari Danish.“Kita belum malam pertama. Jadi aku ke mencarimu untuk mengajakmu malam pertama.” Ragu-ragu Isha menjelaskan apa yang membuatnya datang mencari Danish.Danish menyunggingkan senyum di sudut bibirnya. Ternyata istrinya itu mencarinya jauh-jauh untuk meminta malam pertama.“Apa kamu sudah tidak sabar untuk malam pertama denganku?” Danish mengikis jarak di antara mereka.Melihat Danish yang semakin dekat membuat Isha benar-benar berdebar. Aroma parfum maskulin perpaduan aroma woody dan manisnya vanila. Tercium lembut dan menggoda.“Aku bukan tidak sabar. Aku ingin suamiku cepat keluar dari penjara.”Seketika tawa Danish terdengar. Tawa itu terdengar meledek sekali. “Apa kamu lupa jika dia adalah mantan suamimu?” tanyanya meledek. Dia merasa geli mendengar Isha memanggil pria berengsek yang sudah mengambil uang perusahaan itu dengan sebutan ‘suamiku’.
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan