Danish dan Isha sampai di depan kamar. Danish membuka pintu kamar hotel dengan access card. Saat pintu terbuka, dia melebarkan pintu untuk memberikan ruang pada Isha untuk masuk ke dalam kamar lebih dulu.
Segera Isha mengayunkan langkahnya masuk ke kamar pengantin. Jantungnya berdegup kencang ketika sampai di kamar pengantin. Apalagi saat baru masuk aroma semerbak bunga mawar tercium. Isha yakin jika kamar pengantin pasti didekorasi dengan bunga-bunga untuk menyambut pengantin baru. Tentu saja itu membuatnya semakin berdebar-debar.
Danish yang berada di belakang Isha menyalakan lampu dengan access card yang dibawanya. Saat lampu menyala, terlihat jelas pemandangan di dalam kamar pengantin. Tempat tidur yang dihiasi bunga mawar berbentuk love tampak indah menyambut mereka. Apalagi ditambah dua angsa yang saling berciuman yang terbuat dari handuk di dalam bunga berbentuk love. Tampak romantis sekali.
Isha menatap Danish sejenak ketika pemandangan itu terlihat. Namun, pria itu tampak dingin melihat pemandangan di depannya.
“Bajumu di lemari.” Suara bass milik Danish terdengar memecah keheningan.
“Ba-baik, Pak.” Isha mengangguk.
Suara Danish itu terdengar begitu menyeramkan. Aura dingin terasa hingga membuat Isha merinding sendiri. Menurut Isha, Danish misterius. Dia belum tahu sifat pria yang baru saja menjadi suaminya itu.
Isha merasa tidak nyaman ketika memakai kebaya. Terasa sesak apalagi perutnya diberikan korset agar terlihat langsing. karena itu dia segera mengambil baju yang berada di dalam lemari. Isha juga ingin segera menghindari Danish. Berada di dekat Danish membuat jantungnya berdegup kencang. Takut sekali.
Danish melonggarkan dasi yang melingkar di kerah kemejanya sambil mendudukkan tubuhnya di sofa. Walaupun hanya beberapa jam saja pernikahannya, tetapi persiapan cukup melelahkan. Jadi dia ingin beristirahat sebentar.
Isha melirik ke arah Danish ketika berjalan ke kamar mandi. Pria itu tampak sedang menikmati istirahatnya di sofa. Danish yang diam membuat aura mencekam di dalam kamar pengantin terasa begitu tidak nyaman. Karena itu, Isha buru-buru ke kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, Isha membersihkan wajahnya yang dirias oleh make up. Pikirannya terus melayang memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini.
“Apa aku bisa melakukan hubungan intim dengannya?” Isha masih ragu bisa melakukannya. Apalagi tidak ada cinta di dalamnya. Tentu saja itu akan membuat Isha kesulitan sekali.
Sejenak Isha memikirkan kenapa hidupnya seketika berubah seperti ini. Dia masih merasa ini seperti mimpi saja. Baru kemarin dia menikmati indahnya pernikahan. Kemudian kabar suaminya dipenjara seperti petir yang menyambar di siang bolong. Berlanjut dengan tawaran menikah untuk dapat membebaskan sang suami. Semua datang begitu cepatnya. Kini dia berada di kamar pengantin dengan pria yang memenjarakan suaminya. Dan malam ini mereka akan melakukan malam pertama mereka sebagai sepasang suami dan istri.
“Aku harus bisa melakukannya. Ini demi Kak Abra bisa keluar dari penjara.” Isha menguatkan tekadnya. Semua ini demi sang suami. Jadi dia harus kuat menjalani ini semua.
Buru-buru Isha membersihkan tubuhnya. Bersiap untuk melakukan malam pertama dengan Danish. Apa pun yang terjadi, dia harus bisa melakukan malam pertamanya ini dan segera hamil.
Saat selesai, Isha segera keluar dari kamar mandi. Namun, alangkah terkejutnya Isha ketika tidak mendapati Danish di dalam kamar. Dia bingung ke mana perginya Danish. Padahal sebelum ke kamar mandi, dia melihat pria yang kini jadi suaminya itu duduk di sofa.
“Apa dia terlalu lama menunggu aku?” Isha bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Tadi Isha terbilang lama berada di dalam kamar mandi. Mengingat riasan di wajahnya cukup tebal. Jadi dia harus membersihkan beberapa kali.
Isha mengembuskan napasnya sambil mendudukkan tubuhnya di sofa. Padahal dia sudah bersiap untuk malam pertama, tetapi Danish justru pergi. Isha tidak punya pilihan selain menunggu lebih dulu.
Dua jam menunggu, Isha merasa Danish begitu lama sekali. Isha semakin gelisah ketika Danish tak kunjung kembali. Rasa penasarannya mengantarkan Isha untuk keluar. Mencari keberadaan Danish.
Baru saja Isha membuka pintu kamar. Namun, tiba-tiba dia memikirkan sesuatu. “Apa kata orang jika aku mencari suamiku di malam pertama?” Pertanyaan itu pun terlintas di pikirannya. “Bisa jadi mereka merasa aneh ketika suami pergi di malam pertama atau mereka akan bilang aku sudah tidak sabar untuk malam pertama.” Isha menebak asumsi orang padanya saat mencari Danish.
Menimbang-nimbang hal itu, akhirnya Isha memutuskan untuk tidak melanjutkan mencari Danish. Dia tidak mau orang berpikir aneh-aneh tentangnya.
Isha kembali ke kamar. Perlahan dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia tidur di sebelah bunga berbentuk love yang berada di tempat tidur. Dia memainkan bunga-bunga tersebut sambil menunggu Danish.
Danish yang tidak kunjung datang membuat Isha perlahan memejamkan mata. Dia sudah lelah, sehingga perlahan mengantarkannya rasa kantuk. Mata yang terpejam pun akhirnya mengantarkan Isha menuju ke alam mimpi.
Danish yang baru saja dari restoran untuk bertemu teman-temannya kembali ke kamar. Karena pintu tertutup dari dalam, jadi Danish tidak bisa langsung masuk. Dia mengetuk pintu lebih dulu untuk masuk ke kamarnya.
Sekali, dua kali, tiga kali, tidak ada jawaban dari dalam kamar. Hal itu membuat Danish bingung ke mana perginya Isha.
“Apa dia belum selesai mandi?” Danish pikir dia sudah lama pergi dari kamar. Dia yakin jika saat kembali Isha sudah selesai mandi. “Apa jangan-jangan dia tidur?” Danish pun menebak-nebak apa yang dilakukan Isha. Danish benar-benar geram sekali dengan kelakuan Isha. “Dia tidak membukakan pintu untukku. Lihat saja!” Danish menyeringai. Dia merasa akan memberikan pelajaran pada Isha.
Danish segera menghubungi Dino untuk meminta teman sekaligus asistennya itu memesankan satu kamar untuknya tidur malam ini.
****
Isha yang terbangun, begitu terkejut ketika mendapati jika dirinya tertidur saat menunggu Danish. Karena tidur terlalu pulas, dia tidak menyangka sampai pagi tertidur.
“Astaga, kenapa aku ketiduran.” Isha menyesali apa yang terjadi padanya.
Sejenak Isha melihat ke sekeliling. Tidak ada keberadaan Danish. Pria itu belum kembali sejak semalam. Tentu saja itu membuatnya bertanya-tanya ke mana perginya Danish.
Isha segera keluar untuk mencari Danish. Dia berharap bisa bertemu dengan pria itu. Karena sudah pagi, hotel sudah mulai ramai. Beberapa orang sedang menikmati sarapan di restoran hotel. Tempat itulah yang dicari Isha untuk mencari Danish.
Benar saja. Dia melihat Danish yang sedang asyik menikmati secangkir kopi sendiri di sudut restoran. Tampak asyik dengan memainkan ponselnya.
Isha yang geram saat melihat Danish, segera menghampiri Danish. Dia ingin meluapkan kekesalannya itu.
“Kamu di sini?” Danish dengan santainya bertanya ketika melihat Isha di depannya.
Isha tidak menjawab ucapan Danish. Dia memilih duduk di kursi yang berhadapan dengan Danish. Tatapannya tajam ketika menatap pria yang kini jadi suaminya itu.
“Ke mana saja Pak Danish semalam? Kenapa tidak kembali ke kamar?”
Danish mengangkat cangkir berisi kopi miliknya. Dia masih santai menikmati kopi miliknya. Tidak buru-buru menjawab pertanyaan Isha.Isha gemas sekali dengan Danish yang tidak kunjung menjawabnya. Namun, dia harus bersabar. Tidak mau membuat keributan di tempat umum. Tidak lucu bukan jika pengantin baru sudah ribut.“Kamu yang membuat aku tidak kembali ke kamar.” Dengan enteng Danish menjawab.Dahi Isha berkerut dalam. Dia memikirkan apa salahnya hingga membuat Danish tidak bisa kembali ke kamar.“Aku sudah mengetuk berkali-kali, tetapi kamu tidak membuka pintu kamar. Hingga aku terpaksa membuka satu kamar lagi untuk tidur.”Akhirnya Isha tahu alasan Danish. Isha merasa malu sekali ketika ternyata dirinya yang salah. Jadi yang membuat Danish tidak kembali ke kamar adalah dirinya sendiri. Jadi tidak seharusnya dia marah pada Danish.“Saya lelah, jadi tidak dengar.” Isha malu-malu menjawab.Danish menatap sinis. Benar dugaannya jika Isha tidur. “Cepatlah sarapan. Setelah ini kita pulang.
Danish menarik senyum tipis. Nyaris tidak terlihat. Merasa tergelitik dengan pertanyaan Isha. Merasa lucu dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Isha.“Aku akan ke kamarmu untuk melakukannya. Jadi tenanglah. Sekali pun kita tidak tinggal satu kamar, kita masih bisa melakukannya.” Dia mencoba menjelaskan.Isha akhirnya menemukan jawaban atas pertanyaannya itu.“Apa kamu begitu ingin tidur di kamarku?” tanya Danish menyeringai.“Bukan begitu hanya saja ….” Isha mengantung ucapannya. Memilah kalimat yang pas untuk diberikan pada Danish. Isha seketika pucat ketika mendapat pertanyaan itu. Bukan itu yang diinginkan Isha. Dia hanya ingin segera memiliki anak. Jadi dia pikir jika tidur bersama akan membuatnya sering melakukan hubungan intim dengan Danish.Melihat wajah pucat dari Isha, membuat Danish ingin tertawa. Danish senang mengerjai Isha. Karena wajahnya selalu panik ketika dirinya bicara.“Aku akan pergi dulu. Ada urusan. Aku akan pulang sebelum malam.” Sayangnya, Danish tidak punya
Dino begitu terkejut ketika mendengar ucapan Isha. Tidak menyangka jika istri atasannya itu meminta hal itu.“Tapi, Pak Danish di luar kota, Bu.”“Iya, aku tahu. Makanya aku mau menyusulnya.” Suara Isha yang kekeh ingin pergi terdengar dari sambungan telepon. Terdengar keinginan Isha sudah bulat.“Saya hubungi Pak Danish dulu. Jika Pak Danish mengizinkan saya akan atur keberangkatan Bu Isha.”“Baiklah.” Dino segera mematikan sambungan telepon dengan Isha. Kemudian mencari kontak Danish di ponselnya. Dia haru menghubungi Danish lebih dulu untuk mengkonfirmasi. Sayangnya, teleponnya tidak kunjung diangkat oleh Danish. Dino yakin Danish sedang sibuk dengan pembukaan toko.“Kenapa?” Dina, istri Dino bertanya ketika melihat suaminya sedikit panik.“Istri Danish mau menyusul Danish.” Dino memberitahu istrinya.“Lalu apa masalahnya?”“Danish tidak mengangkat teleponku. Aku harus tanya dulu, apakah boleh istrinya menyusul.” Dino terus berusaha menghubungi Danish.“Wanita itu istrinya. Biarka
“Pak-Pak. Tolong jelaskan siapa saya.” Isha langsung berusaha untuk meminta tolong pada karyawan yang menjemputnya itu. Petugas keamanan yang begitu galak membuat otaknya seketika tidak bisa berpikir untuk menjelaskan siapa dirinya.“Iya, saya mengenal wanita ini.” Karyawan IZIO itu pun langsung menjawab pertanyaan petugas keamanan.“Siapa dia? Kenapa bisa berada di ruangan karyawan?” Petugas keamanan menatap karyawan tersebut.“Beliau istri Pak Danish.” Karyawan IZIO itu memberitahu.Petugas keamanan langsung terkejut ketika mengetahui siapa wanita yang hendak dibawanya ke ruang keamanan itu. Dengan segera dia menyingkirkan tangannya yang berada di lengan Isha.“Kamu yakin?” Petugas keamanan masih memastikan lagi.“Iya, saya yakin. Karena saya sendiri yang menjemput ke bandara.”Mendengar penjelasan itu membuat petugas keamanan begitu takut sekali. Dia tidak menyangka jika yang hendak ditariknya ke kantor keamanan adalah istri CEO IZIO Grup. “Maafkan saya, Bu. Maafkan saya. Saya bena
Isha menikmati lagu yang sedang ditunjukkan anak kecil di sebelahnya. Karena mendengarkan dengan airphone, suara lagu tersebut terdengar begitu nikmat sekali.“Wah … suara kamu bagus sekali.” Isha melepaskan airphone dan memberikan pada anak kecil.“Aku mau audisi. Jadi aku sedang banyak belajar.” Dengan percaya diri anak kecil itu bercerita.“Semoga kamu menang.” Isha membelai lembut rambut anak kecil itu.Di saat Isha sedang menikmati waktu bersama seorang anak kecil yang ditemui di kursi tunggu, Danish sedang sibuk mencari Isha. Danish mencari di setiap sudut toko sampai ke depan toko.Beruntung akhirnya dia mendapatkan Isha di kursi ruang tunggu. Tampak dia bersama anak kecil, tetapi anak kecil itu segera pergi. Meninggalkan Isha sendiri.Danish yang gemas dengan sang istri segera menghampiri. Dia langsung menarik tangan Isha. Membuat wanita itu cukup terkejut.“Pak Danish.” Isha mengulas senyum ketika akhirnya melihat Danish di depannya.“Apa kamu tidak dengar jika ada panggilan
Mendapati pertanyaan itu Isha jadi ragu untuk menjawab. Namun, tentu saja dia harus menjelaskan apa yang membuatnya datang mencari Danish.“Kita belum malam pertama. Jadi aku ke mencarimu untuk mengajakmu malam pertama.” Ragu-ragu Isha menjelaskan apa yang membuatnya datang mencari Danish.Danish menyunggingkan senyum di sudut bibirnya. Ternyata istrinya itu mencarinya jauh-jauh untuk meminta malam pertama.“Apa kamu sudah tidak sabar untuk malam pertama denganku?” Danish mengikis jarak di antara mereka.Melihat Danish yang semakin dekat membuat Isha benar-benar berdebar. Aroma parfum maskulin perpaduan aroma woody dan manisnya vanila. Tercium lembut dan menggoda.“Aku bukan tidak sabar. Aku ingin suamiku cepat keluar dari penjara.”Seketika tawa Danish terdengar. Tawa itu terdengar meledek sekali. “Apa kamu lupa jika dia adalah mantan suamimu?” tanyanya meledek. Dia merasa geli mendengar Isha memanggil pria berengsek yang sudah mengambil uang perusahaan itu dengan sebutan ‘suamiku’.
Isha membuka pintu kamar dengan segera. Tak mau sampai Danish lama menunggu. Tak mau kejadian di malam pertama kala itu terulang.Isha hanya membuka pintu sedikit saja, mengingat memakai bathrobe saja. Saat pintu terbuka, tampak Danish berada di balik pintu tersebut. Untuk sejenak Isha terpesona dengan Danish. Pria itu memakai baju santai dan tampak berbeda sekali. Tubuh Danish yang dibalut dengan kaos memperlihatkan bentuk tubuhnya.“Apa kamu akan diam saja dan tidak membuka lebar pintunya?” Danish melemparkan pertanyaan bernada sindiran.Buru-buru Isha membuka pintu kamarnya agar Danish dapat masuk. Tak mau membuat Danish kesal dan berujung membatalkan acara malam ini.Danish segera masuk ke kamar setelah Isha melebarkan pintunya. Aroma manis dari sabun tercium begitu enak ketika masuk. Danish menduga jika sepertinya Isha mandi dengan bersih seperti yang dia minta.“Sepertinya kamu benar-benar sudah bersiap.” Danish menyindir Isha.“Bukankah bagus jika aku cepat bersiap. Jika kita
Danish menikmati kucuran air yang mengguyur tubuhnya. Sesekali helaan napas berat mengiringinya ketika mengingat baru saja dia menikmati malam panas dengan Isha.“Maafkan aku,” gumam Danish seraya menyugar rambutnya.Ini adalah pertama kali setelah sekian lama dia tidak melakukan hubungan intim dengan wanita. Danish merasa ini adalah sebuah pengkhianat yang begitu berat dilakukan pada mendiang istrinya. Padahal Danish sudah berjanji jika dia tidak akan pernah menikah lagi. Tidak akan pernah menyentuh wanita selain istrinya. Namun, semua harus dilanggarnya demi memiliki keturunan.Sejak kematian sang istri, Danish memang menutup hatinya rapat-rapat hatinya. Sayangnya, desakkan keluarga membuat Danish tidak punya pilihan. Dia harus memberikan keturunan untuk keluarga Fabrizio.Pemilihan Isha sebagai alat untuk membuat anak adalah pilihan yang tepat baginya. Karena mereka punya kepentingan masing-masing. Danish hanya butuh anak, sedangkan Isha butuh suaminya bebas. Semua akan selesai jik
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan