Dalam keadaan seperti ini pasti Isha masih sangat terkejut melihat keadaan tokonya. Jadi Danish ragu jika mengantarkan istrinya ke toko. "Apa kamu sudah siap?" tanya Danish memastikan lebih dulu. "Kamu saja baru mendengar kabar ini, sudah pingsan. Apa jadinya jika aku membawamu ke sana? Pasti kamu akan pingsan lagi." Danish benar-benar takut sekali hal buruk terjadi pada istrinya. Jika sampai hal itu terjadi, pastinya dia akan menyesal sekali.Isha terdiam dia benar-benar tidak tahu reaksi apa yang akan diberikan. Apalagi tadi saat mendengar kabar kebakaran saja, sudah membuatnya terkejut sekali. Sampai-sampai pingsan."Jika kamu sudah siap, aku akan antarkan, tapi kamu harus makan dulu. Pikirkan kesehatanmu dan keadaan anak kita."Isha merasa jika dirinya akan sangat egois jika tidak memikirkan anaknya. Apalagi anaknya butuh nutrisi yang bagus."Baiklah. Aku akan makan." Isha pun akhirnya menurunkan egonya. Dia tak mau sampai anaknya jadi korban.Melihat sang istri yang mau makan, D
Isha akhirnya menangis lagi, tetapi perasaanya jauh lebih tenang dibanding tadi pagi. Mungkin karena sudah mendengar apa yang dikatakan oleh Danish tadi pagi. Tentu saja itu membuatnya jauh lebih."Terima kasih, Mi. Aku akan kuat. Mungkin benar ini musibah." Isha menganggukkan kepalanya. Membenarkan ucapan mertuanya itu.Mami Neta tidak tega sebenarnya dengan apa yang terjadi. Dia tahu jika menantunya pasti terluka."Ambil hikmahnya saja. Siapa tahu dengan begini kamu bisa fokus pada kehamilan. Nanti, jika sudah melahirkan, kamu bisa membuat toko lagi. Mulai dari nol lagi." Mami Neta berusaha untuk menguatkan menantunya itu. Sebagai orang tua, dia hanya bisa melakukan hal ini saja.Isha memegangi perutnya yang sudah mulai kelihatan besar. Dia merasa yang dikatakan mertuanya ada benarnya. Mungkin dia bisa mengambil hikmah dari semuanya ini. Lebih fokus pada kehamilannya.Selama ini Isha sudah sibuk di toko. Sampai awal-awal kehamilan pun dia terus ke toko. Hanya jika benar-benar tidak
Mendapati ada orang yang ingin membahas tentang kebakaran, tentu saja itu membuat Isha langsung tertarik."Apa yang ingin Bu Rina ceritakan?""Semalam setelah pegawai Bu Isha pulang, saya melihat seseorang datang ke ruko sebenarnya. Saya ragu siapa itu. Apakah pegawai Bu Isha atau bukan. Saya hanya melihat sekilas karena saya harus pergi. Sebenarnya, saya juga tidak yakin dengan ucapan ini. Karena takutnya memang karyawan Bu Isha kembali karena ada yang tertinggal. Tapi, mungkin Bu Isha bisa konfirmasi dulu pada karyawan Bu Isha lebih dulu."Mendengar ucapan itu membuat Isha benar-benar terkejut. Dia belum bertemu dengan Aulia sejak kebakaran itu. Jadi dia belum bisa bertanya-tanya pada Aulia."Terima kasih informasinya, Bu. Saya akan coba tanyakan karyawan saya lebih dulu. Semoga informasi Bu Rina dapat membantu menguak semua ini." Isha sadar jika minimnya informasi pasti akan sulit menemukan alasan kebakaran. Apalagi kebakaran terjadi pada malam hari di mana orang-orang sudah pulang
Isha langsung menatap Danish. Dia merasa jika apa yang ditanyakan dokter adalah yang terjadi padanya beberapa hari ini. Sejak kebakaran itu terjadi, Isha memang terus memikirkan hal itu."Iya, Dok. Belakangan ini saya sedikit stress karena sesuatu hal." Isha akhirnya mengatakan jujur pada dokter.Akhirnya dokter mendapatkan alasan kenapa perut Isha seperti itu."Stress memang memicu perut menjadi kencang. Jadi saya harap untuk tidak terlalu memikirkan sesuatu secara berlebihan. Takut berdampak buruk pada kandungan. Beberapa stress membuat ibu hamil pendarahan dan juga mengakibatkan keguguran. Jadi saya harap lebih berhati-hati lagi. " Dokter memberikan saran pada Isha.Isha sangat menyesal sekali karena sudah membuat anaknya dalam bahaya. Padahal sang suami sudah menyatakan untuk tidak terlalu memikirkan perihal kebakaran terlalu berlebihan. Namun, tetap saja Isha memikirkan hal itu."Baik, Dok. Saya akan lebih berhati-hati lagi." Isha berjanji jika setelah ini, dia akan jauh lebih be
"Kenapa lama sekali?" Levon melemparkan protesnya pada Luel.Luel menatap malam dia tampak kesal dengan Levon yang begitu cerewet sekali. Sudah bagus dia mau datang. Jika dia tidak datang. Pasti Levon akan pergi sendiri."Yang penting, aku sudah di sini. Jangan cerewet." Luel langsung menarik kopernya. Meninggalkan Levon.Levon segera mengangkat tasnya. Kemudian mengayunkan langkah menyusul Luel. Mereka segera melakukan boarding pass untuk segera naik pesawat."Aku mau dekat kaca.""Iya." Levon menuruti saja apa yang diminta oleh Luel. Lagi pula, dia juga tidak ingin melihat pemandangan dalam penerbangan kali ini.Luel langsung duduk di dekat kaca. Melihat pemandangan indah dari atas. Awan pagi ini begitu cerahnya. Hingga membuat perasaan Luel begitu senangnya.Saat teringat sesuatu, Luel segera mengalihkan pandangan pada Levon. Ada beberapa hal yang ingin ditanyakannya."Nanti jika temanmu ...." Luel menggantung ucapannya ketika melihat Levon ternyata tidur. Akhirnya Luel memilih unt
Isha tampak bingung ketika ditanya keberadaan Luel. Padahal suaminya tadi pagi sudah memberitahu Luel untuk memberitahu orang tuanya. Namun, sepertinya Luel tidak melakukannya. "Memang Luel tidak bilang?" Danish menatap kakaknya.Loveta menautkan kedua alisnya. Anaknya tidak sama sekali memberitahu dirinya ke mana perginya."Dia tidak memberitahu." Loveta menggeleng. Anaknya belum menghubunginya sejak tadi."Padahal aku sudah bilang untuk menghubungimu, tapi anak itu tidak menghubungimu." Danish mengingat jika tadi pagi dia meminta keponakannya itu untuk mengatakan pada orang tuanya."Dia tidak menghubungi aku." Loveta menggeleng. Dia kemudian beralih pada suaminya. "Dia menghubungi kamu?" tanyanya."Tidak, dia juga tidak menghubungi aku." Liam menggeleng.Isha merasa tidak enak ketika Luel tidak menghubungi kedua orang tuanya. Luel ada di rumahnya dan menjadi tanggung jawabnya."Luel ke Bali, Kak. Ada acara kampus katanya." Isha mencoba menjelaskan pada sang kakak ipar.Loveta mera
Levon tampak terkejut ketika Luel memanggilnya 'sayang' padanya. Padahal mereka tidak membuat janji untuk berdrama.Saat melihat Shasha, Levon merasa ini adalah keberuntungan untuknya karena dia bisa menunjukan pada mantan kekasihnya itu jika di sudah move on."Hai, Sayang. Kamu sudah keluar?" Levon yang menghampiri Luel, ikut-ikutan memanggil 'sayang' pada Luel. Levon langsung merengkuh pinggang Luel. Menatap Luel penuh damba.Untuk sesaat, Luel hanyut dalam tatapan itu. Mata indah Levon menghipnotisnya."Apa kamu mencari aku?" Levon mengulas senyum manis terbaiknya.Luel masih diam memandang Levon. Dia masih terhipnotis oleh ketampanan Levon.Saat tidak mendapati jawaban Luel, Levon langsung memberikan kode kedipan mata. Hingga membuat Luel tersadar."Kamu bilang apa tadi?" Karena terlalu fokus menatap Levon, dia tidak tahu apa yang dikatakan oleh Levon."Apa kamu tadi mencariku?" Levon mengulas lagi ucapannya. Kali ini Levon sambil menyelipkan rambut Luel ke balik telinga."Aku tad
'Drama macam apa ini? Kenapa seperti nyata? Jantungku benar-benar berdebar ketika dia memberikan aku bunga.'Luel benar-benar tidak tahu bagaimana perasaan sekarang. Benar-benar tak karuan. Jantungnya berdebar-debar kencang sekali.Tatapan Levon benar-benar seperti seorang pria yang memandang wanita yang dicintai. Luel sampai tidak bisa membedakan, apakah Levon sedang berdrama atau tidak.Semua orang melihat ke arah Luel dan Levon. Mereka seolah sedang menonton drama romantis yang begitu apik. Hingga mereka hanyut terbawa suasana. Tampak pada wanita terkagum pada Levon yang begitu romantis dan pemberani.Melihat semua orang yang sedang menanti drama itu berlanjut pun membuat Luel akhirnya menerima bunga yang diberikan."Terima kasih." Luel mengulas senyum manisnya.Levon kembali ke panggung. Kemudian kembali bernyanyi. Semua orang terhipnotis dengan suara Levon. Apalagi melihat Levon yang romantis. Seolah lagu mencerminkan Levon yang sebenarnya.Luel juga larut dalam lagu yang dinyany
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan