"Tenangkanlah dirimu." Dino yang sambil menyetir berusaha untuk menenangkan Danish. Dia sadar jika Danish terpancing oleh Abra. "Pria itu bena-benar kurang ajar. Bisa-bisanya menuduh Isha." Danish meluapkan kekesalannya itu." "Dia memang seperti mencari celah untuk merusak kamu dan Isha. Saat rencananya mempengaruhi Mami Neta gagal, dia mencari cara lain." Danish membenarkan ucapan Dino. Abra seperti sedang mencari cara lain untuk membuat dirinya terpengaruh. Dia mengingat bagaimana liciknya Abra membuat Mami Neta percaya padanya. Hingga membuat Mami Neta murka pada Isha. Beruntung dia bisa menjelaskan semuanya pada sang mami. Kini, dia justru mempengaruhi dirinya. "Sudah jangan pikiran ucapannya. Mungkin dia hanya mengarang saja. Tidak mungkin Isha melakukan hal itu." Dino saja tidak percaya dengan apa yang dikatakan Abra, lalu bagaimana bisa dirinya percaya. Begitulah yang dipikirkan Danish. Dia yakin jika istrinya tidak mungkin melakukan hal semacam itu. "Aku akan coba selidik
Danish melihat berkas yang diberikan oleh Dino. Tampak foto Abra dan Lidia di sana. Dia tampak bingung kenapa Dino membawa foto Abra dan Lidia. "Informasi apa ini?" Danish menatap Dino. "Ternyata selama ini Abra bekerja sama dengan Lidia. Beberapa kali Lidia dan Abra bertemu. Ada kemungkinan Lidia adalah orang yang menampung uang Abra." Danish ingat terlahir kali dia merasa curiga jika Abra selingkuh dengan Lidia. Sayangnya itu tidak terbukti. Karena suami Lidia sendiri bilang mereka hanya menjenguk biasa saja. Kini akhirnya Danish tahu hubungan apa yang sebenarnya terjadi pada Lidia dan Abra. "Di mana sekarang Lidia?" "Ada di ruang rapat. Aku mengurungnya di sana." Dino tadi langsung menyeret Lidia ke ruang rapat ketika mendapatkan informasi. Dia juga menempatkan penjaga di sana agar Lidia tidak pergi. Tak mau sampai Lidia lolos lagi. Danish langsung berdiri. Bersama Dino, dia pergi ke ruang rapat. Menemui Lidia. Danish ingin memastikan sendiri kebenarannya. Lidia begitu ke
Danish memikirkan bagaimana caranya mencari tahu jika istrinya punya uang hasil penggelapan. Dia tak mau menyakiti hati sang istri jika langsung menanyakan."Din, blokir rekening yang dibawa Isha." Danish memberikan perintah pada sang Dino. Dia berencana membuat Isha menggunakan kartunya sendiri. Sehingga dia bisa tahu isi rekening Isha."Baiklah."Mobil sampai di toko milik Isha. Danish keluar untuk menghampiri sang istri, sedangkan Dino mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Danish. Danish yang keluar dari mobil segera menghampiri Isha.Saat sampai di toko, Isha tidak ada di bagian depan. Yang ada di bagian depan hanya karyawannya saja."Ke mana Isha?" Danish menatap Ina yang berdiri tak jauh dari tempatnya."Isha ada di gudang, Pak."Mendapati jawaban itu, Danish segera menghampiri sang istri yang berada di gudang. Gudang Isha terbilang sempit. Jadi sekarang Danish harus bersenggolan dengan barang-barang yang ada di gudang. Dia mencari sang istri yang berada di gudang. Hingga akhi
Isha yang sedang menikmati es krimnya tiba-tiba teringat akan sesuatu. Apalagi jika bukan uang satu milyar yang ada di rekeningnya. Jika Danish sedang mengambil uang di rekeningnya, artinya Danish akan melihat isi rekeningnya itu. Sontak dia langsung berjalan cepat menghampiri Danish. Sebelum Danish berpikir macam-macam padanya, dia harus segera melakukan sesuatu. "Bu ... Bu ... jangan pergi." Karena Isha belum membayar es krim yang dimakannya, jadi kasir es krim mengejar Isha.Isha ingin berlari, tetapi dia sedang mengandung. Jika sampai berlari, jelas akan membahayakan anaknya. Karena itu, dia memilih berjalan cepat saja.Dari kejauhan Isha melihat Danish yang sedang berdiri di depan mesin ATM. Jantung Isha berdegup kencang ketika melihat Danish yang sedang berusaha membuka rekeningnya. Dia takut Danish melihat uang satu milyar itu sebelum mendengar penjelasan darinya. Takut Danish akan berpikir macam-macam tentang uang itu."Bu ...." Kasir yang mengejar Isha langsung memegangi ba
Isha membulatkan matanya ketika mendengar tuduhan Danish. Tidak terpikir olehnya sama sekali bekerja dengan Abra. Sejak awal dia justru murka ketika mendengar Abra mengambil uang perusahaan, karena merasa jika itu bukan hak Abra."Aku tidak berkerja sama dengan siapa pun." Dengan tegas Isha menyangkal tuduhan itu."Lalu bagaimana bisa uang itu ada padamu jika kamu tidak bekerja sama dengan siapa-siapa?" Danish menatap Isha yang duduk tak jauh dari tempatnya."Aku mengambilnya dari Kak Abra." Isha mengatakan apa adanya.Danish semakin frustrasi ketika mendengar jika Isha mengambil uang itu memang dari Abra. Jadi yang dikatakan Abra semuanya memang benar."Jadi benar yang dikatakan Abra. Kamu yang mengambilnya." Danish mengembuskan napasnya kasar. Sungguh ironi ketika mengetahui jika istrinya mengambil uang hasil korupsi."Kak Abra yang bilang aku yang mengambil?" Isha tampak terkejut ketika mengetahui jika Abra tahu dirinya yang mengambil uang tersebut. Padahal harusnya Abra tak tahu j
Danish mengembuskan napasnya ketika hendak bercerita. Ada rasa sesak dicampur dengan penyesalan."Uang itu ada di rekening Isha.""Jadi Isha benar-benar bekerja sama dengan Abra?" Dino langsung menyimpulkan dari kalimat yang baru diucapkan Danish."Tidak, dia tidak bekerja sama dengan Abra. Dia bilang, dia menemukan uang itu tanpa sengaja di rekening ayahnya. Karena itu dia memindahkannya. Dia ingin bilang aku, tapi karena sibuk dengan kehamilannya, dia jadi lupa."Dino merasa lega ketika mendengar jika Isha tidak terlihat dengan kejahatan Abra. Tidak seperti yang tadi dipikirkan. Namun, Dino merasa aneh dengan temannya itu. Jelas-jelas istrinya tidak kenapa-kenapa, tetapi Danish tampak frustrasi."Kamu kenapa?""Isha memang tidak terlibat dalam hal ini, tapi bagaimana aliran dana itu masuk padanya membuatnya tetap akan terlibat. Jika aku melaporkan Abra lagi, itu tidak akan mungkin. Karena Isha pasti akan terseret juga." Danish mengembuskan napasnya. Jika sudah begini, seperti terjeb
Danish semakin kesal ketika Abra justru melawannya. Dia tahu jika Abra sengaja menggunakan kelemahannya. Dia tahu jika dirinya tidak bisa memenjarakan Abra karena tak mau istrinya juga dipenjara."Aku tidak akan memenjarakanmu.""Apa kamu takut istrimu dipenjara?" Abra menatap lekat wajah Danish.Danish mengeram kesal. "Apa yang kamu inginkan?" Dia tahu jika Abra sengaja mengatakan hal karena suatu alasan. Tidak mungkin cuma-cuma."Aku mau Isha kembali padaku seperti perjanjian kita di awal." Abra mengatakan apa yang diinginkan.Danish membulatkan matanya. Permintaan Abra itu membuatnya begitu terkejut sekali. Tidak mungkin dia akan melakukan hal itu. Melepaskan istrinya sudah dicoretnya dalam daftar keinginannya."Aku dan Isha sudah membatalkan perjanjian itu. Jadi kami tidak akan berpisah. Jadi buanglah keinginanmu untuk meminta Isha kembali padamu."Abra tersenyum. "Tinggal buat perjanjian lagi. Mudah bukan?""Perjanjian hanya dibuat dengan kesepakatan bersama.""Buatlah Isha sepak
Untuk sesaat keduanya saling pandang. Ada kerinduan berat yang tersirat, tetapi tak mampu untuk diungkapkan.Sejenak Danish teringat akan ancaman Abra padanya. Kedua pilihan itu tentu saja akan sulit baginya. Melihat istrinya dipenjara dalam keadaan hamil tentu saja akan membuat Danish tidak rela. Bagaimana kebutuhan nutrisi akan terjaga jika berada di penjara. Belum lagi, di penjara pastinya Isha akan tidur di lantai. Pasti keadaan kesehatan sang istri akan buruk. Jika sudah begini, pasti akan berdampak pada anak mereka. Namun, membayangkan melepaskan Isha jauh lebih berat lagi. Dia tak sanggup jika harus melepaskan Isha dari hidupnya. Dia begitu mencintai Isha.Danish membelai lembut wajah Isha. Sayangnya, saat belaian itu diberikan, Isha langsung bangkit dari tempat tidur. Menghindari Danish. Danish benar-benar merasa jika apa yang dilakukan Isha adalah akibat salahnya. Dia sudah menuduh sang istri begitu saja. Dengan segera Danish ikut bangkit dari tempat tidur kemudian mengejar s