"Panggilan apa?""Panggilan sayang, apa lagi?" Isha mencebikkan bibirnya ketika Danish justru bertanya.Danish langsung tertawa. Dia merasa gemas ketika melihat istrinya yang kesal. Apalagi ketika mencebikkan bibir."Kamu mau panggil aku apa?""Enaknya apa?" Isha justru balik bertanya."Honey, Baby, Sweety?"Isha merasa itu terlalu berlebihan jika panggilan inggris. Waktu dengan Abra saja dia hanya memanggil 'kak'."Aku tidak suka." Isha menggeleng.Danish tampak berpikir. Apa yang pas untuk dirinya."Bagaimana jika 'sayang', simple dan tidak berlebihan." Isha memberikan saran. Lagi pula Danish pernah memanggilnya seperti itu ketika bersama orang tuanya.Danish tersenyum. "Baiklah, kalau kamu suka, Sayang." Dia langsung mempraktekkannya.Isha merona. Malu ketika dipanggil 'sayang' oleh Danish. Terdengar seperti dirinya benar-benar disayang oleh Danish."Cepat habiskan makanmu, Sayang. Setelah itu kita istirahat lagi."Danish kembali memanggil dengan sebutan 'sayang', tentu saja itu me
Danish merasa aneh tiba-tiba sekali sang mami meminta dirinya dan Isha ke rumah. Padahal kemarin mereka baru saja ke rumah."Ada urusan apa, Mi?" Danish yang penasaran segera bertanya."Sudah cepat ke sini saja. Jangan banyak tanya."Dari nada suara sang mami, terdengar sedikit kesal. Entah apa yang membuat sang mami terdengar kesal. Rasanya Danish begitu penasaran."Baiklah, aku akan ke sana." Akhirnya Danish pun tidak punya pilihan untuk menuruti keinginan sang mami. Padahal perkejaan hari cukup banyak.Danish segera meraih tas kerjanya. Kemudian. Mengayunkan langkahnya keluar. Tepat saat di depan ruangannya, dia melihat Dino yang sedang mengerjakan pekerjanya."Ayo." Danish langsung mengajak Dino untuk pergi."Ke mana? Bukannya katamu kita tidak ke tempat Isha karena banyak pekerjaan?" Baru saja Danish mengabari jika dia akan tetap di kantor. Bahkan meminta Dino memesan makanan. Belum sempat Dino memesan makanan, tapi teman sekaligus atasannya itu sudah mengajaknya pergi."Mami men
Isha terpaku ketika melihat sikap mertuanya yang berubah drastis. Sikap itu membuat Isha justru semakin takut."Mi, jangan bersikap seperti itu pada Isha. Mami harus dengan penjelasan dulu." Danish sambil membantu sang mami duduk, berusaha untuk menjelaskan. Dia merasa kasihan istrinya diperlakukan seperti itu."Bagaimana bisa Mami menerima menantu yang hanya akan ada di hidupmu sementara, setelah itu dia akan kembali pada suaminya?" Mami Neta kembali meluapkan kembali ucapannya.Isha hanya bisa diam. Dia tidak tahu harus menjelaskan dari mana."Mi, cukup. Jika Mami tidak mau mendengarkan penjelasan Danish, lebih bai Danish pergi." Danish sudah berada di puncak kekesalannya. Dia merasa jika sang mami tidak memberikan ruang untuk membela diri."Sudah, Sayang. Dengarkan saja dulu Danish menjelaskan." Papi Dathan akhirnya ikut menenangkan sang istri.Mami Neta akhirnya memilih diam. Tak bicara dan membiarkan Danish untuk menjelaskan semua.Saat melihat kedua orang tuanya lebih tenang, Da
Supir langsung membawa Mami Neta untuk pulang. Mami Neta begitu lemas mendengar jika pernikahan anaknya adalah pernikahan kontrak."Kita ke tempat kantor pengacara dulu, Pak." Mami Neta meminta supir untuk tidak langsung ke rumah."Baik, Bu." Supir pun melakukan apa yang diminta oleh Mami Neta. Melajukan mobilnya ke kantor pengacara.Mami Neta ingin ke tempat pengacara. Dari surat yang tadi dilihat jika itu sah secara hukum. Jadi dia yakin anaknya meminta pengacara menyiapkan semua."Bu Neta." Pengacara menyambut Mami Neta yang datang ke kantor pengacara."Saya mau lihat kontrak pernikahan Danish."Pengacara tampak terkejut ketika mendengar Mami Neta meminta kontrak pernikahan milik Danish. Tentu saja dia bingung harus bagaimana."Cepat, Pak.""Baik, Bu." Pengacara langsung mengambil berkas kontrak pernikahan Danish. "Ini, Bu." Dia segera memberikan kontrak tersebut pada Mami Neta.Mami Neta hanya terperangah ternyata memang benar jika anaknya membuat surat perjanjian pernikahan."Tid
Abra tampak terkejut ketika mendengar hal itu. Ternyata rencananya gagal total. Ternyata orang tua Danish tidak terpengaruh sama sekali. Terbukti Isha tidak datang padanya."Apa kamu tahu jika aku dan Isha sudah mengakhiri kontrak pernikahan kami. Jadi sekarang aku dan Isha tidak lagi terikat pernikahan kontrak. Apa kamu tahu artinya apa? Artinya semua beban hutangmu akan kembali padamu lagi."Wajah Abra seketika pucat ketika mendengar hal itu. Jika hutang dibebankan padanya, jelas itu akan sangat berat. Sial, Isha justru memilih bersama Danish. Isha seperti cari aman sendiri. Jika dipikir-pikir di sini justru Isha yang diuntungkan. Karena perjanjian hutang, dia justru bisa menikah dengan Danish dan menjadi istri sah CEO IZIO. Setelah menikmati kemewahan, Isha justru lupa dengan janjinya pada Abra. Jika sudah begini, Abra tidak bisa berbuat banyak."Siapa yang akan menolongmu jika sudah begini?" Danish mulai merubah raut wajahnya. Kilatan kebencian mulai terlihat.Abra menelan salivan
"Tenangkanlah dirimu." Dino yang sambil menyetir berusaha untuk menenangkan Danish. Dia sadar jika Danish terpancing oleh Abra. "Pria itu bena-benar kurang ajar. Bisa-bisanya menuduh Isha." Danish meluapkan kekesalannya itu." "Dia memang seperti mencari celah untuk merusak kamu dan Isha. Saat rencananya mempengaruhi Mami Neta gagal, dia mencari cara lain." Danish membenarkan ucapan Dino. Abra seperti sedang mencari cara lain untuk membuat dirinya terpengaruh. Dia mengingat bagaimana liciknya Abra membuat Mami Neta percaya padanya. Hingga membuat Mami Neta murka pada Isha. Beruntung dia bisa menjelaskan semuanya pada sang mami. Kini, dia justru mempengaruhi dirinya. "Sudah jangan pikiran ucapannya. Mungkin dia hanya mengarang saja. Tidak mungkin Isha melakukan hal itu." Dino saja tidak percaya dengan apa yang dikatakan Abra, lalu bagaimana bisa dirinya percaya. Begitulah yang dipikirkan Danish. Dia yakin jika istrinya tidak mungkin melakukan hal semacam itu. "Aku akan coba selidik
Danish melihat berkas yang diberikan oleh Dino. Tampak foto Abra dan Lidia di sana. Dia tampak bingung kenapa Dino membawa foto Abra dan Lidia. "Informasi apa ini?" Danish menatap Dino. "Ternyata selama ini Abra bekerja sama dengan Lidia. Beberapa kali Lidia dan Abra bertemu. Ada kemungkinan Lidia adalah orang yang menampung uang Abra." Danish ingat terlahir kali dia merasa curiga jika Abra selingkuh dengan Lidia. Sayangnya itu tidak terbukti. Karena suami Lidia sendiri bilang mereka hanya menjenguk biasa saja. Kini akhirnya Danish tahu hubungan apa yang sebenarnya terjadi pada Lidia dan Abra. "Di mana sekarang Lidia?" "Ada di ruang rapat. Aku mengurungnya di sana." Dino tadi langsung menyeret Lidia ke ruang rapat ketika mendapatkan informasi. Dia juga menempatkan penjaga di sana agar Lidia tidak pergi. Tak mau sampai Lidia lolos lagi. Danish langsung berdiri. Bersama Dino, dia pergi ke ruang rapat. Menemui Lidia. Danish ingin memastikan sendiri kebenarannya. Lidia begitu ke
Danish memikirkan bagaimana caranya mencari tahu jika istrinya punya uang hasil penggelapan. Dia tak mau menyakiti hati sang istri jika langsung menanyakan."Din, blokir rekening yang dibawa Isha." Danish memberikan perintah pada sang Dino. Dia berencana membuat Isha menggunakan kartunya sendiri. Sehingga dia bisa tahu isi rekening Isha."Baiklah."Mobil sampai di toko milik Isha. Danish keluar untuk menghampiri sang istri, sedangkan Dino mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Danish. Danish yang keluar dari mobil segera menghampiri Isha.Saat sampai di toko, Isha tidak ada di bagian depan. Yang ada di bagian depan hanya karyawannya saja."Ke mana Isha?" Danish menatap Ina yang berdiri tak jauh dari tempatnya."Isha ada di gudang, Pak."Mendapati jawaban itu, Danish segera menghampiri sang istri yang berada di gudang. Gudang Isha terbilang sempit. Jadi sekarang Danish harus bersenggolan dengan barang-barang yang ada di gudang. Dia mencari sang istri yang berada di gudang. Hingga akhi
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan