Sesampainya di rumah, ia bisa melihat Humaira tertidur di depan televisi. Apakah Galih memang mengatakan hal yang sebenarnya bahwa Humaira sungguh menunggu dirinya, ia tak yakin.
Namun saat melihat Humaira tertidur seperti itu, gadis itu memang sungguh menunggunya. Dulu saat masih bersama Reza, Humaira tidak akan mau tidur sebelum ia pulang ke rumah sehingga tertidur di sofa.Aziya hendak membangunkan Humaira, tapi Galih melarangnya."Jangan, sebaiknya tidak perlu diganggu, biarkan aku yang membawanya ke kamar," kata pria itu.Hati Aziya menghangat, faktanya Galih juga memiliki sisi baik kepada putrinya, bahkan lebih perduli dibandingkan Reza ayahnya sendiri. Ia tidak sepenuhnya kuatir kalau Humaira berada di keluarga ini, keluarga yang menyayanginya.Galih mulai membopong Humaira untuk masuk ke kamar dan membaringkannya di sana."Terimakasih, Pak. Saya juga minta maaf karena keberadaan Humaira di sini merepotkan keluarga ini," ujarnya saaAlasan Galih tersebut ternyata memang masuk akal bagi kedua orang tuanya. Mereka tidak pernah terpikirkan hal demikian bisa terjadi dan pasti akan merusak reputasi putranya.Selesai sarapan, mereka mengadakan pembicaraan dadakan untuk membicarakan perihal ucapan Galih."Lalu bagaimana denganmu, Aziya?" tanya Gala pada wanita itu.Akan tetapi betapa terkejutnya Aziya saat telapak tangannya digenggam erat pria di sampingnya itu."Ayah... Aziya sangat pemalu, mana mungkin dia menjawab dengan terang seperti itu? Pertanyaan ayah terlalu vulgar. Bukankah begitu, sayang?" ujar Galih dengan menatap tajam mata Aziya yang menunjukkan bahwa Aziya harus menuruti kemauan atasannya ini."Hmm... baiklah akan te...," ucapannya segera terpotong dengan omongan Galih."Syukurlah sayang, aku tahu kamu sangat pemalu sehingga harus aku juga yang mempertegas nya" katanya lalu melihat ke arah kedua orang tuanya dan berkata, "Sekarang kami harus segera b
"Itu tidak akan mungkin. Aku sudah menelitinya dengan seksama dan tidak akan mungkin salah dalam hal ini. Ah sudahlah, ayo turun! Kau semakin banyak tingkah."Mereka akhirnya keluar dari mobil setelah bersitegang. Sampai-sampai Aziya lupa mengenakan tongkat bantu. Pikirannya sudah melayang pada Davina dan Reza yang sebenarnya adalah pelaku penyebab kecelakaan itu. Selagi berjalan, ada seorang wanita tua berpakaian compang-camping di pelataran perusahaan. Terlihat seorang satpam berusaha mengusirnya untuk pergi dari perusahaan. Apalagi setelah melihat Galih dari kejauhan, satpam itu berusaha keras menyeret pengemis tersebut sedikit kasar."Hentikan! Apa yang kalian lakukan pada wanita ini? Kenapa kamu menyeretnya?"Satpam itu terlihat gugup karena teriakan Galih. Iapun segera menunduk hormat pada pria itu."Eh, anu Pak, dia selalu saja duduk di lobi perusahaan untuk menunggu seseorang. Dia ini sepertinya penderita ODGJ Pak, bicaranya sedi
"Oh ya, aku juga akan memesan makanan untukmu, kau mau daging panggang? Kau suka yang pedas atau yang manis? Pake nasi?"Belum sempat Aziya menjawab,. sederet tawaran kembali dilontarkan."Minumnya apa? Jus jeruk atau air soda? Kau juga mau hidangan penutup?""P-pak...""Jangan malu-malu, kau bisa pesan apa saja yang kau mau, salad buah juga sangat enak di restoran ini, kau mau yang mana?"Aziya mengerjapkan matanya, ia bingung karena tiba-tiba saja Galih berubah sangat baik kepadanya. Sejak kapan dia begitu? Apa sejak keputusan menikahinya, meskipun pernikahan palsu?Bukankah ini sangat berbahaya? Bagaimana jika ia salah faham dan menganggap semua itu nyata?Oh bodohnya, ini adalah trik supaya ia setuju dengan rencana gilanya."Bagaimana? Apa yang kau pesan? Kalau begitu aku akan membeli semuanya saja, kau terlalu lamban dalam berpikir," pungkas Galih padahal Aziya baru saja mau membuka mulut.Sudah sifat b
Namun meskipun mereka bertengkar, makan siang berjalan cukup lancar. Aziya bahkan makan lebih banyak dari biasanya. Setelah selesai, bahkan Galih yang membereskan semuanya dan duduk kembali bersama Aziya.Pria itu kembali dengan sebuah kotak perhiasan."Ayo menikah dalam waktu dekat, aku sudah membeli cincin pernikahan kita, dan ini adalah selembar kontrak pernikahan yang harus kita tandatangani. Pikirkanlah, kau ditinggalkan suamimu dan menikahi sepupu kamu sendiri, bukannya bagus kalau kau menikah denganku?"Benar bukan? Seperti dugaan Aziya selalu saja ada hal tersembunyi dalam kebaikan Galih untuknya.Akan tetapi ia juga memikirkan betapa sakit hatinya jika harus menghadiri pernikahan sepupunya sendiri dengan mantan suaminya, seperti membuka luka lama di hatinya.Akan tetapi dengan menggandeng tangan pria berkuasa ini, mungkin saja akan menjadi lain."Apa yang kau pikirkan? Kau kira aku memberikan pilihan? Kau tahu, dari sebab kecelakaan itu, berapa banyak kerugian yang kualami d
"Benar, Aziya adalah calon istriku, kami akan menikah dalam waktu dekat."Guntur terlihat kaget dan kecewa, ada sedikit penolakan di hatinya. Entahlah mengapa ia merasa begitu dekat dengan Aziya meskipun hanya beberapa kali bertemu. Mungkin saja karena adalah orang yang merawatnya saat ia belum sadarkan diri."Ooh, begitu. Itu berarti dia adalah calon kakakku, tentu saja aku sangat senang," ujarnya tenang.Ayah Galih dan ibunya tidak ingin berkomentar apapun. Ia sungguh ingin mendengar langsung dari Aziya."Bagaimana denganmu Aziya, apakah Galih tidak sedang omong kosong?"Aziya sedikit gugup tapi ia segera mengangguk pelan. "Benar, Pak, kami memutuskan untuk menikah," jawab Aziya pelan."Sudah kubilang, Aziya sangat pemalu kalau soal pernikahan, Yah. Jadi sekarang sudah jelas buat semua ya, kalau kami akan menikah."Kedua orang tua Galih tersenyum meskipun sedikit dipaksakan. Bukan karena tidak suka, tapi karena mereka kuatir soal dendam putranya itu, apakah memang Galih sungguh suda
"Lalu, kenapa mereka tidak mencari ibunya alih-alih hanya menginginkan hartanya? Apakah mungkin ada yang seperti itu di dunia ini?"Wanita itu menatap Aziya tajam."Apa kau punya orang tua?""Tentu saja. Ibu bapakku masih hidup dan meskipun mereka miskin aku sangat mencintai kedua orang tuaku. Semua itu kewajiban seorang anak bukan?""Kau bukan kera seperti anakku, aku berharap anak sepertimu tapi ternyata aku juga yang salah mendidik mereka. Aku mendidik mereka dengan uang sehingga mereka terlalu mencintai uang. Jadi, bukan sepenuhnya salah Nurlela sehingga dia mencintai semua uangku, bukankah begitu?"Aziya jadi tersenyum karena berpikir soal keyakinan wanita itu yang sebenarnya sangat lebih masuk akal. Ia mengakui kesalahannya terhadap sesuatu, tidak seperti pria tampan di ujung sana yang selalu menyalahkan orang lain, batinnya.Akhirnya mereka selesai dan tibalah saatnya menghadiri acara pertunangan Reza di kediaman Davina.Saat melangkah, jantung Aziya berdegup kencang memikirkan
Kejutan yang tidak terduga buat Davina, ia merasa mengapa Aziya mendapatkan yang lebih darinya dari segi apapun saat ini."Ini tidak nyata...," desisnya tapi Galih segera membawa Aziya untuk pergi."Kita tidak akan makan di tempat ini, Aziya. Aku takut seseorang meracuni kamu karena kecantikan kamu saat ini," bisik Galih di telinga Aziya."Kau sangat pandai membuat orang marah, Tuan. Aku bahkan mengacungkan jempol atas sandiwara yang kau mainkan," balas Aziya di telinga pria itu.Galih hanya terkekeh kecil tapi makin mengeratkan genggamannya."Tapi serius, kamu memang sangat cantik saat ini, kurasa Reza sangat cemburu melihatmu, dia pasti menyesal menyia-nyiakan mutiara seindah ini.Di sudut lain pesta tersebut, wanita tua itu telah melihat Nurlela yang sedang menyambut seorang tamu undangan. Diapun mendekati Nurlela dengan hati-hati dan berkata, "Aku tak mengira bisa menemukan anak perempuan yang sudah menipu ibunya sendiri, ternyata benar kata orang-orang, kamu hidup mewah bergelima
Aziya memandang takjub kilau manik yang tertata begitu apik dalam belahan dada rendah gaun pengantin berwarna putih bersih yang kini ia kenakan.Hampir-hampir ia lupa bahwa dulunya ia sudah pernah berdiri di pelaminan dengan gaun pengantin yang indah juga. Tapi ini sangat berbeda, gaun yang dipakainya membuatnya seperti manekin cantik dan mengagumkan.Aziya berputar mencari bagian mana yang dirasa kurang sesuai, tapi karyawan butik itu mengikuti semua gerakan Aziya yang mungkin kuatir terjadi sesuatu pada gaun itu."Ini sangat indah, aku belum pernah melihat yang lebih indah dari gaun ini," gumam Aziya lalu yang dibalas senyuman oleh sang pegawai."Tentu saja, desainer pakaian ini juga bukan orang sembarangan," jawab pegawai wanita itu dengan ramah. "Tuan Galih meminta kami desain terbaik dan termewah, saya rasa anda adalah wanita yang spesial."'Spesial? Spesial apanya?' batin Aziya menggerutu dalam hati.Aziya mematut dirinya di cermin, setidaknya ia bisa mencoba gaun mewah seperti
"SELAMAT DATANG.... SELAMAT MALAAAMMM!"Suara riuh mengejutkan Aziya luar biasa. Bahkan suara keras dan teriakan itu secara bersamaan semua yang ada di situ.Aziya terpaku dalam keterkejutan.Ia melihat semua orang ada di sana. Ada kedua orang tuanya, ada juga kedua orang tua Galih dan juga Guntur dan Celine.Begitu juga Deo dan istrinya juga bibi Elena.Sementara ketiga anaknya terbaring di dalam ranjang kecil di sudut ruangan. Mereka seperti baru saja berpesta karena banyak sekali bekas makanan dan camilan di beberapa meja hidangan. Tentu saja semua ini membuat Aziya menitikkan air matanya.Iapun melempar tas miliknya secara asal dan menghambur memeluk kedua orang tuanya sambil menangis haru.Ia juga memeluk kedua orang tua Galih dengan deraian air mata juga.Haru dan juga rasa rindu membuatnya ingin menangis sejadi-jadinya. Dan akhirnya iapun menyalami Guntur dan memeluk Celine sebagai ungkapan betapa bahagianya ia saat ini bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang ia sayangi.
Aziya memutar kepalanya, menatap ke arah pria yang terkonsentrasi dalam mengemudi. Jalanan memang lengang, tapi ada beberapa lubang yang dalam perbaikan sehingga butuh konsentrasi."Kecuali?""Kecuali kau yang meminta perceraian terjadi.""Apakah Azga adalah tujuanmu untuk mengatakan semua ini? Untuk mengambilnya dariku?" sergah Aziya panik."Aziya, apa aku sekejam itu padamu?" jawab Galih bersamaan dengan gerakan lambat mobil tersebut dan roda yang berdecit tiba-tiba."Jawablah, apakah aku berharap perpisahan? Berapa kali aku mengatakannya? Aku selalu bilang bahwa kau harus kembali, tidak akan ada pertanyaan menjijikkan seperti itu, Aziya!""Tapi...""Jika kau mencintai Azga, kau juga tidak bisa memisahkan dia dariku."Aziya lagi-lagi kalah telak dengan ucapan Galih. Apakah hatinya telah meleleh bahkan di tengah malam yang dingin ini?Tiba-tiba secara tidak langsung kehadiran Galih membuatnya merasa hangat, membuatnya merasa hidup.Ia bisa merasakan detak jantungnya yang mulai bersem
"Mana kutahu, sejak tadi cuma sambutan tapi belum juga kelihatan siapa orangnya," balas Aziya.Galih hanya tersenyum dan melihat ke arah podium. Acara sambutan masih dilangsungkan, dan iapun harus bersikap lebih terhormat karena sambutan itu memang untuk dirinya.Pembicaraan terputus setelah sebuah nama disebutkan."Mari kita perkenalan direktur muda baru kita malam ini. Beliau adalah Bapak Galih Purnama yang berasal dari Jakarta... mohon kehadirannya di podium...."Aziya yang mendengar hal itu langsung membelalakkan saking terkejut."Ka-kau...""Demi putraku, aku akan disini untuk kalian, Aziya," bisik Galih pada Aziya sejenak sebelum pria itu pergi menuju podium.Aziya masih gagap tak percaya. Bagaimana mungkin Galih mengatakannya. Bagaimana mungkin dia harus menjadi bawahan Galih untuk yang kedua kalinya."Oh tidak, apakah ini cuma mimpi?" gumamnya.###Setelah berlalu acara penyambutan tersebut Aziya masih belum bisa percaya. Ia telah terperangkap sekuat ini dalam kehidupan Galih
Arkan hanya memandang wanita itu tergesa berlari ke ruangannya, sementara itu Galih memandang dari sudut tersembunyi di dalam ruangan itu juga.Arkan menghampiri Galih."Kau harus berterimakasih kepadaku setelah ini," katanya memberikan ultimatum."Ah, bilang saja kamu nggak bakal memenangkan kompetisi ini, sehingga kau menyerahkan kekalahan mu sebelum memulai.""Jangan gila, kau punya anak darinya, aku tidak akan membuatnya semakin menderita hanya karena kalian berebut anak. Soal perasaan Aziya, apa kau mau coba aku merayunya?"Galih langsung mendelik, "Jangan coba-coba! Jangan pernah!"Arkan hanya nyengir melihat Galih ketakutan. Ia tak menyangka, lelaki yang terkenal wibawa dan piawai dalam bisnisnya ini hanya jatuh karena Aziya.Tuan Alfonso sangat mengakui kehebatan Galih sehingga ketika mereka membuat rencana menempatkan Galih di salah satu posisi perusahaan tersebut, pria tua itu samasekali tidak menolak. Itu karena kehebatan Galih memang tidak diragukan.Akan tetapi saat disen
"Aku sungguh tak mengerti apa yang kau pikirkan, memangnya aku bisa apa?""Tentu saja kau sangat bisa. Kau bahkan lebih baik dariku sekarang ini, aku bisa mengandalkan kamu tanpa ragu lagi, bukankah begitu?" kata Galih.Barulah Guntur mengerti bahwa Galih bermaksud menyerahkan tanggung jawab perusahaan kepadanya. Dan itu bukan masalah ringan karena semua akan mengalami kendala tanpa kehadiran Galih."Apa kau gila? Demi perempuan itu?""Hei, ayolah, demi aku, ya?""Tidak, aku juga punya tanggung jawab lebih besar sekarang ini, istriku sedang hamil, aku tidak mau membuatnya menderita karena sibuk dengan pekerjaan," ujarnya seolah menolak mentah-mentah kemauan Galih."Ayolah, aku tidak akan melupakan kebaikanmu, Hmm? Kau harus melakukannya demi kita bersama, oke?""Tidak mau, aku tidak yakin untuk kepentingan bersama, apalagi yang lebih penting sekarang adalah Celine, aku tidak perduli padamu," ejek Guntur semakin membuat Galih kesal.Akan tetapi akhirnya Guntur tidak bisa mengelak karen
Putranya itu makin tersenyum aneh. Raut wajahnya menyimpan sesuatu yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bahagia, haru dan entah apalagi yang membuat ayah ibunya penasaran. "Apa yang sebenarnya kau dapatkan di sana? Kau seperti kesurupan," kata ayahnya mengomentari sikap aneh putranya."Iya, ini juga merasa aneh dengan tingkahmu. Ada apa sih sebenarnya?"Lagi Galih tersenyum, menunjukkan sikap senang dan bahagia."Anak Aziya... namanya Azga, anak itu sangat mirip denganku, wajahnya... matanya... rambutnya...""Tunggu, kau bicara apa? Apa kaitannya dengan wajah anak Aziya dengan kemiripannya denganmu?" sang Ayah mulai punya firasat sesuatu.Begitu juga ibunya yang terlihat kebingungan dan menautkan alisnya."Apa maksudmu? Apa kalian tidak sekedar punya kemiripan? Astaga, apakah itu mungkin?" kata sang ibu terkejut sendiri.Galih mengangguk menunjukkan ucapan kedua orang tuanya benar, dugaan mereka benar meskipun itu hanya sekedar pengakuan Aziya."Dia tidak menikah atau menjal
"Tidak, aku tidak setuju, kau bisa saja menganggap itu bukan masalah. Akan tetapi bagaimana bisa seorang anak lahir tanpa sebuah ikatan pernikahan? Setidaknya suatu hari sang anak harus tahu bagaimana rupa ayah yang sebenarnya. Aku ingin kau melakukan test DNA untuk memastikannya."Galih merenungi ucapan Leo. Mungkin ada baiknya ia melakukannya, memastikan apakah itu darah dagingnya atau bukan, meskipun itu semua tidak akan mengubah segalanya. ###Keesokan harinya Galih menemui Aziya.Ia sangat penasaran dan sangat berharap Aziya memberikan kesempatan untuknya bersama lagi apapun yang terjadi."Aziya... jelaskan padaku, kenapa kamu melakukan semua ini sehingga kau menghadapinya seorang diri semuanya. Aku ingin kau tahu bahwa semua ini begitu sulit bagiku," tanya pria itu sementara Aziya duduk di hadapannya dengan tertunduk.Aziya pun tahu, semua itu sulit bagi semuanya, untuknya juga. Akan tetapi waktu tidak mungkin terulang kembali. Apapun yang Galih ucapkan untuk menyalahkan diriny
Mata Galih membola, setelah mencerna apa yang baru saja ia dengar dari penjelasan Aziya."Maksudmu... kau tidak menikah tapi memiliki anak?""Uhm... maaf, itu...""Tunggu, katakan padaku, Aziya!" Aziya membeku, keringatnya sudah menetes di tengkuknya. Telapak tangannya mengeluarkan keringat dingin karena cemas.Sementara itu tangan Galih mencengkram pundak Aziya menuntut penjelasan. Akan tetapi wanita itu diam seribu bahasa."Ada apa denganmu? Kenapa kamu diam?"Ketegangan terlihat diantara mereka sehingga Azga melihat mereka dengan ketakutan. Bocah itu menangis dan merengek menyaksikan Aziya dibentak sedikit kasar.Galih menoleh, melihat ke arah bocah yang menangis itu sementara hatinya bercampur aduk tak menentu. Ia menatap atas pola wajah bocah itu dan tatapan matanya, seolah mengenali garis wajahnya berada di sana.Aziya menangis, lalu iapun melepaskan diri dari Galih, ia merasa sangat sedih saat ini, akan tetapi iapun merasa lega karena Galih telah tahu maksud dan arah pembicar
Seolah Galih bisa tahu apa yang dirasakan wanita itu. Pria itu seperti tidak pernah putus asa untuk mengejarnya. Aziya bisa merasakan, meskipun Galuh berusaha bersikap hormat untuk menghargainya sebagai istri orang lain, Aziya bisa merasakan betapa Galih mencintainya."Kenapa kau berkata begitu?" jawab Aziya lemah."Karena aku melihat kamu tidak bahagia, Aziya. Jujur, aku merasa sakit dan tidak adil, aku tidak bisa melepaskan begitu saja jika kau seperti ini," kata Galih kemudian."Sama sepertiku, aku tidak bisa mencintai wanita lain setelah berpisah denganmu, dan maafkan aku karena terpaksa mengatakan semua ini, tapi itulah yang terjadi. Aku datang bukan karena tanpa tujuan... itu semua karena aku belum bisa melepaskan kamu bersama orang lain."Aziya tercenung dalam pikirannya yang kalut. Ia berfikir Galih telah bahagia bersama Isabella. Ya, ia pergi dengan hati yang perih di malam itu karena rasa cemburunya yang tak tertahankan. Ia merasa tidak percaya diri dan direndahkan oleh suam