Setelah berbicara cukup lama akhirnya Arumi dan Dewi yang merupakan salah satu anak buah Satria pun keluar dari ruangan tersebut. Mereka melanjutkan pembicaraan mereka sembari mengamati etalase yang ada di bagian depan. Dan setelah selesai berbicara berbagai hal, akhirnya Arumi dan Dewi pun keluar dari ruko tersebut.Benar saja, ketika Arumi dan Dewi keluar, mereka sudah disambut oleh Rasyid yang menunggu tak jauh dari ruko tersebut."Bagaimana Nyonya?" tanya Rasyid di depan Dewi yang saat ini masih berdiri di sana."Semuanya bagus. Tapi bukan tempat ini yang akan kusewa. Aku akan coba bekerja sama dengan Mbak Dewi dulu setelah ini," jawab Arumi, lalu menatap ke arah ruko yang dilihatnya tadi. "Jika nanti ada kesempatan, aku akan membuat usaha di sini," imbuhnya dengan ekspresi penuh harap.Rasyid pun mengangguk mendengar hal itu."Ini siapa Mbak?" tanya Dewi sembari menatap Rasyid dari ujung kepala hingga ujung kaki.Arumi pun mengalihkan pandangannya kembali pada Rasyid. "
Berapa menit berdebat akhirnya Abi pun menghela napas panjang. Ia kemudian melangkah dan duduk di sofa sembari mengurut keningnya."Lalu apa yang kamu mau?" tanya Abi yang terlihat lelah."Tidak ada. Orang-orang tidak sopan itu sudah pergi, jadi semuanya sudah selesai," jawab Arumi dengan santai.Mendengar hal itu Abi pun menggeleng pelan. Sementara itu Bi Siti dan Nana terlihat saling menatap."Tapi Nyonya, kalau mereka pergi bagaimana dengan rumah ini? Bukankah Anda sudah memutus jasa pembersih? Kami tidak mungkin sanggup membersihkan rumah ini setiap hari," ujar Bi Siti mengemukakan masalah yang ia pikir Arumi tak menyadarinya."Lah, iya," sahut Arumi sembari menepuk keningnya. Sebuah refleks yang biasa Arumi lakukan ketika ia terlambat menyadari sesuatu.Melihat hal itu sebuah komentar pun muncul dari bibir Abi. "Kamu sering sekali ceroboh.""Biar," sahut Arumi dengan sinis.Setelah itu Arumi pun menatap ke arah Bi Siti dan Nana dengan sebuah helaan napas panjang sebe
Setelah cukup lama mendengar perkenalan diri mereka, akhirnya Arumi mengerucutkan bibirnya seolah sedang berpikir keras. "Jadi mana yang akan kamu pilih?" tanya Abi karena merasa Arumi sudah cukup lama berpikir.Kemudian Arumi pun menoleh pada manager tempat itu yang kini berdiri tepat di sebelahnya. "Apa saya boleh memberikan pertanyaan pada mereka?""Silahkan," jawab Manager dengan cepat dan ramah.Sesaat kemudian Arumi pun maju selangkah. "Menurut kalian, apa yang membuat seorang ART bisa lebih dihormati oleh ART lainnya?" tanyanya.Seketika semua orang yang ada di depan Arumi tersebut saling melirik selama beberapa saat. Begitu pula dengan tiga orang yang sudah khusus disiapkan untuk Arumi, ketiga orang tersebut bertingkah seperti yang lainnya agar Abi tak curiga.Akhirnya, semua calon ART tersebut pun menjawab pertanyaan Arumi dengan sebaik-baiknya. Dan Arumi pun mengangguk-ngangguk seolah benar-benar memikirkan semua hal itu."Bagaimana Nyonya?" tanya Manager dengan
Setelah berbicara cukup lama, akhirnya Arumi menangkap kalau ada kekhawatiran di benak Rena jika tiba-tiba saja Abi menyukai dirinya. Ia mengerti kalau Rena ingin menjodohkan dirinya dengan Satria agar ia tak mengganggu hubungannya dengan Abi, setelah mereka memiliki anak yang dikandung oleh Arumi."Untuk saat ini aku tidak ingin memikirkan hal itu. Tapi aku pastikan aku tidak ingin bersama dengan Abi lebih dari yang seharusnya."Rena pun mengerutkan keningnya. "Lalu apa yang kamu inginkan? Apakah kamu membutuhkan uang? Aku dengar kamu sedang membuka bisnis."'Menukar anak dengan uang? Ya, sama seperti yang orang-orang kaya lainnya pikirkan,' batin Arumi yang kini langsung tersenyum sinis. "Aku akan memikirkan permintaanku nanti. Jika kamu ingin membantu aku saat ini, tolong sering-seringlah membuat Abi bersama dengan kamu."Kernyitan di kening Rena terlihat makin bertambah, bisa ditebak kalau Rena merasa aneh mendengar ucapan Arumi tersebut. Dengan jelas Arumi memintanya unt
Arumi terkejut bukan main karena tiba-tiba saja Abi datang ke tempat itu dan langsung mencekiknya ketika sampai di sana."Lepas!" teriak Arumi sembari memberontak. Ia berusaha sekuat tenaga, hingga akhirnya berhasil menendang perut Abi dan mereka berdua pun mundur beberapa langkah.Namun tak diduga, Arumi mundur hingga menghantam tembok dan akhirnya terduduk di lantai merasakan sakit di tubuhnya. Sedangkan terapis yang sedari tadi memijat Arumi pun sedikit menjauh. Ingin sekali ia menolong Arumi saat ini, tetapi ia tak bisa bertindak tanpa meminta konfirmasi pada Satria lebih dulu."Apa yang kamu lakukan pada Milda?" tanya Abi sembari mengepalkan tangannya kuat."Apa maksud kamu, aku tidak melakukan apa-apa," jawab Arumi sembari berusaha bangun yang kemudian ditolong oleh terapis tersebut."Kalau begitu kenapa dia bisa pingsan? Ini semua pastu ulah kamu," tuduhnya."Ulahku?" Arumi langsung menarik tangannya dari pegangan terapis dan dengan berani ia berjalan maju ke arah Abi. "Menye
Setengah jam berlalu. Saat ini Satria tengah berada di parkiran mobil depan salah satu rumah sakit. Tangannya berkali-kali mengetuk-ngetuk kursi rodanya. Ia gelisah bukan main memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi pada Arumi. "Tenanglah, Tuan. Saya yakin Nona Arumi akan baik-baik saja, dia wanita yang sangat kuat." Pak Taufik mencoba menenangkan Satria."Jika ada sesuatu pada dirinya, ini salahku," sahut Satria sembari berkali-kali menoleh ke arah pintu utama rumah sakit.Satria pun terus gelisah, hingga akhirnya …."Sat!" panggil Excel yang saat ini tengah berlari kecil ke arah Satria."Bagaimana?" tanya Satria yang sudah tidak sabar ingin mendengar kabar tentang Arumi."Dia baik-baik saja. Bayi di dalam perutnya juga masih oke. tapi hampir saja aku ketahuan oleh Abi, untung saja aku tadi menyamar," terang Excel yang memang ditugaskan untuk masuk ke dalam rumah sakit untuk mencari tahu kabar Arumi."Apa itu karena pertengkaran tadi?" tanya Satria sembari
Arumi yang mendapat tatapan tersebut langsung mengernyit. Ia tentu saja penasaran dengan siapa orang yang ada di dalam panggilan tersebut."Maaf, Anda siapa?" tanya Aria yang tentu saja tidak mengenali pemilik suara tersebut.'Eh, ternyata dia juga nggak kenal ya?' batin Arumi sembari menggaruk-garuk pelipisnya."Aku Satria. Tolong berikan ponselmu pada dia," pinta Satria."Ah, baik-baik," sahut Aria dengan cepat, lalu memberikan ponselnya pada Arumi tanpa mengatakan apa pun."Siapa?" tanya Arumi sembari memasang ponsel tersebut di telinganya."Ini aku," jawab Satria dengan suara khasnya.Seketika mata Arumi memerah. Kembali ia ingin menitikkan air mata mendengar suara laki-laki yang dipikirkannya tadi. "Ada apa?" tanyanya.Sedangkan Aria yang melihat ekspresi Arumi pun semakin penasaran dengan apa yang terjadi. Ia pun mulai tenggelam dalam perkiraannya saat ini."Aku mendengar dari Excel kamu ingin segera membuka usaha kamu?" Satria."Benar, apakah itu sulit?'' tanya Arumi sembari me
"Jangan takut," ujar orang yang baru saja datang tersebut, sembari mendorong tubuh Excel dan kemudian melangkah masuk ke dalam ruangan itu dengan santai. Sesaat kemudian, ia pun duduk di sebelah Pak Taufik yang saat ini sedang bersikap tenang dan memperhatikan semua yang terjadi.Setelah itu Excel pun segera beralih dan duduk di dekat Satria untuk berjaga-jaga bila saja tiba-tiba laki-laki tersebut melakukan serangan pada sahabatnya itu. 'Apa lagi yang dia rencanakan,' pikirnya."Sepertinya kamu sangat melindungi Satria, apa dia sudah benar-benar tidak berguna sampai harus dijaga oleh orang seperti kamu?" tanyanya sembari tersenyum sinis, mengisyaratkan ejekan untuk Excel.Seketika tangan Excel mengepal. "Diam kamu Bi! Jangan kira kami tidak tahu siapa penyebab kecelakaan Satria saat itu!" raungnya dengan tatapan tajam yang menyertai ucapannya tersebut.Sejenak suasana di ruangan itu berubah hening, hingga tiba-tiba saja tawa keras muncul dari bibir Abi. "Bagus … bagus, jadi kalian su
Sesaat kemudian pintu yang baru saja diketuk oleh Arumi tersebut pun terbuka. Ia menatap seorang laki-laki yang keluar dari sana."Loh, bukannya kamu sedang keluar negeri?" tanya Arumi sambil menatap kekasihnya tersebut menggunakan kaos oblong dan celana pendek biasa."Sejak kapan kamu menjadi dekat dengan Aris?" tanya Satria yang terdengar seperti sedang mengintrogasi.Arumi langsung memutar bola matanya. Ia sudah sangat terbiasa dengan kecemburuan Satria yang agak berlebihan."Istrinya tidak senang saat mendengar kamu mengajaknya liburan, kamu mengerti?" Satria berdalih agar Arumi tak marah karena dia cemburu lagi.Mata Arumi membola. "Dia punya istri?"Sesaat kemudian terlihat Aris keluar lewat pintu lain."Ris, kamu punya istri?" tanya Arumi langsung.Aris pun tersenyum canggung. Dia tadi mendengar dengan jelas kebohongan apa yang Satria katatakan. "Iya Nyonya," jawabnya."Lah, harusnya kamu ajak juga istri kamu, jadi kita bisa liburan bersama," ucap Arumi sembari t
Tiga bulan berlalu. Perlahan perasaan Arumi mulai membaik, walaupun terkadang ia masih suka melamun dan tiba-tiba menangis sendiri ketika teringat dengan putri kecilnya."Hayo … ngelamun lagi," ucap Nita yang baru saja datang ke taman kecil samping cafe. Ia kemudian dengan santai duduk di samping Arumi yang sedari tadi terus menghadap bunga."Apa ada pesanan lagi?" tanya Arumi sembari mengusap air matanya."Tidak ada, semuanya sudah beres," jawab Nita. "Kamu ingat dengan Syahila lagi?" tanyanya.Arumi menghela napas panjang. "Ya … mau bagaimana lagi. Tadi malam aku mimpi gendong dia," jawabnya."Ar, kamu pasti tahu aku mau ngomong apa. Jadi aku nggak akan ngomong itu lagi, soalnya kata-kata mutiaraku udah habis buat menghibur kamu." Nita berseloroh.Arumi pun menoleh sembari tersenyum kecil. "Iya … aku nggak akan sedih lagi. Ini sudah tiga bulan lebih 'kan?" Ia menirukan ucapan Nita ketika terakhir kali menghiburnya."Nah, gitu baru bener," sahut Nita sembari mencubit ge
Beberapa menit berlalu, saat ini Satria, Abi dan Arumi pun sampai di lantai paling atas tempat di mana Rena berada."Syahila," panggil Arumi karena mendengar putri kecilnya itu sedang menangis kencang."Ren, berikan bayinya," ucap Abi sembari mencoba melangkah ke arah Rena, tetapi langsung berhenti ketika Rena mengangkat tangannya, memberi tanda agar dia berhenti."Aku berubah pikiran," ucap Rena."Berubah pikiran apa, kami sudah membawa Abi ke sini," sahut Satria dengan tangan yang mengepal kuat.Rena pun mengganti pandangannya pada Satria. "Sat, kamu seharusnya tidak ikut campur dalam urusan rumah tanggaku ini. Aku beri kamu kesempatan untuk pergi dari sini, aku hitung sampai tiga. Satu … dua ti—""Aku tidak akan ke mana pun. Serahkan bayinya dan kamu bisa pergi dengan Abi ke mana pun yang kamu mau," tukas Satria."Kenapa kamu selalu bertingkah dominan? Di sini aku bosnya, bukan kamu!" teriak Rena.Sesaat kemudian tangisan Syahila terdengar makin kencang."Mbak, tolong beri
Setelah beberapa menit, akhirnya Arumi pun selesai menyusui Syahila. Tangannya mengepal kuat memikirkan apa alasan yang bisa ia gunakan untuk mengulur waktu."Sudah selesai, Nyonya?" tanya baby sitter yang baru saja masuk ke dalam kamar itu.Arumi pun langsung menoleh. "Sudah," jawabnya.Kemudian baby sitter itu pun mendekat ke arah Arumi. "Saya ditugaskan oleh Tuan Abi untuk membantu Anda berkemas," ujarnya.Sesaat kemudian Arumi pun mengangguk. "Tapi aku ingin ke kamar mandi dulu, tidak apa-apa kan? Soalnya perutku seperti melilit ini," ujarnya sembari berakting meringis menahan sakit."Iya Nyonya, tidak apa-apa. Saya akan mengatakan ini pada Tuan," jawab baby sitter sembari mengambil alih Syahila.'Sayang, kita bertahan dulu ya,' batin Arumi sembari menatap ke arah bayi mungilnya yang sedang tertidur lelap.Dan kemudian ia pun segera melangkah mencari kamar mandi di kamar itu. Sepuluh menit berlalu, saat ini Arumi terus berada di dalam kamar mandi dan duduk
Kemudian Arumi beralih menatap orang tersebut. "Apa maksudnya ini? Kenapa kamu mencelakai dia?" tanyanya."Semua ini atas perintah Tuan," jawab orang tersebut dengan ekspresi dingin.Sementara itu Rasyid pun kembali terbatuk-batuk."Lalu?" Arumi bertanya kembali sembari menatap orang yang ada di depannya itu dengan tak kalah tajam.Sesaat kemudian, orang di depan Arumi yang memiliki paras cantik seperti perempuan tetapi bersuara gahar khas lelaki itu pun mengeluarkan sebuah botol dari dalam jasnya dan kemudian memberikannya pada Rasyid.Secepat kilat Rasyid menyambar botol tersebut dan langsung menenggak isinya. 'Apa-apaan ini?' batin Arumi yang makin terkejut melihat apa yang terjadi."Aku pikir kamu sudah berpindah haluan," seloroh orang tersebut sembari menengadahkan tangannya.Beberapa esaat kemudian, Rasyid yang tadi membungkukkan tubuhnya saat menahan sakit kini kembali berdiri tegap. "Belum waktunya kamu bicara seperti itu," pungkasnya sembari memberikan kembali botol obat pe
Satu jam lebih berlalu. Saat ini Arumi sedang berdiri di dekat sebuah perempatan yang ramai dengan kendaraan berlalu lalang."Di mana …," gumam Arumi sembari menatap ke arah jam tangan yang diberikan oleh Satria. Kakinya menghentak-hentak kecil karena tidak sabar menunggu."Bagaimana kalau Syahila lapar," gumam Arumi lagi yang merasakan payudaranya penuh dan itu tandanya kalau buah hatinya itu sedang lapar. Masih teringat dengan jelas bagaimana tangisan bayi kecil itu di telepon tadi.Tak lama kemudian terlihat sebuah mobil berwarna hitam mendekat ke arahnya. Dan setelah mengamati selama beberapa saat, terlihat seorang laki-laki turun dari mobil tersebut."Kenapa kamu lama sekali," gerutu Arumi karena melihat itu adalah Rasyid yang menjemputnya.Setelah itu Arumi pun segera masuk ke dalam mobil tersebut tanpa basa-basi. "Ayo cepat kita pergi," ucapnya ketika Rasyid juga sudah masuk ke dalam mobil tersebut."Apa Anda benar-benar sendirian?" tanya Rasyid sembari menekan pedal g
Satu jam berlalu. Saat ini Satria, Arumi dan Rena sudah berada di halaman rumah sakit. Terlihat para anak buah Satria sudah berjaga di berbagai sudut rumah sakit. Dan ketika baru saja turun dari mobil, Arumi pun memaksa dirinya untuk berjalan dengan cepat ke arah pintu masuk rumah sakit."Syahila, di mana kamu," ucap Arumi sembari terus melangkah. Kalau bisa, ia ingin berlari dan mengobrak-abrik seluruh gedung tersebut untuk mencari buah hatinya. Namun, ia sangat sadar dengan kemampuannya yang hanya wanita biasa dan baru melahirkan."Aris, bawa dia ke ruangan Arumi!" titah Satria sembari mendorong Rena ke arah Aris.Aris pun dengan sigap menangkap Rena dan membawanya mengikuti Satria."Lepas! Aku bisa berjalan sendiri!" sergahnya yang kemudian melangkah dengan tenang mengikuti Satria dan Arumi. Setelah sampai di lantai tempat Sahila biasanya diletakkan, Arumi pun segera masuk ke dalam ruangan tersebut. Dia mengecek sendiri tempat di mana Sahila biasanya tidur. a
Langsung saja para wartawan menyorot ke arah orang tersebut. Setelah itu ia dengan tenang membuka topi dan maskernya.Melihat hal itu mata Arumi pun membulat. "Mas, itu Rena. Bagaimana?" bisik Arumi sembari mencubit paha Satria."Kamu tenang saja. Katakan saja semua yang kamu inginkan," jawab Satria dengan suara yang tak kalah lirih.Langsung saja Arumi menoleh dan mengernyitkan dahinya. 'Apa maksudnya?' pikir Arumi sembari melihat Satria yang saat ini sedang menatap Rena dengan santai. Sesaat kemudian Satria pun ikut menoleh dan mengusap kepala Arumi dengan lembut. "Kamu tenang saja," ujarnya dengan suara normal, hingga menarik perhatian beberapa wartawan dan mereka pun langsung mengabadikan momen itu.Arumi yang menyadari hal itu pun langsung melirik ke arah para wartawan yang menyorot mereka saat ini. 'Jangan-jangan dari tadi dia sudah tahu kalau itu Rena,' batinnya."Sudah aku katakan tenang saja. Aku ada di sini, tidak ada yang perlu kamu khawatirkan," ujar Satria lagi.Langsung
Dua jam kemudian di dalam ruangan Satria. Saat ini terlihat Satria yang tengah duduk di kursi kerjanya."Apa wanita itu memang sulit ditangani, Pak? atau hanya dia saja?" tanya Satria pada Pak Taufik, setelah ia selesai mematikan panggilan dari Aris yang mengatakan kalau dirinya dan Arumi sudah berada di lantai dasar perusahaan itu.Pak Taufik pun tersenyum kecil mendengar hal itu. "Nona Arumi ingin membantu Anda, Tuan. Dan saya pikir ini juga tidak ada salahnya," jawabnya dengan bijak."Aku sengaja tidak ingin melibatkan dia karena tidak mau dia mendengar pertanyaan-pertanyaan wartawan itu," ucapnya dengan nada mengeluh."Saya yakin Nona Arumi bisa menghadapinya, dia wanita yang kuat," sahut Pak Taufik masih dengan nada bicaranya tadi.Setelah itu yang terdengar hanyalah helaan napas panjang dari bibir Satria. Setelah 15 menit merapikan penampilan dan merencanakan semuanya, akhirnya Arumi dan Satria pun berjalan dengan tenang ke arah ruang konferensi pers yan