Sedikit memaksa, Morgan berhasil memasukkan seluruh batang kemaluannya di dalam sana. Ia melihat wajah Vallen yang sudah banjir dengan air mata. Tidak tersisa sedikit pun rasa iba di dalam diri Morgan saat melakukan hal itu. Pria itu memaju mundurkan pinggulnya untuk memompa batang kemaluannya di dalam lembah kenikmatan yang sangat ia rindukan itu. Sepuluh tahun lamanya Morgan tidak pernah merasakan rudalnya bangkit saat bersama seorang wanita, bahkan saat wanita itu sudah berdiri tanpa sehelai benang pun di depan matanya.
“Tolong … hentikan! Sangat sakit … aku bukan Vallen-mu itu,” rintih Vallen dengan suara parau karena sudah berjuang keras menahan rasa sakit akibat sodokan benda tumpul di area kewanitaannya itu.
Namun, mendengar hal itu membuat Morgan semakin keras menghentakkan pinggulnya sampai ia merasakan rudalnya menyentuh dinding rahim Vallen. Suara rintihan dan teriakan Vallen seolah menjadi satu alasan yang membuat Morgan menjadi sangat bersemangat dalam menyetubuhi wanita itu. Tanpa ada jeda, Morgan terus menghujam rahim Vallen dengan aset berharganya itu. Hingga Morgan merasakan sesuatu di ujung kemaluannya mendesak ingin segera dilepaskan.
“Ouuugghhh … Arrgghhh …,” erang Morgan saat merasakan cairan kental berwarna putih susu itu menyemprot pada dinding rahim Vallen dan Vallen merasakan hangatnya cairan itu masuk dan menyentuh rahimnya.
“Kau … kau membuangnya di dalam. Aku tidak ingin mengandung anak pemerkosa seperti dirimu!” pekik Vallen dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya saat ini.
“Tentu saja. Kau harus mengandung anakku! Aku akan melakukannya terus sampai kau mengandung anakku!” jawab Morgan dan memakai kembali jubah tidurnya.
Kemudian Morgan duduk di sisi ranjang itu, membiarkan Vallen yang masih dalam keadaan polos menangis meratapi nasib dirinya yang malang. Ia sudah diculik, disiksa, dan sekarang diperkosa dengan sangat kejam oleh lelaki yang tak dikenalinya. Bagaimana Vallen bisa menganggap bahwa hidupnya masih cukup berarti saat ini. Namun, ia merasa tidak ada gunanya melawan untuk saat ini. semua hanya menjadi sia-sia dan semakin membuatnya menderita. Vallen memang tidak mengenal pria yang sudah menyetubuhinya dengan brutal itu, akan tetapi ia sadar bahwa pria itu tidak akan membiarkannya pergi begitu saja setelah mengatakan semua hal yang semakin membuat Vallen merasa tidak ada jalan untuk keluar dari tempat ini.
Morgan menyalakan sebatang rokok dan mengatur napasnya. Udara dingin dari mesin pendingin ruangan seakan perlahan mampu mendinginkan tubuhnya yang tadi selesai bekerja keras dan penuh dengan keringat. Morgan terlihat sedang memikirkan sesuatu yang sangat penting dengan wajah yang serius. Namun, tidak lama kemudian ia mematikan api rokok di atas punggung kaki Vallen yang sedang meringkuk di belakangnya.
“Aaaa …,” jerit Vallen menahan sakit.
Ada luka bakar yang jelas terlihat di sana dan Vallen semakin menangis menahan rasa sakit yang bertambah. Rasanya tidak ada habis-habisnya penyiksaan yang diberikan Morgan padanya sejak ia sadar dari pingsannya dan menyadari bahwa ia sudah berada di rumah penuh dengan kekejaman dan penyiksaan itu. Vallen merasa lelah untuk menangis dan menjerit pun terasa percuma. Tidak ada satu pun orang yang datang untuk menanyakan apa yang terjadi apalagi untuk menyelamatkannya dari tempat ini.
“Kau akan berada di sini selamanya. Melayaniku setiap aku membutuhkanmu, Vallen. Itu lah cara terbaik untuk kau membayar semua dosa dan kesalahanmu padaku di masa lalu. Aku tidak akan pernah melepaskanmu. Ingat! Kau harus mengandung dan melahirkan anakku sebanyak mungkin. Setelah kau melahirkan anak laki-laki untukku, mungkin aku akan berpikir untuk melepaskanmu dari tempat ini. Namun, jika kau melahirkan anak perempuan dan memiliki wajah yang mirip denganmu, maka dia pun akan bernasib sama seperti dirimu!” ucap Morgan penuh penekanan dan seakan mampu membuat Vallen serasa mati berdiri saat ini. Ia tidak pernah menyangka, di dunia luar ada lelaki kejam dan sangat tidak punya perasaan seperti Morgan, yang bahkan tega menyiksa dan memperkosa wanita tanpa rasa ampun.
“Apa yang sedang Anda pikirkan, Nona Muda?” tanya Leo mengejutkan Vallen dari lamunannya.
Vallen kembali tersadar bahwa kejadian memalukan itu sudah berlalu. Bahkan, saat ini ia sedang terbaring lemah dengan sebuah infus di punggung tangannya. Pergelangan tangannya pun sudah dijahit dan diperban karena ulahnya yang berusaha melukai diri untuk mencoba mati.
“Siapa kau?” tanya Vallen dengan raut wajah ketakutan. Ia berpikir Leo adalah pria lain yang akan memperlakukannya seperti Morgan memperlakukannya tadi.
“Aku Leo. Asisten pribadi Tuan Morgan. Tuan Morgan berpesan agar Anda segera menghabiskan makan siang ini dan meminum obat setelahnya,” jawab Leo dan memberikan arahan sesuai dengan pesan yang disampaikan Morgan padanya beberapa saat lalu.
“Bawa makanan itu kembali dan katakan padanya bahwa aku tidak akan pernah memakan apa pun yang diberikan lelaki iblis itu padaku!” ungkap Vallen meluapkan kemarahannya pada Leo.
“Maaf, Nona. Tapi, jika Anda tidak makan, maka putri Anda bisa dipastikan tidak akan menerima satu butir nasi pula saat ini,” ancam Leo yang menirukan semua ucapan Morgan padanya tadi.
“Putriku? Jadi lelaki iblis itu mengancamku dengan menggunakan Cleo?” tanya Vallen tak percaya dan matanya sudah berkaca-kaca mengingat bagaimana keadaan putrinya saat ini.
“Tuan Morgan, Nona. Bukan lelaki iblis!” ralat Leo dengan nada datar dan penuh penekanan karena merasa Vallen terlalu berani menyebut Morgan dengan sebutan seperti itu.
“Morgan? Jadi nama iblis itu Morgan? Katakan padanya, nama Morgan terlalu bagus untuk kelakuannya yang biadap!” sahut Vallen lagi dengan tatapan benci.
Leo tidak mengerti lagi bagaimana menghadapi dan membalas perkataan Vallen. Sejujurnya, Leo mengakui bahwa kelakuan Morgan memang sudah seperti kelakuan iblis. Namun, tetap saja ia tidak bisa membiarkan orang lain mengatakan hal itu tentang tuannya. Leo meletakkan nampan berisi menu makan malam dan buah-buahan. Serta ada beberapa butir obat juga segelas air putih di sana. Leo bersikeras melakukan tugasnya sampai Vallen benar-benar mau untuk makan. Jika tidak, tentu saja ia akan mendapat imbasnya karena Morgan akan menghukumnya saat tidak bisa menyelesaikan satu tugas mudah seperti itu.
“Ingat nasib putri Anda yang saat ini sudah berada di tangan Tuan Morgan, Nona. Bagaimana pun juga, semua tergantung pada sikap Anda.” Leo berkata sekali lagi seolah memperingati Vallen dengan ucapannya yang seperti sedang mengancam.
“Baik. Aku akan memakannya. Aku akan melakukan apa pun yang tuanmu perintahkan. Asalkan, dia membawa putriku dengan aman dan selamat ke sini. Aku ingin putriku berada di sampingku, dia sendirian saat ini,” pinta Vallen dengan nada memelas pada Leo.
“Anda tidak mempunyai hak untuk bernegosiasi dengan Tuan Muda. Namun, aku tetap akan menyampaikan permohonan Anda padanya nanti,” jawab Leo dan berjalan meninggalkan Vallen di dalam ruangan itu.
Setelah kepergian Leo dari kamar itu, Vallen mengambil nampan di atas nakas dengan penuh perjuangan karena seluruh badan dan tangannya terasa sakit. Hati Vallen sangat sedih saat membayangkan Cleo tengah menangis menanti dirinya saat ini. “Cleo … apakah kau sudah makan, Nak? Tunggu Mami, Mami akan menjemput dan kita akan pulang ke pulau. Orang-orang di sini sangat jahat. Mami tidak ingin kau merasakan apa yang Mami rasakan,” lirih Vallen sambil mengunyah makanannya yang juga sudah bercampur dengan tetesan air mata yang tak berhenti menetes.
“Mami … di mana Mami?” tanya seorang gadis kecil berusia sembilan tahun itu pada potret yang kini sedang ditatapnya dalam sebuah bingkai kayu kecil.Cleopatra nama gadis itu dan kini masih duduk di depan pintu pada sebuah rumah sederhana yang memang sangat jauh dari keramaian. Entah kenapa Vallen memilih tempat yang jauh dari jangkauan seperti ini. Awalnya Vallen berniat untuk tinggal di rumah keluarganya, akan tetapi semua anggota keluarganya menentang hal itu dan akhirnya ayah Vallen menyarankan untuk menyewa sebuah rumah dan hidup berdua dengan Cleo di sana.Cleo yang awalnya merasa senang karena baru saja bertemu dengan seluruh anggota keluarganya, perlahan menjadi kecewa karena nyatanya tidak satu pun dari mereka yang menerima kehadirannya dan juga ibunya. Cleo mungkin masih berusia sembilan tahun, tapi cara berpikirnya dan cara ia menanggapi situasi sangat di luar batas usianya. Cleo bahkan tidak pernah terdengar merengek dan mengeluh layaknya anak seusianya.Selama ini, ia dan
“Kenapa kalian datang dan bertanya di mana ibuku?” tanya Cleo dengan raut wajah penuh kecurigaan pada Javina dan Cristian.Gadis kecil itu memandang Cristian dan Javina secara bergantian. Memang, tidak ada sedikit pun kemiripan di wajah mereka dengan wajah ibunya. Itu sebabnya Cleo tidak bisa langsung percaya pada mereka. Apalagi, mereka datang dengan sama-sama bertanya di mana keberadaan ibunya. Yang ia sendiri tidak tahu di mana ibunya berada saat ini. Padahal malam sudah menunjukkan pukul sepuluh saat ini. Masih saja tidak ada kabar tentang di mana ibunya berada.“Paman ingin bicara dengan ibumu dan mengajak kalian pindah ke rumah besar,” jawab Cristian dengan suara lembut.“Ke rumah besar? Rumah besar yang mana yang Paman maksud?” tanya Cleo penuh selidik.“Rumah yang kau datangi bersama ibumu tempo hari lalu. Apa kau lupa? Saat ibuku menolak kedatangan kalian?” Kini giliran Javina yang menjawab dan bertanya pada Cleo.Cleo tampak sedang berpikir sesuatu dan ia menatap keduanya la
“Pria mana yang Paman maksud?” tanya Cleo dengan penuh rasa ingin tahu karena ia mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Cristian meski hanya dikatakan dengan lirih oleh pria itu.Cristian yang tidak menyangka bahwa pendengaran Cleo sangat tajam, langsung menjadi serba salah karena tidak mengerti akan menjelaskan apa pada Cleo saat ini. Tidak mungkin Cristian menyebutkan tentang pria yang sama sekali tak ingin ia jelaskan pada gadis kecil di depannya itu. Cristian tak ingin Cleo sampai mengetahui siapa pria yang ia maksud.“Paman … apakah pria itu adalah mafia yang selalu kalian sebut selama ini melalui surat yang kami terima selama tinggal di pulau?” tanya Cleo dengan wajah polosnya pada Cristian.Seolah mendapat pencerahan atas apa yang akan ia katakan pada Cleo, Cristian langsung saja mengangguk membenarkan yang Cleo ucapkan padanya.“Benar, Sayang. Kau sangat pintar dan daya ingatmu sangat tajam. Paman tidak yakin, tapi sepertinya memang dia yang sudah membawa ibumu,” jawab Cr
Sepanjang malam Cristian benar-benar tidak bisa tidur sedetik pun memikirkan nasib Vallen yang ternyata memang sudah berada dalam cengkraman Morgan. Lelaki itu ternyata sangat cepat mendapatkan informasi tentang kepulangan Vallen. Apalagi, setelah sepuluh tahun berlalu ternyata dia masih saja mengawasi adiknya itu dengan sangat detail. Hingga, baru beberapa hari Vallen datang, dia sudah berhasil menculik dan menyekap Vallen.Cristian sedang memikirkan apa yang mungkin dilakukan pria itu untuk membalaskan sakit hatinya pada Vallen. Ia tahu sebesar apa kemarahan dan kebencian Morgan pada adiknya itu selama ini. Terlebih setelah Morgan melihat video mesum antara dirinya dan Vallen pada malam pertunangan mereka. Sejak itu pula lah aura kebencian Morgan terlihat sangat jelas di matanya. Apalagi, malam itu Vallen sama sekali tidak membantah tuduhan itu dan justru mengatakan hal-hal yang semakin menguatkan kebencian dan amarah dalam diri Morgan.“Paman … apa yang sedang kau pikirkan?” tanya
Dengan perasaan yang bercampur aduk, akhirnya Cristian mengantarkan Cleo sampai di depan sebuah rumah yang megah bak istana. Mobil Cristian berhenti di depan pagar rumah mewah itu dan beberapa orang penjaga langsung menghampirinya. “Maaf, Tuan, apa ada yang bisa kami bantu?” tanya salah satu penjaga dengan sangat ramah. “Aku ingin bertemu Tuan Morgan,” jawab Cristian dan melirik ke arah Cleo. Penjaga itu melihat sekilas pada gadis kecil yang duduk di kursi penumpang. Sesaat darahnya berdesir karena menganggap bahwa Cleo sangat mirip dengan wanita yang dibawa oleh tuannya kemarin. Namun, saat menatap sekali lagi gadis kecil itu juga terlihat mirip dengan tuannya. “Apa dia ada?” tanya Cristian seolah sengaja membuyarkan lamunan si pria penjaga. “A-ada, Tuan. Apa Anda sudah membuat janji dengan Tuan Morgan?” jawab penjaga itu dengan sedikit gugup dan kemudian bertanya lagi. “Dia yang memintaku datang ke sini bersama dengan gadis kecil ini.” “Kalau begitu, silakan masuk, Tuan. Penj
Morgan masih duduk di kursi dalam ruangan kerjanya dan merenungi semua perkataan Christian tadi. Morgan merasa semua yang Cris katakan cukup masuk akal, mengingat bagaimana Vallen tidak merespon bahkan tidak mengingat siapa dirinya sama sekali. Hal yang sangat membuat Morgan marah dan ternyata semua itu karena ia mengalami cidera pada kepalanya dan harus kehilangan ingatannya. Namun, sekali lagi Morgan menolak untuk berbelas kasih pada wanita itu meski ia sedang dalam keadaan lupa ingatan. “Aku tidak akan mengasihanimu hanya karena kau sedang lupa ingatan, Vallen! Kau sudah menghancurkan hatiku dan hampir saja menghancurkan hidupku. Aku tidak akan membuat hidupmu berjalan dengan mudah.” Morgan bergumam sendiir di tempat duduknya dan memandang pada layar besar yang menampilkan sosok seorang ibu dan anak perempuannya. Di dalam kamar mewah itu, Vallen terlihat cantik dengan balutan gaun mahal yang memang sudah disediakan oleh para pelayan di mansion itu. Tentu saja semua itu atas perin
Leo masih duduk berhadapan dengan Morgan saat ini. Namun, tempat duduk mereka sudah pindah ke sebuah mini bar yang ada di mansion Morgan itu. Keduanya saling memegang sebuah gelas yang berisi win terbaik yang dikoleksi oleh Morgan selama bertahun-tahun belakangan ini. Sebenarnya, Leo merasa sangat canggung dalam posisi ini dan tidak pernah ia bayangkan bahwa akan ada hari di mana ia dan Morgan duduk satu meja dan minum win bersama. Setelah bertahun-tahun ia menjadi pesuruh Morgan, inilah kali pertamanya momen itu terjadi. “Tuan, Anda sudah cukup banyak minum sejak tadi. Sebaiknya aku antarkan Anda kembali ke kamar,” ucap Leo memberikan saran pada Morgan yang memang sudah terlihat sangat mabuk saat ini. Entah sudah berapa gelas win yang ia habiskan sejak duduk di mini bar itu sejak sejam yang lalu dan Leo tidak melihat tanda-tanda bahwa ia akan berhenti minum saat ini. Tentu saja hal ini membuat Leo sedikit takut karena bagaimanapun juga kesehatan Morgan adalah yang terpenting baginy
“Mami … kenapa Mami melamun?” tanya Cleo saat melihat Vallen menatap pada luar jendela dengan tatapan kosong. Vallen yang mendengar pertanyaan putrinya itu pun langsung tersentak dan berjongkok untuk memeluk Cleo. Hatinya terasa sakit, saat membayangkan Cleo akan mengetahui seberapa kejamnya lelaki yang mengurung mereka saat ini. Namun, sampai detik ini Morgan memang tidak pernah menyakiti Cleo. Setidaknya masih ada sedikit hati nuraninya yang tersisa pada gadis kecil itu. “Mami sedang memikirkan bagaimana caranya kita bisa keluar dari tempat mengerikan ini, Sayang,” bisik Vallen pada putrinya dengan sangat lembut sambil mengelus rambut panjang Cleo yang terurai. “Apakah ini sarang monster?” tanya Cleo lagi dengan nada polos khas anak anaknya itu. “Ini adalah rumah seekor monster yang sangat ganas dan suka memakan daging manusia,” jawab Vallen lagi pada putrinya. “Lalu, apakah monster itu seekor binatang? Mami menyebutnya dengan seekor, bukan seorang tadi!” “Ya. Monster itu adal
“Ayo, Crish! Mami sudah siap berkemas, lebih baik pergi sekarang juga. Sebelum ayahmu pulang dan membuat semua rencana kita berantakan,” ajak Diana kepada Cristian.“Sabar, Mom. Aku sedang mengerjakan sesuatu,” sahut Cristian dan masih asik dengan ponselnya.“Ayolah! Nanti saja kau urus ponselmu dan game itu! Kau selalu saja tidak pernah bisa diandalkan! Saat seperti ini pun kami masih sibuk bermain game,” ketus Diana dan tidak lupa sedikit kata umpatan pada anak laki-lakinya itu.Cristian sebenarnya hanya sedang mengulur waktu karena ia tidak ingin Diana benar-benar pergi saat ini. Cristian juga masih punya hati dan tidak tega jika harus mengorbankan nyawa ibunya demi menyelamatkan nyawa Lara. Jadi, sejak tadi dia berusaha untuk menyusun rencana agar bisa menyelamatkan Lara dan juga Diana dalam waktu bersamaan.Namun, ternyata semua itu terlalu sulit untuk bisa dia lakukan. Pada akhirnya alarm peringatan dari Morgan pun datang. Ia tidak bisa lagi mengelak saat ini untuk membawa Diana
Di kediamannya, Diana merasa takut karena ia sudah mendengar tentang dirinya yang sedang dalam pencarian Morgan. Sebenarnya, ia tidak perlu terlalu takut saat ini andai itu hanya Morgan saja. Diana memang sudah memutuskan untuk membunuh Vallen dan ia ternyata salah sasaran. Ia menduga gadis yang dibawa oleh Leo di dalam mobilnya itu adalah Vallen.Mereka melukai gadis itu dan kemudian Diana baru menyadari bahwa ternyata itu adalah Cleo – putri semata wayang Vallen dan Morgan. Namun, lagi-lagi tembakannya salah sasaran karena Leo dengan beraninya memberikan tubuhnya sebagai perisai dalam melindungi Cleo dari tembakannya yang brutal itu tadi.“Bukannya aku sudah bilang pada Mami untuk tidak lagi pernah menganggunya! Tapi kenapa Mami masih tetap tidak mau mendengarkan aku?” tanya Cristian dengan sangat geram pada Diana yang bersembunyi di dalam kamarnya.“Diam lah kau, Anak durhaka! Kau bahkan tidak bisa aku andalkan dalam semua hal ini. Padahal, aku melakukan semua ini tentu adalah demi
“Jangan bercanda, Sweety! Kau tidak bisa membohongiku dalam hal seperti ini! Leo tidak mungkin bisa terluka apalagi sampai harus dioperasi seperti itu. Dia tidak akan berani mati sebelum aku menyuruhnya untuk mati.” Morgan berkata dengan nada tidak percaya atas apa yang baru saja diucapkan oleh putrinya itu.“Kau harus memeriksanya ke sana sekarang juga!” titah Vallen yang merasa bahwa semua itu pasti lah benar adanya.“Aku akan menelponnya dulu untuk memastikan.” Morgan berkata lagi sambil mengeluarkan ponsel dari sakunya dan kemdudian menekan tombol panggil di samping nama Leo.Tuuutt … tuuutt ….Tidak ada jawaban dari sana meski sudah beberapa kali Morgan mencoba untuk menghubungi Leo. Memang tidak seperti biasanya, karena Leo tidak pernah membuat Morgan menunggu meski hanya di panggilan kedua kali.Leo adalah kaki tangan kepercayaannya dan tidak pernah membuatnya kecewa selama ini. Mana mungkin Morgan membiarkan Leo pergi begitu saja tanpa pamit. Morgan mendecak kesal dan kemudian
Cleo sudah sampai dengan selamat di rumah sakit berkat perjuangan Leo dan juga pengorbanannya. Ia tidak akan pernah bisa sampai di tempat ini dan bertemu orang tuanya jika saja Leo tidak pasang badan dalam melindunginya dari tembakan orang tidak dikenal saat dalam perjalanan tadi.Saat sampai di rumah sakit, Morgan segera memeluk putrinya itu dengan rasa bahagia dan haru. Meski tetap saja awalnya ia mendapatkan penolakan dari Cleo dan itu tidak mengapa bagi Morgan. Ia mengerti karena Cleo masih dalam keadaan marah padanya perihal kondisi Vallen saat ini.“Tuan … maafkan aku kalau tidak bisa menjaganya dengan maksimal. Nona kecil terluka di lengannya karena pecahan kaca mobil,” ucap Leo saat menghantarkan Cleo ke dalam ruangan perawatan Vallen.“Kau! Kenapa bisa putriku terluka?” tanya Morgan dengan marah dan melayangkan satu pukulan keras pada perut Leo.“Daddy! Stop! Paman Leo sedang terluka!” teriak Cleo dengan sangat keras dan membuat rencana hantaman Morgan terhenti.“Itu sudah me
“Sayang … kapan kau akan bangun? Sudah empat jam kau belum juga membuka mata. Apa kau memang tidak ingin lagi bertemu denganku? Bagaimana dengan kejutan yang sudah aku persiapkan untukmu? Apa kau sama sekali tidak ingin menunggunya datang? Dia pasti akan sangat sedih jika kau tidak menyambut kedatangannya nanti,” ungkap Morgan dengan untaian pertanyaan yang ia lemparkan kepada Vallen.Tubuh wanita itu masih tergelatak di atas ranjang rumah sakit dan belum ada tanda-tanda dia merespon setiap yang dikatakan oleh Morgan. Sejak Morgan menemaninya di dalam ruangan ini, tidak sebentar pun Morgan berhenti mengajak berbicara.Ia masih terus berharap bahwa Vallen bisa membuka matanya sebelum Cleo datang. Ia tahu bahwa Cleo akan mencecarnya dengan makian nanti karena sudah membuat Vallen seperti sekarang ini. Cleo sudah terlalu lama memendam rasa rindunya kepada Vallen. Namun, sekarang ketika mereka akan bertemu kejadian tak terduga ini terjadi.“Selamat siang, Tuan Muda. Kami ingin memeriksa k
Tiga jam sudah berlalu sejak Vallen berada di ruang perawatan dengan semua jenis alat medis yang menempel pada tubuhnya. Morgan merasa sangat teriris ketika melihat hal itu dan dia bahkan terus menangis menyalahkan dirinya.Sesekali ia akan mengelus perut buncit Vallen dan kemudian mengecupnya dengan sangat lembut. Vallen sudah melewati masa-masa kriti, tapi masih dalam masa observasi karena dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk ia bisa kembali sadar dari pingsannya.“Sayang … buka matamu sekarang. Apa kau tidak ingin melihat kejutan yang sudah aku persiapkan untukmu? Aku rasa, sudah waktunya kau untuk tahu hal itu dan maafkan aku jika selama ini harus membuatmu menderita. Semua itu demi kebaikan dirimu dan juga putri kita – Cleo!” ungkap Morgan dengan suara yang sangat lembut seperti berbisik kepada Vallen yang masih memejamkan matanya.Morgan mengeluarkan ponselnya dan kemudian menghubungi Leo yang tadi ia perintahkan untuk menjemput seseorang dan sampai saat ini belum juga sampai
Di dalam kamarnya, Vallen masih terisak ketika ia tidak bisa membayangkan hal menyakitkan itu terjadi dalam hidupnya. Lagi … ia disakiti oleh pria yang dicintainya. Dan kali ini benar-benar sudah tidak bisa untuk ia maafkan. Vallen tidak akan pernah memberikan kesempatan pada seseorang yang sudah berkhianat darinya. Ia tidak ingin terlihat rendah dengan memberikan maaf lalu menerimanya, seolah tidak ada yang pernah terjadi dalam hubungan mereka sebelumnya.Ia menghapus sisa-sisa air matanya yang kini menyisahkan sesenggukan dan juga isakan tidak bersuara. Ia mencoba kuat dan tegar dengan semua yang sudah terjadi. Vallen merasa bahwa semua ini memang sudah tidak bisa lagi untuk diperbaiki.“Baik. Aku akan membuatmu menyesal karena sudah berani menyakitiku. Aku tidak akan pernah tinggal diam dengan semua ini,” gumam Vallen dengan penuh tekad.Sementara itu, dia mengambil ponselnya dan melihat tidak ada hal yang perlu ia khawatirkan lagi sekarang. Vallen berpikir keras seolah sedang meng
“Sayang … ada apa denganmu? Apa yang terjadi sampai kau berkata dan bersikap kasar padaku?” tanya Morgan heran kepada Vallen.Namun, wanita mengandung itu memilih berjalan meninggalkan Morgan yang menatapnya dengan heran dan juga bingung. Ia tidak mengerti sama sekali di mana letak kesalahannya pada Vallen kali ini. Ia mengekor di belakang Vallen karena merasa masih butuh penjelasan dari sang pujaan hatinya.Sementara itu, para koki dan pelayan kembali melanjutkan pekerjaannya di bawah arahan dan pantauan dari bibi Jane. Bibi Jane memang hanya bertugas sebagai pengawas para pekerja di rumah itu semenjak ia sudah tidak lagi kuat untuk beraktifitas seperti biasa. Morgan menaikkan jabatannya karena memang sejak dulu pun Morgan tidak memberikan pekerjaan yang rumit untuk bibi Jane.“Sayang … tunggu aku! Apa ini semua?” tanya Morgan yang terus mengikut Vallen.“Apa semua ini? Apa maksudmu dengan pertanyaan itu? Aku sungguh tidak mengerti!” jawba Vallen dengan kembali bertanya.“Maksudku …
“Nona Muda … apa yang sedang kau lakukan?” tanya seorang pelayan di dapur kepada Vallen.“Aku tidak melakukan apa pun. Aku hanya sedang ingin memasak sop iga sapi dengan tanganku sendiri,” jawab Vallen dan tetap melanjutkan pekerjaannya.“Biarkan koki saja yang memasaknya, Nona. Nanti tuan muda bisa marah besar kalau dia tahu Anda berada di dapur lagi,” ucap pelayan itu dengan sangat takut.“Kenapa dia harus marah? Aku tidak memasak untuk dirinya, dan aku memang sedang ingin memasak sendiri. Justru kalau dia melarangku, maka aku lah yang akan marah besar!” ungkap Vallen kepada pelayan itu dengan nada tinggi dan emosi.Pelayan yang mendengar ucapan Vallen itu tentu saja langsung merasa tidak berdaya. Para koki yang sejak tadi berdiri di dapur pun hanya bisa diam dan menyaksikan tangan majikannya bergerak cepat mempersiapkan segalanya. Vallen tidak terlihat seperti istri seorang yang berkuasa sama sekali. Dia sangat lihai mengerjakan pekerjaan memasaknya dan sejak tadi para koki hanya m