"Kau pergilah istirahat. Aku akan kembali ke kantor karena ada pekerjaan yang harus ku kerjakan," ujar Rex berpamitan sambil mengusap sayang puncak kepala Jane terlebih dahulu sebelum kemudian pergi.Jane melihat kepergian Rex untuk beberapa saat lalu akhirnya mengikuti langkah Elma yang menemaninya untuk menuju kamar tidurnya. Selama Elma membantunya menaiki tangga, selama itu pula Elma memandangi wajahnya lekat-lekat."Ada apa, Elma... apa ada hal yang ingin kau katakan padaku?""Apa anda baik-baik saja?" tanya Elma akhirnya."Iya aku baik-baik saja. Apa ada masalah yang tidak kuketahui?" jawab Jane yang kemudian balik bertanya."Sebenarnya beberapa jam yang lalu tuan pulang dengan panik mencari anda karena pihak rumah sakit berkata kalau anda hilang. Tuan tampak sangat panik mencari anda, supirnya bilang kalau kepanikan itu terjadi karena tuan mendapati darah di kamar rawat anda tapi tak menemukan keberadaan anda di sekitar rumah sakit. Kepanikannya kian menggila ketika dia tak men
"Entah kenapa, tapi rasanya hari ini kau sedang berusaha bersikap manis padaku." Rex bertopang dagu menatap Jane dengan tatapan jenaka. "Ada apa, jangan bilang kalau ini adalah cara yang kamu lakukan karena merasa bersalah?"Jane hanya menunduk malu. "Tak sepenuhnya begitu, tapi aku juga tak bisa mengelak bahwa aku sedang bersikap manis padamu.""Jadi, jika tak sepenuhnya didasari oleh rasa bersalah lantas apa alasanmu bersikap manis padaku?""Karena ingin saja. Apa kamu merasa tidak nyaman dengan sikapku yang tiba-tiba begini? Jika iya, aku tidak akan-""Aku menyukainya. Aku merasa kita lebih akrab jika kau bersikap manis seperti ini, jadi teruskan saja." Rex menyudahi ucapannya dengan meneguk habis jeruk di gelasnya dan menyelesaikan sarapannya dengan senyuman senang. "Hari ini aku mengambil waktu cutiku sampai besok. Setelah aku selesai mandi, mau bersantai denganku di taman belakang?""Iya," jawab Jane singkat. Pembicaraan mereka sebelumnya benar-benar membuat Jane mendadak kehila
Ruby Jane, Perempuan muda berusia awal 20an itu tengah duduk berselonjor kaki di gudang pengap disebuah swalayan tempatnya bekerja. Keringat bercucuran di keningnya dan napasnya terenga-engah karena kelelahan selepas mengangkut dan menyusun puluhan box barang dan menyusunnya pada rak-rak tinggi di gudang itu."Apa tunanganmu sudah baik-baik saja, Jane?" tanya Fany, perempuan paruh baya pemilik toko swalayan sambil mengulurkan sekaleng soda dingin pada Jane.Jane menerima minuman itu, meneguknya dengan haus, lalu menggeleng pelan. "Sayangnya belum. Kecelakaan itu melukai jantungnya. Dia masih belum sadarkan diri dan kondisinya semakin memburuk. Dokter menyarankan untuk memindahkannya ke ICU," jawab Jane sedih dengan pandangan yang melayang jauh ke hari dimana dia menerima kabar kalau Dante, tunangannya terlibat kecelakaan dan pemandangan yang pertama kali dilihatnya saat tiba di rumah sakit adalah tubuh lunglai Dante yang berlumuran darah."Jika dokter menyarankan untuk pindah perawata
Rex ingin berbalik pergi, tapi tiba-tiba saja Jane bangkit dan mencekal pergelangan tangan Rex. "Aku mohon tuan... jangan pergi. Nyonya itu sudah berjanji akan membayar saya dengan nominal yang besar."Apa kau gila? Lepaskan tanganku!" bentaknya menepis kasar cekalan tangan Jane padanya. "Apa kau tahu alasan istriku sampai bisa membuatmu berada di dalam ruangan ini?"Dia tetap bersikeras untuk pergi dari sana tanpa memperdulikan panggilan dari Jane yang berusaha menahan kepergiannya. Namun, lagi-lagi sebelum dia bisa memegang handle pintu Jane sudah lebih dulu duduk di depan pintu untuk menghalangi langkah Rex."Aku juga tak menginginkan hal seperti ini, tuan... tapi aku tak punya pilihan lain. Aku benar-benar putus asa. Nyonya itu berjanji akan memberikan sejumlah uang yang aku butuhkan jika aku mematuhi keinginannya.""Apa kau begitu murahan sampai dengan mudahnya menjual tubuhmu hanya demi lembaran uang saja!" teriaknya murka. "Singkirkan tubuhmu dari pintu, aku ingin pergi seka"
Jane mendapatkan sejumlah uang dari istri Rex. Dengan tangan gemetar, dia memasukkan gepokan uang itu ke dalam tasnya. Matanya berair, air mata perlahan jatuh membasahi pipinya. Dia keluar dari klub malam itu, berjalan dengan langkah berat dan penuh beban. Sambil menangis, Jane memeluk tasnya erat-erat, seakan itu satu-satunya hal yang bisa memberinya kekuatan untuk melangkah.Wajahnya berurai air mata sepanjang jalan pulang. Setiap langkah terasa begitu berat, setiap napas terasa penuh dengan kesakitan dan penyesalan. Ketika dia sampai di tepi jalan, Jane mengangkat tangannya, berusaha menghentikan taksi yang lewat. Ketika sebuah taksi berhenti di depannya, dia hampir terjatuh ke dalamnya, menangis pilu di kursi belakang.Sopir taksi menoleh dengan cemas, tetapi Jane hanya memandang ke luar jendela, air mata terus mengalir tanpa henti. "Kemana, Nona?" tanya sopir itu dengan lembut."Ke... ke rumah saya," jawab Jane terisak, memberikan alamatnya dengan suara gemetar. Sopir itu mengang
Di dalam Jaquzi yang diisi penuh oleh air hangat beraroma mawar bercampur manisnya vanila itu Jane berendam dengan wajah datar dan kedua mata yang menatap nanar ke arah jendela yang langsung menyuguhkan pemandangan hamparan daun maple yang memerah.Sejenak Jane memejamkan kepalanya saat merasakan tangan maid mulain memijat kepalanya. Dia tak bohong kalau pijatan itu dan aroma terapi yang dituankan ke dalam air cukup menenangkan pikiran dan tubuhnya. Kemudian, dengan perlahan Jane pun kembali membuka matanya dan kembali menatap lekat-lekat sosok maid itu melalui cermin."Apa kau selalu bertugas melakukan semua pelayanan seperti ini pada setiap perempuan yang dibawa tuan Rex?" tanya Jane tanpa tedeng aling-aling. Dia bahkan tak peduli sekalipun maid itu berpeluang akan mengadukan pembicaraan ini pada Rex. Ini semua dia lakukan didasari oleh ketidak percayaannya pada cerita ironis yang dikatakan Rex pada pertemuan pertama mereka."Setiap perempuan?" cicit maid itu terdengar bingung."Mak
"Dari mana saja kau Rex kenapa kau baru pulang sepagi ini, berada di mana kau kemarin?" tanya Claire sinis sambil menyesap teh hangatnya.Rex yang pagi itu baru pulang ke rumahnya hanya melirik sebentar ke arah istrinya dan kemudian melangkah pergi menuju kamarnya. "Ini masih pagi dan aku lelah, Claire. Jangan mengajakku berdebat," jawab Rex datar.Claire mendengus sinis dan menatap tajam punggung Rex. "Aku dengar kau memelihara perempuan murahan itu di rumah ibumu. Bukankah itu keterlaluan? Selama pernikahan kita kau bahkan tak pernah mengizinkanku untuk sekadar menginjak rumput di halaman rumah ibumu itu. Rupanya kau menyukai pelacur itu, hm?" Rex menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Claire. "Apa sekarang kau mulai cemburu pada perempuan yang kau pilih sendiri untuk aku tiduri?"Claire kembali mendengus sinis dan kali ini dia tersenyum mencemooh Rex. "Tidak sama sekali. Aku tak peduli sekalipun kau setiap hari menghabiskan semalaman suntuk untuk berhubungan intim dengan per
Dengan napas terengah-engah karena berlarian dari parkiran mobil sampai ke IGD. Disana dia mencari keberadaan Rex dan langsung terpaku di tempatnya untuk beberapa detik ketika perawat mengantarkanya pada salah satu bangsal yang dibuka tirainya.Di sana Rex terlihat berbaring tak sadarkan diri dengan kepala yang dibebat perban dan tangan yang penuh goresan. Darah bahkan masih terlihat di perban dan pada luka di tangan pria itu."Bodoh," gerutunya saat melangkahkan kakinya menghampiri Rex. "Tak ada yang lebih bodoh dari kau, Rex. Bisa-bisa baru sebentar keluar rumah kau langsung masuk rumah sakit," tambahnya.Raut kesal dan khawatir memenuhi wajah cantik Claire. Tak lama kemudian dokter yang ditemani perawat pun datang menghampiri dan menjelaskan kondisii Rex."Luka di kepala sudah mendapat jahitan, pendarahannya sudah berhenti. Mungkin anda harus menunggu beberapa waktu sampai pasien sadarkan diri," jelasnya.Claire mengangguk. "Apa kondis
"Entah kenapa, tapi rasanya hari ini kau sedang berusaha bersikap manis padaku." Rex bertopang dagu menatap Jane dengan tatapan jenaka. "Ada apa, jangan bilang kalau ini adalah cara yang kamu lakukan karena merasa bersalah?"Jane hanya menunduk malu. "Tak sepenuhnya begitu, tapi aku juga tak bisa mengelak bahwa aku sedang bersikap manis padamu.""Jadi, jika tak sepenuhnya didasari oleh rasa bersalah lantas apa alasanmu bersikap manis padaku?""Karena ingin saja. Apa kamu merasa tidak nyaman dengan sikapku yang tiba-tiba begini? Jika iya, aku tidak akan-""Aku menyukainya. Aku merasa kita lebih akrab jika kau bersikap manis seperti ini, jadi teruskan saja." Rex menyudahi ucapannya dengan meneguk habis jeruk di gelasnya dan menyelesaikan sarapannya dengan senyuman senang. "Hari ini aku mengambil waktu cutiku sampai besok. Setelah aku selesai mandi, mau bersantai denganku di taman belakang?""Iya," jawab Jane singkat. Pembicaraan mereka sebelumnya benar-benar membuat Jane mendadak kehila
"Kau pergilah istirahat. Aku akan kembali ke kantor karena ada pekerjaan yang harus ku kerjakan," ujar Rex berpamitan sambil mengusap sayang puncak kepala Jane terlebih dahulu sebelum kemudian pergi.Jane melihat kepergian Rex untuk beberapa saat lalu akhirnya mengikuti langkah Elma yang menemaninya untuk menuju kamar tidurnya. Selama Elma membantunya menaiki tangga, selama itu pula Elma memandangi wajahnya lekat-lekat."Ada apa, Elma... apa ada hal yang ingin kau katakan padaku?""Apa anda baik-baik saja?" tanya Elma akhirnya."Iya aku baik-baik saja. Apa ada masalah yang tidak kuketahui?" jawab Jane yang kemudian balik bertanya."Sebenarnya beberapa jam yang lalu tuan pulang dengan panik mencari anda karena pihak rumah sakit berkata kalau anda hilang. Tuan tampak sangat panik mencari anda, supirnya bilang kalau kepanikan itu terjadi karena tuan mendapati darah di kamar rawat anda tapi tak menemukan keberadaan anda di sekitar rumah sakit. Kepanikannya kian menggila ketika dia tak men
Suara teriakan tertahan itu terdengar jadi Dante ketika selang bantu napas itu ditarik keluar dari mulutnya, membuat rasa perih seketika mendera tenggorokannya. Saat itu, hanya lelehan air mata yang bisa menjabarkan betapa tersiksanya Dante saat itu.Jane yang mendengarnya hanya bisa meringis sedih. Dia menatap Fany dengan bimbang, menebak-nebak apa kiranya yang terjadi di dalam sana dalam waktu yang cukup lama dan sampai-sampai terdengar suara jeritan."Kau mendengarnya kan, Fany? Apa Dante baik-baik saja di dalam sana? Suara jeritan yang tertahan itu terdengar seperti sedang sangat kesakitan ya kan?" tanya Jane bertubi-tubi.Fany tersenyum hangat lalu mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut punggung Jane. "Tenanglah. Dokter sedang memeriksa kondisi vital Dante, mereka tak mungkin gegabah dalam melakukan tindakan. Dante pasti baik-baik saja," ucapnya.Helaan napas berat terdengar dari Jane yang kini memandang ruangan ICU yang ditempati Dante dengan perasaan yang semakin resah. Na
Jane pikir yang harus dia khawatirkan hanyalah kemarahan Claire saja lalu kemudian dia bisa menjalani kehamilannya dengan nyaman. Namun, ternyata tak semudah itu kemarahan Claire kali ini lebih buruk dari sebelum-sebelumnya."Jangan pernah merebut kebahagiaanku," tegas Claire yang menatap Jane dengan benci. "Ada apa dengan semua orang belakangan ini? Kenapa kau menyukai Rex, temanku menyukai Rex, lalu siapa lagi dan berapa banyak lagi orang yang akan menyukainya? Menyebalkan!"Mendengar semua kemarahan itu Jane hanya bisa menunduk, tak bisa mengatakan apapun. Walau jauh di dalam hatinya Jane ingin sekali menjawab dan mengutarakan pembelaannya bahwa dia tak sedang menyukai Rex. Kecurigaan Claire itu salah."Hanya aku yang boleh dicintai oleh Rex. Kau seharusnya bersikap tahu diri untuk tak melibatkan Rex terlalu jauh bersamamu. Bukankah kau punya calon suami? Apa kau sangat murahan sampai-sampai kau berharap bisa mendapatkan dua pria sekaligus?" Claire menc
"Aku tahu anda ingin melindungiku dan bayi di dalam perutku, tapi tolong... jangan bersikap terlalu manis padaku. Sebab, kamu punya istri dan aku punya calon suami. Kita harus fokus pada tujuan utama kerja sama di antara kita dibangun," ujar Jane tenang, tapi sarat akan ketegasan.Rex tampak tertegun sejenak, sebelum kemudian tersenyum hangat dan mengangkat kedua bahunya ringan."Aku tak peduli dengan semua kekhawatiranmu tentang hal yang terjadi di antara kita. Aku akan tetap bersikap seperti ini selagi kontrak di antara kita masih berlaku," tandasnya sembari dengan santainya menyuapkan potongan kimbab dan ayam tepung itu ke dalam mulut Jane. Seolah-olah saja dia sengaja melakukannya untuk membuat Jane berhenti protes."Makanlah dengan nyaman, jangan memikirkan apapun yang membuat dirimu terbebani. Kau tak perlu khawatir aku akan jatuh cinta padamu dan memperumit urusan di antara kita, bukankah aku sudah berjanji akan memastikan hidupmu bersama tunanganmu
"Jangan menatap pada tanganmu, kau akan ketakutan." Dengan lembut Rex menahan wajah Jane agar tak menatap ke arah tangannya yang sedang dibantu dipasangkan infus oleh seorang perawat.Rex membuat Jane hanya menatap ke arahnya. Jane hanya bisa diam menurut dan menatap Rex dengan tatapan sayu, sedangkan Rex melayangkan tatapan teduhnya pada Jane yang membuatnya merasa lebih tenang.Jane meringis ketika jarum infus mulai menembus pembuluh vena di tangannya, tapi segera Rex membelai pipinya lembut dan terus mengatakan kalimat penenang untuk Jane agar rasa sakitnya sedikit teralihkan.Infus pun selesai dipasang dan Rex pun tersenyum hangat pada Jane. "Kau hebat sekali karean sudah menahan rasa sakitmu dengan baik.""Tapi jika aku di rawat di rumah sakit, aku akan jadi sangat merepotkanmu dan para maid.""Itu bukan masalah besar.""Maaf," cicit Jane."Permintaan maaf untuk apa?""Karena tubuhku yang lemah dan merepotkanmu sampai sejauh ini, ketika banyak sekali perempuan di luar sana yang h
Claire duduk termenung di balkon, tubuhnya diselimuti cahaya temaram dari lampu-lampu kota yang berpendar di kejauhan. Angin malam berembus lembut, membawa aroma tembakau dari rokok yang dihisapnya. Tangan kirinya menggantung lemas di sisi kursi, sementara tangan kanannya memegang rokok yang hampir habis terbakar. Wajahnya tampak kosong, tetapi ada kedalaman emosi yang sulit terbaca.Dari dalam kamar, suara langkah ringan mendekat. Selly, dengan tubuh yang hanya dibalut handuk putih, muncul di ambang pintu balkon. Dia bersandar sejenak di kusen pintu sebelum berjalan menghampiri Claire. Dengan gerakan santai, dia mengambil sebatang rokok dari kotak yang tergeletak di meja kecil di dekat Claire."Kau terlihat aneh malam ini," ujar Selly sambil menyalakan rokoknya. Matanya menyipit menatap Claire, mencoba membaca pikirannya. "Apa kau bertengkar lagi dengan suamimu?"Claire menghela napas panjang sebelum menoleh sekilas ke arah Selly. "Tidak," jawabnya singkat. "Kami baik-baik saja. Aku h
"Apa perasaanmu sekarang sudah lebih baik?" tanya Rex di perjalanan pulang.Jane yang sedari tadi lebih banyak diam daripada biasanya itu pun hanya menoleh dan mengangguk lesu. "Sedikit lebih tenang setelah melihat sendiri kalau kondisi Dante sudah lebih stabil.""Syukurlah. Dia pasti akan segera pulih, buktinya dia sudah bertahan sampai sejauh ini karena tahu kau tetap menunggunya.""Kamu benar," sahut Jane dengan suara seraknya karena terlalu banyak menangis. Dia mengangguk setuju sekaligus mengaminkan ucapan Rex. "Aku harap Dante bisa segera sadar dari koma dan kembali pulih. Aku melakukan semua ini agar bisa melihatnya kembali sehat seperti dulu, walaupun aku juga tak tahu apa dia akan menerimaku kembali jika tahu apa yang sudah kulakukan saat dia terbaring koma."Jane menatap kosong jalanan di depannya. Pikirannya melayang jauh entah kemana, sebab ternyata rasa lega yang dia rasakan sebelumnya tak serta merta menghilangkan rasa kekhawatirannya tentang masa depan."Tenang saja, Ru
Rex melihat puluhan panggilan telepon dari Ruby dan juga maid. Dia meringis membayangkan betapa kalutnya Jane saat itu sampai dia meneleponnya sebanyak itu.Dengan gelisah, Rex pun menambah kecepatan mobilnya agar bisa segera pergi menemui Jane. Jalanan perbukitan yang kosong membuat Rex bisa leluasa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi sehingga akhirnya dia sampai di mansion dan segera berlari masuk."Ruby," panggilnya tergesa-gesa melangkah masuk.Dia hendak pergi ke kamar saat dia melihat maid yang memberikan kode dengan menunjuk ke arah sofa, sehingga Rex tahu kalau Jane ada di sana. Tanpa banyak bicara Rex melangkah menuju sofa untuk sekadar menemukan pemandangan Jane yang berbaring di sofa dengan wajah yang terlihat gelisah."Ruby," panggil Rex lembut. Dia sedikit merunduk untuk membangunkan Jane."Nona Jane tertidur setelah lelah menangis, tuan." Suara Elma memberitahu Rex.Rex semakin merasa bersalah karena membiarkan Jane kalut dalam waktu yang sangat lama. Dia pun ke