Ima berbicara dengan suara yang lemah karena tubuhnya masih sangat lemas. Dia mengungkapkan kepada Felix dan polisi bahwa Siti, teman sekamarnya, adalah dalang di balik peristiwa meracuni Bella, istri Felix. "Tuan Felix, Pak polisi, Siti adalah dalang di balik semua ini. Dia yang meracuni Nyonya Bella. Aku ingin memberitahu Anda saat itu, Tuan, tapi dia memukul kepalaku dan aku pingsan. Setelah itu, aku tidak ingat apa-apa, dan saat aku sadar, aku sudah berada di rumah sakit," papar Ima dengan sendu.Ima sebenarnya sangat menyayangkan kejahatan Siti. Mereka sangat dekat semenjak kerja di rumah Felix, bahkan seperti saudara.Namun Ima tak menyangka jika Siti bisa sejahat itu, apalagi tega melukai dirinya. Ima sangat yakin jika Siti tak mungkin melakukan hal itu tanpa dasar. Ima sangat yakin jika ada yang menyuruhnya.Felix dan polisi terkejut mendengar pengakuan Ima. Mereka mendengarkan dengan seksama dan mencoba memproses informasi yang baru mereka terima."Tuan Felix, tolong jangan
Tuan Johnson menggebrak meja dengan tatapan tajamnya pada Salma. Felix yang melihat kemarahan sang papa hanya tersenyum miring, dia membiarkan Tuan Johnson, papanya, untuk memarahi Salma."Salma, apa yang kamu katakan sudah keterlaluan!" tegur Tuan Johnson dengan nada marah. "Tidak sepatutnya kamu menghakimi Bella dan pekerjaan di masa lalunya. Dia sudah berubah dan kamu harus menghargainya!"Salma hanya bisa diam menahan kesal, sebab papa mertuanya memarahi dirinya. Hatinya semakin dipenuhi rasa benci terhadap Bella. Dia merasa bahwa Bella adalah penyebab dari semua masalah yang terjadi dalam keluarga mereka."Bukan seperti itu, Pah. Hanya saja, aku merasa jika---""Tapi tak sepatutnya kamu bicara begitu. Kamu saja selama ini selalu mengabaikan anak dan cucuku, kenapa sekarang kau sok sokan perduli?" Tuan Johnson memotong ucapan Salma dengan marah.Felix mencoba menenangkan suasana. "Papa, tenanglah. Kita lagi di meja makan, banyak pelayan juga. Biarkan saja Salma, mungkin otaknya la
"Apa!" kaget Bella.Tubuh Bella gemetar saat dia mendengar kata-kata mabuk yang keluar dari mulut Salma. Tangan Bella instingif menutup mulutnya, mencoba menahan kejutan dan kebingungan yang melanda dirinya. Matanya berembun, mencoba menahan kabut air mata yang ingin keluar.Kata-kata itu begitu menyakitkan, begitu tak terduga. Bella tidak bisa mempercayai apa yang baru saja dia dengar. Dia tahu bahwa Salma sedang dalam pengaruh alkohol, tetapi kata-kata itu terasa seperti pukulan yang mematikan.Bella merasakan kemarahan membara di dalam dadanya. Dengan langkah-langkah yang gemetar, dia berjalan mendekati Salma yang tak sadar akan dampak kata-katanya. Hatinya penuh dengan rasa sakit dan amarah yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Tanpa ragu, Bella mengangkat tangannya dengan penuh kekuatan dan menampar wajah Salma dengan keras. Suara tamparan itu menggema di ruangan, menciptakan keheningan yang mencekam. Wajah Salma terpental ke samping akibat pukulan itu, meninggalkan bekas mera
"Berhenti Bella," cegah Felix menahan tangan Bella.Dia tadi tak sengaja melewati kamar Salma, dan mendengar teriakan Bella. Felix tentu sangat terkejut, saat melihat Bella memegang pisau di tangannya.Bella merasa amarahnya meluap-luap saat Felix masih memegang tangannya dengan erat. Dia merasa tak bisa lagi menahan diri ketika memikirkan apa yang telah terjadi pada kedua adiknya. Dalam keadaan penuh kemarahan, Bella berteriak pada Felix, meminta agar dia melepaskan tangannya."Mas Felix, lepaskan tanganku!" seru Bella dengan nada yang penuh amarah. "Aku harus memberi pelajaran pada Salma! Dia telah membunuh kedua adikku!"Bella kembali mengayunkan pisaunya ke arah Salma.Namun, sebelum Bella bisa melancarkan niatnya, Felix dengan cepat meraih pisau yang ada di tangan Bella dan melemparkannya ke sembarang arah. Pisau itu mendarat dengan suara berdenting di lantai, menghancurkan keheningan yang ada.Bella terkejut dengan tindakan Felix. Dia bergetar dengan tangis dan kemarahan yang ta
Salma merasa marah dan kesal saat pipinya ditampar berulang kali oleh Mama Sally. Hatinya penuh dengan kebingungan dan ketidakpercayaan. Dia tidak mengerti mengapa semua orang begitu marah padanya. Salma menatap Mama Sally dengan mata berkaca-kaca, lalu bertanya dengan nada tinggi, "Apa salahku? Mengapa semua orang begitu marah padaku?" marahnya dengan sorot mata tak terima.Namun, sebelum Mama Sally bisa menjawab, Felix, mencengkram lengannya dengan kuat. Wajahnya penuh dengan kemarahan yang tak terkendali. Felix berbicara dengan suara yang tinggi, "Salma, kamu sendiri sudah mengakui kejahatanmu saat kamu sedang mabuk. Kamu mengaku telah membunuh kedua adik Bella." geramnya dengan nada tertahan.Mendengar kata-kata itu, Salma merasa dunianya hancur. Dia merasa seperti melayang di tengah kegelapan yang tak terbatas. Dia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Bagaimana mungkin dia bisa melakukan hal yang begitu bodoh? Bagaimana mungkin dia bisa membongkar kejahatanny
Bella menatap tajam penuh ke marahan pada Salma. Hatinya terbakar oleh api kemarahan dan kekecewaan yang begitu dalam. Dia merasa seolah-olah dunia ini runtuh di hadapannya. Bella tidak pernah menyangka bahwa Salma, sahabat bisa menjadi begitu jahat dan kejam.Dengan suara yang gemetar penuh kesedihan, Bella akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang begitu berat dalam hatinya, "Salma, mengapa kamu melakukan hal ini? Mengapa kamu menghabisi kedua adikku?"Salma menatap Bella dengan tatapan dingin dan tanpa belas kasihan. Wajahnya terlihat penuh dengan kebencian dan kekesalan. "Kamu ingin tahu mengapa, Bella? Aku membencimu karena kamu telah merebut Felix dariku!" jawab Salma dengan nada tajam.Bella terkejut mendengar jawaban itu. Dia tidak pernah menduga bahwa perasaan Salma terhadap Felix begitu dalam. Namun, Bella tidak bisa menerima alasan itu sebagai pembenaran atas tindakan kejam yang telah dilakukan oleh Salma."Aku bukan milikmu, Salma! Aku adalah manusia dengan kehendak bebas. Bel
Felix duduk sendiri di ruang makan, wajahnya penuh dengan kegelisahan dan kesedihan. Setelah di usir Bella, hatinya semakin terluka ketika menyadari bahwa Bella juga mulai membencinya. Rasanya seperti dunianya runtuh dalam sekejap.Tuan Johnson, melihat Felix yang terlihat terpuruk. Ia menghampiri Felix dengan langkah hati-hati dan duduk di sebelahnya. "Hai Felix, apa yang terjadi?" Tanya Tuan Johnson dengan suara lembut.Felix menoleh ke arah sang papa, dengan penuh air mata. "Hai Pah. Aku merasa hancur. Bella membenciku sekarang. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.""Kenapa bisa?" bingung tuan Johnson."Bella merasa jika aku ikut andil dalam kematian kedua adiknya. Ya ... walaupun aku tidak salah, tapi dia merasa, jika aku tak membawanya masuk kedalam hidupku, semua tidak akan terjadi," ungkap Felix dengan wajah sendu Tuan Johnson meletakkan tangannya di bahu Felix dengan lembut, memberikan sedikit kehangatan dan dukungan. "Tenanglah, Felix. Setiap rumah tangga pasti mengha
Selama satu minggu terakhir, Bella merasa sangat kesal dan marah pada Felix. Setiap kali Felix mencoba untuk berbicara, Bella selalu menghindarinya dan menolak untuk berbicara. Bella merasa bahwa Felix adalah penyebab kematian kedua adiknya yang sangat ia sayangi."Bella, ini susu--" Ucapan Felix terhenti saat Bella beranjak dari tempat duduknya.Bella merasa bahwa Felix bertanggung jawab atas hidupnya. Setiap kali Bella melihat wajah Felix, dia teringat pada kehilangan yang begitu besar dalam hidupnya. Hatinya terasa hancur dan ia merasa bahwa Felix tidak bisa memahami rasa sakit dan kehilangan yang dia alami. Bella merasa bahwa dia tidak bisa memaafkan Felix atas apa yang telah terjadi."Bella, kita perlu bicara," cegah Felix menahan tangan Bella."Tidak perlu ada lagi yang di bicarakan," jawab Bella dengan acuh.Namun, di balik semua amarah dan kekecewaan itu, Bella masih mencintai Felix. Dia masih merindukan kebersamaan mereka dan inginkan Felix untuk mengerti perasaannya. Bella
Felix berjalan menuju pintu kamarnya yang sedang digedor dengan keras. Saat pintu itu terbuka, dia melihat Mama Selly, ibunya, berdiri di depan pintu dengan wajah pucat dan penuh kepanikan."Mas Felix, ada apa? Kenapa Mama Sally menggedor pintu dengan begitu keras?" tanya Bella yang berada di sampingnya, raut wajahnya penuh kekhawatiran.Felix menghela nafas dalam-dalam, merasakan kegelisahan yang sama. "Mama, ada apa? Kenapa wajahmu tampak begitu panik?" tanya Felix, mencoba menenangkan ibunya.Mama Sally menarik nafas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk memberitahu mereka berita yang sangat mengejutkan. "Felix, Bella, beberapa menit yang lalu, pihak rumah sakit jiwa menelpon mama. Mereka mengatakan bahwa Salma mencoba untuk ... melakukan tindakan bunuh diri."Kata-kata itu jatuh seperti bom, membuat Felix dan Bella terdiam dalam kejutan. Bella merasa tubuhnya gemetar dan dia memegang lengan Felix dengan kuat, mencoba mencari dukungan."Mas Felix, apa ... apa ini be
Malam itu, setelah Bella selesai menyusui Galang, bayinya, dia berdiri di balkon kamar sambil menatap kegelapan malam. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran dan rasa bersalah terhadap Salma, istri pertama Felix yang saat ini sedang berada di rumah sakit jiwa.Tiba-tiba, Felix memeluknya dari belakang, kepalanya bersandar di bahu Bella. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Bella?" tanya Felix dengan suara lembut.Bella merasa air matanya menggenang. "Aku ... aku merasa bersalah, Mas Felix," jawab Bella dengan suara yang bergetar. "Aku merasa sedih melihat kondisi Mba Salma. Dia masih menyimpan kebencian yang begitu dalam terhadapku, dan aku merasa bahwa semua ini adalah salahku."Felix merasa hatinya bergetar mendengar pengakuan Bella. Dia mempererat pelukannya dan mencoba menenangkan Bella. "Bella, kamu tidak perlu merasa bersalah. Kondisi Salma bukan salahmu. Dia memiliki masalahnya sendiri yang harus dia hadapi. Kita semua memiliki beban dan tantangan dalam hidup kita, dan Salma juga demi
Pagi itu, Bella dan Felix melangkah keluar dari pintu rumah mereka dengan hati yang berdebar-debar. Mereka tahu bahwa hari ini adalah hari yang penting, mereka akan pergi ke rumah sakit jiwa untuk menemui Salma.Sementara Galang, sang anak kecil yang penuh keceriaan, mereka titipkan kepada mama Sally, yang dengan setia menjaga dan merawatnya.Mama Sally menatap Bella dengan cemas, mencoba mencari kepastian dalam matanya. "Apakah kamu yakin akan pergi ke rumah sakit jiwa, Bella? Kamu tahu betapa sulitnya melihat Salma dalam kondisi seperti ini," ucapnya dengan suara yang penuh kekhawatiran.Bella mengangguk mantap, walaupun di dalam hatinya ada keraguan yang menghantui. Dia ingin melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana keadaan Salma. Bella merasa bahwa hanya dengan melihatnya secara langsung, dia bisa merasakan apa yang Salma alami dan memberikan dukungan yang lebih dalam."Felix dan aku perlu melihatnya sendiri, Mama Sally. Kami ingin memberikan dukungan sebanyak mungkin untuk
"Iya, kamu benar, Nak. Papa memang mengetahui segalanya."Tuan Johnson duduk dengan tenang di sofa kulit berwarna gelap, lampu ruangan menerangi wajahnya yang berkerut, menunjukkan tanda-tanda usia dan kebijaksanaan. Dia mengambil napas dalam-dalam, menatap Felix yang tampak pucat dan terkejut."Felix," kata Tuan Johnson dengan suara yang lembut namun penuh otoritas. "Aku tahu ini mungkin sulit untukmu menerima kenyataan ini. Tapi aku melakukan ini demi Bella, demi kalian berdua."Felix merasa seperti ditampar oleh kata-kata ayahnya. Dia merasa seolah-olah tanah di bawahnya runtuh. "Kenapa, Pah?" Felix bertanya, suaranya bergetar. "Kenapa kau tidak memberitahuku?"Tuan Johnson menatap Felix, matanya penuh penyesalan. "Karena aku tahu betapa kerasnya kau mencintai Bella, Felix. Aku tahu betapa hancurnya hatimu saat dia pergi. Aku hanya ingin melindungi kalian. Terlebih, Bella masih belum siap bertemu denganmu."Felix merasa kepalanya berputar. Dia menatap ayahnya, mencoba mencerna seti
Felix melepaskan pelukannya dan menatap Bella dengan tatapan penuh cinta. "Bella, aku sangat merindukanmu. Aku bahagia kamu kembali. Aku mencintaimu," ucap Felix dengan suara bergetar. "Kemana kamu selama ini, sayang? Kenapa kau pergi meninggalkanku?"Bella menatap Felix dengan ekspresi yang sulit dibaca. Dia tampaknya masih belum yakin dengan apa yang harus dia lakukan. Namun, Felix tahu bahwa dia harus bersabar. Dia harus memberi Bella waktu untuk memahami dan menerima kenyataan bahwa mereka berdua kembali bersama."Sayang aku khawatir dengan keadaanmu dan ..." Ucapan Felix terhenti saat melihat perut Bella yang sudah kempes.Felix menatap Bella dengan penuh kasih saat matanya terfokus pada perut Bella yang sudah tidak buncit lagi. Dia tidak bisa menahan kebahagiaannya dan akhirnya bertanya apakah Bella telah melahirkan anak mereka. "Apa kamu sudah melahirkan, sayang?" Bella hanya bisa mengangguk tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun.Melihat reaksi Bella, Felix merasa hatinya b
Felix melangkah masuk ke halaman rumahnya, hatinya dipenuhi rasa heran. Suasana rumah yang biasanya tenang dan damai kini berubah menjadi ramai, penuh dengan suara tawa dan percakapan yang riuh. Dia merasa ada yang berbeda, sesuatu yang tidak biasa. Kemudian, ia teringat bahwa hari ini ada tamu spesial yang akan datang, namun ia lupa siapa tamu tersebut.Saat pintu rumah dibuka, aroma masakan yang lezat langsung menyapa indra penciumannya. Di tengah kebingungan dan rasa penasaran, mama Selly, ibu dari sahabatnya, langsung menghampirinya."Mama, ada apa ini? Kenapa rumah ini begitu ramai?" tanya Felix dengan wajah bingung."Felix, kamu lupa ya? Hari ini ada tamu spesial yang datang. Kamu segera mandi dan ganti baju ya, tamu kita sedang menunggu di meja makan," jawab Mama Sally dengan senyum ramah."Tamu spesial? Siapa itu, Mama?" tanya Felix penasaran."Itu nanti kamu tahu sendiri setelah mandi dan berganti baju. Sekarang, cepatlah mandi dan berganti baju. Jangan sampai tamu kita menu
Sudah dua hari Felix tinggal di rumah, dan selama dua hari itu orang tuanya belum pulang dan tidak bisa dihubungi. Felix merasa cemas dan khawatir tentang keberadaan orang tuanya. Namun, pada saat yang sama, Betrand, asisten Felix, menelepon dan memberitahu bahwa mereka akan ada meeting dalam satu jam."Iya, aku akan segera turun ke bawah," jawab Felix dengan datar pada Betrand di seberang telepon.Dengan perasaan terpaksa, Felix turun ke lantai bawah di mana Betrand sedang menunggunya. Saat melangkah ke bawah tangga, Felix melihat semua pelayan sedang sibuk menghias sebuah kamar di lantai satu. Felix merasa bingung dan penasaran tentang apa yang sedang terjadi. Tanpa pikir panjang, Felix mendekati salah satu pelayan dan bertanya, "Maaf, apa yang sedang terjadi di sini? Mengapa semua pelayan sedang sibuk menghias kamar ini?"Pelayan itu menoleh ke arah Felix dan menjawab dengan sopan, "Tuan Felix, ada tamu spesial yang akan menginap dan tinggal di rumah ini atas perintah dari Tuan J
"Namanya adalah, Galang Perdana Harrison," jawab Bella sambil mengusap pipi bayinya dengan lembut.Mama Sally tersenyum lebar, matanya berbinar-binar melihat cucu pertamanya yang baru saja diberi nama. Dia mengulurkan tangannya dengan penuh kelembutan, mengelus pipi Galang dengan lembut. "Galang Perdana Harrison, nama yang begitu indah. Aku yakin kamu akan tumbuh menjadi anak yang hebat dan penuh keberanian, seperti namamu."Tuan Johnson mengangguk setuju, senyumnya tak bisa disembunyikan. Dia merasa bangga melihat Bella mengambil keputusan yang tepat untuk memberi nama kepada bayi mereka. "Galang, nama yang kuat dan memiliki makna yang mendalam. Kamu akan menjadi anak yang berani dan selalu berusaha mencapai tujuanmu, seperti namamu yang mengandung arti 'berani'."Bella melihat kedua orang yang begitu ia cintai dengan tatapan penuh kebahagiaan. Dia merasa lega karena mereka menerima nama yang dia pilih untuk bayi mereka. "Terima kasih, Mama Sally, Papa Johnson. Saya senang bahwa kali
Bella terdiam sejenak. "Aku tidak tahu Mah, apakah aku harus kembali kepada Max Felix atau tidak," jawab Bella dengan lirih.Mama Sally mendekati Bella dengan penuh kelembutan. "Sayangku, mama mengerti betapa sulitnya situasi yang kamu hadapi. Kamu sudah melalui banyak penderitaan dan trauma, dan mama tidak bisa membayangkan betapa beratnya bagi kamu untuk kembali kepada Felix. Tapi apapun keputusanmu, kami di sini untuk mendukungmu."Bella menangis, membiarkan air mata mengalir bebas di pipinya. "Mama Sally, aku takut. Aku takut Felix akan marah dan mengancam keselamatanku dan bayi ini. Aku takut dia akan mengambil bayiku dariku. Terlebih, aku takut pada mba Salma."Mama Sally menggenggam tangan Bella dengan erat. "Bella, kamu tidak sendiri dalam menghadapi semua ini. Kami akan melindungi kamu dan bayi ini. Jika kamu memilih untuk pergi kembali kepada Felix, kami akan mengambil langkah-langkah untuk memastikan keamananmu. Tapi jika kamu memutuskan untuk tidak kembali, kami akan mendu