Edward merasa aneh tiba-tiba ingin berada di kamar Yura. Bahkan, harusnya Edward menjaga agar perasaan Amalia tidak tersakiti. Namun, ia malah memilih bersama Yura. Sementara, Yura tidak banyak bicara saat Edward memilih bersamanya. Ia beranggapan hanya biasa saja.
Edward memperhatikan Yura yang sejak tadi sibuk bermain ponsel. Ia heran kenapa rasa mualnya sudah hilang. Kemudian, tubuhnya pun kembali seperti biasa. Ada apa pikirnya?
“Apa begitu caramu saat aku ada di sini?” tanya Edward.
Yura menoleh ke arah Edward. Ia masih kesal dengan suaminya yang memang berhati lembek jika bersama Amalia. Jika mengingat penolakannya, dirinya begitu kesal. Berharap pria itu menyesal seumur hidupnya.
“Cara apa maksud kamu?” tanya Yura.
“Mendiamkan aku.”
“Edward! Ke luar! Tolong aku, Mami mengusirku.” Amalia terus mengendur kamar Yura. Ia tidak peduli, terpenting Edward ke luar dan menolong dirinya.Yura hendak ke luar, tetapi Edward menahan tangannya. Pria itu menggeleng agar istri keduanya tidak membukakan pintu untuk Amalia. Yura terpaksa duduk kembali, ia tidak tega mendengar Amalia terus berteriak.“Kamu tega, dia terus berteriak?” tanya Yura.“Kamu terlalu baik apa bodoh? Sudah jelas dia melakukan kejahatan padamu, bahkan ia menghasutku untuk tidak mengakui anak dalam kandunganmu.”Yura membuang wajah. Memang harusnya ia tidak berbaik hati, tetapi ia tetap saja memiliki rasa iba. Tidak peduli, ia membukakan pintu untuk Amalia.Amalia menerobos masuk menemui Edward di kamar.
Amalia mengikuti saran dari Alin, ia datang ke kantor untuk menemui Edward. Ia berharap mereka bisa kembali rukun. Kedatangan Amalia membuat Edward bingung, dia sedang tidak mau berdebat atau bertengkar. Namun, sang istri malah datang menemuinya.“Aku ingin bicara dengan kamu, kalau di rumah tidak akan bisa. Aku harap kita bisa bersama-sama dan mengulang dari nol lagi,” ucap Amalia.“Aku sedang tidak mau berdebat.”“Aku nggak ngajak berdebat, hanya bicara 4 mata saja. Dari hati ke hati, itu saja. Kalau di rumah, kamu pasti terpengaruh Yura dan Mami.”Edward kembali menggeleng, Amalia masih sama saja. Menyalahkan Yura dan sang ibu. Ia tidak suka hal seperti itu terjadi lagi. Tetap saja istri pertamanya tidak pernah berubah selalu saja menyalahkan orang lain.
Bi Rukmini sibuk merapikan beberapa barang yang diminta Edward untuk memindahkan ke kamar Yura. Sementara, Yura memandang heran dengan apa yang di lakukan asisten rumah tangganya itu.“Bi, kok di pindahkan ke kamar aku? Itu bukannya barang-barang Edward?” tanya Yura.“Iya, memang punya Tuan Edward. Dia meminta saya memindahkan, Nyonya.” Bi Rukmini hanya tersenyum lalu kembali membawa baju-baju sang tuan.Yura terus mengikuti Bi Rukmini sampai tidak sadar jika sang suami sudah pulang. Edward meminta asisten rumah tangganya ke luar dari kamar. Ia ingin berbicara banyak pada Yura tentang beberapa hal.Bi Rukmini cukup paham dan ia meninggalkan keduanya untuk berbicara hal yang penting. Edward menutup rapat pintu, ia berharap Yura mau mendengar apa yang akan dibicarakannya.&
Edo menemui Rena yang menunggunya di sebuah kafe. Mereka memang sengaja bertemu karena sudah beberapa hari pria itu mulai sibuk dengan pekerjaan barunya. Ia menempati jabatan di perusahaan Madam Syin. Sejak memutuskan menikah dengan Rena, ia pun menerima tawaran untuk bekerja.Wajah Edo semringah saat Rena melambaikan tangan. Buket bunga yang ia bawa langsung ia serahkan saat sampai di hadapan sang kekasih. Wajah Rena berseri menerima apa yang diberikan pria tampan dengan jas hitam itu.“Terima Kasih.”“Sama-sama. Kami, terlihat sangat cantik,” puji Edo.“Jangan memuji aku, nanti terbang.” Rena tertawa menatap Edo.Keduanya saling berbincang, lalu Rena membuka percakapan tentang perceraiannya. Sidak terakhir memutuskan mereka resmi bercerai dan Rena menyandang
Tangan Rena terasa dingin saat ia mulai memasuki rumah besar Edward. Ia memberanikan diri saat pria itu mengajaknya bertemu dengan sang ibu. Mau tidak mau, ia pun memenuhi permintaan Edo. Wajah sang kekasih sangat semringah, sedangkan Rena begitu tegang.Langkahnya semakin berat saat mulai memasuki ruang tengah. Tanpa di panggil, Madam Syin menghampiri Rena dan Edo. Wanita itu sudah tahu jika anaknya akan membawa kekasih hati. Ia mencoba memperhatikan, menilai sedikit dan ia mengernyitkan kening.“Kamu, bukannya suster di RS Palapa?” tanya Madam Syin sembari mengingat-ingat.“I—iya, Tante.” Rena menjawab gugup.Edo mengelus lembut pundak Rena, mencoba menenangkannya. Namun, tetap saja sang kekasih merasa gugup. Sampai akhirnya Yura datang bersama Edward hingga membuat Rena sedikit tenang.
Tangan Rena terasa dingin saat ia mulai memasuki rumah besar Edward. Ia memberanikan diri saat pria itu mengajaknya bertemu dengan sang ibu. Mau tidak mau, ia pun memenuhi permintaan Edo. Wajah sang kekasih sangat semringah, sedangkan Rena begitu tegang.Langkahnya semakin berat saat mulai memasuki ruang tengah. Tanpa di panggil, Madam Syin menghampiri Rena dan Edo. Wanita itu sudah tahu jika anaknya akan membawa kekasih hati. Ia mencoba memperhatikan, menilai sedikit dan ia mengernyitkan kening.“Kamu, bukannya suster di RS Palapa?” tanya Madam Syin sembari mengingat-ingat.“I—iya, Tante.” Rena menjawab gugup.Edo mengelus lembut pundak Rena, mencoba menenangkannya. Namun, tetap saja sang kekasih merasa gugup. Sampai akhirnya Yura datang bersama Edward hingga membuat Rena sedikit tenang.
“Kamu masih peduli bukan dengan Amalia?”Edward menghentikan langkah, seketika ia menoleh ke belakang. Bu Dian berdiri dengan percaya diri di hadapannya. Ia yakin jika menantunya akan membantu menyembuhkan Amalia.“Aku memang sengaja datang untuk memastikan semuanya.”“Kamu masih cinta Amalia. Tidak mungkin kebersamaan selama delapan tahun begitu saja hilang. Tolong dia, Amalia akan sehat kembali. Hanya kamu yang bisa membuatnya kembali tersenyum.” Permintaan Bu Dian membuat Edward dilema.Namun, ia berusaha untuk tetap tenang dan tidak terlihat jika dirinya begitu mencemaskan Amalia. Jika tidak, wanita di hadapannya akan kembali memanfaatkan dirinya lewat Amalia.Keputusan menceraikan Amalia sudah bulat. Namun, jika ia terus menerus mencari tahu tentang dia, kemungkinan akan kembali membuatnya resah.“Maaf, untuk kesekian kali saya tegaskan pada Anda, saya tidak mau berhubungan lagi dengan kalian. C
“Pakai bajumu!”Edward melempar pakaian Yura ke wajahnya. Sedikit menurunkan harga diri, wanita yang baru saja dinikahi Edward Herlambang Wicaksono itu menatap tajam pria di hadapannya. Kalau bukan untuk melunasi hutang kedua orang tua, ia tidak akan mau menjadi istri kedua.Netranya mulai mengembun saat ia teringat tentang perjanjian Madam Syin—ibunda Edward. Kala itu Yura melangkah perlahan saat mendengar suara nyaring terdengar dari dalam gubuk kedua orang tuanya. Ia menelisik sekeliling, mobil mewah bertengger di halaman luas yang lebih besar dari tempat tinggalnya.Sudah hampir sebulan ia menginjakkan kaki di ibu kota dan kini kembali ke kampung halaman demi membawa beberapa lembar uang dan hadiah untuk kedua orang tuanya. Sejak ia bekerja di sebuah perusahaan besar di kota, ia terpaksa untuk pergi dari kampung halamannya.
“Kamu masih peduli bukan dengan Amalia?”Edward menghentikan langkah, seketika ia menoleh ke belakang. Bu Dian berdiri dengan percaya diri di hadapannya. Ia yakin jika menantunya akan membantu menyembuhkan Amalia.“Aku memang sengaja datang untuk memastikan semuanya.”“Kamu masih cinta Amalia. Tidak mungkin kebersamaan selama delapan tahun begitu saja hilang. Tolong dia, Amalia akan sehat kembali. Hanya kamu yang bisa membuatnya kembali tersenyum.” Permintaan Bu Dian membuat Edward dilema.Namun, ia berusaha untuk tetap tenang dan tidak terlihat jika dirinya begitu mencemaskan Amalia. Jika tidak, wanita di hadapannya akan kembali memanfaatkan dirinya lewat Amalia.Keputusan menceraikan Amalia sudah bulat. Namun, jika ia terus menerus mencari tahu tentang dia, kemungkinan akan kembali membuatnya resah.“Maaf, untuk kesekian kali saya tegaskan pada Anda, saya tidak mau berhubungan lagi dengan kalian. C
Tangan Rena terasa dingin saat ia mulai memasuki rumah besar Edward. Ia memberanikan diri saat pria itu mengajaknya bertemu dengan sang ibu. Mau tidak mau, ia pun memenuhi permintaan Edo. Wajah sang kekasih sangat semringah, sedangkan Rena begitu tegang.Langkahnya semakin berat saat mulai memasuki ruang tengah. Tanpa di panggil, Madam Syin menghampiri Rena dan Edo. Wanita itu sudah tahu jika anaknya akan membawa kekasih hati. Ia mencoba memperhatikan, menilai sedikit dan ia mengernyitkan kening.“Kamu, bukannya suster di RS Palapa?” tanya Madam Syin sembari mengingat-ingat.“I—iya, Tante.” Rena menjawab gugup.Edo mengelus lembut pundak Rena, mencoba menenangkannya. Namun, tetap saja sang kekasih merasa gugup. Sampai akhirnya Yura datang bersama Edward hingga membuat Rena sedikit tenang.
Tangan Rena terasa dingin saat ia mulai memasuki rumah besar Edward. Ia memberanikan diri saat pria itu mengajaknya bertemu dengan sang ibu. Mau tidak mau, ia pun memenuhi permintaan Edo. Wajah sang kekasih sangat semringah, sedangkan Rena begitu tegang.Langkahnya semakin berat saat mulai memasuki ruang tengah. Tanpa di panggil, Madam Syin menghampiri Rena dan Edo. Wanita itu sudah tahu jika anaknya akan membawa kekasih hati. Ia mencoba memperhatikan, menilai sedikit dan ia mengernyitkan kening.“Kamu, bukannya suster di RS Palapa?” tanya Madam Syin sembari mengingat-ingat.“I—iya, Tante.” Rena menjawab gugup.Edo mengelus lembut pundak Rena, mencoba menenangkannya. Namun, tetap saja sang kekasih merasa gugup. Sampai akhirnya Yura datang bersama Edward hingga membuat Rena sedikit tenang.
Edo menemui Rena yang menunggunya di sebuah kafe. Mereka memang sengaja bertemu karena sudah beberapa hari pria itu mulai sibuk dengan pekerjaan barunya. Ia menempati jabatan di perusahaan Madam Syin. Sejak memutuskan menikah dengan Rena, ia pun menerima tawaran untuk bekerja.Wajah Edo semringah saat Rena melambaikan tangan. Buket bunga yang ia bawa langsung ia serahkan saat sampai di hadapan sang kekasih. Wajah Rena berseri menerima apa yang diberikan pria tampan dengan jas hitam itu.“Terima Kasih.”“Sama-sama. Kami, terlihat sangat cantik,” puji Edo.“Jangan memuji aku, nanti terbang.” Rena tertawa menatap Edo.Keduanya saling berbincang, lalu Rena membuka percakapan tentang perceraiannya. Sidak terakhir memutuskan mereka resmi bercerai dan Rena menyandang
Bi Rukmini sibuk merapikan beberapa barang yang diminta Edward untuk memindahkan ke kamar Yura. Sementara, Yura memandang heran dengan apa yang di lakukan asisten rumah tangganya itu.“Bi, kok di pindahkan ke kamar aku? Itu bukannya barang-barang Edward?” tanya Yura.“Iya, memang punya Tuan Edward. Dia meminta saya memindahkan, Nyonya.” Bi Rukmini hanya tersenyum lalu kembali membawa baju-baju sang tuan.Yura terus mengikuti Bi Rukmini sampai tidak sadar jika sang suami sudah pulang. Edward meminta asisten rumah tangganya ke luar dari kamar. Ia ingin berbicara banyak pada Yura tentang beberapa hal.Bi Rukmini cukup paham dan ia meninggalkan keduanya untuk berbicara hal yang penting. Edward menutup rapat pintu, ia berharap Yura mau mendengar apa yang akan dibicarakannya.&
Amalia mengikuti saran dari Alin, ia datang ke kantor untuk menemui Edward. Ia berharap mereka bisa kembali rukun. Kedatangan Amalia membuat Edward bingung, dia sedang tidak mau berdebat atau bertengkar. Namun, sang istri malah datang menemuinya.“Aku ingin bicara dengan kamu, kalau di rumah tidak akan bisa. Aku harap kita bisa bersama-sama dan mengulang dari nol lagi,” ucap Amalia.“Aku sedang tidak mau berdebat.”“Aku nggak ngajak berdebat, hanya bicara 4 mata saja. Dari hati ke hati, itu saja. Kalau di rumah, kamu pasti terpengaruh Yura dan Mami.”Edward kembali menggeleng, Amalia masih sama saja. Menyalahkan Yura dan sang ibu. Ia tidak suka hal seperti itu terjadi lagi. Tetap saja istri pertamanya tidak pernah berubah selalu saja menyalahkan orang lain.
“Edward! Ke luar! Tolong aku, Mami mengusirku.” Amalia terus mengendur kamar Yura. Ia tidak peduli, terpenting Edward ke luar dan menolong dirinya.Yura hendak ke luar, tetapi Edward menahan tangannya. Pria itu menggeleng agar istri keduanya tidak membukakan pintu untuk Amalia. Yura terpaksa duduk kembali, ia tidak tega mendengar Amalia terus berteriak.“Kamu tega, dia terus berteriak?” tanya Yura.“Kamu terlalu baik apa bodoh? Sudah jelas dia melakukan kejahatan padamu, bahkan ia menghasutku untuk tidak mengakui anak dalam kandunganmu.”Yura membuang wajah. Memang harusnya ia tidak berbaik hati, tetapi ia tetap saja memiliki rasa iba. Tidak peduli, ia membukakan pintu untuk Amalia.Amalia menerobos masuk menemui Edward di kamar.
Edward merasa aneh tiba-tiba ingin berada di kamar Yura. Bahkan, harusnya Edward menjaga agar perasaan Amalia tidak tersakiti. Namun, ia malah memilih bersama Yura. Sementara, Yura tidak banyak bicara saat Edward memilih bersamanya. Ia beranggapan hanya biasa saja.Edward memperhatikan Yura yang sejak tadi sibuk bermain ponsel. Ia heran kenapa rasa mualnya sudah hilang. Kemudian, tubuhnya pun kembali seperti biasa. Ada apa pikirnya?“Apa begitu caramu saat aku ada di sini?” tanya Edward.Yura menoleh ke arah Edward. Ia masih kesal dengan suaminya yang memang berhati lembek jika bersama Amalia. Jika mengingat penolakannya, dirinya begitu kesal. Berharap pria itu menyesal seumur hidupnya.“Cara apa maksud kamu?” tanya Yura.“Mendiamkan aku.”
Tiba-tiba saja Edward merasa tidak enak perut. Ia berlari ke kamar mandi, sedangkan Madam Syin dan Yura menatap keheranan. Edward memanggil Bi Rukmini untuk membuatkannya teh hangat tanpa gula. Setelah itu, ia membaringkan tubuh di ranjang dengan membalurkan minyak gosok.Madam Syin menghampiri Edward di kamar, ia menatap heran dengan wajah sang anak yang pucat. Bi Rukmini datang membawakan teh hangat, lalu memberikannya langsung pada sang majikan.Edward duduk sembari menyeruput teh hangat itu. Lalu, ia kembali merebahkan tubuh tanpa memedulikan sang ibu yang keheranan melihat tingkahnya.“Kamu salah makan?” tanya Madam Syin.“Nggak, Mi. Nggak tahu tiba-tiba kaya orang mabuk perjalanan aja. Perut kaya di kocok,” ungkapnya.Yura mengintip dari balik pintu, ia berpikir ker