Melihat Christian terdiam sejak tadi, Aileen kembali berbicara, "Christian, aku akhirnya bisa memiliki hubungan baik dengan adik sepupumu, jadi biarkan aku menemaninya ke rumah sakit, ya? Aku sudah menyetujui permintaannya tadi, aku takut dia kecewa padaku jika tiba-tiba aku tidak jadi menemaninya."Christian tetap diam. Namun, tangannya membelai rambut hitam Aileen."Aku juga berencana untuk pergi ke salon & spa besok. Aku berencana minta ditemani juga dengan Qarina."Akhirnya, Christian menunduk setelah terdiam sejak tadi. "Untuk apa ke sana?""Lusa adalah hari istimewamu, aku ingin terlihat sedikit lebih baik agar tidak mempermalukanmu."Mengingat betapa cantiknya Tiffany, Aileen mendadak tidak percaya diri untuk mendampingi Christian di pestanya. Dia takut orang lain akan membanding-bandingkan dirinya dan mencemoohnya karena tidak secantik Tiffany."Jangan berpenampilan terlalu cantik di pestaku. Aku tidak mau ada lelaki yang menikmati kecantikanmu."Aileen menepuk pelan dada Chri
"Kalian tunggu di sini saja. Aku akan menemani Qarina periksa sebentar," ucap Aileen pada 3 pengawal yang sejak tadi terus mengikuti mereka."Baik, Nonya Muda."Dua puluh menit kemudian, Aileen dan Qarina keluar dari ruangan dokter dengan wajah bersinar. Terutama Aileen, dia tidak bisa lagi menyembunyikan perasaan bahagianya setelah mendengar perkataan Dokter mengatakan kalau janin dalam kandungannya sehat.Sebelumnya, Aileen sempat merasa khawatir terjadi apa-apa dengan kehamilannya. Belakang ini, Christian sering sekali menyentuhnya dan selalu berakhir dalam waktu yang lama. Itu sebabnya, dia merasa sedikit cemas."Setelah ini, kita mau ke mana lagi, Kak?"Keduanya sedang berjalan menuju pintu keluar diikuti oleh 3 pengawal di belakang. Di tengah-tegah perjalanan, tidak sengaja berpapasan dengan Jackson yang sedang bersama dengan Managernya.Pria itu sedang memakai topi putih. Wajahnya tertutupi kacamata serta masker hitam. Meskipun begitu, Aileen tetap masih bisa mengenalinya. "Se
"Foto apa itu?"Aileen buru-buru melangkah pada Christian saat melihatnya membungkuk dan berniat mengambil foto itu."Christian, perutku sakit."Ketika mendengar itu, Christian yang baru saja akan menyentuh foto USG itu segera menegakkan punggungnya dan mendekati Aileen. "Memangnya, tadi kau habis makan apa?" tanyanya dengan wajah khawatir."Tadi aku makan makanan pedas terlalu banyak, makanya, aku sakit perut.""Mulai kedepannya, kau tidak boleh makan pedas lagi.""Tapi, suka." Semenjak hamil, dia memang lebih suka makan makanan pedas. Padahal sebelumnya, dia tidak terlalu suka makan pedas. "Aku tidak selera makan jika tidak pedas.""Iya, tapi aku tidak mau kau sakit."Setelah itu, Christian membungkuk dan mengangkat tubuh Aileen, lalu membawanya ke ranjang. Setelah membaringkan istrinya, dia duduk di tepi ranjang."Tahan sebentar, aku akan menghubungi dokter."Saat Christian akan bangkit, Aileen segera menahannya. "Tidak perlu. Aku sudah minum obat tadi, sebentar lagi obatnya pasti
Mata hitam Christian seketika bergejolak. "Bagaimana bisa Bibiku kabur?"Padahal, di sana ada 3 polisi yang berjaga di depan pintu. Tangan bibinya pun diborgol dan dikaitkan dengan tempat tidurnya. Jadi, tidak mungkin dia bisa melepas borgol itu tanpa memiliki kunci."Ada seorang perawat yang bekerja sama dengan Nyonya Fawlina. Mereka berhasil mengelabui polisi dengan cara bertukar tempat. Nyonya Fawlina keluar dari sana dengan menyamar sebagai perawat."Mata gelap Christian seketika mengeluarkan kilatan cahaya. "Apa posisi Bibiku sudah terlacak?""Belum, Tuan Muda. Polisi sudah menyebar orang untuk mencarinya dan Nyonya Fawlina sudah dimasukkan dalam daftar pencarian orang. Pihak kepolisian juga sudah mengajukan pencekalan keluar negeri dan pihak Imigrasi sudah mengeluarkan suratnya.""Kalau begitu, perketat penjagaan di kediaman ini, terutama untuk menjaga Aileen.""Baik, Tuan Muda. Saya juga akan menambah pengawal untuk melindungi Anda.""Tidak perlu. Alihkan semua pengawal untuk m
"Iya, Sayang" Christian yang masih berbaring sembari memeluk tubuh Aileen segera membungkuk dan mencium pucuk kepala istrinya. "Siang nanti akan aku bawakan makanan ke sukaanmu.""Iya. Hati-hati.""Sayang, aku harus pergi sekarang," ucap Christian seraya menunduk."Pergilah."Christian terkekeh pelan. "Bagaimana aku bisa pergi kalau tidak mau melepasku, Sayang?"Sejak tadi, Aileen masih terus memeluk tubuh Christian. Dia mengatakan Christian boleh pergi. Namun, dia justru semakin mempererat pelukannya."Aku tidak mau kau pergi."Christian kembali mengembuskan napas pelan, kemudian berkata, "Tadi, kau bilang aku boleh pergi?""Itu tadi. Sekarang aku sudah berubah pikiran. Aku tidak mau kau pergi. Jika ingin pergi, aku harus ikut denganmu."Christian menggeleng pelan sembari tersenyum tipis. Kesabarannya benar-benar diuji oleh istrinya. Meskipun begitu, dia tidak bisa marah sama sekali pada Aileen. Padahal, sebelum ini dia tidak pernah sekali pun bersikap sabar terhadap seseorang."Baik
"Aku harus ke rumah sakit. Nyawa Tiffany dalam bahaya. Aku harus menyelamatkannya.""Memangnya, apa yang terjadi?""Seseorang berniat membunuh Tiffany. Orang itu memintaku datang ke sana. Jika tidak, dia akan membunuhnya."Kelopak mata Aileen melebar. "Bukankah kau bilang Tiffany sudah dibawa ke luar negeri oleh ayahnya? Kenapa dia masih berada di rumah sakit?""Ceritanya panjang. Aku akan menjelaskan padamu nanti. Sekarang, aku harus ke sana. ""Bagaimana dengan pestanya?""Pesta tetap berjalan. Aku akan mengurus masalah Tiffany dulu.""Baiklah. Aku ikut denganmu."Christian menggeleng kuat. "Tidak. Kau pergi saja ke pesta lebih dulu. Aku akan menyusul setelah menyelamatkannya."Aileen segera menahan tangan Christian ketika akan membuka pintu. "Tapi, aku tidak mau ke sana sendiri.""Ada Ken yang bersamamu. Kau tenang saja, aku akan segera kembali."Aileen seketika terdiam dengan pupil mata meredup. Tidak bisa dipungkiri kalau ada sedikit nyeri di hatinya melihat suaminya begitu mengk
Dia berbalik menghadap asistennya. "Apa kau bilang?" tanya Christian lagi untuk memastikan."Nyonya Aileen diculik oleh sekelompok orang."Amarah di dalam diri Christian seketika membakar otaknya. Dia membungkuk mengambil pistol, kemudian berjalan menuju pria itu dengan mata yang menyala."Jangan mendekat." Pria itu mengarahkan pistol pada Christian dengan tangan gemetar ketika melihatnya berjalan ke arahnya dengan aura yang sangat menakutkan.Namun, baru saja dia selesai bicara, Christian sudah menyengkram kerah baju dan menyudutkannya ke tembok yang berada di samping ranjang Tiffany dengan pistol yang mengarah ke kepalanya."Katakan padaku, di mana istriku?"Sekujur tubuh pria itu gemetar hebat. Dia menatap Christian dengan sorot mata yang memancarkan ketakutan ketika melihat api berkobar di matanya. "A-aku ... aku tidak tahu," jawabnya terbata sembari menggeleng."Berani membohongiku, apa sungguh ingin mati?" Matanya hitam Christian begitu pekat, mengandung aura dingin yang tidak t
"Beraninya kau menyembunyikan kehamilan Aileen dariku. Arthur, apa yang sebenarnya sedang kau rencanakan? Apa kau sungguh ingin merebutnya dariku?" "Christian, kau salah paham," ucap Arthur suara lemahnya. "Aku melakukan itu karena Aileen ingin memberikan kejutan di hari ulang tahunmu. Dia memintaku untuk menyembunyikannya. Dia bilang, akan memberitamu mengenai kehamilannya sebagai kado di hari bahagiamu. Jika kau tidak percaya, tanya saja pada Qarina." Cengkram Christian terlepas sepenuhnya. Dia melangkah mundur dan tiba-tiba terhuyung ke belakang. Namun, segera ditahan oleh Ken agar tidak terjatuh. "Aileen sedang mengandung anakku," ucap lirih. "Bagaimana bisa aku tidak tahu kalau dia sedang hamil, padahal aku adalah suaminya?" Christian mencengkram kepalanya, kemudian melepaskan dengan kasar setelah itu berteriak marah. Dia mengumpat berkali-kali dengan wajah frustrasi. Ken dan yang lainnya tidak berani menenangkan Christian dan hanya bisa melihatnya membuang semua barang y
“Arthur, mari bercerai.” Arthur seketika membeku ketika mendengar itu. “Cerai?” Calina mengangguk. “Tiffany sudah kembali, kau juga sudah sembuh, sudah saatnya aku mundur.” Meski hatinya saat ini sangat hancur, tapi Calina berusaha keras untuk tetap bersikap tenang di depan pria yang kini sudah sepenuhnya mengisi hatinya. Ya, Calina sudah jatuh cinta pada pria yang dia nikahi berapa tahun lalu. Meski, di awal dia tidak memiliki perasaan apa pun, tapi nyatanya cinta perlahan tumbuh seiring kebersamaan mereka selama bertahun-tahun. “Apa Tiffany mendatangimu?” “Tidak," jawab Calina. “Lalu, kenapa tiba-tiba ingin bercerai?” Calina mengepalkan tangan dengan kuat demi menahan agar air matanya tidak keluar. “Aku tahu kau masih mencintai Tiffany. Aku tidak ingin menjadi penghalang cinta kalian.” Arthur tampak terdiam. Namun, tatapan masih tertuju pada iris Calina. “Selain Tiffany, apa ada alasan lain yang melatarbelakangi kau ingin bercerai denganku?” "Maksudmu?" "Apa kau sudah menem
Belum sempat mobil terparkir dengan benar, Jayden sudah keluar dengan langkah terburu-buru dengan ekspresi suram. “Bu, di mana Ayah?” tanya Jayden pada Aileen yang sedang duduk di ruangan keluarga dengan Alicia dan Steven “Ada di ruangan kerjanya, ada ...” Belum selesai Aileen bicara, Jayden sudah berjalan menuju ruangan kerja sang ayah yang berada di lantai bawah. Tanpa mengetuk, dia langsung membuka pintu dengan kasar, membuat Christian dan Ken yang berada di dalam ruangan itu terkejut dan menoleh bersamaan. “Jayden, apa kau sudah lupa cara mengetuk pintu? Di mana sopan santunmu?” tegur Christian. Jayden yang sudah terlanjur emosi, mengabaikan teguran sang ayah dan bertanya dengan marah, “Kenapa ayah menggusur pekampungan itu?' Christian mengerutkan kening sebentar, kemudian bertanya, "Perkampungan apa?" "Jangan pura-pura tidak tahu," jawab Jayden, "Perkampungan yang berada di selatan kota, itu tanah milik Li's Corp, kan?" Sebelum menjawab pertanyaan sang putra, Chris
“Kakak, kau datang lagi?” Gadis kecil penjual kue itu langsung berlari ketika melihat Jayden sedang berjalan ke arah minimarket. “Hhmm,” gumam Jayden Li seraya mengangguk ringan. Seperti biasa, dia hanya menampilkan ekspresi biasa ketika berbicara dengan siapa pun. Berbeda sekali dengan gadis kecil yang berada di hadapannya itu, matanya tampak berbinar dan senyuman sangat lebar ketika menyambut kedatangannya. “Kak, maaf, kueku hari ini sudah habis. Tadi ada Paman baik hati yang membeli semua kueku,” ujarnya dengan wajah riang. Senyuman begitu polos, membuat siapa pun yang melihat akan merasa gemas. “Lihatlah. Sudah tidak tersisa.” Dengan antuasias gadis kecil itu menunjukkan wajah kue yang biasa gunakan untuk meletakkan kue kukusnya. Jayden melirik sejenak, sebelum akhirnya kembali menatap gadis di depannya. “Aku ke sini untuk membeli sesuatu di dalam,” jawabnya datar. Gadis itu mengangguk tanda mengerti. “Oh, seperti itu.” Dia pikir Jayden datang untuk membeli kuenya, karena b
"Sudahlah. Untuk apa juga aku perhitungan dengan anak kecil sepertimu."Daniel berlalu dari sana dan mendekati gadis kecil yang tampak sedang menunduk. Sebelum memeriksa gadis kecil itu, Daniel memanggil salah satu perawat yang ada di sana untuk mendekat.Jayden Li yang semula duduk dengan acuh tak acuh, akhirnya mendekat ketika melihat Daniel mulai mengobati gadis kecil itu.Ketika Daniel sedang membersihkan luka di bibir gadis itu, tampak dia mengigit bibir bawahnya seraya mengerutkan wajah.“Sakit?” Jayden Li yang sejak tadi hanya diam, akhirnya bertanya pada gadis kecil itu.“Tidak, Kak.”Melihat senyuman gadis itu yang begitu lebar, entah mengapa justru membuat sudut hati Jayden terasa sakit.Kenapa gadis di depannya tidak menangis dan justru tersenyum? Sudah jelas itu sakit, tapi gadis di depannya tidak mengeluh sedikit pun.Jika itu terjadi pada adiknya, bisa dipastikan akan terjadi kehebohan di rumah sakit itu. Adiknya pernah tidak sengaja terjatuh dan itu membuat kehebohan di
“Bangunlah.”Gadis kecil yang semula masih meringkuk, perlahan bangkit dibantu oleh Jayden Li usai ketiga preman itu dibuat tumbang dan babak belur.“Apa kau tidak apa-apa?”Gadis itu mengangkat kepala setelah membersihkan bajunya yang kotor. “Aku tidak apa-apa, Kakak. Terima kasih sudah menolongku.”Melihat gadis itu tersenyum lebar dengan wajah polosnya, Jayden seketika tertegun. Dia menatap gadis di depan dengan alis yang hampir menyatu.Dia tersenyum?Setelah diinjak-injak dan dibuat terluka, dia masih bisa tersenyum selebar itu.Bagaimana bisa? Padahal, di wajahnya terdapat beberapa luka memar dan di bagian bibir bawahnya tampak mengeluarkan cairan merah. Sepertinya ada luka robek di bagian bibirnya. Tidak hanya itu, di bagian pelipis gadis kecil itu pun terdapat luka berupa garis memanjang yang juga mengeluarkan sedikit darah.Dengan umur seusainya, sangat wajar jika dia menangis histeris, tapi gadis kecil di depannya itu justru tersenyum. Jangankan menangis, mengeluh sakit pun
“Tuan Muda, silahkan.” Pengawal pribadi Jayden Li membuka pintu belakang setelah melihat anak bosnya keluar dari tempat latihan bela diri.Jayden mengangguk dengan wajah datar, kemudian memasuki mobil dan duduk di kursi belakang.“Paman Rai, berhenti di depan. Aku ingin membeli sesuatu.”Rai, asisten pribadi Jayden yang sedang mengemudi mengangguk, kemudian menepikan mobil mereka di minimarket yang berada di sebelah kanan jalan. Mobil yang hitam yang sejak tadi mengikuti mobil Jayden Li ikut berhenti di belakangnya. Mobil sedan hitam itu berisi 4 orang pengawal berbadan tegap yang secara khusus ditugaskan untuk mengikuti Jayden Li ke mana pun dia pergi.“Paman Rai, kau di sini saja, aku hanya sebentar," ucap Jayden setelah tiba di depan pintu minimarket.“Tapi, ....” Rai ingin menolak, tapi Jayden kembali angkat bicara, “Tidak sampai 5 menit, aku sudah keluar. Jadi, Paman tunggu di sini saja.”Jayden membalik tubuh, kemudian meraih pintu dan masuk ke dalam. Tidak jauh dari minimarket
“Kalau begitu, bagaimana kami bisa masuk ke perut Ibu?" Qarina menahan tawanya, semetara Christian dan Aileen saling melirik dengan ekspresi bingung. “Kalau untuk itu, silahkan tanyakan pada Ayah." Karena dia sendiri bingung, bagaimana harus menjelaskan pada Steven agar dia bisa mengerti. “Ayah, katakan padaku, bagaimana bisa kami masuk ke perut Ibu?” Christian yang ditanya seperti tampak berpikir keras. Cukup lama dia terdiam sampai akhirnya dia membuka suara, “Karena Ayah rajin menyuntikkan vitamin pada Ibu.” Steven menggaruk kepalanya karena tidak mengerti dengan penjelasan sang ayah. “Jadi, Ayah seperti Paman Daniel yang suka menyuntik orang sakit?” Karena merasa terjebak dengan jawabannya sendiri, Christian menjadi bingung sendiri harus bagaimana menjelaskan pada sang putra agar dia mengerti dan tidak bertanya lagi. “Tidak sama. Kau masih kecil, Ayah jelaskan pun kau tidak akan mengeti. Tunggu kau besar, nanti kau juga akan tahu,” Itu adalah jawaban yang paling aman agar St
"Kenapa baru pulang?" Aileen menghampiri Christian yang baru saja memasuki kamar. "Alicia sejak tadi menangis mencarimu." Sejak dua hari yang lalu, Christian berada di luar untuk meninjau anak perusahaan mereka yang berada di kota sebelah. "Maaf, Sayang. Pesawatku delay." Seharian ini, dia memang tidak sempat menghubungi Aileen. Biasanya, dia menyempatkan waktu untuk melakukan panggilan vidio agar bisa berbicara dengan sang putri yang memang sejak dulu sangat dekat dengannya. Alicia memang lebih dekat dengan Christian dibandingkan dengan Aileen. Itu karena Christian sangat menyayangi Alicia dan selalu memanjakannya, hingga terkadang membuat Steven menjadi iri. "Dia sudah tidur?" tanya Christian seraya membuka kancing kemejanya. "Sudah. Dia menangis selama 1 jam dan tidak mau berhenti meski aku sudah membujuknya berkali-kali. Dia marah karena tidak bisa bicara denganmu." "Kalau begitu, aku akan melihatnya setelah mandi." "Apa kau ingin berendam?" Karena Christian baru saja melak
“Sayang, aku lapar." Aileen berucap seraya mengalungkan tangannya di leher Christian. Keduanya saat ini sedang berada di kolam di dalam kolam renang. Semenjak hamil, setiap pagi atau sore hari, Christian akan menemani Aileen untuk berenang selama kurang lebih 15 menit.“Kau ingin makan apa, Sayang,” tanya Christian seraya merapihkan rambut Aileen di bagian depan.“Aku ingin makan nasi goreng.”“Baiklah. Ayo, kita naik.” Setelah Christian meraih tubuh Aileen dan menggedongnya, dia berjalan menuju anak tangga yang berada di tepi kolam.“Tapi, aku ingin kau yang membuatnya.”Baru saja akan menapakkan kaki di anak tangga bawah, Christian tiba-tiba menarik kembali kakinya. “Aku tidak bisa masak, Sayang. Bagaimana kalau rasanya tidak enak?”“Tidak apa-apa. Aku akan mengajarimu.”“Baiklah.”Setibanya di atas kolam, Christian menurukan Aileen dengan hati-hati, lalu memakaikan bathrobe. Baru setelah itu, keduanya berjalan menuju ruangan bilas yang berada tidak jauh dari kolam renang. Usai me