"Tiffany, bangun." Aileen tampak berjalan dengan langkah cepat mengikuti tenaga medis yang sedang mendorong brankar Tiffany menuju ruangan IGD. "Silahkan menunggu di luar." Aileen dihentikan oleh perawat ketika dia akan memasuki ruang IGD. Terpaksa dia menunggu dengan cemas di depan ruangan itu. Karena merasa tungkainya lemas, Aileen memutuskan untuk duduk. Sejak tadi kaki dan tangannya terus gemetar. Tampaknya, dia sangat terkejut dengan kejadian yang baru saja dia alami. Bagaimana tidak, dia hampir saja tertabrak oleh pengendara motor itu jika Tiffany tidak mendorongnya. Pemandangan Tiffany tergeletak tidak berdaya dengan darah yang mengucur dari lengan dan kepalanya, membuat sekujur tubuhnya menjadi lemas dan gemetar bersamaan. Sebenarnya, Aileen melihat motor itu melaju ke arahnya. Namun, entah kenapa dia malah mematung di tempat, tiba-tiba saja kakinya sulit sekali digerakkan hingga dia merasakan tubuhnya didorong dari belakang. Beruntung tubuhnya membentur orang yang sedang
"Jangan keras kepala, Aileen." Christian berkata dengan pelan. Namun, dengan wajah yang tegas. "Turuti perkataanku dan jangan membantahku."Melihat Aileen terdiam dengan kepala tertunduk, Christian langsung menghembuskan napas dengan kasar. Raut wajah yang semula mengeras, perlahan mengendur ketika melihat wajah muram Aileen."Aileen, aku tidak marah padamu. Aku begini karena mengkhawatirkanmu, apa kau tidak tahu itu?" Nada bicara Christian terdengar melembut. Namun, tetap ada penekanan di akhir kalimatnya.Selama ini belum pernah Christian bersikap sesabar dan selembut itu pada wanita. Sikap dominan Christian membuatnya terbiasa mengendalikan orang lain."Iya, maafkan aku. Mari kita pergi periksa."Aileen berbalik dengan kepala tertunduk dan berjalan dengan langkah gontai. Namun, baru saja berjalan 4 langkah, tangannya dicekal oleh Christian."Jika kau tidak ingin diperiksa, maka aku tidak akan memaksamu. Tapi, kau harus beristirahat sementara di rumah sakit ini."Diam-diam Aileen me
"Maaf, Nyonya Muda, Tuan Muda melarang Anda untuk keluar dari sini." Seorang pria bertubuh tegap dengan berpakain rapi dengan seragam lengkap merentangkan tangan ketika Aileen akan keluar dari kamarnya. Sebelum pergi ke bawah, Christian memerintahkan 2 orang pengawal berjaga di depan kamar Aileen untuk mengawasi istrinya. "Aku hanya ingin ke bawah sebentar." Christian sudah pergi selama kurang lebih 4 jam dan belum kembali juga, Aileen merasa khawatir, terlebih suaminya itu pergi dengan terburu-buru setelah mendapatkan telpon dari Daniel. "Maaf, Nyonya Muda, tapi saya tidak bisa membiarkan Anda pergi. Sebaiknya, tunggu sampai Tuan Muda kembali." Christian sudah berpesan padanya untuk tidak membiarkan Aileen keluar dari kamarnya sebelum dia kembali ke atas dan pengawal itu tidak berani melanggarnya. "Mana Ruby? Aku ingin bicara dengannya." Sejak Christian dan Ken berbicara dengan supir pribadinya itu, Aileen belum melihatnya lagi sampai sekarang. "Silahkan tanyakan lan
Christian mendengarkan dengan seksama apa saja yang dibisikkan oleh asistennya. "Baiklah. Aku akan mengajak istriku makan terlebih dahulu, setelah itu baru kita bahas lagi." "Baik, Tuan Muda." Ken akhirnya membawa Aileen dan Christian untuk makan di restoran dekat rumah sakit. Mulai dari makan hingga selesai, Aileen tidak mengeluarkan sepatah kata pun jika tidak ditanya oleh Christian. “Kenapa sejak tadi diam saja?” tanya Christian usai keduanya selesai makan siang. “Tidak apa-apa. Aku hanya sedang malas bicara.” Aileen tiba-tiba bangkit dari duduknya. “Ayo, kita kembali ke rumah sakit." “Tunggu dulu.” Christian menahan pergelangan tangan Aileen ketika istrinya itu akan melangkah. Dia mendongak kemudian berkata, “Kita baru selesai makan. Kenapa terburu-buru kembali? Apa karena ada Jackson dan Arthur di sana?” “Tidak. Aku ingin kembali ke rumah sakit karena kau.” Kedua ali tebal Christian seketika menyatu. “Maksudmu?” “Bukankah kau sangat mencemaskan kondisi Tiffany? Sebaiknya k
“Sudah berada di mana orang tua Tiffany?” Christian bertanya seraya berjalan menuju ruangan istrinya bersama dengan Ken yang sejak tadi mengikuti dari belakang. “Menuju bandara, Tuan Muda,” jawab Ken, “kemungkinan akan tiba di sini besok.” Sambil terus berjalan, Christian kembali berbicara, “Suruh orang untuk menjemput mereka besok.” Sebelum mencapai pintu ruangan Aleen, Christian tiba-tiba berhenti dan menoleh pada asistennya. “Bawa mereka menemuiku dan jangan biarkan mereka bertemu dengan istriku.” “Baik, Tuan Muda,” jawab Ken sembari membungkuk hormat, “kalau begitu, saya permisi dulu.” Ken harus mengurus sesuatu yang diperintahkan Christian. Namun, sebelum itu dia meletakkan beberapa pengawal berjaga di lantai ruangan Aileen dan juga di dekat ruangan Tiffany untuk menjaga keduanya. “Christian,” sapa Tuan Jonas seraya berdiri ketika melihat menantunya memasuki ruangan. “Ayah, kau di sini?” Christian sedikit terkejut ketika melihat Ayah Aileen, ibu tiri, serta kakak tiri istri
“Bagaimana kondisinya?” Christian bertanya pada Daniel yang baru saja berbicara dengan seorang perawat.Daniel menggeleng lemah dengan wajah lesu. “Saat ini Tiffany sedang berada di ruangan ICU. Kondisinya tiba-tiba menurun.”“Bawa beberapa dokter terbaik dari rumah sakitmu untuk mengawasi kondisi Tiffany 24 jam.”Ketika mendengar itu raut wajah Daniel tampak putus asa. “Kakak Li, kau tahu itu menyalahi aturan. Aku tidak bisa membawa tim medisku ke sini, ini bukan rumah sakitku.”“Aku tidak peduli dengan peraturan. Lakukan sesuai permintaanku. Jika tidak, akan kututup rumah sakit ini dan rumah sakitmu. Ingat, rumah sakit ini dan rumah sakitmu berdiri di tanah keluarga Li. Jadi, ikuti saja kemauanku.”Wajah Daniel tampak semakin frustasi diancam seperti itu oleh Christian Li.“Lagi pula, semenjak kapan kau begitu takut melanggar aturan? Apa keluargamu sudah tidak dihormati lagi di kota ini?”Keluarga Daniel bisa dibilang keluarga yang paling disegani di dunia kedokteran. Kakeknya pemil
Warning...!!!! Banyak adegan KEKERASAN. Usai di bawah 18+ dilarang membaca part ini. Tidak untuk DITIRU ...!!! Rate khusus 21+ ********************* Daniel yang duduk di sebelah Roonie tiba-tiba mendengkus. “Sebaiknya kau jangan terlalu senang dulu karena mungkin saja setelah ini kau akan terseret masalah.” “Aku suka dengan masalah, Daniel. Aku tidak keberatan dengan hal itu karena semuanya akan selesai dengan uang.” “Kau dan Kakak Li sama saja.” Tidak lama setelah itu, pintu ruangan kembali terbuka dan muncullah orang suruhan Christian Li yang sedang memegangi seorang pria dengan tato di bagian leher dan tangan kanannya. Wajah begitu garang dengan bekas luka di wajahnya. “Jadi, ini orangnya yang sudah menabrak Tiffany dan hampir mencelakai istriku?” Ketika melihat aura gelap yang mengelingi tubuh Christian, tiba-tiba saja wajah pria itu berubah menjadi menegang. Aura yang terpancar dari tubuh Christian terlihat sangat kuat, membuatnya tiba-tiba saja merasa takut. “Bawa dia me
"Di mana Christian?" tanya Aileen pada pengawal yang berjaga di depan.Dia baru saja terbangun dari tidurnya karena merasa haus. Saat membuka mata, dia tidak melihat ada Christian di sebelahnya. Padahal, sebelum dia tertidur, suaminya itu berbaring di sebelahnya. Di tempat tidur penunggu pasien juga tidak ada, di kamar mandi pun dia sudah mengeceknya, hasilnya sama.Aileen akhirnya memutuskan untuk mencarinya di luar. Namun, ketika membuka pintu, dia dihentikan oleh keempat pengawal yang berjaga di depan pintu ruangannya. Akhirnya, dia bertanya pada salah satu dari mereka keberadaan Christian."Tuan Muda sedang di bawah menemui Dokter Daniel."Itulah pesan Christian sebelum dia pergi jika Aileen tiba-tiba terbangun dan bertanya mengenai keberadaannya disaat dia belum kembali."Nyonya Muda, mau ke mana?" Salah satu pengawal menghadang Aileen ketika melihatnya akan melangkah pergi."Aku ingin menemuinya.""Maaf, Nyonya Muda. Tuan Muda melarang Anda untuk keluar. Tuan Muda akan segera ke
“Arthur, mari bercerai.” Arthur seketika membeku ketika mendengar itu. “Cerai?” Calina mengangguk. “Tiffany sudah kembali, kau juga sudah sembuh, sudah saatnya aku mundur.” Meski hatinya saat ini sangat hancur, tapi Calina berusaha keras untuk tetap bersikap tenang di depan pria yang kini sudah sepenuhnya mengisi hatinya. Ya, Calina sudah jatuh cinta pada pria yang dia nikahi berapa tahun lalu. Meski, di awal dia tidak memiliki perasaan apa pun, tapi nyatanya cinta perlahan tumbuh seiring kebersamaan mereka selama bertahun-tahun. “Apa Tiffany mendatangimu?” “Tidak," jawab Calina. “Lalu, kenapa tiba-tiba ingin bercerai?” Calina mengepalkan tangan dengan kuat demi menahan agar air matanya tidak keluar. “Aku tahu kau masih mencintai Tiffany. Aku tidak ingin menjadi penghalang cinta kalian.” Arthur tampak terdiam. Namun, tatapan masih tertuju pada iris Calina. “Selain Tiffany, apa ada alasan lain yang melatarbelakangi kau ingin bercerai denganku?” "Maksudmu?" "Apa kau sudah menem
Belum sempat mobil terparkir dengan benar, Jayden sudah keluar dengan langkah terburu-buru dengan ekspresi suram. “Bu, di mana Ayah?” tanya Jayden pada Aileen yang sedang duduk di ruangan keluarga dengan Alicia dan Steven “Ada di ruangan kerjanya, ada ...” Belum selesai Aileen bicara, Jayden sudah berjalan menuju ruangan kerja sang ayah yang berada di lantai bawah. Tanpa mengetuk, dia langsung membuka pintu dengan kasar, membuat Christian dan Ken yang berada di dalam ruangan itu terkejut dan menoleh bersamaan. “Jayden, apa kau sudah lupa cara mengetuk pintu? Di mana sopan santunmu?” tegur Christian. Jayden yang sudah terlanjur emosi, mengabaikan teguran sang ayah dan bertanya dengan marah, “Kenapa ayah menggusur pekampungan itu?' Christian mengerutkan kening sebentar, kemudian bertanya, "Perkampungan apa?" "Jangan pura-pura tidak tahu," jawab Jayden, "Perkampungan yang berada di selatan kota, itu tanah milik Li's Corp, kan?" Sebelum menjawab pertanyaan sang putra, Chris
“Kakak, kau datang lagi?” Gadis kecil penjual kue itu langsung berlari ketika melihat Jayden sedang berjalan ke arah minimarket. “Hhmm,” gumam Jayden Li seraya mengangguk ringan. Seperti biasa, dia hanya menampilkan ekspresi biasa ketika berbicara dengan siapa pun. Berbeda sekali dengan gadis kecil yang berada di hadapannya itu, matanya tampak berbinar dan senyuman sangat lebar ketika menyambut kedatangannya. “Kak, maaf, kueku hari ini sudah habis. Tadi ada Paman baik hati yang membeli semua kueku,” ujarnya dengan wajah riang. Senyuman begitu polos, membuat siapa pun yang melihat akan merasa gemas. “Lihatlah. Sudah tidak tersisa.” Dengan antuasias gadis kecil itu menunjukkan wajah kue yang biasa gunakan untuk meletakkan kue kukusnya. Jayden melirik sejenak, sebelum akhirnya kembali menatap gadis di depannya. “Aku ke sini untuk membeli sesuatu di dalam,” jawabnya datar. Gadis itu mengangguk tanda mengerti. “Oh, seperti itu.” Dia pikir Jayden datang untuk membeli kuenya, karena b
"Sudahlah. Untuk apa juga aku perhitungan dengan anak kecil sepertimu."Daniel berlalu dari sana dan mendekati gadis kecil yang tampak sedang menunduk. Sebelum memeriksa gadis kecil itu, Daniel memanggil salah satu perawat yang ada di sana untuk mendekat.Jayden Li yang semula duduk dengan acuh tak acuh, akhirnya mendekat ketika melihat Daniel mulai mengobati gadis kecil itu.Ketika Daniel sedang membersihkan luka di bibir gadis itu, tampak dia mengigit bibir bawahnya seraya mengerutkan wajah.“Sakit?” Jayden Li yang sejak tadi hanya diam, akhirnya bertanya pada gadis kecil itu.“Tidak, Kak.”Melihat senyuman gadis itu yang begitu lebar, entah mengapa justru membuat sudut hati Jayden terasa sakit.Kenapa gadis di depannya tidak menangis dan justru tersenyum? Sudah jelas itu sakit, tapi gadis di depannya tidak mengeluh sedikit pun.Jika itu terjadi pada adiknya, bisa dipastikan akan terjadi kehebohan di rumah sakit itu. Adiknya pernah tidak sengaja terjatuh dan itu membuat kehebohan di
“Bangunlah.”Gadis kecil yang semula masih meringkuk, perlahan bangkit dibantu oleh Jayden Li usai ketiga preman itu dibuat tumbang dan babak belur.“Apa kau tidak apa-apa?”Gadis itu mengangkat kepala setelah membersihkan bajunya yang kotor. “Aku tidak apa-apa, Kakak. Terima kasih sudah menolongku.”Melihat gadis itu tersenyum lebar dengan wajah polosnya, Jayden seketika tertegun. Dia menatap gadis di depan dengan alis yang hampir menyatu.Dia tersenyum?Setelah diinjak-injak dan dibuat terluka, dia masih bisa tersenyum selebar itu.Bagaimana bisa? Padahal, di wajahnya terdapat beberapa luka memar dan di bagian bibir bawahnya tampak mengeluarkan cairan merah. Sepertinya ada luka robek di bagian bibirnya. Tidak hanya itu, di bagian pelipis gadis kecil itu pun terdapat luka berupa garis memanjang yang juga mengeluarkan sedikit darah.Dengan umur seusainya, sangat wajar jika dia menangis histeris, tapi gadis kecil di depannya itu justru tersenyum. Jangankan menangis, mengeluh sakit pun
“Tuan Muda, silahkan.” Pengawal pribadi Jayden Li membuka pintu belakang setelah melihat anak bosnya keluar dari tempat latihan bela diri.Jayden mengangguk dengan wajah datar, kemudian memasuki mobil dan duduk di kursi belakang.“Paman Rai, berhenti di depan. Aku ingin membeli sesuatu.”Rai, asisten pribadi Jayden yang sedang mengemudi mengangguk, kemudian menepikan mobil mereka di minimarket yang berada di sebelah kanan jalan. Mobil yang hitam yang sejak tadi mengikuti mobil Jayden Li ikut berhenti di belakangnya. Mobil sedan hitam itu berisi 4 orang pengawal berbadan tegap yang secara khusus ditugaskan untuk mengikuti Jayden Li ke mana pun dia pergi.“Paman Rai, kau di sini saja, aku hanya sebentar," ucap Jayden setelah tiba di depan pintu minimarket.“Tapi, ....” Rai ingin menolak, tapi Jayden kembali angkat bicara, “Tidak sampai 5 menit, aku sudah keluar. Jadi, Paman tunggu di sini saja.”Jayden membalik tubuh, kemudian meraih pintu dan masuk ke dalam. Tidak jauh dari minimarket
“Kalau begitu, bagaimana kami bisa masuk ke perut Ibu?" Qarina menahan tawanya, semetara Christian dan Aileen saling melirik dengan ekspresi bingung. “Kalau untuk itu, silahkan tanyakan pada Ayah." Karena dia sendiri bingung, bagaimana harus menjelaskan pada Steven agar dia bisa mengerti. “Ayah, katakan padaku, bagaimana bisa kami masuk ke perut Ibu?” Christian yang ditanya seperti tampak berpikir keras. Cukup lama dia terdiam sampai akhirnya dia membuka suara, “Karena Ayah rajin menyuntikkan vitamin pada Ibu.” Steven menggaruk kepalanya karena tidak mengerti dengan penjelasan sang ayah. “Jadi, Ayah seperti Paman Daniel yang suka menyuntik orang sakit?” Karena merasa terjebak dengan jawabannya sendiri, Christian menjadi bingung sendiri harus bagaimana menjelaskan pada sang putra agar dia mengerti dan tidak bertanya lagi. “Tidak sama. Kau masih kecil, Ayah jelaskan pun kau tidak akan mengeti. Tunggu kau besar, nanti kau juga akan tahu,” Itu adalah jawaban yang paling aman agar St
"Kenapa baru pulang?" Aileen menghampiri Christian yang baru saja memasuki kamar. "Alicia sejak tadi menangis mencarimu." Sejak dua hari yang lalu, Christian berada di luar untuk meninjau anak perusahaan mereka yang berada di kota sebelah. "Maaf, Sayang. Pesawatku delay." Seharian ini, dia memang tidak sempat menghubungi Aileen. Biasanya, dia menyempatkan waktu untuk melakukan panggilan vidio agar bisa berbicara dengan sang putri yang memang sejak dulu sangat dekat dengannya. Alicia memang lebih dekat dengan Christian dibandingkan dengan Aileen. Itu karena Christian sangat menyayangi Alicia dan selalu memanjakannya, hingga terkadang membuat Steven menjadi iri. "Dia sudah tidur?" tanya Christian seraya membuka kancing kemejanya. "Sudah. Dia menangis selama 1 jam dan tidak mau berhenti meski aku sudah membujuknya berkali-kali. Dia marah karena tidak bisa bicara denganmu." "Kalau begitu, aku akan melihatnya setelah mandi." "Apa kau ingin berendam?" Karena Christian baru saja melak
“Sayang, aku lapar." Aileen berucap seraya mengalungkan tangannya di leher Christian. Keduanya saat ini sedang berada di kolam di dalam kolam renang. Semenjak hamil, setiap pagi atau sore hari, Christian akan menemani Aileen untuk berenang selama kurang lebih 15 menit.“Kau ingin makan apa, Sayang,” tanya Christian seraya merapihkan rambut Aileen di bagian depan.“Aku ingin makan nasi goreng.”“Baiklah. Ayo, kita naik.” Setelah Christian meraih tubuh Aileen dan menggedongnya, dia berjalan menuju anak tangga yang berada di tepi kolam.“Tapi, aku ingin kau yang membuatnya.”Baru saja akan menapakkan kaki di anak tangga bawah, Christian tiba-tiba menarik kembali kakinya. “Aku tidak bisa masak, Sayang. Bagaimana kalau rasanya tidak enak?”“Tidak apa-apa. Aku akan mengajarimu.”“Baiklah.”Setibanya di atas kolam, Christian menurukan Aileen dengan hati-hati, lalu memakaikan bathrobe. Baru setelah itu, keduanya berjalan menuju ruangan bilas yang berada tidak jauh dari kolam renang. Usai me