Makoto tersenyum, akhirnya habis juga bubur buatannya. Aoi sangat doyan.
"Kamu istirahat sekarang. Biar besok bisa sekolah lagi," Makoto membenarkan rambut Aoi yang lupa di sisir.
Aoi mengangguk. "Ya udah, sana pulang," usir Aoi ketus.
Makoto menoleh, menatap Aoi. "Yakin nih? Masa gak kangen?"
"Gak! Mimpi aja dulu," Aoi masuk ke dalam rumah, biarkan saja Makoto berdiri sendirian disana.
'Duh tambah gemes deh,' senang? Iya, apalagi menemani Aoi sakit. Sifat galaknya tidak pernah hilang.
***
Aoi sudah siap dengan seragamnya. Akhirnya ia bisa bersekolah lagi setelah dua hari di rumah saja.
Saat ia berjalan menuju meja makan, tidak ada siapapun.
"Ma! Mama!" Aoi berteriak memanggil mamanya. Tumben banget sepi.
"Jam berapa sih?" Aoi menatap arloji di tangannya, masih jam 6.
"Orangnya gak ada, tapi makanannya ada. Aneh," Aoi duduk dan mengambil roti. 
Taiga melempar kertas dan tepat mengenai Ryuji yang tengah melamun.Ryuji menoleh. "Apa sih? Ganggu aja," ketusnya membuang kertas itu sembarangan."Jangan ngelamun. Perhatikan penjelasan pak Jiro. Mau maju di depan tapi gak bisa?"Ryuji mengangguk. "Iya-iya dasar cerewet," Ryuji menatap pak Jiro yang menjelaskan aljabar.***Saat bel istirahat berbunyi, Ryuji melangkah menuju kelas 12 Ipa 1."Aoi, ada Ryuji. Sana, kayaknya ngajak istirahat bareng," Haruka bisik-bisik, takut Fumie bangun.Aoi menutup buku Fisikanya. Akhirnya setelah dua hari tidak bertemu Ryuji, kalau saja tidak ada Makoto pasti waktunya hanya untuk Ryuji.Aoi menghampiri Ryuji. "Jadi kangen gak masuk dua hari," Aoi tersenyum kikuk."Sakit ya?" Ryuji mengecek dahi Aoi, normal.
"Jelas itu urusan saya Aoi!" tegas Makoto marah. Langkah Aoi berhenti, menoleh menatap Makoto. "Silahkan hukum saya sekarang kalau memang anda benar pak Makoto," pungkas Aoi berani, apa Makoto sengaja membuat peraturan sendiri? "Ok," Makoto mengangguk. "Beridiri disitu dengan satu kaki selama pelajaran saya," Makoto mendekat, membisikkan sesuatu yang membuat Aoi diam tak berkutik. "Dan itu, sampai pelajaran saya selesai!" Aoi melangkah sesuai perintah Makoto, mengangkat satu kaki sampai pelajaran bahasa Jepang selesai. "Pak Makoto killer juga ya?" "Aku kira dia sabar loh. Tapi pas Aoi di anterin Ryuji ke kelas, udah marah gitu aja. Kan aneh ya?" Aoi juga berpikir seperti itu. Kenapa Makoto bisa se-marah itu dan tega menghukumnya? Selama dua jam itu lah, kaki Aoi pegal. Aoi berusaha menyeimbangi tubuhnya, tapi... Bruk! Dengan sigap Makoto menangkap Aoi yang limbung. "
Ryuji masih tidak percaya bahwa Aoi adalah anak Amschel. "Kenapa Aoi nyuruh aku tutup mulut? Bukannya bagus kalau semua siswa di SMA Sakura tau?" tapi Ryuji akan menurut apa yang di sampaikan Aoi, mungkin ada niat tersembunyi. "Kalau itu maunya Aoi, aku janji gak akan ngasih tau siapa-siapa," Ryuji tersenyum memandangi lock screen wallpaper Aoi yang ia ambil dari I*******m. *** Seorang cewek duduk di gazebo rumah menatap kerlip bintang, membayangkan senyum seseorang yang selama ini ia kagumi sejak lama. Dia adalah Ryuji Sakuma. Cowok tampan kapten basket yang memiliki kekasih bernama Aoi. "Apa aku kurang cantik sampai Ryuji memilih Aoi," Nakura menatap coklat batang itu dengan nanar, percuma saja ia berikan secara diam-diam kalau pada akhirnya berakhir di tempat sampah. Kedua alis Nakura menyatu. Sebelumnya Aoi dan Ryuji saling benci. Rasanya tidak masuk akal langsung sama-sama jatuh cinta. "Liat
Nakura mengajak Rumi di Wagyu Restaurant sepulang sekolah. Ia ingin merencanakan sesuatu yang cemerlang."Apa sih Naku? Cepetan! Kalau Ryuji, aku pulang aja deh," Rumi beranjak dari duduknya, Nakura menahan tangan Rumi."Kamu bisa pesan sepuasnya disini Rum. Aku yang bayar," mungkin dengan cara ini, sangat ampuh membuat Rumi menurut.Rumi tersenyum senang. "Nah, kalau gitu aku mau aja deh," dasar tukang makan, tapi Rumi akan menjalankan apa saja setelah semuanya terpenuhi."Aku mau mengaku sebagai mantan Ryuji. Biar Aoi memutuskan hubungannya. Aku ada ide, tapi kamu yang ngedit fotonya. Terus aku jelasin ke Aoi, kalau Ryuji masih belum bisa move on dari aku. Gimana? Faham kan?" tanya Nakura sedikit ragu, masalahnya Rumi lambat dalam berpikir.Rumi masih memakan salmon steak dengan lahap. Kata-kata Nakura bagaikan angin lalu.Tak ada sahutan, Nakura kesal."Rumi, dengerin aku gak sih?"R
Karin menyibak selimut yang membalut tubuh Aoi."Aoi, bangun sayang. Makoto nungguin kamu di bawah tuh. Mama sama ayah mau keluar kota, jaga diri baik-baik ya?" Karin mengecup kening Aoi.Aoi terbangun. "Ma, kok mendadak sih? Jangan pergi ma, aku di rumah sama siapa? Masa sendirian?"Aoi meraih tangan sang mama. Menahannya agar tidak pergi."Kan ada Makoto. Dia yang bakal jagain kamu disini. Kalau mau masak, di kulkas udah mama isi semua. Masakin juga Makoto ya? Belajar jadi istri yang baik. Mama berangkat dulu ya? Ayah udah nungguin tuh," Karin melepas tangan Aoi yang berusaha menahannya."Ma! Jangan tinggalin aku! Masa harus sama Makoto sih! Mama!" teriak Aoi saat mamanya sudah menghilang menuruni tangga.Aoi menuju ruang tamu, lagipula hanya Makoto. Tidak masalah kalau bangun tidur dan ileran. Kalau Ryuji, perlu dandan dan cantik.Makoto menatap Aoi. Rambut berantakan, dan mata yang setengah terb
Aoi berangkat pagi-pagi demi menghindari Makoto. Untung saja pria itu tidurnya pulas di ruang tamu."Enaknya ngapain ya?" Aoi gabut, apalagi kelas masih sepi.Haruka dan Fumie memasuki kelas. Keduanya terkejut melihat Aoi yang sudah ada di kelas."Aoi? Tumben banget berangkat pagi," Haruka meletakkan tasnya yang sangat berat itu. Rasanya pegal di hari Senin, pelajaran banyak, upacara di campur Matematika dan Fisika."Males ah sama dia. Apalagi kemarin. Maunya sih berdua aja sama Ryuji. Tapi om-om nyebelin itu ganggu!" Aoi curhat dengan berapi-api."Kencan gitu sama Ryuji?" tanya Fumie.Aoi mengangguk. "Iya. Aku sama Ryuji pingin naik kincir angin, tapi om nyebelin itu ngajak nonton bioskop. Filmnya aja aku gak suka," Aoi menggerutu."Kamu sama Ryuji jauhan terus ya kalau aku liat-liat," celetuk Fumie setelah berpikir beberapa saat kemudian.Benar juga. Tapi mau bagaimana lagi? Mak
Aoi meletakkan pulpennya di kotak pensil. Akhirnya selesai juga latihan soal Fisika."Kalau di ulang-ulang gini kan jadi tambah faham," sudah kebiasannya sepulang sekolah membuka buku pelajaran hari itu.Ting!Aoi melihat notifikasi dari grup kelas.Kelas 12 Ipa 1 GroupMadokaDenger-denger telinga gue nih, besok ada bazar buku loh. Kuy lah borong komik sepuasmu7:00 pmYunaBazar? Lo tau darimana? Bukannya udah ya satu bulan kemarin? Masa ada lagi?7:01 pmHikariLiat aja besok. Jadi bakal ada jamkos nih. Seneng gak? Seneng gak? Iyalah7:01 pmAnda@haruka @fumie beli berapa buku? Awas di borong haha7:02 pmHarukaBeli buku detektif itu. Penasaran nih sama season 2 giimana7:03 pmFumieJangan lupa ajak orang yang tersayang. Hehe, ups kode nih. Peka ya7:03 pm"Orang yang tersayang?" Aoi berpikir sejenak. Siapa ya?&n
"Lepasin gak?!" Aoi meronta. "Atau gue teriak maling aja. Ma-""Teriak aja. Aku kan disini guru, wle," Makoto memeletkan lidahnya.Aoi kesal. "Tau ah! Mending gue gabung sama sahabat aja daripada bapak!""Hei! Panggil saya mas. Biar udah nikah nanti terlatih. Faham?" rasanya aneh di dengar, terlalu muda karena dirinya baru 24 tahun."Gak mau! Bapak aja wle," sekarang gantian Aoi yang mengejek Makoto."Berani ya kamu. Sini aku cubit pipinya! Hei! Jangan lari Aoi!" Makoto mengejar langkah Aoi yang berlari kecil, rasanya mudah menangkap cewek itu, tapi demi Aoi senang Makoto memperlambat langkahnya.Keduanya menjadi sorotan."Romantis banget gak sih?""Terus Ryuji gak cemburu kan liat ini?"Sampai Aoi tak sengaja menabrak Ryuji yang berdiri mengobrol dengan Syougo dan Taiga."Punya mata gak-eh? Aoi, jangan lari-lari. Kalau jatuh aku yang sedih," awalnya Ryuji marah, tapi setelah ta
"Idaman darimana ma? Pasti dia udah punya pacar," tuding Aoi menunjuk wajah Takeru yang sedang bannga itu. "Pacar siapa? Gak ada kok. Aku masih lajang," ungkap Takeru jujur. Sejak dulu ia hanya menyukai Aoi namun tidak berani karena kemarahan wanita itu yang sama saja dengan letusan gunung berapi. Karin tersenyum senang. "Takeru lajang karena dia cinta sama kamu nak. Makannya daridulu gak mau pacaran sama wanita manapun. Betul kan Takeru?" Karin berkedip melempar kode, Takeru terpaksa mengangguk. Aoi berdecak kesal. "Udahlah ma. Aku pulang aja. Bete lama-lama disini," Aoi melangkah pergi. Satu oksigen dengan Takeru membuatnya tidak nyaman sekaligus darahnya bisa mendidih dan tinggi. ***Hikaru mengeluh sedikit pusing. Ia baru saja sadar dari pingsan-nya. Takeru langsung menghampirinya. "Apa ada yang sakit?" Takeru sangat khawatir. Hikaru sakit membuat hatinya tidak tenang. Karin yang melihat interaksi antara Takeru dan Hikaru hanya tersenyuum. Sangat cocok sekali menjadi figur a
Pagi ini Aoi dibuat cemberut lagi, bagaimana tidak? Ayahnya memakai mobil terbang demi mengatasi kemacetan kota Jepang yang semakin meningkat dari tahun-tahun akhir. "Ayah, tapi kan kalau aku pakai mobil sport yang itu lama. Aku lebih suka-""Sstt, jangan membantah. Pokoknya ayah harus pakai mobil terbang itu. Karena sekarang ada rapat penting, ayah gak mau telat," Amschel menyela ucapan Aoi. Ada saja alasannya. "Ayah gak adil," Aoi mengerucutkan bibirnya. Hikaru yang melihat sang mama terkikik geli dengan wajah imut itu. "Mama jangan marah. Lagipula hari ini aku gak ada tugas piket kok."Aoi selalu mengantarkan Hikaru ke sekolah sangat pagi sekali, bahkan jam 6 tepat sudah sampai di sekolah. Semua itu Aoi lakukan hanya demi menghindari si Takeru yang biasanya mengantarkan Aiko setiap harinya sejak kemarin. Mengingat itu kepalanya mengepul. Takeru, pria yang pandai menggombal sekaligus tukang rayu itu berhasil mengambil hati kedua orang tuanya sekaligus Hikaru. Entah apa tujuannya,
"Ayo ma!" Aoi berseru, ia sudah siap dengan tampilannya yang sederhana. Hanya makan dengan seseorang yang entah itu siapa tapi mentraktirnya. Karin tersenyum. Betapa cantiknya Aoi sekarang seperti peri yang siap menyihir perhatian Takeru malam ini. ***Setelah menempuh beberapa menit perjalanan, akhirnya sampai juga di kafe. Karin berpamitan pada Aoi karena harus membantu Amschel di kantornya yang tengah lembur. Aoi merasa tak keberatan. "Semoga kamu suka ya? Mama pergi dulu. Ajak dia ngobrol."Aoi mengangguk. "Siap ma."Aoi ingin tau siapa seseorang yang begitu baik mengajaknya makan gratis? Apakah laki-laki atau perempuan?"Kapan ya dia datang?" Aoi menunggu dengan tidak sabar. Jika mamanya sudah menyuruhnya untuk berkenalan dengan seseorang, pasti baik. Tapi pikirannya melayang pada sosok Takeru, raut wajah Aoi berbubah cemberut. Ia harap bukan pria haus uang itu. Amschel telah mengantarkan Takeru di kafe yang sama dimana Aoi sekarang menunggu. Amchel melihat kafe yang tidak t
Hari ini Hikaru kembali ke sekolah, diantarkan oleh Aoi langsung karena ia tak mau Takeru terlibat lagi dan berpura-pura baik dengan anaknya itu. Aoi telah berjanji pada Hikaru akan mengantar dan menjemputnya pulang dengan mobil terbang saja daripada manual yang nantinya pasti bertemu Takeru lagi. "Nanti jangan keluar gerbang dulu ya? Biar mama aja yang kesana duluan," pesan Aoi pada Hikaru saat berada di dalam mobil terbang itu. Hanya membutuhkan beberapa menit saja sudah sampai di sekolah dasar sakura yang tak begitu jauh. Hikaru mengangguk patuh. "Iya ma. Aku akan nunggu di kelas aja," Hikaru tau pasti mamanya itu tak ingin ia bersama om baik, padahal ia lebih berharap bisa bertemu pria itu lagi. Namun sifat possessif mamanya begitu kuat.Hanya membutuhkan 10 menit perjalanan akhirnya sampai juga. Aoi mengecup kening Hikaru dan memberikan 1000 ¥en pada anaknya itu untuk uang jajannya. "Aiko jam segini udah nyampe belum?"Hikaru menggeleng. "Biasanya jam setengah tujuh ma. Bentar
Hari ini, Karin meminta Aoi untuk bersiap lebih awal. Aoi sempat tidak mau tapi setelah mamanya bilang akan diberikan soal harta warisan yang masih belum ada keputusan itu membuat semangat Aoi bangkit kembali. Ya, setelah Makoto tidak ada sekarang harta warisan itu tengah berada di ombang-ambing tidak ada penentuan siapa pemilik keseluruhan kekayaan Amschel Rotschild dengan segala asetnya yang mempunyai cabang dimana-mana. Aoi berharap itu hanya untuk dirinya, bukan dibagikan kepada orang asing dan bukan siapa-siapanya apalagi tidak termasuk anggota keluarganya. Aoi sangat menolak tegas hal itu jika terjadi. "Ma, aku udah siap," Aoi menghampiri mamanya yang sibuk mengetik pesan entah dengan siapa. Yang membuatnya heran, mamanya itu tersenyum! Siapa?"Ayo. Ayah udah di kantor duluan. Hikaru juga ada disana."Sepertinya sangat penting, bahkan hari Senin ini Hikaru tidak masuk sekolah. Aoi hanya berpikir pembagian harta ini pasti hanya untuk Hikaru. Kalau memang begitu, Aoi tak akan mem
Mengobrol di dalam rumah lebih tepatnya ruang tamu. Hanya ada Karin, Hikaru, Takeru dan Aiko saja tapi Aoi lebih memilih mendekam di kamarnya menghindari Takeru. "Hikaru, aku gak bisa lama-lama disini nanti mama nyariin aku," ujar Aiko membuka obrolan. Tapi ia ingin berlama-lama dengan Hikaru, hanya bermain saja. Lain halnya dengan Takeru, sebenarnya ia ingin menyusul langkah Aoi namun ragu ketika wanita itu memasuki kamarnya. 'Ada apa dengan dia? Kenapa tidak mau ikut berbincang disini?' batin Takeru penuh tanda tanya. Aoi sangat menghindarinya sejak pertama kali bertemu beberapa minggu yang lalu, hanya karena satu model perusahaan wanita itu menjauhinya tanpa sebab. "Baiklah, itu terserah kamu aja Aiko. Kita main boneka dulu yuk. Sebentar aja," Hikaru memohon dan Aiko pun setuju. Hanya ada Karin dan Tekeru di ruang tamu. Sedangkan Aoi menguping pembicaraan mamanya dengan pria menyebalkan itu dibalik pintu kamarnya. "Dimana suami Aoi ya?" tanya Takeru penasaran, hanya ingin tau
Sudah larut malam, Aoi sulit memejamkan matanya. Pikirannya terlintas tentang Takeru yang memiliki kedekatan dengan Hikaru. Aoi menatap Hikaru yang tidur di sampingnya. Iya, anaknya itu meminta tidur bersama karena tidak ada teman. Sama seperti dirinya yang tidak ada Makoto yang selalu di sisinya. "Mama hanya takut kamu meminta seorang ayah nanti. Padahal ayah kita masih ada disini. Dalam hati," Aoi berbicara sendiri, suaranya tidak mengganggu tidur nyenyak Hikaru. "Jangan meminta mama untuk menikahi om baik itu. Mama masih mencintai ayah dengan baik. Berjanji akan selalu setia sampai akhir hayat mama," Aoi memejamkan matanya, perasaanya mendadak tidak tenang. Ia terkalu berpikir keras, tentu saja karena Hikaru menyukai Takeru karena sikap baiknya. ***"Tau gak omah? Aku kemarin diantar sama-""Itu makan dulu Hikaru, jangan berbicara. Tidak baik," Aoi menyela dengan cepat, jangan sampai Hikaru menceritakan Takeru kepada mama, bisa-bisanya ia kembali dekat dengan Takeru dan menjadi
Ryou menambah kecepatan mobilnya. Di jembatan, kaki Aoi siap mengayunkan untuk terjun dari atas jembatan yang memiliki ketinggian tak main-main, bahkan air di bawahnya mengalir dengan derasnya sehingga jika ia melompat mungkin jasadnya tidak akan pernah di temukan. Satu..Dua..Tiga.."NONA AOI!!" Ryou menarik tangan Aoi dengan sigap ia menggendongnya. "Nona jangan bunuh diri seperti ini. Nyonya mencari-cari dengan cemas bahkan Tuan Amschel pun mengkhawatirkan nona."Aoi menangis sesenggukan. "Aku gak mau pulang. Gak mau," Aoi menggeleng pelan, ia tak ingin bertemu mama lalu di perkenalkan lagi dengan pria itu. Tidak, jangan sampai ada perjodohan lagi. Aoi lelah dengan semua itu. "Nona Aoi, mari kita pulang. Jangan keluar tanpa ada yang menemani nona. Apalagi tadi, nona hampir saja melakukan bunuh diri," Ryou sangat cemas. Entah apa yang akan Amschel lakukan jika dirinya gagal menjaga Aoi, mungkin nyawa juga taruhannya. "Nona, tolong pulang. Karena tuan Amschel sangat mempercayaka
Setelah kematian Makoto dan omah Ema, Aoi mencoba lebih kuat dan tegar meskipun sedikit tidak rela. "Hari ini kamu mau ikut ke kantor?" tanya Karin pada Aoi, daripada anaknya itu sendirian di rumah dan kembali bersedih. Aoi mengangguk malas. "Ikut ma."Hikaru sudah berangkat beberapa menit yang lalu bersama Amschel. "Jadi model majalah mama ya? Kamu pasti terlihat cantik," Karin akan memberikan yang terbaik untuk Aoi apalagi dari penampilan. "Ma, aku gak bisa banyak gaya," keluh Aoi sedikit cemberut, bahkan foto saja hanya sekali jika ingin memiliki kenangan. Kenangan, kalimat itu mengingatkannya akan Makoto dan omah Ema. Karin yang memperhatikan Aoi mulai melamun pun meraih tangannnya. "Aoi, jangan di pikirkan lagi. Mama gak mau kamu stress terus jatuh sakit," ucap Karin sangat khawatir. Aoi tersenyum hambar. "Hikaru aja kuat masa aku gak? Hehe, ayo ma kita berangkat ke kantor. Aku mau jadi model majalah mama," dengan wajah cerianya Aoi berusaha untuk bahagia hari ini meskipun