“Kamu tuh dikerjain tahu, Jules,” kata Suri sambil mengamati bagaimana Ipang yang duduk di ranjangnya dan terlihat bahagia hanya karena disuapi Julie.
“Kamu kayak lagi ngurus bayi besar. Manjanya Mas Ipang nggak bakal hilang selama dia di sini,” lanjut Suri.
Suri menatap kakaknya yang mendelik ke arahnya, tak suka kalau kesempatan yang ia ambil dalam kesempitan ini diungkap dengan begitu gamblang oleh sang adik.
Sementara itu, Julie yang duduk di samping ranjang Ipang dan memang tengah menyuapi suaminya, terkikik geli. “Aku sadar kok dia kumat manjanya begini karena mumpung lagi di rumah sakit. Cuma ya…
“Kamu mandi dulu sana, Jules. Kasihan Ipang pasti nggak tahan sama baunya kamu.”“Nggak gitu ya, Mama,” rengek Julie ketika sang ibu menyuruhnya mandi. Ia pun beralih pada sang suami. “Mas, emangnya aku bau?”“Nggak, kamu sih wangi setiap saat.”Jawaban itu bukannya dipercaya oleh Julie, tapi langsung membuatnya semakin merengut. Ipang sendiri hanya nyengir lebar karena jawabannya malah tidak dipercaya Julie.“Kamu wangi, Babe,” ulang Ipang tanpa sungkan memanggil istrinya dengan panggilan tersebut di hadapan ibu mertuanya. “Tapi kamu terlalu sibuk ngurus aku sampai lupa mandi dan semacamnya. Jadi mungkin lebih baik kamu mandi dulu, oke?”
Julie memiringkan kepalanya, menatap sang suami yang terlihat lebih banyak melamun setelah kunjungan ayahnya siang tadi.“Mas.”“Iya, Babe?” Seperti baru ditarik dari lamunannya, Ipang agak tersentak kaget saat mendengar panggilan Julie.“Aku boleh tidur sama Mas nggak hari ini?”“Di sini?” Ipang menepuk sisi ranjangnya.“Iya, kalau boleh sih.” Julie mengangguk. “Kamu masih sakit-sakit nggak badannya?”“Nggak, nggak!” sahut Ipang dengan bersemangat.Selama menema
“Yakin nggak perlu kursi roda, Mas?”“Aku udah bisa jalan sendiri, Babe. Gendong kamu juga udah bisa kok.”Julie menaikkan satu alisnya. Kalau soal bisa jalan sendiri mungkin Julie masih bisa mencoba untuk percaya, tapi kalau untuk menggendongnya, Julie tentu saja meragukannya.“Nggak usah ngawur ya.” Julie menggeleng pelan. “Ya udah, nggak usah pakai kursi roda kalau gitu.”“Kamu nggak sekalian aku gendong aja?”“Nanti aja kalau Mas udah sehat,” balas Julie. “Lagian aku tahu kok kadang Mas ngerasa aku agak berat buat digendong. Akhir-akhir ini juga makanku banyak. Nanti yang ada Mas malah encok kal
“Kayaknya akhir-akhir ini aku terlalu sering dateng ke acara ulang tahun, Babe.”“Kan anggota keluarga kita banyak, makanya jadi kayak sering ada acara ulang tahun.”“Ah… iya juga ya.” Ipang tersenyum saat mendengar keluarga kita diucapkan oleh Julie.Meskipun ia masih sulit menerima kalau ketiga istri ayahnya juga bagian dari keluarganya, tapi Julie membuat hal-hal yang terasa sulit terdengar jadi lebih mudah.“Pas nggak gaunnya?” tanya Julie sambil berputar sekali di hadapan Ipang yang duduk di single sofa, menunggui sekaligus menonton istrinya bersiap-siap.
Julie menemukan Raden yang tengah duduk sendirian di teras sambil memegang gelasnya.“Kamu nggak mau gabung sama yang lain di dalam?”Suara Julie rupanya bukan hal yang diduga oleh Raden. Lelaki itu berbalik dan cukup terkejut melihat bagaimana Julie menghampirinya."Nggak,” jawab Raden pada akhirnya. “Aku lagi cari udara segar.”Julie mengangguk saja dan bergabung duduk di sebelah Raden. Raden menahan diri untuk tidak menoleh ke sampingnya, untuk tidak mengamati figur wajah Julie yang terbias sinar lampu teras dan membuatnya terlihat lebih cantik.“Kamu nggak dimarahin suamimu duduk di sini
“Payah, baru segitu udah ngos-ngosan.”“Kamu tahu kan aku paling males olahraga?”“Tahu banget.” Suri ikut duduk di teras rumah, kemudian berbaring di lantai yang terasa dingin tersebut. “Makanya aku iri sama kamu. Makan banyak, olahraga males, badan tetep segitu-gitu aja.”Julie tertawa dan ikut berbaring di sebelah Suri. Mereka baru selesai jogging di sekitar rumah Ipang dan Julie, lalu kembali ke rumah dalam keadaan bersimbah keringat. Kini keduanya berbaring di lantai sembari mengatur napas masing-masing.“Tumben kamu mau nginep di sini? Biasanya aku ajakin nggak mau terus.”
“Kupikir kita akan ketemu sama Ipang juga. Dia beneran nggak apa-apa biarin kita ketemu berdua aja?”Julie tertawa mendengar pertanyaan Ario. “Nggak apa-apa, Mas. Dia percaya kok sama aku dan kamu.”“Syukurlah.” Ario menghela napas lega, lalu tertawa kecil. “Agak ajaib juga sih liat dia udah nggak setemperamen dulu. Dulu rasanya dia lebih kayak kompor sumbu pendek.”“Sekarang untungnya udah agak sabaran,” canda Julie.Ario menatap mantan kekasih yang kali ini adalah kliennya dengan lembut. “Kamu emang selalu bisa kasih efek positif ke orang-orang di sekitar kamu, Jules. Cuma ya dari dulu kamu nggak pernah sadar aja.”“Ah, Mas Ario bisa aja.”Ario kembali tertawa dan berjalan keluar dari ruang meeting A Class yang ada di lantai satu tersebut. Hari ini mereka kembali berdiskusi mengenai proyek renovasi ruko kedua A Class yang rencananya akan dimulai sekitar dua minggu lagi.Awalnya Ario pikir Ipang akan ikut seperti pertemuan pertama mereka kemarin—toh ia tak keberatan karena meskipun t
Ipang sedang memakan camilan milik istrinya (tentu saja sambil berpikir, apa yang harus ia katakan pada Julie karena isi stoples yang ia pangku sudah hampir habis tersebut), ketika ponselnya bergetar cukup lama.Karena Ipang berpikir yang meneleponnya adalah Julie, Ipang tak melihat layar ponselnya dengan teliti dan langsung menggeser tombol berwarna hijau untuk menjawab panggilan tersebut.“Halo, Babe. Udah di jalan pulang?”Dehaman yang jelas-jelas bukan berasal dari Julie langsung menyentak Ipang. Lelaki itu menjauhkan ponselnya dengan canggung, lalu menahan diri untuk tidak mendengus saat melihat nama ayahnya yang muncul sebagai penelepon.“Ada apa, Pa?” tanya Ipang setelah kembali mendekatkan ponselnya ke telinga.Gengsi juga rasanya mengetahui kalau ayahnya baru saja mendengar bagaimana ia memanggil istrinya dengan mesra.“Papa dengar kamu udah keluar dari rumah sakit.”“Iya,” jawab Ipang singkat.“Papa baru sampai rumah. Maaf Papa kemarin nggak bisa nganterin kamu pulang.”Ipan