Tiga tahun lalu ...
"Kak Andres, tunggu sebentar!" panggil Ayana pada Andres yang baru saja berniat memasuki mobilnya -pria itu hendak pulang.
"Iya, ada apa Ayana?" balas Andres langsung menyahut ramah. Pria itu menangguhkan niat untuk masuk ke mobil dengan menutup kembali pintu mobil yang tadi sempat terbuka.
"Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu," sekuat tenaga Ayana menelan ludah guna mengumpulkan keberaniannya.
"Tentang apa?" Andres menaikkan satu alisnya, ia menunggu Ayana menyambung ucapan.
"Ini bersifat pribadi, aku tidak bisa mengatakannya di sini," risau Ayana antara malu dan ingin segera menuntas tanggung jawabnya untuk menyampaikan pesan. Andres tertawa ringan, ia mengangguk paham lalu menarik pergelangan lengan Ayana.
"Masuklah!" titahnya posesif, seperti enggan mendapat penolakan.
"Eh?" jawab Ayan
Tiga tahun lalu ..."Phantom benar-benar pria misterius. Aku tidak menyangkaending-nya akan seperti itu, sangat mengejutkan. Benar kan, Kak?"komentar Kanza mengenai pertunjukan opera yang baru saja ia saksikan bersama Andres. Keduanya baru saja keluar dariThe Met-sebuah bangunan yang menjadi kebanggaan warga New York dan Amerika. Tempat bagi penyanyi, konduktor, komposer, musisi orkestra,stage director, desainer visual artistdan lain sejenisnya unjuk diri di atas panggung yang begitu megah dengan ratusan penikmat yang haus akan pertunjukan mahakarya. Andres tak angkat bicara, ia hanya menyunggingkan senyum tipis sebagai jawaban."The Phantom Of The Opera,aku benar-benar menyukainya. Ini adalah kali pertama aku menyaksikan pertunjukan megah seperti itu. Walau aku sudah cukup lama tinggal di New York, belum pernah sekali pun aku menyaksikan opera
Ayana sedang duduk sendirian di tangga darurat. Seperti biasa hanya ada satu alasan yang membuatnya berdiam diri di sana -yaitu menenangkan diri. Pertemuannya dengan Kanza kemarin malam membuat Ayana tidak bisa berkonsentrasi hari ini. Kepalanya terasa pusing akibat kegiatan otaknya yang terus membayangkan kisah masa lalu. Gadis itu menerka-nerka semua alasan dari kejadian tiga tahun lalu seorang diri. Tentu tidak mudah, karena dia memang tidak tahu apa-apa."Seharusnya kau mendengarkan penjelasan gadis sialan itu," gumamnya menarik surai pendek -yang entah sejak kapan sudah berganti warna menjadi hitam- ke belakang dan meremas bagian atas kepalanya. Kilat bayangan saat gadis itu menampar pipi kanan Andres keras di depan dr. Harold dan beberapa dokter lainnya melintas begitu nyata.Tiga tahun lalu, tangan lancang Ayana sukses melukai pipi juga harga diri pria yang menjadi suaminya saat ini. Saat itu Ayana marah besar ketika mengetahui bahwa Andres yang menghamili Kanza
"Kepala perawat, aku ingin menanyakan sesuatu."Ayana berdiri di depancounterkasir sekaligus tempat pengambilan obat yang ada di lantai dasar. Menopang dagunya di sana dan menyempatkan diri untuk berbincang ringan dengan kepala perawat Milley sebelum pulang."Bertanya apa?" sahut Milley sambil mengotak-atik komputer di hadapannya."Apa kau pernah bertengkar dengan suamimu?""Pertengkaran hebat dan cukup besar, hingga membuatmu menangis. Kau pernah mengalaminya?" tanya dokter muda itu, menyembunyikan rasa antusiasnya dalam ekspresi wajah datar."Angin apa yang membuatmu menanyakan hal itu?" Heran Milley, memicingkan matanya."Pasti karena dr. Ayana bertengkar lagi dengan suaminya, memangnya apa lagi?" suara Audrey, rekan kerja Milley sesama perawat- menyelinap dalam obrolan mereka. Ia duduk di sebelah wanita paruh baya itu dan memberikan beberapa lembar map berwarna biru pada ketuanya."Kau dan Andres bertengkar la
The Crossroads of the Worldadalahjulukan untuk tempat yang menjadi pusat kawasantheaterBroadway di New York City. Times Square,ya tidak salah lagi, salah satu pusat industri hiburan ini menjadi tujuan utama Andres untuk menghabiskan malamnya bersama sang istri. Tempat ini berlokasi di Manhattan tepatnya di persimpangan jalan Broadway dan Seventh Avanue. Membentang dari jalan West 42nd hingga West 47nd."Maaf, aku terlambat," sesal Andres.Ia baru saja tiba setelah sebelumnya sempat mengondisikan kendaraan pribadinya agar tersimpan di tempat aman. Ayana berdiri di depan sebuah restoran sambil melipat tangan. Menumpahkan kekesalannya pada sang suami melalui pandangan mata."Aku tidak pernah menunggu selama ini oleh laki-laki yang mengajakku berkencan," ketusnya, menunggu lima belas menit mampu menguras kesabaran Ayana. Andres masih mengatur nafas, berlari dari parkiran ke tempat Ayana berdiri ternya
Ayana tak kuasa menahan air matanya untuk tidak jatuh. Jadi seperti itukah kejadian yang sebenarnya? Hatinya seperti tertikam beberapa belati, bayangkan saja benda setajam itu menusuk ulu hati -bahkan mengoyaknya tidak hanya satu tapi tiga sekaligus. Tusukan pertama ditorehkan oleh penyesalannya yang telah menuduh Andres sembarangan tanpa sempat mengkonfirmasi kebenarannya seperti apa. Tusukan kedua, disebabkan oleh rasa berdosanya yang telah gagal menjadi teman baik untuk Kanza.Hingga ketika sahabatnya tertimpa musibah seberat itu pun Ayana sama sekali tidak tahu. Dan tusukan belati yang terakhir disebabkan oleh rasa bersalahnya yang sudah membuat Andres menderita begitu lama. Karena telah menerima fitnah mengerikan juga kebencian yang begitu besar dari Ayana untuk jangka waktu yang cukup panjang. Ayana tidak bisa meragukan cerita Andres, jujur ia sempat ingin berujar jika Andres sedang membual lagi namun hatinya meyakini dengan pasti kebenaran dari cerita itu."Kapa
GENEPHOBIA atau yang memiliki nama lain Coitophobia, adalah phobia atau rasa takut untuk melakukan hubungan seksual. Istilah Genephobia biasa dikaitkan dengan Erotrobia atau ketakutan pada seks. Namun sebenarnya terdapat perbedaan antara keduanya, Gebnephobia adalah ketakutan yang hanya muncul terhadap tindakan seksual. Sementara Eratrobia adalah ketakutan terhadap segala hal yang berhubungan dengan seks. Dengan kata lain Genephobia satu tingkat lebih ringan dibandingkan dengan Eratrobia. Orang yang mengidap Genephobia masih mampu dan berani untuk melaukan hal-hal seperti berciuman atau bersinggungan tubuh dengan lawan jenis. Ia hanya akan mengalami ketakutan jika kegiatan itu mengarah pada tindakan inti dari kegiatan seksual itu sendiri. Penyebab Genephobia pada umumnya muncul karena adanya trauma masa lalu. Pemerkosaan, sodomi, atau penganiayaan adalah hal yang paling sering menjadi pemicu phobia ini. Selain itu ada pula beberapa alasan yang m
“Maafkan aku, maaf," rintih Kanza.Cairan bening mengalir dari mata yang terpejam. Andai saja air mata bisa menghapus dosa, maka Kanza rela menangis tanpa henti sepanjang hidupnya. Dengan susah payah ia mengumpulkan keberanian untuk menemui Ayana dan meminta maaf. Akan tetapi hasil yang dituainya adalah luka baru yang semakin membuat rasa sesal kian menggunung dalam batinnya."Jangan memaafkanku meski aku meringis bahkan bersujud di depanmu," racau Kanza putus asa, ia masih memejamkan mata.Ia sadar betul perbuatannya sudah keterlaluan, akan terasa wajar jika dua hari lalu Ayana bersikap dingin padanya. Tidak seperti yang dikira Ayana, Kanza meminta maaf bukan untuk memperbaiki hatinya, bukan pula agar dirinya bisa hidup dengan tenang. Gadis itu benar-benar tulus meminta maaf karena menyesal, ungkapan selamat atas kehidupan baru yang ditempuh sahabatnya itu dengan Andres pun murni adalah ketulusan.Sejak membuat Ayana meringkuk di penjara, Kan
"Morning," tukas Ayana menyambut hangat Andres dengan sebuah senyuman cerah saat pria itu membuka kelopak matanya.Ayana masih berbaring dan berhadapan dengan Andres yang masih belum sadar sepenuhnya, terbukti dengan mata sipit itu yang sebentar terbuka lalu sedetik kemudian menutup kembali. Ayana tersenyum geli, melihat ekspresi polos Andres ketika bangun tidur. Sangat mirip anak kecil, begitu lucu dan menggemaskan. Terbesit pikiran aneh yang membuat Ayana sukses terkikik sendiri. Ia sedang membayangkan bagaimana wajah anaknya dan Andres nanti. Gen siapa yang akan lebih dominan, miliknyakah atau Andres? ajaib, memikirkannya saja sudah membuat Ayana kegirangan apalagi jika ia segera mendapatkannya."Apa yang kamu bayangkan?" tanya Andres yang tanpa Ayana sadari sudah memperhatikan tindak-tanduknya sejak gadis itu mulai berkhayal dan senyum-senyum sendiri."Hanya hal kecil yang biasa dilakukan semua wanita," sahut Ayana membalas tatapan suaminya hangat.
Butir-butir salju melayang di udara bagai dendelion yang tertiup angin. Mendarat dengan tenang di setiap tempat sedikit demi sedikit hingga menciptakan tumpukan yang menggunung menutupi badan jalan. Gundukan putih itu bertengger di atap-atap gedung dan menyampir pada dahan pepohonan. Secangkir cokelat panas tersaji di atas meja, bersebelahan dengan laptop, tumpukan berkas-berkas dan peralatan kerja lainnya. Kepulan asap putih mengudara, meliuk dengan lihai menuju rongga hidung seseorang yang tengah menatap lekat turunnya salju pertama dari balik kaca besar yang menjadi dinding ruangan di lantai dua belas itu. Orang itu kemudian memejamkan mata, menghirup aroma harum dari minumannya yang terus menggodanya untuk beralih tempat. Dan meminum cokelat hangat yang tersimpan di belakangnya itu. Tapi tidak, ia belum mau beranjak dari tempatnya. Tangan orang itu masih disimpan di atas perut, helaan napas terembus tepat di depan kaca itu hingga menimbulkan embun yang mengendap. Membuat kaca men
Flashback ..."Hei tunggu!" cegah Andres saat dia mendapati Ayana ingin menghindarinya lagi. Ayana berhenti dengan tangan terangkat seperti penjahat yang menyerah saat dikepung polisi. Andres berjalan mendekati Ayana, ia berdiri di hadapan gadis itu."Hm ... kamu menghindariku lagi?" dakwa Andres berlaga marah sambil melipat tangannya di atas perut."Ti-tidak, mungkin hanya perasaan Sunbae saja," jawab Ayana gelagapan dan menutup perkataannya dengan nyengir kuda. Andres menyelidik, ia menaruh curiga yang cukup besar pada dokter junior itu."Kamu pikir aku bodoh?""Tidak, kamu sangat pintar, Kak! Ups," jawab Ayana menyentak, refleks ia menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya."Ck, lihat wajahmu memerah!""Kamu malu?" goda Andres elegan."TIDAK!" bentak Ayana lantang kali ini kedua tangannyalah yang sudah membungkam mulut lo
Flashback "Kamu sayang pada Ibu?"Andres mengangguk pasti dengan senyum cerah. Seminggu setelah kepergian ayahnya, Andres meminta kakek Jo untuk membawanya ke rumah Gyana Tolimson. Semula kakek Jo melarang Andres dan bersikeras tidak mau memberitahu keberadaan ibu Andres. Tapi anak itu tak lelah membujuk kakek Jo hingga hati lembut kakek itu luluh dan menyetujui keinginan Andres. Dan di sinilah dia sekarang, berdiri di depan ibu kandungnya yang sudah sembilan tahun tidak ia lihat. Hari ini adalah hari ulang tahun Andres yang ke sembilan. Bertemu dengan ibunya menjadi kado terindah di tengah bayang-bayang kesedihan setelah Hendra pergi."Aku merindukanmu, Ibu. Aku sangat menyayangimu sama seperti aku menyayangi Ayah.""Kalau begitu kamu rela melakukan apapun untuk Ibu?"Andres mengangguk lagi dan ibunya pun tersenyum nanar. Wanita itu mengelus puncak kepala Andres lalu mencium kening
Tiga bulan kemudian ...Langkah cepat kedua kaki Willy membawa tubuh pria itu terhuyung tidak stabil saat berlari. Beberapa orang yang tertabrak olehnya mengeluh, akan tetapi Willy tidak menghiraukannya. Pria itu masih menggenggam sepucuk surat yang diberikan Ayana, saat pria itu mengunjunginya tadi. Gadis itu mengatakan sesuatu yang sulit diterima nalar. Sesuatu yang mustahil dan terdengar gila. Akhirnya pria itu tiba di konter informasi rumah sakit, ada sesuatu yang harus ia tanyakan di sini. Pria bernama Kevin membuatnya ingin tertawa terbahak-bahak dengan lelucon tidak masuk akal yang ia buat."Aku ingin mengetahui profil pendonor sumsum tulang belakang dari pasien Willy yang melakukan operasi beberapa waktu lalu," pinta Willy langsung tanpa basa-basi."Boleh tahu ini dengan tuan siapa?""Aku Willy, pasien yang menerima donor itu. Cepat carikan informasinya untukku!""Baiklah, mohon tunggu sebentar."Perawat itu pun meme
TeruntukAyana Jasmine, istriku.(Ah, mungkin saat kamu membaca surat ini kamu telah resmi menjadi mantan istriku. Bagaimana, apa kamu sudah menandatangani surat perceraian kita?)Dada Ayana sesak, pertanyaan Andres kembali menggores satu garis luka dalam hatinya. Air mata itu mengalir ke samping pipi, posisi berbaring Ayana yang menyebabkannya.(Atau mungkin dugaanku salah? Jika seandainya surat ini sampai padamu, itu berarti sesuatu yang buruk sedang menimpamu. Dan aku harus menjadi orang pertama yang patut kau bunuh. Jika keadaan buruk itu tak kunjung usai. Ayana ... astaga aku bingung harus menulis apa. Aku tidak biasa melakukan hal menggelikansepertiini. Tapi aku akan tetap mencobanya. Baiklah, pertama aku akan jujur padamu. Aku melihatnya, melihat kejadian yang membuat dadaku tertusuk meski tidak mengeluarkan darah.Tapi rasanya sungguh perih.)(Saat kamu memeluk dan mencium Willy, aku menyaksikan
Air mata Ayana tidak berhenti menetes sejak satu jam lalu sampai sekarang. Matanya menatap kosong pada selembar kertas yang tergeletak di atas meja ruang tamu. Kakek Jo berdiri dengan gusar sambil memegangi gagang telepon. Amarahnya selalu meledak saat operator memberi pemberitahuan bahwa nomor yang ia tuju sedang tidak aktif. Juno memeluk ibunya takut melihat kemarahan sang kakek buyut. Suara cegukan Yena yang sedang menangis terdengar begitu keras. Gadis itu menangis di samping Ayana sambil memeluk ibu tirinya erat.Berulang kali Yena meminta Ayana untuk tidak menangis. Menyuruh wanita cantik itu untuk bicara namun Ayana terus membisu bersama dengan linangan air mata. Hal itu membuat Yena sedih, gadis kecil itu turut merasakan luka ibu tirinya. Surat perceraian yang sudah ditanda tangani Andres terus melambai-lambai, menggoda Ayana untuk segera merobeknya menjadi serpihan-serpihan kecil. Lebih dari itu, hati Ayana menginterupsi untuk segera membakarnya hingga musnah.
Satu minggu kemudian ..."Kamu yakin dengan keputusan ini?""Aku tidak pernah seyakin ini."Kevin mendesah kasar, pria yang memiliki bibir tipis itu menarik surai pendeknya frustrasi."Lalu bagaimana dengan Yena dan Ayana?" Andres tersenyum getir, ribuan hal berputar dalam benaknya saat ini. Pria itu sudah menimbang keputusan selama satu pekan dan ini adalah hasil akhirnya."Mereka akan hidup dengan bahagia, tentu saja." Andres berjalan ke arah lemari pakaiannya, melanjutkan kegiatan berkemas yang memang sedang ia lakukan sejak tadi sampai Kevin datang untuk mengusiknya."Jika begini terus kamu akan benar-benar kehilangan Ayana. Kamu tahu?""Oleh sebab itulah aku melakukan ini."Kevin terlampau kesal, ia menarik koper Andres lalu membuangnya sembarangan. Baju-baju dan beberapa barang Andres berserakan di lantai, sang empunya barang hanya mematung sambil memutar bola matanya pasrah."Ada apa deng
"Bagaimana kamu sudah mengambil keputusan?""Belum, aku masih mempertimbangkannyadokterHarold.""Kalau begitu, minta pendapat Ayana. Oh, tunggu, jangan bilang jika kau belum memberitahunya tentang hal ini?""Begitulah.""Sudah kuduga. Haruskah aku yang menjelaskannya pada Ayana?""Tidak, jangan pernah. Serahkan saja padaku. Maaf karena membuatmu terlalu lama menunggu.""Aku harus segera merekap semua anggota yang ikut Bum. Pastikan kau segera mengabariku, tolong garis bawahi 'secepatnya'.""Baiklah."Plip"Huh,timingyang sangat tepat," desah Andres setelah mengakhiri panggilan itu."Sekarang bagaimana, Astaga!" pekik Andres terkejut saat seorang wanita menabraknya tanpa sengaja hingga membuat ponsel yang dipegangnya terjatuh. Wanita yang tadi berjalan begitu tergesa itu langsung menurunkan posisinya dan meraih ponsel Andres."Maafkan aku anak muda. Sun
Tubuh pria itu masih terbaring kaku di atas ranjang dengan selang infus yang menjuntai dari atas tiang penyangga dan mendarat di sekitar pergelangan tangan Willy. Ayana menutup pintu itu hati-hati karena tidak ingin membangunkan Willy yang masih memejamkan matanya dengan damai. Jarak dari pintu masuk dan ranjang pasien hanya berkisar tiga meter saja, tapi entah mengapa bagi Ayana itu terlalu jauh. Ia berjalan dengan peluh dan air mata yang bercucuran. Lembaran-lembaran masa-masa indah dengan pria itu kembali terbuka. Penyesalan menjadi perasaan yang merajai hatinya.Tangan gemetar Ayana terangkat untuk menyentuh pipi tirus yang menonjolkan tulang-tulang sekitar area itu. Satu tetes air mata kembali terjun, dulu pipi itu sangat berisi dan menjadi sasaran empuk untuk Ayana cubiti. Tanpa sengaja Ayana menyentuh lalu mengelus pipi itu, pergerakan tangan Ayana mengusik lelap Willy. Hingga akhirnya ia tersadar dan sangat terkejut ketika disuguhi mimpi yang teramat indah. Kehadiran