Andres memasuki dapur untuk menyimpan cangkir kotor bekas cokelat panas tadi. Rencananya pria itu akan langsung mencuci cangkir tersebut sendiri. Memang ini hari pertamanya tinggal di rumah itu, tapi sepertinya Andres sudah mulai hafal setiap ruang yang umum digunakan seperti dapur, kamar mandi utama, dan beberapa tempat lainnya di sana. Setidaknya ia tidak tersesat atau salah masuk ruangan seperti kemarin. Andres mampu beradaptasi dengan cepat.
Tidak ada bulan madu untuk pengantin baru itu, baik Andres apalagi Ayana sama-sama menolak ujaran orang tua Ayana untuk menghabiskan waktu cuti mereka dengan liburan berdua. Tentu saja keduanya menolak, memangnya siapa yang bersedia berbulan madu dengan musuhnya sendiri?
Usai mencuci cangkir Andres lantas mencuci tangannya lalu berbalik badan. Pria itu terhenyak kaget saat mendapati sang istri tengah berdiri di depannya sambil berpangku tangan. Bukannya minta maaf karena telah mengagetkan Andres, gadis itu malah menyeringai jah
Tiga tahun lalu ..."Ayana!" panggil Kanza sambil melambaikan tangan ketika sahabatnya itu baru saja keluar dari gedung rumah sakit. Kanza memang sedang menunggu Ayana dihalaman depan rumah sakit. Kanza ini salah satu rekan kerja Ayana di rumah sakit Downtown, sama-sama dari Indonesia membuat keduanya merasa cocok dari berbagai hal dan memutuskan bersahabat. Kebetulan hari ini gadis asal Jakarta itu sedang bebas tugas. Ia sengaja datang kerumah sakit untuk menemui Ayana. Mereka berencana makan malam bersama di salah satu restoran ternama di Chinatown. Ayana membalas lambaian tangan Kanza dan langsung menuruni beberapa anak tangga dengan semangat, hingga akhirnya ia pun tiba di tempat Kanza menunggu."Kamu beli mobil baru?" "Iya, gimana, bagus, kan?”“Bagus sih, tapi menurutku mobil lamamu yang waktu itu masih bagus.”“Emang Cuma aku
"Kak Aya cepat! Nanti aku terlambat kalau kamu lama begini!” teriak Daniel dari bawah tangga. Ia sedang menunggu kakaknya yang akan mengantarnya ke sekolah pagi ini."Kakak cepatlah!" teriak bocah itu sekali lagi begitu tak sabaran.Daniel mendongakkan kepalanya saat mendengar derap langkah yang menuruni tangga. Wajah masamnya sedikit memudar saat kakak iparnya tersenyum ke arahnya."Hei,masih pagi sudah teriak-teriak, ada apa?" tanya Andres hangat. Ini adalah hari kedua dia menjadi penghuni rumah itu, namun keakrabannya dengan Daniel sudah terjalin cukup baik."Abisnya Kak Aya ngeselin banget, masa jam segini masih di rumah. Mana dandannya lama, aku takut kesiangan ke sekolah.” kesal Daniel, wajahnya memberengut dengan tangan bersedekap di atas perutnya.“Coba hampiri dia dan ajak baik-baik, memangnya dia masih melakukan apa di kamar?”“Masih dandan, Kak, coba Kakak bayangin deh, kak Aya emang gitu. Kalau
Mulai dari sekarang dan beberapa hari ke depan Ayana akan sibuk mencicipi peran barunya sebagai ibu rumah tangga yang sesungguhnya. Ditinggal oleh sang ibu membuat gadis itu harus menyiapkan segala sesuatu sendiri. Terlebih pembantu di rumah Ayana sedang sakit parah, minggu lalu ia meminta izin untuk pulang kampung. Tanpa mempersulit Junia langsung menyetujuinya. Ibu Ayana itu berpesan pada pembantunya untuk istirahat yang cukup, dan tidak perlu mengkhawatirkan pekerjaannya di rumah ini. Junia menyuruh pembantu itu kembali setelah ia benar-benar sehat.Sungguh mulia hati nyonya rumah itu, beruntung sekali orang-orang yang bekerja dengannya. Junia memang terkenal sebagai pribadi pemurah dan berhati lembut seperti sutra. Tak heran wanita yang tampak anggun dengan segala keramah tamahannya itu kerap membuat orang-orang di sekitarnya merasa nyaman dan dihargai. Kepribadiannya yang penyabar sangat cocok jika disandingkan dengan ayah Ayana yang terbilang keras.Suatu kewajar
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 4 jam 59 menit dari bandara New York akhirnya Liliana dan keluarga Andrs sudah tiba di Los Angeles Internasional Airport.Tidak terlalu banyak barang atau pakaian yang mereka bawa pada liburan kali ini. Mengingat ini hanya liburan singkat, Ayana dan Andres hanya membawa beberapa setel pakaian dan sneakers saja, itu pun sudah cukup memenuhi koper mini milik mereka. Seperti bandara pada umumnya, Los Angeles International Airport tampak semarak oleh orang-orang yang sedang menunggu waktu keberangkatan atau kedatangan mereka di penerbangan berikutnya.Ketiga orang itu dijemput oleh sopir utusan nyonya Grave. Tanpa mengulur banyak waktu mereka semua pun langsung memulai perjalanan mereka dengan mobil mewah itu. Membelah jalanan Los Angeles yang ramai lancar dengan kecepatan standar dan terkadang cukup cepat guna menghindari malam yang terlalu larut. Mereka tidak ingin sampai di sana terlalu malam, karena itu akan sedikit tidak
"Sekamar lagi?" gumam Ayana lemah, tenaganya sudah habis terkuras seharian ini. Tidak sabar rasanya untuk segera membenamkan diri di atas tempat tidurking sizeyang berada di kamar tamu –tempat di mana Ayana dan Andres berada kini."Tidak ada pilihan lain. Bagi mereka kita adalah pasangan yang sesungguhnya," sahut Andres meninggalkan Ayana yang masih berdiri diambang pintu tertutup.Andres menggeret kopernya juga milik Ayana, diletakanlah koper itu di samping tempat tidur. Tepatnya di samping nakas, tempat sebuahtable lampberdiri dengan apik dan memberikan penerangan remang diruangan itu. Andres mengempaskan tubuhnya di atas kasur. Tangannya telentang, kemudian ia meregangkan otot-otot yang terasa tegang. Andres lelah, matanya sudah terasa berat."Tidak ada sofa di sini?" tanya ambigu Ayana. Andres membuka matanya, dan kembali mendudukkan diri ditepi tempat tidur itu."Untuk apa?" sahutnya sambil membuka kedu
Ini hari kedua di Santa Monica, yang juga direncanakan menjadi hari terakhir liburan singkat Andres, Ayana, juga Daniel. Matahari sudah menampakkan diri sejak tiga jam lalu. Pantai yang terletak di bagian barat Amerika ini memang selalu ramai dikunjungi. Terutama di akhir pekan seperti ini, orang-orang berlomba untuk menikmati sensasi unik yang kerap mereka dapat saat mengunjungi pantai. Menggelar tikar di sepanjang pesisir, membuat istana pasir dan berselancar ria disela ombak besar yang datang. Semua kegiatan itu terlihat sangat menyenangkan dan terbukti membuat semua pengunjung di sana ingin tinggal lebih lama lagi.Ayana mengedarkan pandangannya, ke semua penjuru banyak pria dan wanita dalam keadaan mengenaskan menurutnya. Terhitung sudah sepuluh tahun keluarganya menetap di New York seharusnya Ayana sudah terbiasa dengan hal seperti itu. Mata sipit yang dilindungi kaca mata hitam bulat itu masih saja terganggu dengan pemandangan yang menusuk matanya. Wanita berbikini ber
—Ayana—Tangan kekarnya masih menggenggam erat tangan mungilku. Ruas jari kami menyatu tanpa jarak, mengisi kekosongan satu sama lain dan saling melengkapi. Gelenyar hangat di tengah suhu tinggi Santa Monica membuat sekujur tubuhku dibanjiri peluh kegugupan. Setelah kejadian tadi yang membuatku menangis tersedu dalam pelukannya, kami masih betah menyisihkan diri dari orang-orang. Berjalan di tepi pantai selatan berdua, ya hanya berdua, aku dan dia. Meninggalkan keramaian yang memang tidak begitu aku sukai, mungkin dia juga. Setengah jam sudah kami seperti ini, terus menyusuri pantai tanpa ujung.Membawaku menuju ketenangan, itulah tujuannya. Pria ini memang sangat penuh kejutan, sejak aku menyukainya saat jumpa pertama di rumah sakit. Kemudian membencinya dengan sangat, hingga kini hatiku kembali luluh karenanya. Selalu ada hal-hal yang membuatku tercengang dan memutar otak begitu keras. Berusaha mencari tahu kepribadiannya. Menelisik isi hati melalui sorot
Setelah kurang lebih dua hari satu malam Andres dan keluarganya berlibur di California. Kemarin sore mereka semua sudah bertolak kembali ke New York. Masa cuti sepuluh hari yang Andres dan Ayana ambil masih tersisa tiga hari lagi. Namun keduanya tidak berencana untuk menuntaskan masa cuti itu hingga hari terakhir yang telah ditentukan. Selain karena rasa bosan dan canggung jika terus berada di rumah. Andres dan Ayana memang terbilang orang dengan kebiasaanworkaholicyang cukup parah. Tubuh mereka terbiasa bekerja, oleh karena itu libur terlalu panjang selalu menimbulkan rasa bosan terus merongrong hati pasangan pengantin baru itu. Menghadirkan rasa tidak nyaman jika terus berdiam diri.Tidak ada hal yang berubah setelah kejadian romantis di pantai Santa Monica tempo hari. Kedua dokter muda itu kembali bersikap seperti biasanya. Beradu mulut, saling tak acuh dan terkadang memberi perhatian lebih. Terhitung satu minggu sudah berlalu sejak hari pengucapan jan
Butir-butir salju melayang di udara bagai dendelion yang tertiup angin. Mendarat dengan tenang di setiap tempat sedikit demi sedikit hingga menciptakan tumpukan yang menggunung menutupi badan jalan. Gundukan putih itu bertengger di atap-atap gedung dan menyampir pada dahan pepohonan. Secangkir cokelat panas tersaji di atas meja, bersebelahan dengan laptop, tumpukan berkas-berkas dan peralatan kerja lainnya. Kepulan asap putih mengudara, meliuk dengan lihai menuju rongga hidung seseorang yang tengah menatap lekat turunnya salju pertama dari balik kaca besar yang menjadi dinding ruangan di lantai dua belas itu. Orang itu kemudian memejamkan mata, menghirup aroma harum dari minumannya yang terus menggodanya untuk beralih tempat. Dan meminum cokelat hangat yang tersimpan di belakangnya itu. Tapi tidak, ia belum mau beranjak dari tempatnya. Tangan orang itu masih disimpan di atas perut, helaan napas terembus tepat di depan kaca itu hingga menimbulkan embun yang mengendap. Membuat kaca men
Flashback ..."Hei tunggu!" cegah Andres saat dia mendapati Ayana ingin menghindarinya lagi. Ayana berhenti dengan tangan terangkat seperti penjahat yang menyerah saat dikepung polisi. Andres berjalan mendekati Ayana, ia berdiri di hadapan gadis itu."Hm ... kamu menghindariku lagi?" dakwa Andres berlaga marah sambil melipat tangannya di atas perut."Ti-tidak, mungkin hanya perasaan Sunbae saja," jawab Ayana gelagapan dan menutup perkataannya dengan nyengir kuda. Andres menyelidik, ia menaruh curiga yang cukup besar pada dokter junior itu."Kamu pikir aku bodoh?""Tidak, kamu sangat pintar, Kak! Ups," jawab Ayana menyentak, refleks ia menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya."Ck, lihat wajahmu memerah!""Kamu malu?" goda Andres elegan."TIDAK!" bentak Ayana lantang kali ini kedua tangannyalah yang sudah membungkam mulut lo
Flashback "Kamu sayang pada Ibu?"Andres mengangguk pasti dengan senyum cerah. Seminggu setelah kepergian ayahnya, Andres meminta kakek Jo untuk membawanya ke rumah Gyana Tolimson. Semula kakek Jo melarang Andres dan bersikeras tidak mau memberitahu keberadaan ibu Andres. Tapi anak itu tak lelah membujuk kakek Jo hingga hati lembut kakek itu luluh dan menyetujui keinginan Andres. Dan di sinilah dia sekarang, berdiri di depan ibu kandungnya yang sudah sembilan tahun tidak ia lihat. Hari ini adalah hari ulang tahun Andres yang ke sembilan. Bertemu dengan ibunya menjadi kado terindah di tengah bayang-bayang kesedihan setelah Hendra pergi."Aku merindukanmu, Ibu. Aku sangat menyayangimu sama seperti aku menyayangi Ayah.""Kalau begitu kamu rela melakukan apapun untuk Ibu?"Andres mengangguk lagi dan ibunya pun tersenyum nanar. Wanita itu mengelus puncak kepala Andres lalu mencium kening
Tiga bulan kemudian ...Langkah cepat kedua kaki Willy membawa tubuh pria itu terhuyung tidak stabil saat berlari. Beberapa orang yang tertabrak olehnya mengeluh, akan tetapi Willy tidak menghiraukannya. Pria itu masih menggenggam sepucuk surat yang diberikan Ayana, saat pria itu mengunjunginya tadi. Gadis itu mengatakan sesuatu yang sulit diterima nalar. Sesuatu yang mustahil dan terdengar gila. Akhirnya pria itu tiba di konter informasi rumah sakit, ada sesuatu yang harus ia tanyakan di sini. Pria bernama Kevin membuatnya ingin tertawa terbahak-bahak dengan lelucon tidak masuk akal yang ia buat."Aku ingin mengetahui profil pendonor sumsum tulang belakang dari pasien Willy yang melakukan operasi beberapa waktu lalu," pinta Willy langsung tanpa basa-basi."Boleh tahu ini dengan tuan siapa?""Aku Willy, pasien yang menerima donor itu. Cepat carikan informasinya untukku!""Baiklah, mohon tunggu sebentar."Perawat itu pun meme
TeruntukAyana Jasmine, istriku.(Ah, mungkin saat kamu membaca surat ini kamu telah resmi menjadi mantan istriku. Bagaimana, apa kamu sudah menandatangani surat perceraian kita?)Dada Ayana sesak, pertanyaan Andres kembali menggores satu garis luka dalam hatinya. Air mata itu mengalir ke samping pipi, posisi berbaring Ayana yang menyebabkannya.(Atau mungkin dugaanku salah? Jika seandainya surat ini sampai padamu, itu berarti sesuatu yang buruk sedang menimpamu. Dan aku harus menjadi orang pertama yang patut kau bunuh. Jika keadaan buruk itu tak kunjung usai. Ayana ... astaga aku bingung harus menulis apa. Aku tidak biasa melakukan hal menggelikansepertiini. Tapi aku akan tetap mencobanya. Baiklah, pertama aku akan jujur padamu. Aku melihatnya, melihat kejadian yang membuat dadaku tertusuk meski tidak mengeluarkan darah.Tapi rasanya sungguh perih.)(Saat kamu memeluk dan mencium Willy, aku menyaksikan
Air mata Ayana tidak berhenti menetes sejak satu jam lalu sampai sekarang. Matanya menatap kosong pada selembar kertas yang tergeletak di atas meja ruang tamu. Kakek Jo berdiri dengan gusar sambil memegangi gagang telepon. Amarahnya selalu meledak saat operator memberi pemberitahuan bahwa nomor yang ia tuju sedang tidak aktif. Juno memeluk ibunya takut melihat kemarahan sang kakek buyut. Suara cegukan Yena yang sedang menangis terdengar begitu keras. Gadis itu menangis di samping Ayana sambil memeluk ibu tirinya erat.Berulang kali Yena meminta Ayana untuk tidak menangis. Menyuruh wanita cantik itu untuk bicara namun Ayana terus membisu bersama dengan linangan air mata. Hal itu membuat Yena sedih, gadis kecil itu turut merasakan luka ibu tirinya. Surat perceraian yang sudah ditanda tangani Andres terus melambai-lambai, menggoda Ayana untuk segera merobeknya menjadi serpihan-serpihan kecil. Lebih dari itu, hati Ayana menginterupsi untuk segera membakarnya hingga musnah.
Satu minggu kemudian ..."Kamu yakin dengan keputusan ini?""Aku tidak pernah seyakin ini."Kevin mendesah kasar, pria yang memiliki bibir tipis itu menarik surai pendeknya frustrasi."Lalu bagaimana dengan Yena dan Ayana?" Andres tersenyum getir, ribuan hal berputar dalam benaknya saat ini. Pria itu sudah menimbang keputusan selama satu pekan dan ini adalah hasil akhirnya."Mereka akan hidup dengan bahagia, tentu saja." Andres berjalan ke arah lemari pakaiannya, melanjutkan kegiatan berkemas yang memang sedang ia lakukan sejak tadi sampai Kevin datang untuk mengusiknya."Jika begini terus kamu akan benar-benar kehilangan Ayana. Kamu tahu?""Oleh sebab itulah aku melakukan ini."Kevin terlampau kesal, ia menarik koper Andres lalu membuangnya sembarangan. Baju-baju dan beberapa barang Andres berserakan di lantai, sang empunya barang hanya mematung sambil memutar bola matanya pasrah."Ada apa deng
"Bagaimana kamu sudah mengambil keputusan?""Belum, aku masih mempertimbangkannyadokterHarold.""Kalau begitu, minta pendapat Ayana. Oh, tunggu, jangan bilang jika kau belum memberitahunya tentang hal ini?""Begitulah.""Sudah kuduga. Haruskah aku yang menjelaskannya pada Ayana?""Tidak, jangan pernah. Serahkan saja padaku. Maaf karena membuatmu terlalu lama menunggu.""Aku harus segera merekap semua anggota yang ikut Bum. Pastikan kau segera mengabariku, tolong garis bawahi 'secepatnya'.""Baiklah."Plip"Huh,timingyang sangat tepat," desah Andres setelah mengakhiri panggilan itu."Sekarang bagaimana, Astaga!" pekik Andres terkejut saat seorang wanita menabraknya tanpa sengaja hingga membuat ponsel yang dipegangnya terjatuh. Wanita yang tadi berjalan begitu tergesa itu langsung menurunkan posisinya dan meraih ponsel Andres."Maafkan aku anak muda. Sun
Tubuh pria itu masih terbaring kaku di atas ranjang dengan selang infus yang menjuntai dari atas tiang penyangga dan mendarat di sekitar pergelangan tangan Willy. Ayana menutup pintu itu hati-hati karena tidak ingin membangunkan Willy yang masih memejamkan matanya dengan damai. Jarak dari pintu masuk dan ranjang pasien hanya berkisar tiga meter saja, tapi entah mengapa bagi Ayana itu terlalu jauh. Ia berjalan dengan peluh dan air mata yang bercucuran. Lembaran-lembaran masa-masa indah dengan pria itu kembali terbuka. Penyesalan menjadi perasaan yang merajai hatinya.Tangan gemetar Ayana terangkat untuk menyentuh pipi tirus yang menonjolkan tulang-tulang sekitar area itu. Satu tetes air mata kembali terjun, dulu pipi itu sangat berisi dan menjadi sasaran empuk untuk Ayana cubiti. Tanpa sengaja Ayana menyentuh lalu mengelus pipi itu, pergerakan tangan Ayana mengusik lelap Willy. Hingga akhirnya ia tersadar dan sangat terkejut ketika disuguhi mimpi yang teramat indah. Kehadiran